Minggu, Maret 14, 2010

SKRIPSI TARBIYAH JURUSAN PAI

SKRIPSI TARBIYAH JURUSAN PAI Y

1. PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM (SUATU KAJIAN TEOLITIK) ( 1999 )
2. ASPEK-ASPEK PSIKO RELIGIUS REMAJA DALAM AKTIVITAS PENGAJIAN DI DESA LORGO KEC TAWANG SARI KAB SUKOHARJO ( 2001 )
3. AKTIVITAS MAJELIS TA’LIM NURUL QUR’AN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI IBU RUMAH TANGGA DI KEC GPETE SELATAN CILANDAK JAKSEL ( 1998 )
4. AKTIVITAS PEMIRSA KULIAH SUBUH DI TELEVISI SWASTA & PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KLAS III SLTP N I NEGO SARI ( 2000 )
5. AMAL USAHA RANTING MUHAMMADIYAH PANGKAT REJO BIDANG PENDIDIKAN KEC SEKARAN KAB LAMONGAN THN 1952-1963 ( 1992)
6. ANALISIS KUALITAS TES MATA PELAJARAN BAHASA ARAB KELAS III A SMU ASSALAM DI PONDOK
7. ASPEK-ASPEK KECERDASAN SPIRITUAL DALAM KONSEP PENDIDIKAN LUQMAN (TELAAH SURAT LUQMAN AYAT 12-19) ( 2002)
8. STUDI TENTANG EFEKTIFITAS BELAJAR MANDIRI DALAM BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP TERBUKA SUSUKAN BANJAR NEGARA ( 1998 )
9. BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB & AKIBATNYA ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA & UPAYA ORANG TUA SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN PENYALURAN LEWAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SIDOHARJO KAB SRAGEN ( 91/92)
10. BIAS GENDER DALAM PENDIDIKAN FORMAL (KAJIAN TEO & PRAKTIK) GENDER BIAS IN TORIYAL EDUCATION (THEORITIKAL AND PRAETICAL STUDI) ( 1999 )
11. BIMBINGAN ORTU & PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH TSANAWIYAH MUALIMIN SIRAY KEC KEMRAWJEN KAB BANYUMAS (STUDI KORELASI) ( 1998)
12. DAUROH SEBAGAI LEMBAGA KURIKULER PEMHAJARAN BAHASA ARAB DI MADRASAH ALIYAH MATHATI’UL FALAH KAJEN MARGOYOSO PATI ( 1990)
13. DEMOKRATISASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS TEORI PENDIDIKAN ANDRA BOBI) ( 1997 & 1998)
14. DIMENSI MORAL KLAIM DALAM BUKU SASMITA TUHAN KEMENANGAN SUARA MORAL KARSA M SOBARY ( 2000 )
15. EFEKTIFITAS METODE MUSYAWARAH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL- MUNAWIR KRAPYAK YOGYAKARTA ( 99)
16. EFEKTIFITAS PENGAJARAN FISIKA KURIKULUM 1984 DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BOYOLALI (STUDI EVALUASI PENERAPAN STRATEGI (BSA BIDANG STUDI FISIKA) ( 1993)
17. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN NILAI EBTANAS MURNI (NEM) SEBAGAI ALAT SELEKSI PENERIMAAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ( 1989)
18. EFEKTIVITAS METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH LUAR BIASA (BAGIAN C) (CACAT MENTAL) NEGERI 2 YOGYAKARTA ( 1999)
19. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEBERHASILAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN FISIKA DI MTSN LASEM KAB REMBANG ( 1993)
20. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DI SMA MUH I PRAMBANAN SLEMAN ( 1993)
21. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK PUTUS SEKOLAH PADA SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA DI DESA TRIWIDADI PAJANGAN BANTUL ( 91)
22. FUNGSI BANTUAN PEMBANGUNAN DESA & PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMABNGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DI DESA CEMANI KEC GROGOL KAB SUKOHARJO ( 1991)
23. HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS PENGAJARAN DAN ITENSITAS IBADAH PADA IBU-IBU PESERTA PENGAJIAN AISYIYAH DI POTORONO BANGUN TAPAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1993)
24. HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI ...
Find True Love in God

...DALAM KELUARGA & PENYESUAIAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II & III SMU UN YOGYAKARTA TH AJARAN 2000/01 ( 2000 )
25. HUBUNGAN KETRAMPILAN MENYIMAK BAHASA ARAB DENGAN EXPRESI TULIS SISWA PENDIDIKAN GURU AGAMA NEGRI (PGAN) YOGYAKARTA ( 1988)
26. HUBUNGAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN AGAMA DENGAN PRAKTEK-PRAKTEK TAHAYUL DI DESA MARGO MULYO KEC KEREK KAB TUBAN ( 2000 )
27. HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SMP 3 DEPOK SLEMAN
28. HUBUNGAN PRESTASI MAHASISWA TENTANG PELAYANAN & PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA ( 1998 )
29. HUBUNGAN TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN KESEHATAN MENTAL PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2001
30. ISTANA PONDOK PESANTREN AN NAWAWI BERJAN PURWOREJO DALAM MENINGKATKAN SDM ( 1997)
31. KAJIAN TENTANG BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMEA MA’ARIF TEMON KAB KULON PROGO (TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENDUKUNG DAN PEMECAHANNYA) ( 92)
32. KARAKTERISTIK PENGAJARAN AGAMA ISLAM PADA PONDOK PESNTREN AL-FITRAH JEJERAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1983)
33. KECENDERUNGAN EMOSI REMAJA IMPUKASINYA TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK (PENDEKATAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )
34. KEHARMONISAN DALAM KELUARGA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS N BANGSAL MOJOKERTO ( 1999 )
35. KEMAMPUAN BAHASA ARAB MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2002 )
36. KITAB MAKNUL TASHRIF UNTUK PENGAJARAN SHARAF TINGKAT PEMULA ( 1988)
37. KONSEP KEBEBASAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH EVALUATIF TERHADAP PROGRESIVISME) (98)
38. KONSEP MANUSIA MENURUT PSIKOLOGI DAN NAFSIOLOGI ( 2002 )
39. KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HAJAR DEWANTARA & PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM
40. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN KIAI HAJI HASYIM ASY’ARI DAN TELAAH TERHADAP PROGRESIVISME (SEBUAH KAJIAN KOMPERATIF) ( 2000 )
41. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG UPAYA MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK ( 2000 )
42. KONSEP PSIKOTERAPI MENURUT ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN (THE CONCERPT OF ISLAMIC PSICOTHERAPI AND IT’S IMPLEMENTATION ON EDUCATIONAL INSTUTIONAL) ( 2000)
43. KONSEP TRI CON KI HAJAR DEWANTARA DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ( 1996)
44. KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER RAHARJO (STUDI KASUS TENTANG MENGENAI KEHIDUPAN KUD DI DESA PLAYEN) ( 1983)
45. KORELASI ANTARA AKTIVITAS KEAGAMAAN & KESEHATAN MENTAL PADA KLEIN / REMAJA DI SASANA REHABILITAS ANAK NAKAL “AMONG PUTRA” MAGELANG ( 1995)
46. KORELASI PENGUASAAN MUFRODAT DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KLAS II DI MTS NEGERI YOGYAKARTA II ( 1998 )
47. MEDIA ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF PENGAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1991)
48. METODE BELAJAR MENGAJAR AL-QUR’AN DI PONDOK HUFFADH KANAK-KANAK YAN’ BUL’UL QUR’AN KEC KOTA KAB KUDUS ( 96)
49. METODE DAN EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DISASANA TRESNA WERDHA (STW) ABIYASA DUWET SARI PAKEM BIWANGUN PAKEM SLEMAN ( 1999)
50. METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYYAH MLANGI GAMPING KAB SLEMAN ( 1998)
51. METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMU YOGYAKARTA ( 2000 )
52. METODE TRANSFER NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM CERITA WAYANG KULIT (STUDI TENTANG LAKON DEWA RUCI) ( 1999 )
53. METODE-METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM ( 1998)
54. MOTIVASI SISWA DALAM PENGAMBILAN JURUSAN BIOLOGI DI MADRASAH ALIYAH NEGERI YOGYAKARTA III ( 1993)
55. NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL-NOVEL MATINYA BUSSYE (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1997)
56. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SERAT WEDHA TAMAKARYA KEPA MANGKUNEGARA IV ( 1998 )
57. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU KI AGENG KARANG LOR (KUMPULAN CERITA RAKYAT INDONESIA) SUTINGAN Y.B SUPARIAN ( 1999 )
58. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )
59. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM KISAH NABI MUH AL DIM AL-QUR’AN ( 99)
60. PANDANGAN AL-MAWARDI TENTANG ILMU PENGETAHUAN DALAM KITAB ADABU ADI DUNYA WAAD DIIN (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS PAEDAGAGAS) ( 2000 )
61. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SUMUR PANCING KODYA TANGERANG ( 2000 )
62. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ...

