Rabu, Desember 25, 2013

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN Secara singkat, perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan (a stage of development). Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969) Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan: apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Disamping itu juga bagaimana hal sesuatu dipelajari. Suatu definisi yang relevan dikemukakan oleh Monks sebagai berikut: “perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukkan tingkah laku apa yang menjadi actual dan terwujud. Dalam hal perkembangan ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor genetika, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, teman sebaya (peer group), media massa. BAB II PEMBAHASAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN A. Faktor Genetika (Hereditas) Hereditas merupakan totalitas karaktiristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen – gen. Masa dalam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan kepribadian individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola – pola pembentukan kepribadian, tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampuan – kemampuan yang menentukan jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran. Agar janin dalam kandungan pertumbuhannya sehat, maka ibu yang mengandung perlu memerhatikan kesehatan dirinya, baik fisik maupun psikis. Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebanarnya tidak secara langsung, karena dipengaruhi gen secara langsung adalah: a.kualitas sistem saraf b.kesimbangan biokimia tubuh, dan c.struktur tubuh. Lebih lanjut dapat dikemukan bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah: a.Sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, intelegensi dan temperamen. b.membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungan sangat kapasitas atau potensi hereditas), dan c.memengaruhi keunikan kepribadian. B. Faktor Lingkungan Lingkungan adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau social yang memengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu. Faktor lingkungan yang dibahas pada paparan berikut adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa. 1. Lingkunan Keluarga Lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor penentu utama terhadap perkembangan anak. Alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah : a) Keluarga merupakan kelompok social pertama yang menjadi pusat indentifikasi anak b) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenalkan nilai – nilai kehiduupan kepada anak. c) Orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan “significant people” bagi perkembangan kepribadiaan anak. d) Keluarga sebagai institusi yang memfasilitas kebutuhan dasar insane ( manusiawi), baik yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis. e) Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga. Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh-kembangnya anak sehingga menjadi seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia. Seiring dengan fase perkembangan anak, maka peran orang tua juga mengalami perubahan. Menurut Hamner dan Tuner peranan orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah: 1) Pada masa bayi berperan sebagai perawat (caregiver) 2) Pada masa kanak – kanak sebagai pelindung (protector) 3) Pada usia prasekolah sebagai pengasuh (nurturer) 4) Pada masa sekolah dasar sebagai pendorong (encourager) 5) Pada masa praremaja dan remaja berperan sebagai konselor (counselor) Selanjutnya faktor – faktor lingkungan keluarga dipandang mempengaruhi perkembangan anak diklasifikasikan dalam dua faktor, yaitu keberfungsian keluarga dan pola hubungan orang tua-anak. a. Keberfungsian Keluarga Keluarga yang fungsional atau ideal menurut Alexssander A. Schneiders (1960:405) memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Minimnya persilisihan antar orang tua atau antar orang tua-anak. 2) Adanya kesempatan untuk menyatakan keinginan. 3) Penuh kasih sayang. 4) Menerapkan disiplin dan tidak keras. 5) Memberikan peluanguntuk bersikap mandiri dalam berfikir, merasa, dan berperilaku. 6) Saling menghargai atau menghormati (mutual respect) antar anggota keluarga. 7) Menyelenggarakan konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah. 8) Menjalin kebersamaan antar anggota keluarga. 9) Orangtua memiliki emosi yang stabil. 10) Berkecukupan dalam bidang ekonomi. 11) Mengamalkan nilai – nilai moral agama. Sementara keluarga yang disfungsional menurut Dadang Hawari (1997:165) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Kematian salah satu atau kedua orang tua. 2) Kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce). 3) Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage). 4) Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child relationship). 5) Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low warmth). 6) Orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence). 7) Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or pshycological disorder) b.Pola Hubungan Orang Tua-Anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak) Diana Baumrind (Weiten dan Lioyd, 1994:359-360, Sigelman dan Shaffer,1995:369) mengemukakan hasil penelitian tentang gaya perlakuan orang tua (parenting style) dan kompetensi sosial, emosional, dan intelektual anak. 2. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, social, maupun fisik-motoriknya. Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadiananak, baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun berperilaku. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga dan guru berperan sebagai subtitusi orang tua. Michael Russel (Sigelman & Shaffer, 1995:426) mengemukakan definisi sekolah yang efektif, yaitu yang mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, absenteeism yang rendah, melatih keterampilan sebagai bekal bagi siswa untuk dapat bekerja. 3. Kelompok Teman Sebaya (peer group) Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan social bagi anak mempunyai peranan cukup penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok teman sebaya, anak dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi social (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok dan memperoleh pengakuan dan penerimaan sosial. Pengaruh teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Berpengaruh positif, apabila para anggota kelompok itu memiliki sikap dan perilakunya positif, atau berakhlak mulia. Sementara yang negative, apabila para anggota kelompoknya berperilaku menyimpang, kurang memiliki tatakrama dan berakhlak buruk. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku remaja, khususnya dalam kelompok teman sebaya, maka perlu diperhatikan hal sebagai beberapa hal berikut: a) Orang tua perlu menjalin hubungan yang harmonis antara mereka sendiri (suami-istri) dan mereka dengan anak. Hal ini perlu, karena pada umumnya perilaku menyimpang anak disebabkan oleh keluarga yang tidak harmonis (broken home). b) Orang tua perlu mencurahkan kasih saying dan perhatian kepada anak. Dengan kasih sayang ini anak merasa betah dirumah, sehingga dia dapat mengurangi perhatiannya untuk bermain keluar. c) Orang tua berdiskusi dengan anak tentang cara memilih atau bergaul dengan teman. d) Orang tua harus menjadi suri tauladan dan menanamkan nilai – nilai akhlak mulia kepada anak, seperti persaudaraan, tolong menolong, dan semangat dalam belajar. e) Sekolah sebagai lingkungan keluarga setelah rumah, perlu diciptakan sebagai lingkungan belajar yang mengfasilitasi perkembangan siswa, baik aspek fisik, intelektual, emosi, social, maupun moral spiritual. 4. Media Massa Salah satu media massa yang diwasa ini sangat menarik perhatian warga masyarakat khususnya anak – anak adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada pemirsanya. Dilihat dari sisi ini televisi dapat memberikan dampak positif bagi warga masyarakat (termasuk anak – anak), karena melalui berbagai tayangan yang disajikannya mereka memperoleh: a) Berbagai informasi yang dapat memperluas wawasan pengetahuan tentang berbagai aspek kehidupan. b) Hiburan, baik berupa film maupun musik, dan c) Pendidikan baik yang bersifat umum maupun agama. Tayangan – tayangan televisi itu disamping memberikan dampak positif, juga telah memberikan dampak negative terhadap gaya hidup masyarakat terutama anak – anak. Tayangan televisi yang berupa hiburan, baik film maupun musik banyak yang tidak cocok untuk ditonton oleh anak – anak. a) Santrock dan Yussen (Conny R. Semiawan, 1998-1999:139) mengemukakan saran – saran dari Dorothy dan Singer, tentang bagaimana membimbing anak dalam menonton televisi, sebagai berikut : Kembangkan kebiasaan menonton yang baik sejak awal kehidupan anak. b) Doronglah anak untuk menonton progam – progam khusus secara terencana, bukan menonton progam. Aktiflah bersama anak disaat menonton progam – progam yang terencana tersebut. c) Carilah progam – progam yang menonjolkan peran anak dalam kelomppok usianya. d) Menonton TV hendaknya tidak digunakan untuk mengganti kegiatan lain. e) Lakukan pembicaraan dengan anak tentang teema – tema yang sensiitif. Berilah mereka kesempatan untuk bertanya tentang progam tersebut. f) Seimbangkan antara aktifitas belajar dengan menonton televisi. Anak – anak dapat menindak lanjuti progam – progam televisi yang menarik. g) Bantulah anak dalam mengembangkan anak dalam menonton yang seimbang. BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Dari uraian – uraian di atas, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, bahwa perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan, diantaranya faktor genetika, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, teman sebaya (peer group), media massa. Faktor genetika merupakan totalitas karaktiristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen – gen. Faktor lingkungan adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang memengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu dalam hal ini adalah faktor lingkungan keluarga dan sekolah. Teman sebaya (peer group) merupakan lingkungan social bagi anak yang dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi social (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok dan memperoleh pengakuan dan penerimaan social, sedangkan media massa merupakan media baik berupa media elektronik, cetak, maupun visual yang sarat dengan berbagai informasi. SUNMBER PUSTAKA • Monks dan Haditono, Siti Rahayu. 2004. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Pembagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. • Rumini, Sri Dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UPP Universitas Negeri Yogyakarta.

