Rabu, Oktober 31, 2018

Air mata meratus

Oleh: Kisworo Dwi Cahyono Direktur Eksekutif Walhi Kalsel BANJARMASINPOST.CO.ID - AIR mata seketika berderaian di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta. Duka begitu mendalam hari itu. Terhampar di pelupuk mata bagaimana kehancuran akan mendera alam Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel. Hari itu, majelis hakim PTUN Jakarta di Jakarta Timur membacakan keputusan atas gugatan yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel dan Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk). Hakim memutuskan gugatan Walhi Kalimantan Selatan kepada Menteri ESDM atas izin operasi produksi tambang PT MCM di Pengunungan Meratus, tak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard (NO). Putusan tak dapat diterima dengan alasan gugatan mengandung cacat formil. Hakim juga menyatakan tak berwenang mengadili gugatan Walhi Kalsel dan Gembuk itu. Perwakilan masyarakat HST yang menghadiri sidang tak kuasa menahan air mata mendengar keputusan yang dibacakan pada Senin (22/10). Kesedihan kian mendalam ketika mengingat panjangnya waktu yang telah dijalani. Walhi Kalsel dan Gembuk mengajukan gugatan pada 28 Februari 2018 terhadap Menteri ESDM dan MCM atas SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara MCM jadi tahap operasi produksi. SK yang keluar 4 Desember 2017 mencakup tiga kabupaten, yakni, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Balangan dan Tabalong. Selama ini, Kabupaten HST, satu-satunya daerah yang tak terdapat perizinan pertambangan maupun perkebunan sawit. Ini terjadi karena seluruh komponen masyarakat, dari eksekutif hingga ulama menolak tegas kehadiran pertambangan batu bara dan perkebunan sawit di HST. Luasan izin tambang batu bara yang izinnya digugat itu seluas 1.398,78 hektare merupakan hutan sekunder, pemukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektare, dan sungai 63,12 hektare. Ia berada di hamparan Pegunungan Meratus. Di Kalsel sendiri, MCM menguasai lahan seluas 5.900 hektare.Sebelum majelis hakim memutuskan perkara, pada Juli lalu, persidangan di lokasi (Pegunungan Meratus di HST) digelar. Sidang gugatan sendiri bergulir sejak 4 April. Tak pelak, keputusan majelis hakim di Jakarta itu langsung disambut protes dan demonstrasi dari para aktivis dan pecinta lingkungan di Kalsel. Pada Minggu (28/10) misalnya, Aliansi Meratus Jilid II menggelar demo di sekitar kantor gubernur Kalsel di Banjarbaru. Para aktivis menyuarakan hal yang sama: Cabut izin yang telah dikeluarkan untuk PT MCM; Menolak eksploitasi dan eksplorasi pertambangan batu bara di kawasan Pegunungan Meratus; Terus menggaungkan dan mendukung gerakan #SaveMeratus; Meminta semua pihak, termasuk Gubernur Kalsel mengambil tindakan konstruktif dan nyata yang berpihak pada keinginan publik mempertahankan Meratus dari serbuan tambang batu bara. Untuk yang terakhir, sepertinya masih jauh panggang dari api. Hingga hari ini, Pemprov Kalsel dan atau Gubernur Kalsel tak menunjukkan reaksi yang jelas dan tegas atas gerakan #SaveMeratus. Sesuatu yang sungguh berbeda dibanding #SavePulauLaut yang mengemuka beberapa waktu lalu. Reaksi bersifat normatif dan sedikit menghibur datang dari instansi di bawah gubernur. Walau reaksi itu tak akan membuat Meratus di HST aman dari pertambangan batu bara dan perkebunan sawit. Sementara reaksi dan tindakan nyata Gubernur Kalsel dalam soal #SaveMeratus tak jua kunjung tiba. Ini menarik, karena dalam logika sederhana, ketika ada satu kabupaten di wilayah Kalsel yang berpendirian teguh mempertahankan wilayahnya dari pertambangan batu bara dan perkebunan sawit, atau dalam ruang yang lebih luas: Mempertahankan kelestarian alamnya, mengapa dukungan tak jua tiba? Atau ketika satu kabupaten gigih mempertahankan Meratus yang menjadi sumber hidup dan kehidupan masyarakat –juga oksigen untuk Banua--, mengapa tak didukung? Atau ketika satu kabupaten seperti Hulu Sungai Tengah tak memerlakukan Meratus semena-mena, sehingga kondisinya jauh lebih baik dari kabupaten-kabupaten lain yang dilewati pegunungan sepanjang lebih dari 600 Kilometer itu, justru tak didukung? Mencari jawabannya, mungkin sesulit menemukan jarum dalam tumpukan jerami. Namun, yang pasti, Pemprov Kalsel via Gubernur sebenarnya bisa berbuat. Celah peraturan perundang-undangan memberi ruang untuk itu. Dalam banyak peraturan perundang-undangan mengenai pertambangan batu bara misalnya, Gubernur memiliki kewenangan yang cukup strategis. Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, jelas kewenangan gubernur dicantumkan, terutama ketika menyangkut perizinan lintas kabupaten/kota. Sebagai catatan, izin yang dikantongi MCM melintasi tiga kabupaten. Kewenangan Gubernur yang sama strategisnya juga termaktub dalam berbagai Peraturan Menteri ESDM, antara lain Permen ESDM Nomor 12/2011 dan Permen ESDM Nomor 11/2009. “Uniknya” kewenangan-kewenangan yang cukup strategis itu seperti tak berbekas. Pilihannya sederhana, Gubernur bisa saja menunjukkan keberpihakannya pada pelestarian Meratus melalui kewenangannya yang diakomodir dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya dengan memasukkan perlindungan Meratus dalam RTRW, RPJMD atau RPJP. Atau memasukkan pemeliharaan dan perlindungan Meratus dalam APBD Kalsel. Jika reaksi, aksi nyata, dan keberpihakan masih saja samar, maka air mata Meratus dipastikan akan berderaian. Sederai air mata yang tumpah usai majelis hakim menolak gugatan itu. Atau bisa jadi air mata Meratus akan mengepung segala seperti dalam puisi Sutardji Calzoum Bachri, ‘Tanah Air Mata’ yang terkenal itu. (*) http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/11/01/air-mata-meratus-mencari-gubernur