...ISLAM LUAR SEKOLAH DI KELURAHAN TONGGAUAN KLATEN TENGAH ( 2000 )
63. PELAKSANAAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN “SUBULUK SALAAM” KEPUN BENER PEJOSARI KEBON SARI MADIUN ( 2000 )
64. PELAKSANAAN HOZARIYYATU AL-FURU DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMP SALAFIYAH PEKALONGAN ( 1992)
65. PELAKSANAAN KURIKULUM LOKAL DI MA YAPIMNGAGEL DUKUH SETI PATI JATENG ( 2000 )
66. PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN PRA SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN USIA ANAK DI KELOMPOK BERMAIN BUDI MULIA 2 BLIMBING SARI YOGYA ( 2001 )
67. PELAKSANAAN MANAJEMEN ISLAM PERSONIL DALAM PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN YOGYAKARTA ( 2000)
68. PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI CIAMIS JABAR ( 2000 )
69. PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DI MTS NEGERI PEKALONGAN (TINJAUAN TENTANG TUJUAN MATERI & METODE) ( 1998)
70. PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM LINGKUNGAN KELUARGA PEDAGANG MUSLIM DI KOTA DELANGGU KAB KLATEN (STUDI TENTANG MATERI & METODE YANG DIGUNAKAN) ( 1986)
71. PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM TEMPUR SARI NGAWEN KLATEN (TINJAUAN TENTANG MATERAI & METODE) ( 1999)
72. PELAKSANAAN PROSES ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI I YOGYA ( 1992)
73. PEMBAHARUAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH DI MALAYSIA (TINJAUAN TENTANG PENINGKATAN PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM) ( 1995)
74. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (STUDI ATAS PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN) ( 1996)
75. PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KAJIAN TENTANG PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ( 2000 )
76. PEMBINAAN AGAMA DI PONDOK PESANTREN BAGI SISWA PGAN SUKAMANAH TASIKMALAYA ( 1991)
77. PEMBINAAN AGAMA ISLAM TERHADAP WANITA BINAAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA “SILIH ASIH” CIREBON ( 2000 )
78. PEMBINAAN KELUARGA BERENCANA DI KEC GUNUNG WUNGKAL KAB PATI JATENG ( 92)
79. PEMBINAAN MENTAL AGAM ISLAM KARYAWAN PT PINPAD (PERSERO) BANDUNG JABAR ( 1996 )
80. PEMBINAAN MENTAL AGAMA PADA MASYARAKAT TRANSMIGRASI DI KEC KETAHUN BENGKULU UTARA ( 1988)
81. PEMBINAAN PEMASYARAKATAN BAGI NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B KAB TEMANGGUNG
82. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI REMAJA DALAM ORGANISASI IRMAS DUSUN SLEMAN DESA NGADIREJO KEC SECANG KAB MAGELANG ( 1998 )
83. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGGULANGI PENGARUH NEGATIF ERA GLOBALISASI PADA REMAJA (TINJAUAN JUVENILE PELINGUHES) ( 99)
84. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KALANGAN REMAJA MUSLIM DI DESA KARANG SARI KAB KULON PROGO (STUDI TENTANG PROBLEMATIKA DAN PEMECAHANNYA) ( 1992)
85. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PANTI ASUHAN YATIM PUTRA ISLAM GIWANGAN YOGYAKARTA (SUATU TINJAUAN & METODE) ( 1999 )
86. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI PERMAINAN PADA ANAK ( 2001 )
87. PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI PERUMAHAN SUMAMPIR INDAH PURWOKERTO UTARA ( )
88. PENDIDIKAN AKHLAK BAGI PESERTA DIDIK DI TINGKAT PENDIDIKAN DASAR ( 2001 )
89. PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SERAT WULANG REH KARSA SRI SIYUHUNAN PAKU BUWONO IV ( 1999 )
90. PENDIDIKAN AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DESA MARGO LINDUK KEC DEMAK ( 2000 )
91. PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM (TELAAH TERHADAP MA WADDAH WA RAHMAH) ( 1999 )
92. PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM LINGKUNGAN KELUARGA NELAYAN MUSLIM PROPAG KIDUL KAB BREBES (STUDI TENTANG FAKTOR PENDIDIK & ANAK DIDIK)
93. PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMECAHKAN FAKTOR PENGHAMBAT AKTUALISASI POTENSI PEREMPUAN ( 2000)
94. PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT WEDHATAMA (KAJIAN DARI SENI NORMA PENDIDIKAN ISLAM) ( 93)
95. PENDIDIKAN SEKS MENURUT AL-QUR’AN ( 1997)
96. PENERAPAN CBSA DALAM PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP AL-MA’ARIF JEPARA ( 1993)
97. PENERAPAN KURIULUM 1984 BIDANG STUDI SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI KELAS II MAN BREBES JATENG TAHUN 1991/1992 ( 1993)
98. PENERAPAN MANAJEMEN OPERATIF DALAM PENGELOLAAN SMP MUHAMMADIYAH VIII YOGYAKARTA ( 1993)
99. PENERAPAN METODE HUBUNGAN DALAM MENANGGULANGI PERILAKU PENYIMPANGAN DI PONDOK MODERN ARISALAH BAKALAN PONOROGO 9 99)
100. PENERAPAN NOZARIYATUL WAHDAH DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB DI MTS AL HUDA II JEMPONG KEC JENAWI KAB KARANG ANYAR ( 1997)