GEJELA GEJALA KEJIWAAN MANUSIA NORMAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia harus hidup, tidak hanya secara fisik, namun juga psikis. Dia perlu mempertahankan keseimbangan psikis tertentu kalau tidak ingin kehilangan kemampuan untuk berperan serta sebagaimana mestinya. Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan psikisnya sama pentingnya dengan yang ia butuhkan untuk menjaga keseimbangan fisiknya. Manusia adalah satu kesatuan, yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi psikologis dan rohaninya. Psikologi umum sebagai ilmu pengetahuan mengkhususkan diri untuk menyelidiki atau mempelajari dan menerangkan kegiatan kegiatan psikis atau gejala-gejala kegiatan yang umumnya terdapat pada manusia manusia normal. BAB II PEMBAHASAN GEJELA GEJALA KEJIWAAN MANUSIA NORMAL A. Pengertian Manusia Normal Dalam kehidupan nyata pada dasarnya manusia menyadari bahwa perilakunya akan menimbulkan akibat. Dibandingkan makhluk lain manusia mampu berfikir dan meningkatkan sifat adaptif dengan cara-cara yang masuk akal. Maka, Manusia normal merupaka manusia yang memiliki kesadaran diri, merenungkan masa lalu, masa depan, kehidupan, kematian serta manusia yang memiliki rasa moral, dalam artian manusia adalah makhluk yang beretika. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. (GG.Simpson). B. Pembagian kelompok dan gejala gejala kejiwaan manuisa normal Pada tiap individu manusia yang normal pada umumnya memiliki gejala-gejala kejiwaan atau pernyataan-pernyataan jiwa yang secara garis besarnya dalam psikologi umum dibagi menjadi 4, diantaranya : 1) Gejala pengenalan (kognisi) yang termasuk kegiatan psikis pengenalan/kognisi ini adalah gejala-gejala jiwa seperti: pengamatan, tanggapan, ingatan, assosiasi, fantasi, berpikir, dan intelligensi. 2) Gejala jiwa perasaan (emosi) Bigot dkk membagi gejala jiwa perasan ini menjadi 2 yaitu: 1). perasaan rendah/jasmaniah yaitu perasaan pengindraan & perasaan vital perasaan luhur/rohaniah (perasaan keindahan, sosial, kesusilaan, ketuhanan, diri dan intelektual). 2). Gejala jiwa kehendak (konasi) ada dua macam gejala jiwa kehendak yaitu: 1). gejala kehendak yang indriah seperti tropisme, refleks, instink, automatisme, nafsu, kebiasaan, keinginaan, dan kecendrungan. Gejala kehendak ini tidak dipengaruhi akal pikiran. 2). gejala kehendak rohaniah (kemauan). 3). Gejala campuran, diantarnya ialah minat dan perhatian, kelelahan dan sugesti. Gejala gejala ini ditujukan untuk memudahkan orang dalam mempelajari gejala gejala kejiwaan pada manusia yang normal, karena setiap individu manusia yang normal dan berbudaya dimanapun berada pada dirinya terdapat ke-4 jenis gejala gejala kejiwaan tersebut. C. Arti dan fungsi perhatian. Untuk dapat memuaskan kebutuhan kebutuhannya yang dapat melaksanakan tujuannya, maka individu perlu mengenali dan kemudian menguasai lingkungan hidupnya, tak jarang sebagai akibat kekurangan dalam hal kemampuannya untuk memperhatikan. Maka proses perhatian merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari psikologi. Perhatian merupakan reaksi umum yang menyebabkan bertambahnya aktifitas daya konsentrasi dan fokus terhadap satu objek, yang mempunyai tugas selektif terhadap rangsangan rangsangan yang mengenai / sampai kepada individu . Dapat disimpulakan bahwa perhatian adalah pengarahan aktivatas/pemusatan kesadaran jiwa terhadap suatu objek, baik dalam dirinya maupun diluar dirinya. Perhatian timbul dengan adanya pemusatan kesadaran terhadap sesuatu, tapi tidak semua unsur/objek yang besamaan timbul menjadi sasaran kesadaran, tetapi ada unsur-unsur/objek yang dikesampingkan. Fungsi perhatian antara lain : Berperan penting dalam cara manusia bertingkahlaku terhadap lingkungannya. Menghindari terjadinya pembauran dari rangsangan-rangsangan yang mengenai diri yang mengganggu effektifitas pengenalan kitaa Memilih rangsangan rangsangan yang berguna atau yang kita perlukan., Menselektifkan aktifitas dalam milieu / lingkungan hidup. Perhatian dan kesadaran sangat berkaitan erat, timbulnya perhatian sejalan dengan makin meningginya derajat kesadaran, kesadaran harus terjaga keutuhannya dalam menghadapi rangsangan rangsangan yang banyak timbul dari lingkungan’ dalam hal ini perhatianlah yang erat dengan tugas tersebut. Selain kesadaran, perhatian juga erat hubungannya dengan perasaan dan kehendak kita, begitu juga dengan ingatan. D. Jenis dan tipe perhatian Jenis perhatian menurut sifatnya: Konsentratif yaitu perhatian yang tertuju atau terpusat pada satu objek, terbatas. Lawannya distributive; yaitu perhatian yang terbagi atas beberapa tokoh objek. Statis yaitu dengan suatu perangsangan saja sudah dapat menimbulkan perhatian dalam waktu yang cukup tercurah pada satu objek saja. Lawannya dinamis; yaitu perangsangan berkali kali agar perhatian terus berlangsung. Pasif yaitu ketertarikan kita pada suatu objek yang diluar kehendak, lawanya aktif; kesengajaan (dibawah pengaruh kehendak) yang mencurahkan perhatian pada suatu hal. Perhatian sembarangan ( random attention ) adalah perhatian yang tidak tetap, dan tidak tahan lama. Jenis-jenis perhatian menurut typenya Type terpusat (Fixerend), Yaitu orang yang mudah memusatkan perhatianya dan sebaliknya sukar mengalihkan perhatian dan sebaliknya sukar mengalihkan perhatian kepada hal yang baru / lainnya Type tersebar (Fluctuerend), Yaitu orang yang mudah mengalihkan perhatianya dari suatu objek kepada objek lainya, perhatianya mudah dibelokkan kearah yng lain. Dari type terpusat dan tersebar terdapat dua type yaitu: Perseverasi orang yang sukar melepaskan perhatiannya dari suatu hal/peristiwa, ia masih terus melekat pada suatu peristiwa atau kesan yang lalu, Adaptasi, Orang yang mudah menyesuaikan diri dengan hal-hal yang baru, dia dengan mudah mengalihkan perhatian kepadanya, Habitual Seorang ahli kehutanan, seorang pedagang kayu, dan seorang pelukis akan berbeda arah dan objek perhatiannya ketika mereka sedang mengamati suau pemandangan hutan kayu. E. Upaya mengkonsentrasikan perhatian. Aktivitas total dari pada individu dapat dibedakan dalam tiga lapangan konsentris : 1. Lapangan pusat perhatian dengan kesadaran yang penuh 2. Lapangan peralihan dengan kesadaran yang diffus (samar-samar). 3. Lapangan parifeer (batas) dengan ketidak sadaran penuh. Diantara ketiga lapangan itu tidak terdapat batas-batas yang tegas. Jadi luas sempitnya lapangan itu juga tidak tetap, pada lapangan pusat perhatian misalnya terjadi perbedaan luas pada waktu melihat panorama. Ada 3 hal yang harus yang harus diperhatikan agar perhatian mencapai hasil, yaitu : 1. Inhibisi ialah atau melingkungi aktivitas kejiwaan. 2. Appersepsi ialah penyempurnaan dan penyesuaian kesan yang baru dengan bantuan kesan kesan yang sudah ada. 3. Adaptsi ialah kemampuan umum dari suatu makhluk hidup/manusia untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Namun demikian ketiga syarat tersebut tidak cukup untuk mencegah supaya perhatian kita mencapai hasil. Ada 2 hal yang dapat membantu supaya perhatian mencapai hasil yaitu : a) Adanya perasaan tertentu pada suatu objek, karena perasaan membantu stabilitas perhatian kita. b) Adanya kemauan yang kuat dan kebutuahan. F. Hal hal yang berhubungan dengan perhatian dalam praktek pendidikan dan pengajaran . Hal hal yang berhubungan dengan perhatian dalam praktek pendidikan dan pengajaran, Dalam belajar usahakanlah anak dapat memusatkan jiwanya kepada ajaran yang sedang dipelajari. Hindarkanlah segala sesuatu yang mungkin dapat menganggu perhatian anak.Bahan pelajaran yang meningkat yang setingkat dengan kemajuan anak akan menarik perhatian. Jangan memaksa sesuatu yang menjadi perhatian guru, padahal belum tentu menarik perhatian anak, Hargailah anak dengan semestinya, termasuk apa yang menjadi perhatiannya. Bimbinglah apa yang menjadi perhatian anak, Hal-hal yang menjadi kebutuhanya/kehidupannya akan menarik perhatiannya. Maka usahakanlah bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhannya dan bawalah kedalam kegiatan-kegiatan yang sedapat mungkin sesuai dengan kehidupannya. Usahakanlah pergantian dengan selang seling, agar anak tidak mudah bosan, Hubungkanlah pelajaran yang disajikan dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya bahan-bahan pelajaran yang lain. Daya tangkap dan daya penyesuaian anak tidak sama dengan orang dewasa, maka jangan memnuntut berjalan cepat. Berilah waktu atau kesempatan secukupnya untuk anak melakukan penyesuaian diri., Kelelahan dapat mengendurkan perhatian, maka usahakanlah supaya anak jangan sampai lelah dalam melakukan sesuatu. BAB III PENUTUP A. Simpulan Setiap individu manusia normal terdapat gejala-gejala kejiwaan seperti gejala pengenalan, gejala perasaan, gejala kehendak dan gejala campuran. Gejala-gejala tersebut banyak dipopulerkan oleh pakar psikolog eropa guna memudahkan orang dalam mempelajarinya. Psikologi umum sebagai suatu ilmu pengetahuan mengkhususkan diri untuk menyelidiki atau mempelajari dan menerangkan kegiatan-kegiatan psikis atau gejala-gejala kejiwaan yang umumnya terdapat pada manusia-manusia yang normal. SUMBER PUSTAKA • Drs. M. Alisuf Sabri. Pengantar Psikologi Umum & Perkembangan. Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya.CET.ke-4 2006 • Dr. Kartini kartono. Psikolog Umum. Bandung: CV Mandar Maju.1990 • http://www.slideshare.net/guest45be8c/perhatian-tugas-pendidikan