Save Meratus

GOA (liang) NAGA di perut gunung karst "Pasulingan" desa Natih kec. Batang Alai Timur kab. Hulu Sungai Tengah KALSEL. #ayo_ke_Natih_kita_berwisata #Save_Meratus

Save Meratus

"LIBARU BUNTAR" Adalah nama salah satu dari beberapa rampah atau air terjun eksotis yang ada di kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Air terjun ini terletak di gunung Tebing Daratan desa Datar Ajab kecamatan Hantakan, tepatnya di sungai Kapiau, anak sungai Barabai. Rampah Libaru Buntar berada satu lokasi dengan rampah Tumaung, bahkan jaraknya hanya sekitar 50 meter ke hulu sungai. Meskipun demikian, banyak orang yang tidak tahu akan rampah ini karena keberadaannya tidak terlihat dari bawah lantaran terdinding tebing rampah Tumaung. Untuk dapat mencapai rampah ini diperlukan sedikit keberanian dan kehati-hatian karena harus menaiki tebing batu yang hampir vertikal (kemiringannya sekitar 80 derajat) setinggi 15 meteran. Namun tidak perlu risau, alam telah menyediakan akar-akar pohon dan celah-celah batu sebagai pegangan dan pijakan untuk melewatinya, sehingga penaklukkan tebing batu ini terasa mudah, tidak sesulit apa yang dibayangkan. Dibanding rampah Tumaung, rampah Libaru Buntar lebih rendah, namun panorama yang disuguhkannya terasa lebih indah. Dari sini pengunjung dapat menyaksikan beberapa undakan rampah di atasnya yang menyerupai tangga, oleh warga Mangkiling rampah di atasnya ini dinamai "Tangga Mahang". Selain itu, kolam airnya sangat dalam, berair jernih dan sejuk serta berbentuk bulat, sebab inilah maka rampah ini diberi nama "Libaru Buntar". LIBARU artinya bagian sungai yang airnya dalam, sedangkan BUNTAR berarti bulat atau bundar. Rampah ini berjarak sekitar 27 km dari pusat kota Barabai ibukota kabupaten Hulu Sungai Tengah, rute perjalanannya sebagai berikut : BARABAI > PAGAT > HANTAKAN > ALAT > ARANGANI > LIMBU'UNG > LUK KURAN > RANTAU PARUPUK > MANGKILING. Sepanjang perjalanan yang dilalui kita akan dimanjakan dengan beberapa pemandangan indah berupa gugusan pegunungan Meratus, sungai-sungai berbatu berarus deras, hijaunya hamparan huma-huma penduduk (kalau pas musim bercocok tanam) dan beragam aktivitas keseharian warga setempat dalam menerapkan kearifan lokal. Sampai di Mangkiling, demi keamanan, kita titipkan kendaraan di rumah-rumah warga dengan memberi sedikit uang jasa parkir, kemudian diteruskan dengan jalan kaki, masuk hutan keluar hutan melintasi jalan setapak menyisir tepi sungai sehingga tidak banyak tanjakan yang dilewati. Selama jalan kaki kita akan menyerangi sungai tanpa jembatan sebanyak 5 kali, waktu tempuh yang diperlukan hanya berkisar antara 30 menit hingga satu jam, tergantung kondisi masing-masing. Bagi yang pertama kali melintasi rute ini, agar tidak tersesat, disarankan untuk memakai jasa penunjuk jalan. Biasanya warga kampung, baik anak-anak maupun orang tua dengan senang hati bersedia mengantarkan ke lokasi air terjun. Lokasi rampah Libaru Buntar dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4. Namun demikian, untuk kendaraan roda 4 tidak direkomendasikan melewati rute perjalanan di atas, karena jalannya tidak beraspal, relatif kecil, banyak tanjakan dan tikungan tajam juga hampir di sisi sepanjang jalan terdapat jurang yang dalam. Sebaiknya kendaraan roda 4 melewati jalan beraspal, dengan rute sebagai berikut : BARABAI > BIRAYANG > WAWAI > BATU TANGGA > TANDILANG > BATU KAMBAR. Kemudian diteruskan dengan jalan kaki selama kurang lebih 2 jam. Total perjalanan yang ditempuh sekitar 40 km. #ayo_berwisata_ke_kabupaten_hulu_sungai_tengah #ayo_lestarikan_alam #Save_Meratus