1 STUDI PERBANDINGAN ANTARA KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 1984 DENGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH MENENGAH UMUM TAHUN 1994
2 SIKAP DAN PERILAKU KEAGAMAAN SISWA-SISWI KELAS I SMU GAMA (TIGA MARET) YOGYAKARTA/2001
3 PENGAJARAN AL QUR"AN PADA TAMAN PENDIDIKAN AL BAROKAH DI KEC. PRAMBANAN KAB. SLEMAN/1999
4 PENDIDIKAN SEKS MENURUT AL QUR'AN/1997
5 STUDI KOMPARATIF ANTARA KONSEP PENDIDIKAN MENURUT AL GHOZALI DENGAN KONSEP PENDIDIKAN MENURUT JOHN DEWEY/1998
6 METODE-METODE PENDIDIKAN DALAM AL QUR'AN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM/1998
7 PEMBINAAN KEAGAMAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIKAP KERJA KARYAWAN DI MALL MALIOBORO MATAHARI YOGYAKARTA/1998
8 STUDI TENTANG PERANAN PAI DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI DESA SARIPAN KAB.JEPARA/1996
9 STUDI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN BACA TULIS AL QUR'AN DENGAN PRESTASI BELAJAR PAI SISWA KELAS I DAN II MTs HASYIM AS'ARI KARANGJATI TARUB TEGAL/1999
10 PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA PADA ERA GLOBALISASI KEBUDAYAAN/1998
11 STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT KENAKALAN SISWA SERTA UPAYA MENANGGULANGINYA DI SEKOLAH TEKNIK MENENGAH VETERAN KLATEN/1992
12 EFEKTIVITAS METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN C (CACAT MENTAL) NEGERI 2 YOGYAKARTA/1999
13 PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI MTs NEGERI CIAMIS JAWA BARAT/1998
14 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI PERMAINAN PADA ANAK/2000
15 SIKAP DAN PERILAKU KEAGAMAAN SISWA-SISWI KELAS 1 SMU GAMA (TIGA MARET) YOGYAKARTA
16 PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMECAHKAN FAKTOR PENGHAMBAT AKTUALISASI POTENSI PEREMPUAN/2000
17 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK PUTUS SEKOLAH PADA SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA DI DESA TRIWIDADI PAJANGAN BANTUL/1991
18 PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PAI DI DESA SUMUR PACING KODYA TANGERANG/2000
19 KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM (SEBUAH KAJIAN KOMPARATIF)/1997
20 BIMBINGAN ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS MUALIMIN SIRAU KEC. KEMRAJEN KAB. BANYUMAS (STUDI KORELASI)/1998
21 PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DI MTS NEGERI PEKALONGAN (TINJAUAN TENTANG TUJUAN, MATERI DAN METODE)/1997
22 PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK PADA SISWA SMU NEGERI I BANTUL/2000
23 STUDI TENTANG EFEKTIVITAS BELAJAR MANDIRI DALAM BIDANG STUDI PAI DI SMP TERBUKA SUSUKAN BANJARNEGARA/1998
24 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGGULANGI PENGARUH NEGATIF ERA GLOBALISASI PADA REMAJA (TINJAUAN JUVENILE DELINQUENCY)
25 NILAI - NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA(SUATU TINJAUAAN PSIKOLOGIS)
26 ASPEK-ASPEK KECERDASAN SPIRITUAL DALAM KONSEP PENDIDIKAN LUQMAN: TELAAH SURAT LUQMAN AYAT 12 - 19)
27 PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM (CHIL EDUCATIN IN MOSLEM FAMILY
28 IDDAH MENURUT MAZHAB HANAFI DAN MAZHAB SYAFI'I RELEVANSINYA DENGAN TEKNONOGI MODERN
29 ZAKAT TANAH SEWAAN (STUDI KASUS KOMPARASI ANTARA PENDAPAT MAHMUD SYALTUT DAN YUSUF AL-QARADAWI)
30 KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG UPAYA MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK
31 KONSEP PSIKOTERAPI MENURUT ISLAM DAN IMPLEMENTASIYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN
32 PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI PERUMAHAN SUMAMPIR INDAH PURWOKERTO UTARA
33 BIMBINGAN KEAGAMAAN TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA) PKU MUHAMMADIYAH BANTUL, YOGYAKARTA, 99
34 PERAN KUD TANI MAKMUR SEBAGAI WADAH PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI DUSUN BIBIS KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTUK, 05
35 PENDIDIKAN AL QUR'AN MELALUI METODE AL QIRA'AH AL- MUYASSAROH DI TPQ PLUS ALI MAKSUSM YOGYAKARTA, 06
36 PEMBANGUNAN RUMAH IBADAH DALAM MASYARAKAT PLURAL AGAMA DI DUSUN PLUMBAN KECAMATAN BANGUNTPAN KAB BANTUL YOGYAKARTA ,06
37 KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN KIAI HAJI HASYIM ASY'ARI DAN TELAAH TERHADAP PROGRESSIVISME (SEBUAH KAJIAN KOMPARATIF), 00
38 PENDIDIKAN AKHLAQ SISWA KELAS II DI SMK MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA, 04
39 PESAN DAKWAH DALAM BAIT-BAIT SYIIRAN KIAI-KIAI (STUDI ANALISIS ISI PESAN SYIIRAN KIAI-KIAI YAYASAN KODAMA YOGYAKARTA), 03
40 POLA PEMBENTUKAN PERILAKU KEBERAGAMAN SANTRI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM PENDOWOHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA, 04
41 STRATEGI KOMUNIKASI TOKOH AGAMA DALAM MEMERANGI PENYAKIT MASYARAKAT DI DESA WONOKROMO PLERET BANTUL YOGYAKARTA, 04
42 HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PELAKSANAAN DAKWAH DI KODAMA YOGYAKARTA, 03
43 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEDISIPLINAN SHALAT DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA USIA LANJUT (LANSIA) DI DUSUN SOROWAJAN BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA, 03
44 PELAKSANAAN DAKWAH GERAKAN PEMUDA (GP) ANSOR ANAK CABANG PIYUNGAN KABUPATEM BANTUL, 03
45 PELAKSANAAN PEMBINAAN MENTAL GURU BP TERHADAP SISWA YANG TERLIBAT MINUM-MINUMAN KERAS DAN OBAT-OBATAN TERLARANG DI SMA UII YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2003/2004, 04
46 POLA KOMUNIKASI PONDOK PESANTREN PUTRI AL-MUNAWWIR KOMPLEK Q KRAPYAK YOGYAKARTA, 03
47 AKTIVITAS IKATAN REMAJA MUHAMMADIYAH (IRM) DI KABUPATEN BANTUL 1992-2002, 04
48 AKTIVITAS DAKWAH ISLAMIYAH PESANTREN AL-AZIZIYAH BEDUKAN PLERET BANTUL, 03
49 YAUM AL-HISAB DALAM TAFSIR JAMI' AL-BAYAN DAN TAFSIR AL-MIZAN, 05
50 KONSEP KEJUJURAN DAN KEIKHLASAN DALAM PERPEKTIF KONSELING ISLAM, 03

1. PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM (SUATU KAJIAN TEOLITIK) ( 1999 )
2. ASPEK-ASPEK PSIKO RELIGIUS REMAJA DALAM AKTIVITAS PENGAJIAN DI DESA LORGO KEC TAWANG SARI KAB SUKOHARJO ( 2001 )
3. AKTIVITAS MAJELIS TA’LIM NURUL QUR’AN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI IBU RUMAH TANGGA DI KEC GPETE SELATAN CILANDAK JAKSEL ( 1998 )
4. AKTIVITAS PEMIRSA KULIAH SUBUH DI TELEVISI SWASTA & PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KLAS III SLTP N I NEGO SARI ( 2000 )
5. AMAL USAHA RANTING MUHAMMADIYAH PANGKAT REJO BIDANG PENDIDIKAN KEC SEKARAN KAB LAMONGAN THN 1952-1963 ( 1992)
6. ANALISIS KUALITAS TES MATA PELAJARAN BAHASA ARAB KELAS III A SMU ASSALAM DI PONDOK
7. ASPEK-ASPEK KECERDASAN SPIRITUAL DALAM KONSEP PENDIDIKAN LUQMAN (TELAAH SURAT LUQMAN AYAT 12-19) ( 2002)
8. STUDI TENTANG EFEKTIFITAS BELAJAR MANDIRI DALAM BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP TERBUKA SUSUKAN BANJAR NEGARA ( 1998 )
9. BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB & AKIBATNYA ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA & UPAYA ORANG TUA SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN PENYALURAN LEWAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SIDOHARJO KAB SRAGEN ( 91/92)
10. BIAS GENDER DALAM PENDIDIKAN FORMAL (KAJIAN TEO & PRAKTIK) GENDER BIAS IN TORIYAL EDUCATION (THEORITIKAL AND PRAETICAL STUDI) ( 1999 )
11. BIMBINGAN ORTU & PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH TSANAWIYAH MUALIMIN SIRAY KEC KEMRAWJEN KAB BANYUMAS (STUDI KORELASI) ( 1998)
12. DAUROH SEBAGAI LEMBAGA KURIKULER PEMHAJARAN BAHASA ARAB DI MADRASAH ALIYAH MATHATI’UL FALAH KAJEN MARGOYOSO PATI ( 1990)
13. DEMOKRATISASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS TEORI PENDIDIKAN ANDRA BOBI) ( 1997 & 1998)
14. DIMENSI MORAL KLAIM DALAM BUKU SASMITA TUHAN KEMENANGAN SUARA MORAL KARSA M SOBARY ( 2000 )
15. EFEKTIFITAS METODE MUSYAWARAH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL- MUNAWIR KRAPYAK YOGYAKARTA ( 99)
16. EFEKTIFITAS PENGAJARAN FISIKA KURIKULUM 1984 DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BOYOLALI (STUDI EVALUASI PENERAPAN STRATEGI (BSA BIDANG STUDI FISIKA) ( 1993)
17. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN NILAI EBTANAS MURNI (NEM) SEBAGAI ALAT SELEKSI PENERIMAAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ( 1989)
18. EFEKTIVITAS METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH LUAR BIASA (BAGIAN C) (CACAT MENTAL) NEGERI 2 YOGYAKARTA ( 1999)
19. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEBERHASILAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN FISIKA DI MTSN LASEM KAB REMBANG ( 1993)
20. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DI SMA MUH I PRAMBANAN SLEMAN ( 1993)
21. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK PUTUS SEKOLAH PADA SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA DI DESA TRIWIDADI PAJANGAN BANTUL ( 91)
22. FUNGSI BANTUAN PEMBANGUNAN DESA & PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMABNGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DI DESA CEMANI KEC GROGOL KAB SUKOHARJO ( 1991)
23. HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS PENGAJARAN DAN ITENSITAS IBADAH PADA IBU-IBU PESERTA PENGAJIAN AISYIYAH DI POTORONO BANGUN TAPAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1993)
24. HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI DALAM KELUARGA & PENYESUAIAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II & III SMU UN YOGYAKARTA TH AJARAN 2000/01 ( 2000 )
25. HUBUNGAN KETRAMPILAN MENYIMAK BAHASA ARAB DENGAN EXPRESI TULIS SISWA PENDIDIKAN GURU AGAMA NEGRI (PGAN) YOGYAKARTA ( 1988)
26. HUBUNGAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN AGAMA DENGAN PRAKTEK-PRAKTEK TAHAYUL DI DESA MARGO MULYO KEC KEREK KAB TUBAN ( 2000 )
27. HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SMP 3 DEPOK SLEMAN
28. HUBUNGAN PRESTASI MAHASISWA TENTANG PELAYANAN & PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA ( 1998 )
29. HUBUNGAN TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN KESEHATAN MENTAL PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2001
30. ISTANA PONDOK PESANTREN AN NAWAWI BERJAN PURWOREJO DALAM MENINGKATKAN SDM ( 1997)
31. KAJIAN TENTANG BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMEA MA’ARIF TEMON KAB KULON PROGO (TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENDUKUNG DAN PEMECAHANNYA) ( 92)
32. KARAKTERISTIK PENGAJARAN AGAMA ISLAM PADA PONDOK PESNTREN AL-FITRAH JEJERAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1983)
33. KECENDERUNGAN EMOSI REMAJA IMPUKASINYA TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK (PENDEKATAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )
34. KEHARMONISAN DALAM KELUARGA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS N BANGSAL MOJOKERTO ( 1999 )
35. KEMAMPUAN BAHASA ARAB MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2002 )
36. KITAB MAKNUL TASHRIF UNTUK PENGAJARAN SHARAF TINGKAT PEMULA ( 1988)
37. KONSEP KEBEBASAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH EVALUATIF TERHADAP PROGRESIVISME) (98)
38. KONSEP MANUSIA MENURUT PSIKOLOGI DAN NAFSIOLOGI ( 2002 )
39. KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HAJAR DEWANTARA & PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM
40. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN KIAI HAJI HASYIM ASY’ARI DAN TELAAH TERHADAP PROGRESIVISME (SEBUAH KAJIAN KOMPERATIF) ( 2000 )
41. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG UPAYA MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK ( 2000 )
42. KONSEP PSIKOTERAPI MENURUT ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN (THE CONCERPT OF ISLAMIC PSICOTHERAPI AND IT’S IMPLEMENTATION ON EDUCATIONAL INSTUTIONAL) ( 2000)
43. KONSEP TRI CON KI HAJAR DEWANTARA DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ( 1996)
44. KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER RAHARJO (STUDI KASUS TENTANG MENGENAI KEHIDUPAN KUD DI DESA PLAYEN) ( 1983)
45. KORELASI ANTARA AKTIVITAS KEAGAMAAN & KESEHATAN MENTAL PADA KLEIN / REMAJA DI SASANA REHABILITAS ANAK NAKAL “AMONG PUTRA” MAGELANG ( 1995)
46. KORELASI PENGUASAAN MUFRODAT DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KLAS II DI MTS NEGERI YOGYAKARTA II ( 1998 )
47. MEDIA ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF PENGAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1991)
48. METODE BELAJAR MENGAJAR AL-QUR’AN DI PONDOK HUFFADH KANAK-KANAK YAN’ BUL’UL QUR’AN KEC KOTA KAB KUDUS ( 96)
49. METODE DAN EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DISASANA TRESNA WERDHA (STW) ABIYASA DUWET SARI PAKEM BIWANGUN PAKEM SLEMAN ( 1999)
50. METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYYAH MLANGI GAMPING KAB SLEMAN ( 1998)
51. METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMU YOGYAKARTA ( 2000 )
52. METODE TRANSFER NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM CERITA WAYANG KULIT (STUDI TENTANG LAKON DEWA RUCI) ( 1999 )
53. METODE-METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM ( 1998)
54. MOTIVASI SISWA DALAM PENGAMBILAN JURUSAN BIOLOGI DI MADRASAH ALIYAH NEGERI YOGYAKARTA III ( 1993)
55. NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL-NOVEL MATINYA BUSSYE (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1997)
56. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SERAT WEDHA TAMAKARYA KEPA MANGKUNEGARA IV ( 1998 )
57. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU KI AGENG KARANG LOR (KUMPULAN CERITA RAKYAT INDONESIA) SUTINGAN Y.B SUPARIAN ( 1999 )
58. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )
59. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM KISAH NABI MUH AL DIM AL-QUR’AN ( 99)
60. PANDANGAN AL-MAWARDI TENTANG ILMU PENGETAHUAN DALAM KITAB ADABU ADI DUNYA WAAD DIIN (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS PAEDAGAGAS) ( 2000 )
61. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SUMUR PANCING KODYA TANGERANG ( 2000 )
62. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ISLAM LUAR SEKOLAH DI KELURAHAN TONGGAUAN KLATEN TENGAH ( 2000 )
63. PELAKSANAAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN “SUBULUK SALAAM” KEPUN BENER PEJOSARI KEBON SARI MADIUN ( 2000 )
64. PELAKSANAAN HOZARIYYATU AL-FURU DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMP SALAFIYAH PEKALONGAN ( 1992)
65. PELAKSANAAN KURIKULUM LOKAL DI MA YAPIMNGAGEL DUKUH SETI PATI JATENG ( 2000 )
66. PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN PRA SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN USIA ANAK DI KELOMPOK BERMAIN BUDI MULIA 2 BLIMBING SARI YOGYA ( 2001 )
67. PELAKSANAAN MANAJEMEN ISLAM PERSONIL DALAM PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN YOGYAKARTA ( 2000)
68. PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI CIAMIS JABAR ( 2000 )
69. PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DI MTS NEGERI PEKALONGAN (TINJAUAN TENTANG TUJUAN MATERI & METODE) ( 1998)
70. PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM LINGKUNGAN KELUARGA PEDAGANG MUSLIM DI KOTA DELANGGU KAB KLATEN (STUDI TENTANG MATERI & METODE YANG DIGUNAKAN) ( 1986)
71. PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM TEMPUR SARI NGAWEN KLATEN (TINJAUAN TENTANG MATERAI & METODE) ( 1999)
72. PELAKSANAAN PROSES ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI I YOGYA ( 1992)
73. PEMBAHARUAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH DI MALAYSIA (TINJAUAN TENTANG PENINGKATAN PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM) ( 1995)
74. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (STUDI ATAS PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN) ( 1996)
75. PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KAJIAN TENTANG PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ( 2000 )
76. PEMBINAAN AGAMA DI PONDOK PESANTREN BAGI SISWA PGAN SUKAMANAH TASIKMALAYA ( 1991)
77. PEMBINAAN AGAMA ISLAM TERHADAP WANITA BINAAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA “SILIH ASIH” CIREBON ( 2000 )
78. PEMBINAAN KELUARGA BERENCANA DI KEC GUNUNG WUNGKAL KAB PATI JATENG ( 92)
79. PEMBINAAN MENTAL AGAM ISLAM KARYAWAN PT PINPAD (PERSERO) BANDUNG JABAR ( 1996 )
80. PEMBINAAN MENTAL AGAMA PADA MASYARAKAT TRANSMIGRASI DI KEC KETAHUN BENGKULU UTARA ( 1988)
81. PEMBINAAN PEMASYARAKATAN BAGI NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B KAB TEMANGGUNG
82. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI REMAJA DALAM ORGANISASI IRMAS DUSUN SLEMAN DESA NGADIREJO KEC SECANG KAB MAGELANG ( 1998 )
83. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGGULANGI PENGARUH NEGATIF ERA GLOBALISASI PADA REMAJA (TINJAUAN JUVENILE PELINGUHES) ( 99)
84. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KALANGAN REMAJA MUSLIM DI DESA KARANG SARI KAB KULON PROGO (STUDI TENTANG PROBLEMATIKA DAN PEMECAHANNYA) ( 1992)
85. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PANTI ASUHAN YATIM PUTRA ISLAM GIWANGAN YOGYAKARTA (SUATU TINJAUAN & METODE) ( 1999 )
86. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI PERMAINAN PADA ANAK ( 2001 )
87. PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI PERUMAHAN SUMAMPIR INDAH PURWOKERTO UTARA ( )
88. PENDIDIKAN AKHLAK BAGI PESERTA DIDIK DI TINGKAT PENDIDIKAN DASAR ( 2001 )
89. PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SERAT WULANG REH KARSA SRI SIYUHUNAN PAKU BUWONO IV ( 1999 )
90. PENDIDIKAN AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DESA MARGO LINDUK KEC DEMAK ( 2000 )
91. PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM (TELAAH TERHADAP MA WADDAH WA RAHMAH) ( 1999 )
92. PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ISLAM BAGI ANAK-ANAK DALAM LINGKUNGAN KELUARGA NELAYAN MUSLIM PROPAG KIDUL KAB BREBES (STUDI TENTANG FAKTOR PENDIDIK & ANAK DIDIK)
93. PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMECAHKAN FAKTOR PENGHAMBAT AKTUALISASI POTENSI PEREMPUAN ( 2000)
94. PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT WEDHATAMA (KAJIAN DARI SENI NORMA PENDIDIKAN ISLAM) ( 93)
95. PENDIDIKAN SEKS MENURUT AL-QUR’AN ( 1997)
96. PENERAPAN CBSA DALAM PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP AL-MA’ARIF JEPARA ( 1993)
97. PENERAPAN KURIULUM 1984 BIDANG STUDI SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI KELAS II MAN BREBES JATENG TAHUN 1991/1992 ( 1993)
98. PENERAPAN MANAJEMEN OPERATIF DALAM PENGELOLAAN SMP MUHAMMADIYAH VIII YOGYAKARTA ( 1993)
99. PENERAPAN METODE HUBUNGAN DALAM MENANGGULANGI PERILAKU PENYIMPANGAN DI PONDOK MODERN ARISALAH BAKALAN PONOROGO 9 99)
100. PENERAPAN NOZARIYATUL WAHDAH DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB DI MTS AL HUDA II JEMPONG KEC JENAWI KAB KARANG ANYAR ( 1997)