Pengertian Psikologi

BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajarkan kebudayaan melewati generasi. Sistem pendidikan mempunyai tugas menyediakan generasi muda kepada alam dewasa dan menyalurkan kebudayaan. Dalam konteks menyediakan pendidikan yang ideal, tujuan dan matlamat pendidikan negara pada abad ke 21 amat jelas sekali. Kementerian Pendidikan telah menyusun dan merancang untuk memperbaiki, memperkokoh, dan meningkatkan mutu pendidikan negara. Salah satu unsur yang penting adalah nilai yang berkaitan dengan keperluan dan perkembangan diri individu supaya berfungsi sebagai anggota masyarakat. Ia harus dapat membimbing individu mengenali diri sendiri sebagai insan dalam alam sosial dan fisikal ciptaan Yang Maha Kuasa. Dengan alasan inilah, pendidikan berperan penting dalam perkembangan setiap individu. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Psikologi Secara Etemologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas, hidup dan ”logos” atau Ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah –olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya objek yang di pelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya objek yang di pelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung. Berkenaan dengan objek psiklogi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifiestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, Psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. B. Pembagian Psikologi Psikologi terbagi ke dalam dua bagian 1. Psikologi umum 2. Psikologi khusus a. Psikologi Perkembangan b. Psikologi Kepribadian c. Psikologi Klinis d. Psikologi Abnormal e. Psikologi Industri f. Psikologi Pendidikan Di samping jenis-jenis psikologi yang di sebutkan di atas, masih banyak terdapat berbagai psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin kedepannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Psikologi pendididkan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didilamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu yaitu 1) Ontologis ; objek dari psikologi pendidikan adalah perilaku – perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan. 2) Epistemologis; teori – teori, konsep- konsep, prinsip – prinsip dan dalil- dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berebagai studi longitudinal maupun pendekatan kuantitatif. 3) Aksilogis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efesiensi dan efektivitas proses pendidkan. Dengan demikian, Psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori – teori psikologi berkaitan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektifitas proses pendidikan. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang. Diantaranya peserta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efesien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogya nya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif. Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan peranya serta efektif. Yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Di sinilah arti penting Psikologi pendidikan bagi guru, penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) menatakan bahwa “ diantara pengetahuan - pengetahuan yang perlu di kuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta dididk “ Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan - pertimbangan psikologisnya di harapkan dapat : a. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat Dengan memahami psikologi pendidikan yangb memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang di kehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori – teori perkembangan individu. b. Memilih stategi atau metode pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami Psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan stategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkanya dengan karateristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang di alami siswanya. c. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling . d. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasn dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendididikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motifator belajar siswanya. e. Menciptakan iklim belajar yang kondusif Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenagkan. f. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya. g. Menilai hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat membantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip- prinsip penilaian maupun menentukan hasil penilaian. Di era globalisasi ini perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan manusia lebih komplek dan dinamis. Tidak hanya IPTEK yang berkembang secara pesat melainkan pula perkembangan pola pikir yang mengarah pada perubahan perilaku Individu yang dimaksud salah satunya adalah perubahan perilaku pada siswa. Anak jaman sekarang cenderung untuk ingin bebas tanpa ada tekanan, kekangan dan selalu ingin kemudahan, misalnya minat belajar kurang tapi ingin mendapat nilai yang bagus. Kaitannya dengan proses belajar mengajar kondisi seperti ini merupakan tantangan bagi pendidik (guru) dalam menghadapi perilaku siswa seperti itu. Oleh sebab itu guru perlu dibekali ilmu psikologi agar dapat bersikap bijasana dan penuh pertimbangan dalam mengambil tindakanatau keputusan terhadap siswa didalam proses belajar mengajar. Menurut pendapat kami aliran Holistik (Humanistik) lah yang paling tepat sebagai landasan dalam melakukan pendekatan terhadap anak didik karena didasari pada karakter psikologi Humanistik yang menempatkan manusia sebagai Homoludens yaitu bahwa manusia mempunyai keinginan atau sebagai makhluk yang aktif. Dengan menyadari bahwa manusia (siswa) mempunyai keinginan seperti kubutuhan fisiologis, rasa aman, ingin dicintai/disayangi, dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri maka guru lebih manusiawi dalam memperlakukan mereka. Sudah bukan jamannya lagi guru melemparkan penghapus / kapur ke anak didik yang ribut di kelas atau memukul anak dengan pengaris jika kukunya panjang tapi lakukanlah pendekatan humanistik, ajak anak berkomonikasi, tukar pikiran dan arahkan mereka untuk dapat berfikir jernih dan logis. kami yakin apabila hal ini dilakukan dengan penuh kedewasaan dan mengarah kepada kedewasaaan maka tujuan akhir dari sebuah pendidikan akan tercapai. Oleh sebab itu guru perlu dibekali ilmu psikologi agar dapat bersikap bijasana dan penuh pertimbangan dalam mengambil tindakan atau keputusan terhadap siswa didalam proses belajar mengajar. Menurut pendapat kami aliran Holistik (Humanistik) lah yang paling tepat sebagai landasan dalam melakukan pendekatan terhadap anak didik karena didasari pada karakter psikologi Humanistik yang menempatkan manusia sebagai Homoludens yaitu bahwa manusia mempunyai keinginan atau sebagai makhluk yang aktif. Dengan menyadari bahwa manusia (siswa) mempunyai keinginan seperti kubutuhan fisiologis, rasa aman, ingin dicintai/disayangi, dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri maka guru lebih manusiawi dalam memperlakukan mereka. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hasil pembelajaran psikologi masa lalu mengurgenkan kita untuk menyuarakan beberapa saran. Bagi guru, perlu ada peningkatan untuk profesionalnya dalm mengemas bahan pelajaran, menyampaikannya, mengelola dan membuat evaluasi atas pembelajaran yang terjadi serta melengkapi diri dengan keahlian menerapkan konsep logika dalam pembelajaran. Selain itu, memberikan fasilitas yang lahir dan kreativitasnya, bukan sekedar menunggu dipenuhi oleh lembaga tertentu. Oleh karena kualitas siswa yang menjadi sorotan keberhasilan pendidikan, maka siswa sendiri perlu mempertanyakan eksestensinya dalam belajar. Siswa dapat membuat refleksi yang memadai tentang dirinya, aktivitasnya, harapannya, cita –citanya, dukungan orang tua menyadari betapa pentingnya waktu dan terutama mempertanyakan dirinya tentang apa arti hidupnya. Bagi organ sekolah dan stekholder pendidikan agar tidak melihat keberhasilan dunia pendidikan saja tetapi mempertanyakan apa peranya masing-masing. Tidak lupa mengharapkan agar menyederhanakan jumlah marta pelajaran sehingga siswa tidak terbebani. Dengan begitu banyak jumlah pelajaran dan akhirnya kehilangan motivasi belajar Di era globalisasi ini perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan manusia lebih komplek dan dinamis. Tidak hanya IPTEK yang berkembang secara pesat melainkan pula perkembangan pola pikir yang mengarah pada perubahan perilaku Individu yang dimaksud salah satunya adalah perubahan perilaku pada siswa. Anak jaman sekarang cenderung untuk ingin bebas tanpa ada tekanan, kekangan dan selalu ingin kemudahan misalnya minat belajar kurang tapi ingin mendapat nilai yang bagus. Kaitannya dengan proses belajar mengajar kondisi seperti ini merupakan tantangan bagi pendidik (guru) dalam menghadapi perilaku siswa seperti itu. Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang. Diantaranya peserta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efesien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogya nya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkakn perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif. Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan peranya serta efektif. Yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. DAFTAR PUSTAKA  Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: ineka Cipta, 1991  Ahmad Thonthowi, Psikologi Pendidikan.Bandung, Penerbit Angkasa,1991.  http;/id.wikipedia.org/wiki/pendidkan, di Posting hari minggu, 09 Oktober 2011, 14.00 pm  ttp;/next level.com.sg./article/306, di Posting hari minggu, 09 Oktober 2011, 14.10 pm  http;/re-searchegines.com/xaviery 6-04, di Posting hari minggu, 09 Oktober 2011, 14.20 pm

PERAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun barangkali sebagian diantara kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi ketika pendidikan tersebut diartikan dalam suatu batasan tertentu maka terdapatlah bermacam-macam pengertian yang diberikan. Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peranan keluarga dalam pendidikan? 2. Bagaimana peranan masyarakat dalam pendidikan? 3. Bagaimana hubungan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam pendidikan 2. Untuk mengetahui peranan masyarakat dalam pendidikan 3. Untuk mengetahui hubungan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan BAB II PEMBAHASAN PERAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN A.Peran keluarga terhadap pendidikan Keluarga adalah tempat atau lingkungan yang pertama dan utama bagi individu. Kita sejak lahir hingga saat ini di besarkan di lingkungan keluarga, sebab itu pendidikan pertama dan utama kita peroleh dari lingkungan keluarga itu sendiri, dalam hal ini peran keluarga atau khususnya orang tua sangat besar pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pula halnya dengan sekolah yang merupakan rumah ke dua bagi siswa sedangkan tenaga pendidik adalah orang tua atau keluarga ke dua bagi siswa, begitu pula dengan pemahaman tentang diri anak, guru dapat “memahami” siswanya ke dua setelah keluarga. Guru dapat memahami bagaimana lingkungan sosial, belajar maupun keperibadiannya hanya saja ada perbedaan pola asuh. Dilihat dari segi pendidikan, kelurga merupakn satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan kelurga menyediakan situasi belajar. Sebagai suatu kesatun hidup bersama (sistem sosial), keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ikataan kekeluargaan membatu anak dalam mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antara pribadi kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik serta pengakuan akan kewibawaan. Sementara itu,yang berkenaan dengan kelurga menyediakan situasi belajar, dapat di lihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun itelektual, sosial, dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang di ajarkan oleh orang tua. Sumbangan kelurga bagi pendidikan anak adalah sebagai berikut: 1. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri, seperti cara makan, buang air, berbicara,berjalan,berdoa sungguh-sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi. 2. Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak,sikap kasih sayang atau acuh tak acuh sikap sabar atau tergesa-gesa sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi emosianal anak. Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan suatu kesatuan hidup (sistem sosial) dan keluarga menyediakan situasi belajar. Menurut Hasbullah: “Adanya kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara kontinyu perlu dikembangkan kepada setiap orang tua sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang dilihat dari orang tua, tetapi telah didasari oleh teori-teori” Sifat dan tabiat seorang anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya, dan dari anggota keluarga yang lain. B. Peranan Masyarakat Terhadap Pendidikan Masyarakat merupakan lembaga pendidikan, dalam konteks penyelenggaraan pendidikan sangat besar peranannya. Menurut Fuad Ihsan: Kemajuan dan keberadaan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada” Tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat, jangan diharapkan pendidikan dapat berkembang dan tumbuh sebagaimana yang diharapkan. Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu masyarakat yang merupakan lembaga ketiga sebagai lembaga pendidikan, Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan itu sendiri besar sekali perannya. Bagaimanapun kemajuan an keberadaan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada. Berikut ini adalah beberapa peran dari masyarakat terhadap pendidikan (sekolah). 1. Masyarkat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah. 2. Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu danmendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat. 3. Masyarakatlah yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung-gedung meseum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, kebun binatang dan sebagainya. 4. Masyarakatlah yang meyediakan berbagai sumber untuk sekolah. Mereka dapat diundang ke sekolah untuk memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu masalah yang sedang dipelajari anak didik. Orang-orang yang mempunyai keahlian khusus banyak sekali terhadap di masyarakat, seperti petani, peternak, saudagar, polisi, dokter dan sebagainya. 5. Masyarakat sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar. Disamping buku-buku pelajaran, masyarakat memberi bahan pelajaran yang banyak sekali, antara lain seperti aspek alami industri, perumahan, transportasi, perkebunan, petambangan dan sebagainya. Dengan demikian, jelas seklai bahwa peran masyarakat sangatlah besar terhadap pendidikan sekolah. Untuk itu, sekolah perlu memanfaatkannya sebaik-baiknya, paling tidak bahwa pendidikan harus dapat mempergunakan sumber pengetahuan yang ada di masyarakat dengan alas an sebagai berikut. 1.Dengan melihat apa yang terjadi di masyarakat, anak didik akan mendapatkan pengalaman langsung (first hand experience) sehingga mereka dapat memiliki pengalaman yang konkret dan mudah di ingat. 2. Pendidikan membina anak-anak yang berasal dari masyarakat, dan akan kembali ke masyarakat. 3. Di masyarakat banyak sumber pengetahuan yang mungkin guru sendiri belum mengetahuinya. 4. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan orang-orang yang terdidik dan anak didik pun membutuhkan masyarakat. C. Hubungan Keluarga dan Masyarakat dalam Pendidikan Antara keluarga dan masyarakat sangat erat kaitannya dalam hal pendidikan, kedua hal tersebut tidak dapat terpisahkan dasar bagi seseorang, dimana apabila pendidikan keluarga berjalan dengan baik dan hasil tersebut didukung pula dengan pendidikan masyarakat yang baik maka seseorang sangat cepat berkembang dan memiliki kepribadian yang baik pula. Menurut Abu Ahmad: “Pendidikan nasional dikembangkan secara terpadu dan serasi baik antar berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan, maupun antara sektor pendidikan, maupun antara sektor pendidikan dengan sektor pembangunan lainnya serta antara daerah, keluarga dan masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam menyelenggarakan pendidikan nasional”. Didalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 ayat 4 dinyatakan bahwa : Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan. Sementara itu, dalam GBHN 1993 dinyatakan : “Pendidikan Nasional dikembangkan secara terpadu dan serasi baik antar berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan, maupun antara sektor pendidikan dengan sektor pembangunan lainnya serta antar daerah. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaran pendidikan nasional.” Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah hanyalah pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah dalam keluarga. Peralihan bentuk kependidikan jalur luar sekolah ke jalur pendidikan sekolah (formal) memerlukan “Kerja Sama” antara orang tua dan sekolah (Pendidik). Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tuanya. Begitu juga sanga di perlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama diruang sekolah. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat akhir-akhir ini sering terjadinya tindakan-tindakan kurang terpuji dilakukan anak didik, sementara orang tua seolah-olah tidak mau tahu, bahkan cenderung menimpahkan kesalahan kepada sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya. Begitu juga orang tua harus menunjukkan kerja samanya dalam mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar. Berdasarkan hasil riset bahwa pekerjaan guru di sekolah akan lebih efektif apabila dia mengetahui latar belakang dan pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju dalam pelajaran, berkat kerja sama orang tua anak didik dengan pendidik, banyak kekurangan anak didik yang dapat diatasi, lambat laun juga orang tua menyadari bahwa pendidikan atau keadaan lingkungan rumah tangga dapat membantu kesukaran anak di sekolah. Pada dasarnya cukup banyak cara yang dapat ditempuh untuk menjalin kerja sama antara keluarga dengan sekolah. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Segi pendidikan sangat berpengaruh terhadap keluarga, karena ikatan keluarga membantu anak dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain. 2. Masyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah dan berperan dalam mengawasi pendidikan. 3. Di dalam keluarga dan masyarakat sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Karena apabila pendidikan keluarga berjalan dengan baik dan didukung dengan pendidikan masyarakat yang baik maka kepribadian seseorang akan baik pula. 4. Keluarga dan masyarakat sangat berperan dalam hal pendidikan, maka hal itu perlu adanya kesadaran diri sendiri. Keluarga dan masyarakat betapa pentingnya pendidikan. 5. Dengan adanya pendidikan, seseorang dapat mengetahui dan menguasai dunia, oleh karena itu kita harus tanamkan betapa pentingnya peranan pendidikan dalam keluarga maupun masyarakat. DAFTAR PUSTAKA  Ahmad, Abu. Ilmu pendidikan, semarang: Rineka Cipta 2001  Hasbullah. Dasar-dasar Pendidikan. Edisi Revisi Jakarta: PT. Grafindo Persada. 1996.  Ihsan, Fuad. Ilmu Pendidikan Cet. III; Semarang: Rineka Cipta, 2003.

yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN Persoalan iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan. Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi. Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya. BAB I PEMBAHASAN A. ALIRAN JABARIYAH 1. Pengertian Jabariyah Sebelum kita memahami dan mengenal lebih dalam mengenai sejarah kemunculan aliran Jabariyah ini, perlu saya paparkan pengertian dari kata Jabariyah itu sendiri, baik secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63). Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31) Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri. 2. Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyah Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain : a. Faktor Politik Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia. Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya. b. Faktor Geografi Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme. Tokoh yang terkenal dalam aliran jabarriyah adalah Ja'd Bin Dirham danJahm bin Shafwan. 4. Ciri-Ciri Ajaran Jabariyah Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah : a. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya. b. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi. c. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru) d. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan. e. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya. f. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata. g. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga. h. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah. B. ALIRAN QADARIYAH 1. Latar Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk. Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M. Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah. 2. Ajaran-ajaran Qadariyah Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya. Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya. Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah. C. ALIRAN MU’TAZILAH 1. Latar Belakang Munculnya Istilah Mu’tazilah Secara etimologi, Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri. Dalam Al-Qur’an, kata-kata ini diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al syai-i : menjauhi sesuatu. Seperti dalam satu redaksi ayat : فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَ ْلقَوْا اِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيْلاً Artinya: “Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka.” (QS. An-Nisa’: 90) Sedang secara terminologi sebagian ulama mendefenisikan Mu’tazilah sebagai satu kelompok dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry. Aliran Mu’tazilah ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, antara tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan Khalifa Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Awalnya nama Mu’tazzilah sendiri diberikan oleh orang luar Mu’tazilah, yakni atas dasar ucapan Hasan Al-Bashry setelah melihat Washil bin Atha’ memisahkan diri dari halaqoh yang diselenggarakan olehnya. Hasan Al-Bashry diriwayatkan memberi komentar sebagai berikut: “I’tazala anna” (dia mengasingkan diri dari kami). Akhirnya orang-orang yang mengasingkan diri itu disebut “Mu’tazilah”, yang dapat diartikan sebagai orang yang mengasingkan diri dari majelis kuliah Hasan Al-Bashry. Sebenarnya, kelompok Mu’tazilah ini telah muncul pada pertengahan abad pertama Hijrah yakni diistilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya Perang Jamal dan Perang Siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah. Sedangkan pada abad kedua Hijrah, Mu’tazilah muncul karena didorong oleh persoalan aqidah. Dan secara teknis, istilah Mu’tazilah ini menunjukkan pada dua golongan, yaitu: • Golongan pertama disebut Mu’tazilah I; muncul sebagai respon politik murni, yakni bermula dari gerakan atau sikap politik beberapa sahabat yang “gerah” terhadap kehidupan politik umat Islam pada masa pemerintahan ‘Ali. Seperti diketahui, setelah Ustman terbunuh, ‘Ali diangkat menjadi Khalifah. Namun pengangkatan ini mendapat protes dari beberapa sahabat lainnya. ‘Aisyah, Zubeir dan Thalhah mengadakan perlawanan di Madinah, namun berhasil dipadamkan. Sementara di Damaskus, gubernur Mu’awiyah juga mengangkat senjata melawan ‘Ali. Melihat situasi yang kacau demikian, beberapa sahabat senior seperti ‘Abdullah ibn ‘Umar, Sa’ad ibn Abi Waqqas dan Zaid ibn Tsabit bersikap netral. Mereka tidak mau terlibat dalam pertentangan kelompok-kelompok di atas. Sebagai reaksi atas keadaan ini, mereka sengaja menghindar (i’tazala) dan memperdalam pemahaman agama serta meningkatkan hubungan kepada Allah. • Golongan kedua disebut Mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Namun demikian, antara kedua golongan ini masih terdapat hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Adapun tokoh-tokoh aliran Mu’taziliyah yang terkenal di antaranya adalah : 1. Washil bin Atha’, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini. 2. ‘Amru bin ‘Ubaid, sahabat Washil bin Atha’. 3. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah. 4. An-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf. 5. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M). Adapun golongan Mu’tazilah, dalam hal ini berpendapat bahwa manusia adalah berwenang untuk melakukan segala perbuatannya sendiri. Sebab itu ia berhak untuk mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya, dan sebaliknya ia juga berhak untuk disiksa atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Untuk menguatkan pendapat-pendapatnya itu, Mu’tazilah berdalil kepada ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain ialah: كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ Artinya: “Tiap-tiap jiwa terikat dengan apa yang telah diperbuatnya” [QS. Al-Mudattsir: 38] فَمَنْ شَآءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَآءَ فَلْيَكْفُرْ Artinya: “Maka siapa yang hendak beriman, berimanlah, dan siapa yang hendal kafir, kafirlah!” [QS. Al-Kahfi: 39] إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُوْرًا Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus), adakalanya dia bersyukur dan adakalanya mengingkari.” [QS. Ad-Dahr: 3] إِنَّ هذِهِ تَذْكِرَةً فَمَنْ شَآءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيْلاً Artinya: “Sesungguhnya ini adalah peringatan, maka siapa yang ingin, tentu ia mengambil jalan kepada Tuhannya.” [QS. Al-Muzammil: 19] مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ Artinya: “Barangsiapa berbuat baik, maka itu adalah buat dirinya, dan siapa berbuat jahat, maka itu merugikan dirinya. Dan tiadalah Tuhanmu aniaya terhadap hamba-hamba-Nya”. [QS. Fushshilat: 46] وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى، وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ اْلجَزَآءَ اْلأَوْفَى Artinya: “Dan bahwasanya tiadalah bagi manusia, kecuali apa yang telah dikerjakannya. Dan bahwasanya usahanya itu akan diperlihatkan. Kemudian ia akan diberi balasan yang paling sempurna”. [QS. An-Najmu: 39-41] وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ Artinya: “Dan barangsiapa melakukan suatu dosa, maka sesungguhnya ia melakukannya untuk merugikan dirinya sendiri”. [QS. An-Nisa’: 111] 3. Prinsip-Prinsip Aliran Mu’tazilah Mu’tazilah, sebagai sebuah aliran teologi yang mengadopsi faham qodariyah, memiliki asas dan landasan tersendiri yang selalu dipegang erat oleh mereka, bahkan di atasnya-lah prinsip-prinsip mereka dibangun. Asas dan landasan itu mereka sebut dengan Al-Ushulul-Khomsah (lima landasan pokok). Adapun rinciannya sebagai berikut: a. Tauhid Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utuma. Sebenarnya tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tapi Mu’tazilah mengartikan tauhid lebih spesifik, yaitu Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaeasaan Allah. Tuhanlah satu-satunya Yang Maha Esa tidak ada satupun yang menyamainya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang Qadim. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat.. b. Al-Adl (Keadilan Allah) Al-Adl masih ada hubungannya dengan tauhid, dengan Al-Adl, Mu’tazilah ingin mensucikan perbuatan Tuhan dari persamaan dengan perbuatan makhluk, karena Tuhan Maha Sempurna maka Tuhan pasti Adil. Ajaran ini ingin bertujuan untuk menempatkan Tuhan benar-benar Adil menurut sudut pandang manusia. Dan mereka yakin bahwa Allah itu Maha Adil, maka dia tidak akan menindas makhluk-makhluk-Nya. Prinsip seperti ini pada dasarnya memang disepakati oleh umat Islam, tak ada satupun di antara mereka yang menentang dan mempersoalkan keadilan Ilahi dalam tataran substansi. c. Al-Wa’d Wal Wa’id (Janji dan Ancaman Allah) Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana, tidak akan melanggar janjinya. Kaum Mu’tazilah yakin bahwa janji dan ancaman itu pasti terjadi, yaitu janji Tuhan yang berupa pahala (surga) bagi orang yang berbuat baik, dan ancamannya yang berupa siksa (neraka) bagi orang yang berbuat durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan bagi orang yang bertaubat. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, akan tetapi siksa yang diterimanya lebih ringan daripada siksa orang yang kafir. Tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihkan hal ini. Dan inilah yang mereka sebut dengan janji dan ancaman itu. Sehingga mereka sering disebut dengan Wa’idiyyah. d. Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat) Pokok ajaran ini adalah orang Islam yang melakukan dosa besar (ma’siat) selain syirik dan belum bertaubat dia tidak dikatakan mu’min dan tidak pula dikatakan kafir, tetapi fasik. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan dan tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran saja. Di dalam dunia ini, orang yang melakukan dosa besar itu bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi fasiq, tidak boleh disebut mukmin, walaupun dalam dirinya ada iman kerana pengakuan dan ucapan dua kalimah syahadahnya, dan tidak pula disebut kufur, walaupun ‘amal perbuatan dianggap dosa, kerana ia tidak mempengaruhi imannya. Sementara di akhirat kelak orang yang melakukan dosa besar itu tidak akan dimasukkan ke dalam syurga dan tidak pula dimasukkan ke dalam neraka yang dahsyat, seperti orang kafir, tetapi dimasukkan ke dalam neraka yang paling ringan. Dalam konteks ini, timbul sebuah pertanyaan, “Siapakah yang disebut kafir oleh aliran Mu’tazilah?” Menurut mayoritas kaum Mu’tazilah, orang yang tidak patuh terhadap yang wajib dan yang sunat disebut pelaku maksiat. Mereka membagi maksiat kepada 2 (dua) bagian, yaitu maksiat besar dan maksiat kecil. Maksiat besar ini dinamakan kufur. Adapun yang membawa seseorang pada kekufuran ada 3 (tiga) macam, yakni: 1) Seseorang yang menyamakan Allah dengan makhluk. 2) Seseorang yang menganggap Allah tidak adil atau zalim. 3) Seseorang yang menolak eksistensi Nabi Muhammad yang menurut nas telah disepakati kaum muslimin. e. Al-Amru bil Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an al-Munkar (baik dan buruk menurut pertimbangan akal) Kaum Mu’tazilah sepakat mengatakan bahwa akal manusia sanggup membedakan yang baik dan yang buruk, sebab sifat-sifat dari yang baik dan yang buruk itu dapat dikenal. Dan manusia berkewajiban memilih yang baik dan menjauhi yang buruk. Untuk itu, tak perlulah Tuhan mengutus Rasul-Nya. Apabila seseorang tidak mau berusaha untuk mengetahui yang baik dan yang buruk itu, ia akan mendapat siksaan dari Tuhan. Begitu pula apabila ia tahu akan yang baik tetapi tidak diikutinya, atau ia tahu mana yang buruk tetapi tidak dihindarinya. Adapun mengutus Rasul, itu adalah merupakan pertolongan tambahan dari Tuhan, “agar orang-orang yang binasa itu, binasanya adalah dengan alasan, dan orang yang hidup itu, hidupnya adalah dengan alasan pula”. Selain itu, mereka juga berprinsip bahwa diwajibkan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah (muslim) apabila mereka telah berlaku dzalim dan sewenang-wenang dalam berkuasa. BAB III PENUTUP SIMPULAN Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah dan Qodariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Alloh swt, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Alloh swt.Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan irodat Alloh swt, ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya. Aliran Mu’tazilah yang selalu membawa persoalan-persoalan teologi banyak memakai akal dan logika sehingga mereka dijuluki sebagai “kaum rasionalis Islam“. Penghargaan mereka yang tinggi terhadap akal dan logika menyebabkan timbul banyak perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri, hal ini disebabkan keberagaman akal manusia dalam berfikir. Bahkan perbedaan tersebut telah melahirkan sub-sub sekte (aliran) mu’tazilah “baru” yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran pimpinan sub sekte tersebut. Al-Baghdady dalam kitabnya “al-farqu bainal firaqi” menyebutkan bahwa aliran Mu’tazilah ini telah terpecah menjadi 22 golongan. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2. Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997). Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008). Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: al-Izzah, 2002). Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5. an-Nasyar, Ali Syami, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1977). Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998). al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004). asy-Syahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th). Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997). Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004), h. 86.