Viteran

AWAT (kakek) INJUM adalah salah satu pelaku sejarah dalam perang gerilya melawan Belanda sesudah masa kemerdekaan yang masih hidup. Beliau teman seperjuangan Brigjen. Hasan Baseri yang berasal dari kalangan Dayak Meratus dan tergabung dalam ALRI Divisi IV (A). Menurutnya, beliau pernah menyelamatkan dan menyembunyikan Brigjen. Hasan Baseri dari kejaran tentara Belanda. Di Legiun Veteran RI cabang Hulu Sungai Tengah nama beliau tercatat sebagai IJUM SAWANG. Sekarang beliau berdomisili di kampung Hambawang Kumuh desa Haruyan Dayak kecamatan Hantakan kabupaten Hulu Sungai Tengah.

SaveMeratus

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ... ☆☆☆☆☆☆☆ BARABAISCHE ELECTRICITEIT MAATSCHAPPIJ (BEM) Atas usulan Plaatselijke Raad atau Dewan Daerah (DPRD di masa Hindia Belanda) agar Onderafdeeling Barabai juga memiliki layanan listrik untuk umum seperti kota-kota besar, maka pada tahun 1925 pemerintah kolonial mendirikan sebuah pembangkit listrik tenaga diesel di kota Barabai yang pengelolaannya diserahkan kepada sebuah perusahaan milik pemerintah lokal yang bernama Regentschaps Elekticiteit Bedrijven. Di kemudian hari perusahaan ini berubah nama menjadi "Barabaische Electriciteit Maatschappij" dengan singkatan "BEM". Setelah Indonesia merdeka, sebelum PLN masuk ke kota Barabai, perusahaan ini beralih nama menjadi "Perusahaan Listrik Daerah" atau PLD. ☆☆☆☆☆☆☆ Kemudian dalam perkembangannya, pada tanggal 16 Juli 1927, jalan-jalan di kota Barabai mulai dipasangi lampu penerang jalanan. Peresmian pemasangan lampu jalanan ini dimeriahkan dengan menggelar acara "Nontong Bareng" bersama Controleur G.L. Tichelman, pejabat pemerintah, anggota dewan daerah dan tokoh masyarakat serta undangan di bioskop Juliana Theater Barabai. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan kian membaiknya tarap perekonomian masyarakat, membuat kebutuhan akan listrik di kota Barabai semakin meningkat, maka pada tahun 1929, atas persetujuan Plaatselijke Raad, pemerintah lokal memutuskan untuk membeli sebuah mesin listrik Deutz Dieselmotor 80 PK dengan generator 50 KW untuk menambah pasokan listrik ke rumah-rumah penduduk. Hingga pada tahun 1939 jumlah bangunan yang teraliri listrik di kota Barabai sebanyak 319 buah dan daya listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan semua pelanggan tersebut sebesar 207 KWh. "SELAMAT HARI LISTRIK NASIONAL" Keterangan Foto : Bangunan pembangkit listrik tenaga diesel (tahun 1929) yang dikelola oleh perusahaan daerah " Barabaische Electriciteit Maatschappij" atau BEM berlokasi di (sekarang) Lorong Listrik Komplek P.U Barabai Selatan. Karenanya, sampai sekarang orang-orang tua di kota Barabai masih menyebut Komplek P.U dengan sebutan "BEM".