Sifat-Sifat Allah swt.

Sifat-Sifat Allah swt.
Sifat-sifat Allah terdiri atas 3, yaitu sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz.
1. Sifat Wajib Bagi Allah swt.
Sifat wajib adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah swt. sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wajib Allah tidak dapat diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya maka sifat Allah wajib diyakini dengan akal (wajib aqli) dan berdasarkan Al Qur’an dan hadits Nabi saw. (wajib naqli).
Menurut para ulama kalam sifat wajib bagi Allah itu ada 20 sifat, sebagai berikut.
1) Wujud artinya Ada
2) Qidam artinya Dahulu
3) Baqa’ artinya Kekal
4) Mukhallafatu lil Hawaditsi artinya Berbeda dari Semua Makhluk
5) Qiyamuhu Binafsihi artinya Berdiri Sendiri
6) Wahdaniyah artinya Esa
7) Qudrat artinya Maha Kuasa
8) Iradat artinya Berkehendak
9) Ilmu Maha Mengetahui
10) Hayat artinya Hidup
11) Sama’ artinya Mendengar
12) Bashar artinya Melihat
13) Kalam artinya Berfirman
14) Qadiran artinya Mahakuasa
15) Muridan artinya Maha Berkehendak
16) ‘Aliman artinya Maha Mengetahui
17) Hayyan artinya Mahahidup
18) Sami’an artinya Maha Mendengar
19) Bashiran artinya Maha Melihat
20) Mutakalliman artinya Maha Berkata-kata
Kedua puluh sifat wajib Allah ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu sifat nafsiyah, salbiyah, ma’ani, dan ma’nawiyah.
a. Sifat Nafsiyah adalah sifat yang hanya berkaitan dengan Zat Allah semata-mata. Sifat ini terdapat dalam sifat wujud.
b. Sifat Salbiyah adalah sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, sedangkan makhluk tidak memilikinya. Sifat ini terdapat dalam lima sifat Allah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyah.
c. Sifat Ma’ani adalah sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Sifat ini terdapat pada tujuh sifat Allah, yakni qudrat, iradat, ‘ilmu, hayat, sama’, basher, dan kalam.
d. Sifat Ma’nawiyah adalah keumuman/kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat ini tidak dapat berdiri sendiri karena setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Sifat-sifat yang termasuk ma’nawiyah ada tujuh, yaitu qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran, mutakalliman.
2. Sifat Mustahil Bagi Allah swt.
Sifat mustahil bagi Allah swt. adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah swt. Sifat-sifat mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat wajib bagi Allah sehingga jumlahnya sama. Sifat-sifat mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut.
1) ‘Adam artinya tidak ada
2) Huduts artinya baru atau permulaan
3) Fana artinya binasa atau rusak
4) Mumatsalatu lil Hawaditsi artinya menyerupai yang baru
5) Ihtiyaju li ghairihi artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya
6) Ta’adud artinya berbilang lebih dari satu
7) ‘Ajzun artinya lemah
8) Karahah artinya terpaksa
9) Jahlun artinya bodoh
10) Mautun artinya mati
11) Shamamun artinya tuli
12) ‘Umyun artinya buta
13) Bukmun artinya bisu
14) ‘Ajizan artinya Mahalemah
15) Mukrahan artinya Maha terpaksa
16) Jahilan artinya Mahabodoh
17) Mayyitan artinya Mahamati
18) Ashamma artinya Mahatuli
19) A’ma artinya Mahabuta
20) Abkama artinya Mahabisu