KHAWARIJ DAN MU’TAZILAH

BAB I PENDAHULUAN Perpecahan kaum muslimin menjadi kelompok-kelompok pemikiran yang banyak tidak dapat dipungkiri lagi. Semua itu tidak lepas dari jauhnya mereka dari ajaran Rasulullah danpara sahabatnya dalam beragama. Munculnya kelompok murji’ah ini diawal masa tabi’in tepatnya setelah selesai pemberontakan atau fitnah Ibnu Al-Asy’ats, sebagaimana dinyatakan Qataadah bin Da’aamah As-Sadusi, “Irja’ (pemikiran murji’ah) munculnya setelah kekalahan Ibnu al-Asy’ats”. Dalam kesempatan ini, kami akan memaparkan aliran Teologi Murji’ah, meliputi: asal usul kemunculan, pemikiran, dan perbandingan sekte-sekte Murji’ah. BAB II KHAWARIJ DAN MU’TAZILAH A. KHAWARIJ 1. Latar Belakang Kemunculan Khawarij Secara etimologis kata khawarij berasal dari kata bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, timbul, atau memberontak. Ini mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak iman yang sah. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muwiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan Pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib. Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan. Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah penganti Ali sangat mengecewakan orang-orang Khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hakum selain hakum yang ada di sisi Allah.” Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut juga nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah. Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka Mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi. 2. Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya Di antara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah berikut ini. a. Khalifah atau iman harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat. c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman. d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahnnya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng. e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng. f. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir. g. Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir. h. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau brgabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam). j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng. k. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka). l. Anar ma’ruf nahi munkar. m. Memelingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat(samar). n. Quran adalah makhluk. o. Manusia memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan. Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Melihat pengertian politik secara praktis-yakni kemahiran bernegara atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi dan hasyat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan Khawarij dapat dikatakan sebagi sebuah partai politik. Politik juga ternyata merupakan doktrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reakdi terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin Negara, karena ia seorang tulaga. Kebencian ini bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah belum lama. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watk dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas. Namun, mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) daripada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari seumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya. Orang-orang yang mempunyai prinsip Khawarij ini sering mengunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting. Adapun doktrin-doktrin selanjutnya yakni kategori sebagai doktrin teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Dapat di asumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skripturalis sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis itu tidak nampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poindi bawah berikut. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin Khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelmpok Khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrim. 3. Perkembangan Khawarij Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagi doktrin sentaral yang memicu timbulnya doktri-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat retan pada pepecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal sengan sesame kelompok Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat jumlah tentang sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte. Terlepas dari berapa banyak sub sekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa sub sekte khawarij yang besar terdiri dari 8 macam, yaitu: a. Al Muhakkimah b. Al Azriqah c. An Nadjat d. Al Baihasiyah e. Al Ajaridah f. As Saalabiyah g. Al Abadiyah h. As Sufriyah Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih di anggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin lain hanya perlengkap saja. Sayangnya, pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoritis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi tidak jelas. Hal ini menyebabkan-dalam kondisi tertentu-seseorang dapat disebut mukmin dan pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir. Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat islam saat itu sebab, dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin. Kendatipun demikian, ada sekte Khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterimakasih kepada Allah. Orang semacam ini, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat. Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran Khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut: a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam. b. Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam sebagimana yang dipahami dan di amalkan golongan lain tidak benar. c. Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan d. Karena pemerintah dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan e. Meraka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan tertentu. B. AL-MURJI’AH 1. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di belakang atau mengkudiankan, yaitu orang yang mengutamakan iman daripada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing kelak di hari kiamat. Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij. Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah. Dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah, mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak kelak di hari kiamat. 2. Doktrin-doktrin Murji’ah Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal dengan sebutan The Queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Adapun di bidang teologis, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul pada saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemakuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punidhment of sins), ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predes tination). Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Wattt merincinya sebagai berikut: a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak. b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun. c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan Rahmat Allah. d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris dari kalangan Helenis. Masih berkaitan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu: a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah kelak di hari kiamat. b. Menyerahkan keputusan Kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar. c. Meletakkan/ mementingkan iman daripada amal. d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah. Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu: a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun gangguan atas seseorang. 3. Sekte-sekte Murji’ah Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah itu sendiri tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam problemyang cukup mendasar ketika para pengamat mengklafikasikan sekte-sekte Murji’ah. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut: a. Murji’ah-Khawarij, b. Murji’ah-Qadariyah, c. Murji’ah-Jabariyah, d. Murji’ah Murni, e. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah). Sementara itu Muhammad Imarah menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut: a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan. b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalihi. c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus as-Samary. d. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus. e. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban. f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan ad-Dimsaqy. g. An-Najariyah, pengikut al-Husain bin Muhammad an-Najr. h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah an-Nu’man. i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib. j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thaumi. k. Al-Murisiyah, pengikut Basr al-Murisy. l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam as-Sijistany. Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadis. Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah: Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Yang mana pandangan tiap-tiap kelompok itu dijelaskan sebagai berikut: a. Al-Jahmiyah Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan Kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia. b. Ash-Shalihiyah Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa Iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan Kufur adalah tidak tahu Tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepada Allah dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu juga dengan zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan saja. c. Al-Yunusiyah dan Al-Ubaidiyah Kelompok ini berpandangan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik. d. Al-Hasaniyah Kelompok ini menmyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan, “saya tahu Tuhan mewajibkan naik Haji ke Ka’bah bagi yang mampu, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah itu di India atau tempat lain BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perang Siffin ini merupakan peristiwa yang sangat penting di dalam perjalanan sejarah umatIslam. Hal ini disebabkan peristiwa perang Siffin itu membawa akibat terjadinya berbagaiperubahan, terutama mengenai perubahan system politik kenegaraan dan timbulnya golongan-golongan di kalangan Umat Islam yang satu sama lain saling bertentangan.Perang Siffin meletus akibat dari politik yang dilakukan oleh Khalifah Usman bin Affanpada masa menjelang akhir pemerintahannya. Persoalan politik terus berlanjut dan bahkan makinberkembang setelah usainya perang Siffin, yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan Theologi.Golongan khawarij memandang Ali, Mu’awiyah, Amru bin Ash, Abu Musa Al Asy’ari dan lain-lain sudah keluar dari Islam, bahkan dianggap murtad dan wajib dibunuh Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat. Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun Teologis. Diantaranya, Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak. Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah: Pertama, Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan Murji’ah sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan. Kedua, Selama meyakini dua Kalimah Syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat. Sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah terdapat banyak sekali perbedaan antar peneliti yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, pada dasarnya terbagi menjadi dua sekte, yaitu: Murji’ah Moderat dan Murji’ah Ekstrim. SUMBER PUSTAKA

tentang “Maulid Nabi Besar Muhammad SAW”

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan. Latar belakang penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mandiri yang diberikan oleh Bapak pembimbing pada perkuliahan Ke Al-Washliyahan tentang “Maulid Nabi Besar Muhammad SAW” B. Metode Penulisan. Dalam penulisan atau penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan atau penyusunan. C. Tujuan Penulisan. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mempeluas pengalaman dan menambah ilmu pengetahuan tentang Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. 2. Untuk memenuhi tugas mandiri yang diberikan oleh dosen pembimbing. BAB II PEMBAHASAN A. MENINGKATKAN NILAI MAHABBAH MAHABBAH KEPADA RASUL Rasa mahabbah terhadap Rasulullah SAW. adalah masalah yang sangat prinsipil. Mengapa begitu? Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya bila belum menempatkan Rasullulah SAW. sebagai orang yang paling dicintai dan disayangi. Sebab Rasulullah adalah penunjuk ke jalan yang benar dan penegak keadilan. Tanpa terutusnya beliau kita akan sesat dan tidak akan bisa selamat. Karena teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT. Rasa mahabbah kepada Rasulullah merupakan salah satu syafa’at nyata. Tak ada kecualinya bagi Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang sangat memusuhi Rasulullah, sehingga disebut, diolok-olok dan dicaci maki namanya dalam Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia sebagai ibadah yang besar sekali pahalanya. Namun dengan hanya sedikit bukti rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Rasullulah, yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak, sampai-sampai Ummu ‘Aiman yang membawa berita kelahiran mendapat anugerah dimerdekakan. Hanya karena sedikit rasa mahabbah itulah, Abu Lahab dikeluarkan dari siksa neraka pada setiap hari Senin, hari kelahiran Rasul SAW, semacam liburan dari siksa. Cukupkah orang yang mengaku cinta, apalagi cinta kepada Rasul hanya mengatakan, “AKU CINTA PADAMU”. Tidak, tidak cukup! B. MENINGKATKAN RASA INGIN MENCONTOH PERBUATAN RASUL Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia. Beliau diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak. "Tidaklah aku diutus (ke bumi ini), kecuali untuk menyempurnakan akhlak." Pernyataan ini sangat jelas menggambarkan usaha yang dilakukan oleh Rasul SAW. Sepanjang sejarah hidupnya, sebagaimana diungkapkan Muhammad Husein Haykal dalam Hayatu Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), tak ada satu pun perbuatan yang tidak disukai oleh sahabat dari pribadinya. Bahkan banyak sahabat-sahabat Nabi yang mencontoh tingkah laku Nabi. Semuanya senantiasa meneladani dan mencontoh perbuatan-perbuatan yang dilakukan Nabi SAW.Dalam sebuah riwayat, disebutkan, Abu Bakar As-Siddiq RA menemui Aisyah Ummu al-Mukminin, dan bertanya tentang perbuatan Rasul SAW yang belum sempat dijalani Abu Bakar.Aisyah mengatakan, setiap pagi Rasul SAW senantiasa pergi ke sudut pasar di Madinah. Kemudian, beliau memberi serta menyuapi seorang pengemis Yahudi yang buta. Padahal, setiap harinya pula si pengemis Yahudi ini mencaci maki Rasul SAW dan berkata kepada setiap orang untuk menjauhi. Tatkala Nabi mencapai usia 13 tahun, beliau pergi bersama pamannya Abu Thalib ke Syam di suatu tempat beliau berjumpa dengan seorang pendeta Yahudi bernama Buhairah dan ada pula yang mengatakan pendeta Nasrani. Pendeta itu memahami adanya keistimewaan pada diri Nabi SAW, dan berkata kepada Abu Thalib : “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan tinggi, maka jagalah dia baik-baik.” C. MENINGKATKAN SYIAR ISLAM. Islam memberikan hukum yang jelas tentang hal ini, yang mana mereka berpijak pada dalil Alqur’an dan hadist. Di dalam alqur’an Allah Swt berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj ayat 32). Dalam ayat di atas berisi perintah Allah Swt untuk menghidupkan berbagai bentuk dari syiar Allah Swt, sebagai bukti kecintaan dan ketaqwaan pada diri hamba-Nya. Banyak terdapat ayat-ayat lain sebagai bentuk pengagungan syiar agama, diantaranya; dalam surat Al-Baqarah ayat 125, Allah Swt berfirman: . “Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.” Yang menjadi pengertian ‘syiar Allah’ disini, bahwasannya Pemilik Syariat (Allah SWT) telah memuliakannya dan tidak menentukannya sebagai bentuk luar (misdaq) yang khusus, dengan melalui perkembangan zaman telah menjadikannya sebagai urf (menurut kacamata pandangan masyarakat), sebagai suatu dalil didalam mengagungkan syiar-syiar agama. Tentang kemuliaan hari kelahiran Nabi Saaw, dalam Shahih Muslim yang dinukil dari Abi Qatadah: “Sesungguhnya Rasulullah Saaw telah ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau berkata: “Pada hari itu aku dilahirkan dan juga pada hari tersebut Al-Qur’an diturunkan kepadaku.” Dan hadist Baihaqi yang dinukil dari Anas : “Sesungguhnya Nabi Saaw setelah kenabiaannya telah mengakikahkan dirinya dengan menyembelih seekor kambing. Dengan melalui riwayat ini, juga terdapat riwayat yang mana Abu Thalib pada hari ketujuh kelahiran Nabi Saaw telah mengakikahkan seekor kambing.” D. MENINGKATKAN SILATURAHMI DENGAN TUJUAN MENGOKOHKAN PERSATUAN DAN PERSATUAN UMMAT Sesungguhnya perkumpulan itu merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh terlewatkan. Bahkan menjadi kewajiban para da’i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul, dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala’ (ujian), bid’ah, kejahatan, dan berbagai fitnah. (Mafahim Yajib an Tushahhah. 224-226) Ibn Taimiyyah berkata, “Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru dikalangan nasrani yang memperingati kelahiran ISA AS, dan adakalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. ALLAH SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.” (Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain l-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 339) sebetulnya hakikat perayaan maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan Akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana Firman ALLAH SWT: قُل بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَليَفرَحُوا . “Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat ALLAH (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS. Yunus, 58) III PENUTUP A. Simpulan. Dari paparan di atas, jelas bahwa Peringatan Maulid Nabi Muhamamd SAW sejatinya dijadikan momentum bagi kaum muslim untuk terus berusaha melahirkan kembali masyarakat baru, yakni msyarakat Islam, sebagaimana yang pernah dibidani kelahirannya oleh Rasulullah SAW di Madinah. Sebab, siapapun tahu, masyarakat sekarang tidak ada bedanya dengan masyarakat Arab pra Islam, yakni sama-sama Jahiliah. Sebagaimana masa Jahiliah dulu, saat ini pun aturan-aturan Islam tidak diterapkan. Karena aturan-aturan Islam sebagaimana aturan-aturan lain tidak mungkin tegak tanpa adanya negara, maka menegakkan negara yang akan memberlakukan aturan-aturan Islam adalah keniscayaan. Inilah juga yang disadari benar oleh Rasulullah SAW,s ejak awal dakwahnya. Rasulullah tidak hanya menyeru manusia agar beribadah secara ritual kepada Allah dan berkhlak baik, tetapi juga menyeru mereka seluruhnya agar menrapkan semua aturan-aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Sejak awal, bahkan para pemuka bangsa Arab saat itu menyadari, bahwa secara politik dakwah Rasulullah SAW akan mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka. Itulah yang menjadi alasan-alasan seperi Abu Jahal, Abu Lahab, Wahid bin Mughirah dan para pemuka bangsa arab lainnya sangat keras menentang dakwah Rasulullah SAW. Akan tetapi semua penentang itu akhirnya dapat diatasi oleh Rasulullah sampai beliau berhasil menegakkan kekuasaannya di Madinah sekaligus melibas kekuasaan mereka di Makkah. Rasulullah SAW bahkan berhasil menegakkan kekuasaan Islam sekaligus menghancurkan kekuasaan orang-orang kafir di seluruh jazirah arab. Walhasil, dakwah seperti itulah yang juga harus dilakukan oleh kaum Muslim saat ini, yakni dakwah untuk menegakkan kekuasaan Islam yang akan meruntuhkan kekuasaan rezim kafir yang telah memberlakukan aturan-aturan kufur selama ini. Hanya dengan itulah Peringatan setiap tahun akan jauh lebih bermakna