SaveMeratus

Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Menyikapi Putusan PTUN Jakarta Putusan PTUN Jakarta Tidak Memberikan Keadilan Jakarta-Sesudah bersidang lebih dari 8 (delapan) bulan semenjak WALHI memasukan gugatan pada tanggal 28 Februari 2018, hari ini Pengadilan TUN Jakarta memutuskan perkara No 47/G/LH/2018/PTUN-JKT pada tanggal 22 Oktober 2018. WALHI mengajukan gugatan terhadap Menteri ESDM dan PT. Mantimin Coal Mining atas terbitnya Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT. Mantimin Coal Mining Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi di kabupaten Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah, Propinsi Kalimantan Selatan. Majelis Hakim PTUN Jakarta yang terdiri dari Hakim Ketua, Sutiyono, SH, MH. dan Hakim Anggota (1) Joko Setiono, SH, MH dan (2) Dr. Nasrifal, SH. MH, memutuskan gugatan WALHI tidak diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Majelis Hakim menilai bahwa PTUN Jakarta tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara ini. Majelis Hakim berargumen bahwa Kontrak Karya terkait dengan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan PT. Mantimin Coal Mining (PT. MCM) berada dalam ranah hukum perdata. Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI, Khalisah Khalid mengatakan, “atas putusan Majelis Hakim ini, WALHI akan melakukan banding. Upaya banding yang akan ditempuh oleh WALHI untuk membuktikan bahwa penilaian PTUN Jakarta terkait dengan kewenangannya tersebut adalah keliru”. “WALHI berpandangan terkait dengan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka menjadi kewenangan bagi PTUN untuk mengadili, memeriksa dan memutuskan perkara ini. Kami juga menyesalkan dasar pertimbangan Majelis Hakim yang meletakkan entitas negara setara dengan entitas korporasi”, tegasnya. Putusan perkara ini copy paste dengan perkara No. 45/G/LH/2018/PTUN-JKT. Dari sini kami melihat Majelis Hakim mengulangi kekeliruan Majelis Hakim pada perkara WALHI Melawan menteri ESDM dan PT. Citra Palu Mineral. “Kami sangat menyesalkan putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta, terlebih setelah melalui proses persidangan lebih dari 8 bulan. Putusan ini menciderai masyarakat Kalimantan Selatan yang mayoritas menolak izin tambang batubara, dan sekaligus menciderai upaya penegakan hukum lingkungan di Indonesia”, tegas Kisworo Dwi Cahyono, Direktur WALHI Kalimantan Selatan. Hal yang sama ditegaskan oleh Ketua Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (GEMBUK), pak Rumli. “Kami sangat kecewa dengan putusan ini dan akan tetap berjuang untuk penyelamatan meratus dengan semboyan rakyat Kalimantan Selatan Waja sampai Kaputing, tetap bersemangat dan kuat bagaikan baja dari awal sampai akhir’. Majelis Hakim mengabaikan fakta persidangan yang telah disampaikan oleh penggugat baik di PTUN maupun pemeriksaan setempat (PS) yang dilaksanakan di desa Nateh Kabupaten Hulu Sungai Tengah Propinsi Kalimantan Selatan. Selama sidang setempat, penggugat dan masyarakat bisa memperlihatkan kondisi lingkungan dan masyarakat yang hidup di daerah yang akan terkena dampak pertambangan. Masyarakat bisa hidup tanpa ada pertambangan dan alam terjaga dengan baik yang terancam apabila dilakukan penambangan batubara. Daerah pertambangan juga bagian dari DAS Batang Alai yang sedang dibangun daerah irigasi batang alai merupakan salah satu proyek nasional ketahanan pangan. Terlebih desa Nateh juga mendapatkan SK Hutan Desa dari Presiden langsung. Izin yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM bertentangan dengan semangat Presiden untuk mengakui dan melindungi pengelolaan hutan oleh masyarakat. Dan kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan benteng terakhir atau rimba terakhir Kalimantan Selatan yang harus diselematkan dari ancaman daya rusak industri tambang batubara. Jika Majelis Hakim sudah menilai mengenai kewenangan absolut, maka seharusnya pengadilan dalam tahap pemeriksaan awal menetapkan bahwa gugatan bukan kewenangan TUN. Proses pembuktian materiil menjadi sia-sia, jika akhirnya Majelis Hakim memutus NO, yang dalam hal ini bertentangan dengan asas peradilan mudah, cepat dan murah. Mengingat semakin massifnya kerusakan ekologis akibat kejahatan korporasi melalui perizinan di satu sisi, dan di sisi yang lain pengadilan umum gagal melihat perkara kejahatan lingkungan sebagai kejahatan luar biasa, maka WALHI mendorong dibentuknya pengadilan lingkungan hidup, yang diharapkan mampu menyelesaikan perkara lingkungan hidup secara berkeadilan, baik bagi rakyat maupun bagi lingkungan hidup. Jakarta, 22 Oktober 2018 Kontak: 1. Kisworo Dwi Cahyono, Direktur WALHI Kalimantan Selatan di 081348551100 2. Dwi Sawung, Pengkampanye Energi dan Urban Eksekutif Nasional WALHI di +639994120029