3. Sifat Jaiz Bagi Allah swt.
Allah swt selain memiliki sifat wajib dan mustahil juga memiliki sifat jaiz. Menurut arti bahasa jaiz artinya boleh. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah swt. yaitu sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Sifat Jaiz Allah hanya ada satu yaitu Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya. Maksudnya Allah itu berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya.
Sifat ma'ani yaitu sifat yang ada pada dzat Allah yang sesuai dengan kesem-purnaan Allah. Sedang sifat ma'nawiyah adalah sifat yang selalu tetap ada pada dzat Allah dan tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian. Sebagai contoh: Kalau dinyatakan bahwa Allah itu bersifat "qudrah” yang berarti "maha kuasa”, maka sifat ini disebut sifat "ma'ani”, artinya mungkin pada suatu ketika Allah itu tidak lagi Maha Kuasa. Tetapi setelah dinyatakan "kaunuhu Qadiran”, dan sifat ini adalah sifat "ma'nawiyah”, maka artinya adalah: Keadaan Allah itu selalu Maha Kuasa, sehingga tidak mungkin pada suatu ketika tidak Maha Kuasa.
Dasar Pengambilan
Jala'ul Afham, Muhammad Ihya' Ulumuddin, Nurul Haramain, tt., hal 26
صفات المعاني: وَسُمِيَتْ بِالمَعَانِى لأَنَّهَا أَثْبَتَتْ للهِ تَعَالَى مَعَانِي وُجُودِيَةً قَائِمَةً بِذَاتِهِ لاَئِقَةً بِكَمَالِهِ... صِفَاتُ مَعْنَوِيَةٌ: نِسْبَةٌ لِلسَّبْعِ المَعَانِي التِّى هِىَ فَرْعٌ مِنْهَا وَسُمِيَتْ مَعْنَوِيَة لأَنَّهَا لاَزِمَةٌ لِلْمَعَانِى...وَهِيَ كَوْنُهُ تَعَالَى قَادِرًا وَمُرِيْدًا, وَعَالِمًا وَحَيًّا وَسَمِيْعًا َوبَصِيْرًا وَمُتَكَلِّمًا. وَحِكْمَةُ ذِكْرِ هذِهِ الصِّفَاتِ الْمَعْنَوِيَّةِ مَعَ كَوْنِهَا دَاخِلَةً فِي صِفَاتِ الْمَعَانِي الْمَذْكُوْرَةِ مَا يَلِي : (ا) ذِكْرُ الْعَقَائِدِ عَلَى وَجْهِ التَّفْصِيْلِ لأَنَّ خَطْرْ َالْجَهْلِ فِيْهِ عَظِيْمٌ. (ب) اَلرَّدُّ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ فَإِنَّهُمْ أَنْكَرُوْهَا, فَقَالُوْا إِنَّهُ تَعَالَى قَادِرٌ بِذَاتِهِ مُرِيْدٌ بِذَاتِهِ مِنْ غَيْرِ قُدْرَةٍ وَلاَ إِرَادَةٍ وَهكَذَا إِلَى آخِرِهَا, وَقَصَدُوْا بِذَلِكَ التَّنْــزِيْهُ ِللهِ تَعَالَى, وَقَالُوْا : وَصَفْنَاهُ تَعَالَى بِهذِهِ الصِّفَاتِ. فَإِمَّا أَنْ تَكُوْنَ حَادِثَةً وَإِمَّا أَنْ تَكُوْنَ قَدِيْمَةً. فَإِذَا كَانَتْ حَادِثَةً اسْتَحَالَتْ عَلَى اللهِ تَعَالَى أَوْ قَدِيْمَةً تَعَدَّدَتْ الْقُدَمَاءُ فَانـْتَفَتْ الْوَحْدَاِنيَّةُ. وَالْجَوَابُ عَنْ ذلِكَ أَنْ نَقُوْلَ : إِنَّ هذِهِ الصِّفَاتِ لَيْسَتْ مُسْتَقِلَّةً عَنِ الذَّاتِ, وَإِنَّمَا هِيَ تَابِعَةٌ لَهَا فَهِيَ صِفَةٌ وُجُوْدِيَّةٌ قَائِمَةٌ بِهَا.
"Sifat-sifat ma'ani: Sifat-sifat itu disebut sifat ma'ani, karena sesungguhnya telah tetap bagi Allah ta'ala pengertian-pengertian yang ada lagi tegak pada dzat Allah serta sesuai dengan kesempurnaan-Nya.
Sifat-sifat ma'nawiyah adalah pembangsaan bagi sifat ma'ani yang tujuh yang dia adalah cabang dari sifat-sifat ma'ani.
Dinamakan sifat ma'nawiyah, karena sifat tersebut adalah harus ada dan pengertian-nya terus-menerus ada pada dzat Allah; yaitu keadaan Allah ta'ala adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Dzat Yang Maha Berkehendak, Dzat Yang Maha Mengetahui, Dzat Yang Maha Hidup, Dzat Maha Mendengar, Dzat Yang Maha Melihat, dan Dzat Yang Maha Berbicara.
Adapun hikmah dari penuturan dari sifat-sifat ma'nawiyah ini beserta keada-annya adalah masuk pada sifat-sifat ma'ani yang telah disebutkan adalah sebagai berikut:
Menuturkan akidah-akidah secara terperinci, karena sesungguhnya bahaya dari kebodohan terhadap hal tersebut adalah besar.
Menolak faham Mu'tazilah, karena orang-orang Mu'tazilah itu mengingkarinya. Mereka berkata: "Sesungguhnya Allah ta'ala itu adalah Maha Kuasa dengan Dzat-Nya sendiri, Maha berkehendak dengan dzat-Nya sendiri tanpa kekuasaan dan tanpa kehendak, dan seterusnya. Mereka bermaksud dengan demikian itu adalah untuk mensucikan Allah ta'ala. Dan mereka berkata: Kita telah mensifati Allah ta'ala dengan sifat-sifat ini. Maka kemungkinan sifat-sifat tersebut keadaannya didahului oleh ketiadaan dan mungkin sedia tanpa permulaan. Jika sifat-sifat itu keadaannya adalah didahului oleh ketiadaan, maka mustahil bagi Allah ta'ala. Atau jika keadaannya tidak didahului oleh ketiadaan, maka hal yang qadim (sedia tanpa permulaan) itu menjadi banyak, sehingga hilanglah ke-esa-an Allah. Kami menjawab: Sesungguhnya sifat-sifat ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi mengikuti dzat-Nya, yaitu sifat yang ada dan tegak pada dzat-Nya.

Kamis, Januari 21, 2010

SELAYANG PANDANG HMI

Assalamualaikum war. wab.,
Teriring salam dan doa, semoga Allah swt. selalu melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam menjalankan aktivitas kita sebagai khalifah di muka bumi ini
Dalam usianya yang sangat belia, tentu saja situs ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, saran dan kritik membangun terhadap situs ini, sangat dinantikan.
Akhirnya, selamat berselancar di dunia teknologi informasi ini. Semoga Anda puas. Terima kasih.

Kami nantikan kunjungan Anda berikutnya.

A. Definisi Sejarah
Sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.
B. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.
Situasi Dunia Internasional
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
Missi dan Zending agama Kristiani.
Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.





Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Latar Belakang Pemikiran
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :

• Lafran Pane (Yogya),
• Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
• Dahlan Husein (Palembang),
• Maisaroh Hilal (Singapura),
• Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang),
• Mansyur, Siti Zainah (Palembang),
• M. Anwar (Malang),
• Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang),
• Baidron Hadi (Yogyakarta).

Faktor Pendukung Berdirinya HMI
Posisi dan arti kota Yogyakarta
Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
Pusat Gerakan Islam
Kota Universitas/ Kota Pelajar
Pusat Kebudayaan
Terletak di Central of Java
Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
Ummat Islam Indonesia mayoritas
Faktor Penghambat Berdirinya HMI
Munculnya reaksi-reaksi dari :
Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Gerakan Pemuda Islam (GPII)
Pelajar Islam Indonesia (PII)
Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia
Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas
Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Fase Tantangan (1964 - 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
Fase Pembangunan (1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )
Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.




“Hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maidah : 3)
“Dan mereka berjuang di jalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat (progresif) (QS Al-Ankabut: 69)
Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna hadir di bumi dimaksudkan untuk mengatur pola hidup manusia agar sesuai dengan fitrah kemanusiaannya, yakni sebagai Khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan dirinya semata-mata kehadirat Allah swt.
Iradat Allah subhanahu wataala, kesempurnaan hidup terukur dari kepribadian manusia yang integratif antara dimensi dunia dan ukhrawi, individu dan sosial, serta iman, ilmu, dan amal yang semuanya mengarah terciptanya kemaslahatan hidup di dunia, baik secara individual maupun kolektif.
Secara normatif Islam tidak sekadar agama ritual yang cenderung individual, melainkan merupakan satu tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat pemahaman, kesadaran, kepentingan, struktur, dan pola aksi bersama demi pencapaian tujuan-tujuan politik.
Substansi pada dimensi kemasyarakatan, agama memberi semangat kepada pembentukan moral dan etika. Islam yang menetapkan Tuhan dari segala tujuan menyiratkan perlunya peniruan etika ke-Tuhan-an, yang meliputi sikap rahman (pengasih), barr (pemulia), ghafur (pemaaf), rahim (penyayang), dan ihsan (berbuat baik). Totalitas dari etika tersebut menjadi kerangka pembentukan manusia yang kafah (menyatu, menyeluruh) antara aspek ritual dengan aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, dan sosial budaya).
Adanya kecenderungan bahwa peran kebangsaan Islam mengalami marginalisasi dan tidak mempunyai peran yang signifikan dan mendisain bangsa merupakan implikasi dari proses yang kegamangan dan distortif. Fenomena ini ditandai dengan terjadinya saling pengertian (kesepahaman) antara Islam sebagai agama dan Pancasila sebgai ideologi. Penempatan posisi yang antagonis sering terjadi karena berbagai kepentingan politik penguasa dan politis-politisi yang mengalami perubahan pada kepribadiannya.
Kelahiran HMI yang berawal dari kondisi pergolakan dan revolusi fisik bangsa yang sangat mencekam saat itu, maka pada tanggal 5 Februari 1947 sejumlah elemen mahasiswa Islam Indonesia dengan didasari oleh semangat untuk mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman
dalam berbagai aspek ke-Indonesiaan mendeklarasikan kelahiran HMI.
Semangat inilah yang menjadi embrio lahirnya komunitas Islam sebagai kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Dari sisi kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah tertuangnya nilai-nilai tersebut secara normatif pada setiap level kemasyarakatan, sedangkan pada posisi penekan, tujuannya adalah keinginan sebagai pejuang Tuhan (sabilillah) dan pembelaan mustad’afin.
Proses internalisasi dalam HMI yang sangat beragam dan suasana interaksi yang sangat plural menyebabkan timbulnya berbagai dinamika ke-Islaman danke-Indonesiaan dengan didasari rasionalisasi menurut subyek dan waktunya.



