Minggu, Februari 24, 2019

Sarung

Sarung!
Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari sedang memakai sarung

Barabai, Muhammad Edwan Ansari

Asal-Muasal Kain Sarung Sarung tangan dengan ciri khas masyarakat muslim di Indonesia. Walau sebenarnya pemakain sarung tangan tak menunjuk pada identitas agama tertentu. Karena sarung juga digunakan oleh berbagai suku di berbagai suku yang ada. Sarung pakaian lebar yang dikenakan dibungkuskan untuk menutupi bagian bawah tubuh. Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung tangan sangat luas, untuk bersantai di rumah untuk penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu. Menurut catatan sejarah, sarung tangan dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah. Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma'awis.Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa. Sarung tangan pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 14, dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Dalam perkembangan selanjutnya, sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. "Tekstil merupakan industri pelopor di era Islam," ungkap Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Teknologi Islam: An Illustrated History. Pada zaman itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Tak heran, jika industri tekstil di era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat. Dalam Ensiklopedia Britanica, pakaian, sarung telah menjadi pakaian tradisonal masyarakat Yaman. Sarung disetujui telah diluncurkan dan digunakan masyarakat tradisional Yaman sejak zaman dulu. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman. Orang-orang yang berkunjung ke Yaman Biasanya tidak membeli sarung tangan untuk para kerabatnya. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung dari Yaman yang berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, diberikan model assafi, al-kada, dan annaqshah. Sebenarnya di dunia Arab, sarung pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung tangan tidak pantas dikenakan ke masjid maupun untuk keperluan acara-acara resmi dan penting lainnya. Di Mesir, pakai sarung tidur yang hanya dipakai saat tidur. Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian besar masyarakat Indonesia sering mengenakan sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, demikian pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat. Identitas bangsa saat jaman perang Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya Barat yang dibawa para penjajah. Para santri di zaman kolonial Belanda menggunakan sarung sebagai simbol menentang terhadap budaya Barat yang dibawa kaum penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling banyak menggunakan sarung di mana kaum nasionalis abangan telah meninggalkan sarung. Gunakan sarung tangan yang dijalankan oleh salah seorang pejuang Muslim Nusantara yaitu KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang tokoh sentral di Nahdhatul Ulama (NU). Suatu saat, Abdul Wahab pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk melengkapi dengan jas dan dasi. Namun, saat upacara pembukaan kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Sementara orang biasa memakai jas panjang. Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap menggunakan sarung tangan sebagai simbol pertanggungannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah. Ciri khas sarung Indonesia Yang membedakan sarung Indonesia dengan sarung negara lain adalah sarung yang terbuat dari kain tenun, songket, dan tapis. Masing-masing jenis sarung tangan tersebut berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia. Bahan yang dibuat dari tenun, lebih dikenal dari daerah Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Bali. Sementara songket, sangat identik dengan ciri khas adat Minangkabau dan Palembang. Sementara tapis, kita kenal bahan ini berasal dari Lampung. Sarung tradisional tidak bermotif kotak-kotak. Sarung yang dibuat dari tenun, dibuat paling sederhana. Lebih cenderung bermain warna, lebih dari motif yang 'ramai'. Sementara tapis dan songket, sekilas akan terlihat sama. Hanya, motif tapis memiliki unsur alam, seperti flora dan fauna. Sementara songket motif, terlihat lebih meriah dengan motif yang mengisi seluruh isi bahan. Ada yang membantunya tapis dan songket, yaitu terbuat dari benang emas dan perak. Mengapa motif sarung kotak-kotak? Nilai filosofis motif sarung kotak-kotak mengartikan, setiap melangkah baik ke kanan, kiri, atas atau bawah, akan ada konsekuensinya. Lihat papan catur papan catur seperti sarung bali. Saat kita berada di titik putih, melangkah ke manapun, perbedaan menghadang. Sementara cara amannya adalah melewati arah ke arah diagonal. Munculkan, mencoba maju ke depan malahan menjauhi target. Jadi orang yang berjuang menghadang cobaan adalah orang yang akan cepat menuai harapannya

Editor : Muhammad Edwan Ansari
COPYRIGHT © Sahabat Edwan Ansari Kalimantan Selatan