SaveMeratus

Memuji dan mengagu
mi keindahan terhadap Alam Indonesia yang kita cintai itu memang penting, tapi yang lebih penting adalah menjaga dan mempertahankan Alam Indonesia yang kita cintai itu dari hal yang bisa merusaknya. walau kadang penguasa dan pengusaha tidak bersama kita tapi yakinlah Yang Maha Kuasa selalu bersama kita. #Savemeratus

SaveMeratus

Rehat sejenak demi #savemeratus "ANEKA NILAI KAWASAN KARST" Membicarakan tentang karst tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut batu gamping (limestone). Perlu kiranya memahami bagaimana batu gamping itu terbentuk, tekstur, struktur, mineral penyusun, bidang perlapisan, porositas dan permeabilitas. KARST berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah mengalami suatu proses pelarutan, bahkan berlaku juga untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. Kawasan karst sering menunjukkan penampakan (ciri-ciri) khas seperti : 1. Terdapatnya sejumlah cekungan (depresi) dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan jarak yang berbeda-beda. 2. Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat pelarutan kimia pada batu gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit (conical hills). 3. Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada daerah karst umumnya terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja muncul dari dalam tanah. 4. Terdapatnya sungai-sungai di bawah permukaan, adanya gua-gua kapur pada permukaan atau di atas permukaan. 5. Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah (terrarosa) yang merupakan endapat resedual akibat pelapukan batu gamping. 6. Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau lubang-lubang mapun runcing-runcing (lapies). Tidak semua batu gamping akan mengalami proses karstifikasi, proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah sifat dari batuan karbonat (batu gamping) itu sendiri yang meliputi : biota penyusun, kemurnian/pengotoran mineral lain maupun porositas. Proses yang dipelajari di dalam karstologi tidak bisa dipisahkan dengan masalah eksokarst (segala fenomena yang dijumpai di atas permukaan tanah kawasan karst) dan endokarst (segala fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah kawasan karst termasuk gua), keduanya merupakan bahasan satu kesatuan yang saling berkaitan. Fenomena karst telah diteliti di Eropa sejak abad ke-19 oleh para ahli geologi Slovenia, Hongaria, Jerman dan Australia. Eksplorasi gua dan usaha mempelajari aneka ilmu terkait mulai ditekuni abad lalu. Dimulai ketika ditemukannya aneka fosil hewan dan manusia purba ( homo erectus dan homo sapiens neanderthalensis ). Sejak tahun 1925 mulai ditekuni geomorfologi dan hindrologi karst, biospeleologi, speleogenesis, speleokhronologi. Mulai tahun 1960 ditekuni masalah ekosistem karst. Keanekaragaman Hayati Kawasan Karst dan Gua Serta Permasalahannya. Pendayagunaan kawasan karst secara optimal dan berkelanjutan hanya berhasil bila melibatkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Seluruh penduduk Indonesia perlu diberi informasi, bahwa formasi batuan karbonat yang telah mengalami proses pelarutan oleh air hujan dinamakan kawasan KARST. Karst merupakan aset nasional, bahkan beberapa diantaranya aset internasional atau aset dunia yang tidak terbaharui dan tinggi nilainya dari : 1. Segi sains-khususnya geomorfologi, speleologi, karstologi, biospeleologi, ekologi, paleontology dan arkeologi. 2. Segi ekonomi, khususnya kandungan air bawah tanah, dan keindahan alam, baik di atas maupun di bawah tanah (gua) yang dapat dijual sebagai obyek wisata alam dan sifatnya berkelanjutan. Sebagai bahan galian yang akan habis bila dieksploitasi (batu gamping, kalsit, dolomit, guano, fosfat, marmer). 3. Segi budaya, khususnya peninggalan penghuni gua dari zaman prasejarah, legenda atau dongeng rakyat dari beberapa gua dan sumber air karst, tempat pertapaan dan peziarahan. Keanekaragaman hayati ekosistem karst dan gua sangat spesifik dan terbatas. Spesies yang hidup di kawasan karst telah beradaptasi pada lingkungan tinggi kadar kalsium dan tahan akan kekeringan selama beberapa bulan. Ada pula spesies yang hanya terdapat di beberapa gua saja, bahkan ada beberapa spesies yang ditemukan hanya pada bukit-bukit tertentu atau gua tertentu dari suatu kawasan karst yang luas. Seperti spesies Siput di karst semenanjung Malaysia yang hanya hidup pada satu bukit batu gamping saja. Kelelawar terkecil sedunia ditemukan di Thailand pada tahun 1973. Ternyata binatang ini tergolong famili baru dan dinamakan Craseonycteris Thonglongyai, beratnya hanya dua