Pada tahun 1955 pola interaksi didominasi petarungan ideologis antara nasionalis, komunis, dan agama (Islam). Keperluan sejarah (historical nessecity) memberikan spirit proses ideologisasi organisasi. Eksternalisasi yang muncul adalah kepercayaan dari organisasi untuk “bertarung” dengan komunitas lain yang mencapai titik kulminasinya pada tahun 1965.
Seiring dengan kreativitas intelektual para kader HMI yang menjadi ujung tombak pembaruan pemikiran Islam dan proses transformasi politik bangsa yang membutuhkan suatu perekat serta ditopang akan kesadaran sebuah tanggung jawab kebangsaan, maka pada Kongres X HMI di Palembang, tanggal 10 Oktober 1971 terjadilah proses justifikasi Pancasila dalam mukadimah Anggaran Dasar.
Orientasi aktivitas HMI yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi menganjurkan terjadinya proses adaptasi pada zamannya. Keyakinan Pancasila sebagai ideologi negara pada kenyataanya mengalami proses kebuntuan (stagnasi). Hal ini memberikan tuntutan strategi baru bagi lahirnya metodologi apliksi Pancasila. Normatisasi Pancasila dalam setiap kerangka dasar organisasi menjadi suatu keharusan agar mampu menopang setiap institusi kemasyarakatan dalam mengimplementasikan tata nilai Pancasila. Konsekuensi yang dilakukan bagi HMI adalah ditetapkannya Islam sebagai identitas yang menyokong Pancasila sebagai asas pada Kongres XVI di Padang.
Islam yang senantiasa memberikan energi perubahan menharuskan para penganutnya untuk melakukan inovasi, internalisasi, eksternalisasi maupun obvektivitas. Yang paling fundamental peningkatan gradasi umat diukur dari kualitas keimanan yang datang dari kesadaran paling dalam, bukan dari pengaruh eksternal. Perubahan bagi HMI merupakan suatu keharusan, dengan makin meningkatnya keyakinan akan Islam sebagai landasan teologis dalam berinteraksi secara vertikal maupun horizontal, sehingga pemilihan Islam sebagai asas merupakan pilihan sadar, dan bukan implikasi dari sebuah dinamika kebangsaan.
Demi tercapainya idealisme ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, maka HMI bertekad menjadikan Islam sebagai doktrin yang mengarah kepada peradaban secara integralistik, transedental, humanitas, dan inklusif. Dengan demikian, kader-kader HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-prinsip demokrasi, tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua rida-Nya.

Billahittaufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum war. wab.
Himpunan Mahasiswa Islam
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
MUKADIMAH
Sesungguhnya Allah subhanahu wataala telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk mengatur umat manusia berkehidupan sesuai fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.
Menurut iradat Allah subhanahu wataala telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk mengaur umat manusia berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.
Berkat rahmat Allah subhanahu wata'ala bangsa Indonesia telah berhasil merebut kemerdekaan dari kaum penjajah, maka umat Islam berkewajiban mengisi kemerdekaan itu dalam wadah negara Republik Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur yang diridai Allah subhanahu wata ala.
Mahasiswa Islam sebagai generasi muda yang sadar akan hak dan kewajibannya serta peranan dan tanggung jawab kepada umat manusia dan bangsa, bertekad memberikan darma baktinya untuk mewujudkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam rangka mengabdikan kepada memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Meyakini bawa tujuan itu dapat dicapai dengan taufik dan hidayah Allah subhanahu wataala serta usaha-usaha yang teratur, terencana, dan penuh kebijaksanaan, dengan nama Allah kami mahasiswa Islam sebangsa dan setanah air menghimpun diri dalam satu organisasi yang digerakkan dengan pedoman berbentuk anggaran dasar sebagai berikut .
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT
KEDUDUKAN, IDENTITAS
Pasal 1
Nama
Organisasi ini bernama Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI
Pasal 2
Waktu dan Tempat Kedudukan
HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Robiul Awwal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 M untuk waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di tempat Pengurus Besarnya.
BAB II
ASAS
Pasal 3
HMI berasaskan Islam
BAB III
TUJUAN, USAHA, DAN SIFAT
Pasal 4
Tujuan
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridai Allah Subhanahu Wata'ala.
Pasal 5
Usaha
a. Membina pribadi mahasiswa muslim untuk mencapai akhlaqul karimah
b. Mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya
c. Mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan masa depan ummat manusia
d. Memajukan kehidupan ummat dalam mengamalkan dinnul Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
e. Berperan aktif dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi, dan kepemudaan untuk menopang pembangunan nasional
f. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan identitas dan asas organisasi serta berguna untuk mencapai tujuan.
Pasal 6
Sifat
HMI Bersifat independen
BAB IV
STATUS, FUNGSI, DAN PERAN
Pasal 7
Status
HMI adalah organisasi mahasiswa
Pasal 8
Fungsi
HMI berfungsi sebagai organisasi kader
Pasal 9
Peran
HMI berperan sebagai organisasi perjuangan
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 10
a. Yang dapat menjadi anggota HMI adalah mahasiswa Islam yang terdaftar pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus Cabang/Pengurus Besar HMI.
b. Anggota HMI terdiri dari :
1. Anggota Muda
2. Anggota Biasa
3. Anggota Luar Biasa
4. Anggota Kehormatan
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 11
Kekuasaan
Kekuasaan dipegang oleh Kongres, Konferensi Cabang dan Rapat Anggota Komisariat
Pasal 12
Kepemimpinan
a. Kepemimpinan organisasi dipegang oleh Pengurus Besar HMI, Pengurus HMI Cabang dan Pengurus HMI Komisariat
b. Untuk membantu tugas Pengurus Besar HMI, dibentuk Koordinasi
c. Untuk Membantu tugas Pengurus HMI Cabang, dibentuk Koordinator Komisariat dan/atau Rayon.
Pasal 13
Majelis Konsultasi
a. Ditingkat Pengurus Besar HMI dibentuk Majelis Pekerja Kongres
b. Ditingkat Pengurus HMI Cabang dibentuk Majelis Pekerja Konperensi Cabang
c. Di tingkat Pengurus HMI Komisariat dibentuk Majelis Pekerja Rapat Anggota Komisariat
Pasal 14
Badan-Badan Khusus
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dalam bidang khusus dibentuk lembaga-lembaga kekaryaan, Lembaga Pengelola Latihan, Korp HMI-wati (KOHATI) dan badan-badan khusus lainnya.
BAB VII
PERBENDAHARAAN
Pasal 15
Harta benda HMI diperoleh dari:
a. Uang pangkal, iuran, dan dana anggota
b. Usaha-usaha yang sah, halal, dan tidak mengikat.
BAB VIII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN
Pasal 16
Perubahan Anggaran Dasar dan pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan oleh Kongres
BAB IX
PENJABARAN ANGGARAN DASAR,
ATURAN TAMBAHAN DAN PENGESAHAN
Pasal 17
Penjabaran Anggaran Dasar HMI :
a. Penjabaran pasal 3 tentang azas organisasi dirumuskan dalam tafsir azas HMI
b. Penjabaran pasal 4 Tentangtujuan organisasi dirumuskan dalam Tafsir Tujuan
c. Penjabaran pasal 5 tentang usaha organisasi dirumuskan dalam Garis-Garis Pokok Perjuangan Organisasi (GPPO) dan Program Kerja Nasional (PKN) HMI
d. Penjabaran pasal 6 sifat organisasi dirumuskan dalam Tafsir Independensi HMI
e. Penjabaran pasal 9 tentang peran organisasi dirumuskan dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
f. Penjabaran Anggaran Dasar HMI tentang hal-hal di luar point a, b, c, d dan e di atas dirumuskan dalam Anggaran Rumah Tangga HMI .
Pasal 18
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Penjelasan Anggaran Dasar dimuat dalam Peraturan-Peraturan/Ketentuan-Ketentuan tersendiri yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Penjabaran Anggaran Dasar HMI
Pasal 19
• Pengesahan Anggaran Dasar HMI ditetapkan pada Kongres III di Jakarta, tanggal 4 September 1953
• yang diperbarui pada Kongres IV di Bandung, tanggal 4 Oktober 1955,
• Kongres V di Medan, tanggal 31 Desember 1957,
• Kongres VI di Makasar, tanggal 20 Juli 1960,
• Kongres VII di Jakarta, tanggal 14 September 1963,
• Kongres VIII di Solo, tanggal 17 September 1966,
• Kongres IX di Malang, tanggal 10 Mei 1969,
• Kongres X di Palembang, tanggal 10 Oktober 1971,
• Kongres XI di Bogor, tanggal 12 Mei 1974,
• Kongres XII di Semarang, tanggal 15 Oktober 1976,
• Kongres XIII di Ujung Pandang, Tanggal 12 Februari 1979,
• Kongres XIV di Bandung, tanggal 30 April 1981,
• Kongres XV di Medan, tanggal 25 Mei 1983,
• Kongres XVI di Padang, Tanggal 31 Maret 1986,
• Kongres XVII di Lhokseumawe, tanggal 6 Juli 1988,
• Kongres XVIII di Jakarta, tanggal 24 September 1990,
• Kongres XIX di Pekanbaru, tanggal 9 Desember 1992,
• Kongres XX di Surabaya, tanggal 29 Januari 1995,
• Kongres XXI di Yogyakarta, tanggal 26 Agustus 1997, dan
• Kongres XXII di Jambi, tanggal 3 Desember 1999.