gram dan panjangnya hanya tiga cm. Binatang ini merupakan mamalia terkecil di dunia, disebut pula Bumblebee Bat. Spesies ini hanya ditemukan di satu sistem perguaan batu gamping di dalam taman nasional Sai Yok Muangthai. Kehilangan beberapa saja spesies langka ini bisa berakibat punahnya seluruh spesies it Ada pula beberapa jenis hewan penghuni gua lainnya yang sudah beradaptasi total pada kegelapan abadi interior gua. Binatang khas gua ini (tergolong troglobit atau troglobio) memiliki nilai ilmiah tinggi karena merupakan obyek studi banding proses evolusi binatang, khususnya dalam gua di daerah tropika yang pernah dianggap tidak mungkin mengevolusi binatang-binatang khas gua ini. Keunikan keanekaragaman hayati kawasan karst disebabkan karena binatang-binatang maupun tumbuhan-tumbuhan di kawasan karst tersebut persebarannya sangat terbatas dan telah berhasil beradaptasi pada lingkungan batu gamping yang gersang. Karenanya, sekali terganggu, maka mereka tidak dapat beradaptasi kembali pada lingkungan yang berubah. Misalnya hilangnya vegetasi akibat polusi udara atau air, punahnya tanaman endemik yang bernilai ekonomi tinggi seperti kayu jati (tectona gradis), kayu cendana (santalum album), mahoni (swietenia mahagony) yang sering dikorbankan untuk industri semen atau punahnya jenis binatang akuafauna khas karst (ikan, udang, kepiting darat, dsbnya) yang sering punah akibat limbah yang mengotori air karst (Contoh : pada tahun 1999 di Kawasan Karst Maros telah punah tujuh spesies kupu-kupu unik akibat kunjungan wisatawan yang tidak terkendali Hingga kini di Indonesia, kawasan karst masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat bahkan oleh sebagian besar ahli tambang dan geologi Indonesia hanya sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi dari segi tambang. Yang ditambang antara lain adalah batu kapur sebagai bahan baku industri semen, bahan bangunan, untuk dijadikan ubin (batu marmer), sebagai bahan untuk perhiasan, maupun macam-macam industri lainnya. Dolomit dan kalsit (CaCO3 yang telah mengalami proses kristalisasi) juga ditambang untuk aneka industri. Selain itu, fosfat yang terkandung dalam sedimen beberapa gua yang pernah dihuni banyak kelelawar dan burung walet juga ditambang untuk digunakan sebagai pupuk organik. Analisa dampak lingkungan yang dipersyaratkan sebelum keluar izin tambang, sering dibuat secara tidak benar. Tidak melibatkan pakar-pakar multidisiplin dan lintas sektoral terpadu dengan melibatkan para ahli biologi dan ekologi kawasan karst, ahli speleologi, ahli hidrologi karst, ahli geomorfologi karst, ahli geografi, ahli sosiobudaya, dan kalau perlu dilibatkan pula para ahli dalam bidang kepurbakalaan. Analisis dampak lingkungan sering kali tidak memperhatikan masalah lingkungan karst secara khusus. AMDAL untuk penambangan batu gamping untuk industri semen atau penambangan lainnya dikerjakan secara dangkal dan tidak melibatkan pakar-pakar terkait yang bisa meneliti secara independen dan objektip. DAMPAK NEGATIP AKIBAT PERTAMBANGAN PADA KAWASAN KARST 1. Kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat dan lingkungan nonkarst dalam radius pencemaran udara oleh polutan. 2. Punahnya beberapa spesies yang khas. 3. Kerusakan bentukan-bentukan alam yang unik. 4. Rusaknya situs arkeologi dan budaya (Dialami pada kawasan karst Batu Buli di Kab. Tabalong yang merupakan situs purbakala yang akan rusak akibat penambangan batu gunung - Ekspedisi Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1996) 5. Hancur atau lenyapnya temuan paleontologi. 6. Lenyapnya pemandangan yang indah. 7. Rusaknya tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar). 8. Rusaknya lahan pertanian, peternakan dan perikanan. 9. Hancurnya tanaman bernilai ekonomi tinggi. 10. Hilangnya mata pencaharian dan lahan penduduk setempat. 11. Tercemar dan rusaknya obyek wisata alam gua dan karst (Gua Marmer di Plaihari – eksplorasi Mapala Stienas Banjarmasin tahun 1994). 12. Tercemarnya lingkungan hunian penduduk oleh debu dan suara alat berat. 13. Rusaknya sarana dan prasarana seperti jalan aspal, dll. 14. Terganggunya kesehatan oleh polutan industri. Secara internasional kawasan karst dan gua-gua sudah sejak lama diidentifikasi sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai yang jauh lebih penting dari bahan tambang. Sebagai bahan tambang, sumber daya alam ini pasti akan habis dan tidak mungkin pulih atau tumbuh kembali. Wajib diidentifikasi aneka nilai non-tambang kawasan karst dan gua-gua melalui disiplin Karstologi dan Speleologi. (Semoga bermanfaat) #savemeratus

Jeritan meratus

Jeritan anak kalimantan. Ketika warga mengambil emas tempat klahiran mreka mncari sesuap nasi. Aparat melarang dgn alasan pencemaran limbah. Saat warga mnebang kayu guna membangun rumah atau alat lainya. Aparat bertindak dgn alasan ilegal loging. Bila warga membakar hutan untuk membikin ladang. Aparat juga melarang bahkan bertindak sampai memasukan dlm penjara dgn alasan, pencemaran udara serta penyebab banjir. Tapi ktika prusaan tambang batu bara menggali bahkan pencemaran limbahnya distiap rawa2 bahkan brapa puluh juta kayu yg mati akibat limbah. Aparat syah syah saja. Ktika pertamina mengambil minya isi perut bumi. Aparat diam diam saja. Ktika lahan sawit menggundul hutan dgn skiat ribu hektar,aparat tenang tenang saja. Dimana keadilan pancasila yg sllu dibanggakan, apakah tidak boleh rakyat jelata mnikmati hak mreka. Memiliki kekayaan mreka, bukan kch warga kalimantan juga warga indonesia.....!!! Apakah kita orng kalimantan hanya akan jd penonton di tanah kita sendiri..? Atau kalian krna sdh menikmati bantuan dan iming2 dr perusahaan lalu kalian hanya bisa diam, tanpa suara dan tindakan..? 50 tahun kdepan, kalimantan akan hancur tanpa msyakatnya sempat mnikmati milik mreka. "Sisakan kami 1 permata Hutan Meratus" #Savemeratus