BAB I
KEANGGOTAAN
BAGIAN I
ANGGOTA
Pasal 1
Anggota Muda
Ialah Mahasiswa Islam yang menuntut ilmu pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang telah mengikuti Masa Perkenalan Calon Anggota (MAPERCA).

Pasal 2
Anggota Biasa
Ialah anggota muda yang telah memenuhi syarat dan/atau anggota muda yang telah mengikuti Latihan Kader

Pasal 3
Anggota Luar Biasa
a. Mahasiswa pendengar yang beragama Islam yang telah mencatatkan namanya
b. Mahasiswa Islam di luar negeri yang telah mencatatkan namanya
c. Mahasiswa Islam luar negeri yang belajar di Indonesia yang telah mencatat namanya
Pasal 4
Anggota Kehormatan
Ialah orang yang berjasa kepada HMI yang telah ditetapkan oleh Pengurus Cabang/Pengurus Besar

BAGIAN II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Pasal 5
a. Setiap mahasiswa Islam yang ingin menjadi anggota, harus mengajukan permohonan serta menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti dan menjalankan Anggaran Dasar/Rumah Tangga serta Pedoman-Pedoman Pokok lainnya kepada Pengurus Cabang setempat
b. Apabila telah memenuhi syarat pada ayat (a) dan yang bersangkutan telah mengikuti MAPERCA, setelah itu dinyatakan sebagai anggota muda HMI
c. Mahasiswa Islam yang telah memenuhi syarat (a) dan/atau anggota muda HMI dapat mengikuti latihan kader I dan setelah lulus dinyatakan sebagai anggota biasa HMI
BAGIAN III
MASA KEANGGOTAAN
Pasal 6
a. Masa keanggotaan berakhir :
1. Maksimal 6 (enam) tahun untuk program S0
2. Maksimal 9 (sembilan) tahun untuk program sarjana dan 11 (sebelas)
tahun untuk program Pasca Sarjana
b. Anggota yang habis masa keanggotaannya karena:
1. Telah habis masa keanggotaannya
2. Meninggal dunia
3. Atas permintaan sendiri
4. Diberhentikan atau dipecat
c. Anggota yang habis masa keanggotaanya saat menjadi pengurus diperpanjang masa keanggotaanya sampai habis masa kepengurusan
BAGIAN IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
Hak Anggota
a. Anggota muda hanya mempunyai hak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pernyataan secara lisan atau tertulis kepada pengurus, mengikuti Latihan Kader I dan kegiatan lainnya yang bersifat umum
b. Anggota biasa disamping mempunyai hak sebagaimana pada ayat (a), dan mengikuti latihan-latihan organisasi, juga mempunyai hak untuk memilih dan dipilih
c. Anggota luar biasa mempunyai hak mengajukan saran atau usul dan pertanyaan kepada pengurus secara lisan atau tertulis dan bila diperlukan dapat menjadi pengurus lembaga kekaryaan
d. Anggota kehormatan dapat mengajukan saran/usul dan pertanyaaan kepada pengurus secara lisan atau tertulis
Pasal 8
Kewajiban Anggota
a. Membayar uang pangkal dan iuran anggota
b. Menjaga nama baik organisasi
c. Berpartisipasi dalam setiap kegiatan HMI
d. Bagi anggota luar biasa dan anggota kehormatan tidak berlaku ayat (a)
BAGIAN V
RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN
Pasal 9
a. Dalam keadaan tertentu anggota HMI dapat merangkap menjadi anggota organisasi lain atas persetujuan Pengurus Cabang
b. Pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku
c. Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat ( b ) diatas, diatur dalam ketentuan sendiri
d. Anggota HMI mempunyai kedudukan pada organisasi lain di luar HMI, harus menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketetuan lainnya
BAGIAN VI
SKORSING DAN PEMECATAN
Pasal 10
Skorsing/Pemecatan
a. Anggota dapat diskors/dipecat karena:
1. Bertindakbertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh HMI
2. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik HMI
b. Anggota yang diskors atau dipecat dapat melakukan pembelaan dalam forum yang ditunjuk untuk itu
c. Mengenai skorsing/pemecatan dan tata cara pembelaan, diatur dalam ketentuan/peraturan sendiri
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
A. STRUKTUR KEKUASAAN
BAGIAN I
KONGGRES
Pasal 11
Status
a. Kongres merupakan musyawarah utusan cabang-cabang
b. Kongres memegang kekuasaan tertinggi organisasi
c. Kongres diadakan 2 (dua) tahun sekali
d. Dalam keadaan luar biasa, kongres dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 11 ayat (c)
e. Dalam keadaan luar biasa, kongres dapat diselenggarakan atas inisiatif satu cabang dengan persetujuan sekurang-kurangnya melebihi separuh dari jumlah cabang penuh
Pasal 12
Kekuasaan/Wewenang
a. Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Pedoman-Pedoman Pokok, Garis-Garis Besar Haluan Organisasi dan Program Kerja Nasional
b. Memilih Pengurus Besar dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai Formateur dan dua mide Formateur
c. Menetapkan calon-calon anggota Majelis Pekerja Kongres (MPK)
d. Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan kongres berikutnya
Pasal 13
Tata Tertib
a. Peserta kongres terdiri dari Pengurus Besar, Utusan/Peninjau cabang, Kohati PB HMI, Bakornas Lembaga Kekaryaan HMI, Bakornas LPI, Badko HMI, Anggota MPK, dan undangan Pengurus Besar
b. Pengurus Besar adalah penanggung jawab penyelenggaraan kongres, Cabang Penuh adalah peserta utusan, Badko HMI, Kohati PB HMI, Bakornas Lembaga Kekaryaan, Bakornas LPI, Anggota MPK, Cabang Persiapan dan undangan Pengurus Besar merupakan peserta peninjau
c. Peserta utusan (Cabang Penuh) mempunyai hak suara dan hak bicara, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara
d. Banyaknya utusan cabang dalam konggres dari jumlah anggota biasa cabang penuh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Sn = a.px-1
dimana n > x >= n - 1
n adalah bilangan asli {1, 2, 3, 4,…}
Sn = jumlah anggota biasa
a = 150 (serattus lima puluh)
p = pembanding = 3 (tiga)
n = jumlah utusan
Jumlah anggota Jumlah Utusan
150 s/d 449 : 1
450 s/d 1.349 : 2
1.350 s/d 4.049 : 3
4.050 s/d 12.149 : 4
12.150 s/d 36.449 : 5
36.450 s/d 109.349 : 6
109.350 s/d 328.049 : 7
dan seterusnya ……….
e. Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Besar.
f. Pimpinan sidang kongres dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
g. Kongres baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta utusan (cabang penuh).
h. Apabila ayat (g) tidak terpenuhi maka kongres diundur selama 2 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.
i. Setelah PB menyampaikan LPJ di hadapan peserta kongres maka PB dinyatakan demisioner.
BAGIAN II
KONFERENSI CABANG/ MUSYAWARAH ANGGOTA CABANG
Pasal 14
Status
a. Konferensi cabang (Konfercab) merupakan musyawarah utusan Komisariat.
b. Bagi cabang yang tidak mempunyai komisariat, diselenggarakan Musyawarah Anggota Cabang (Muscab).
c. Konfercab/Muscab diselenggarakan satu kali setahun.
Pasal 15
Kekuasaan/Wewenang
a. Menetapkan Program Kerja Cabang
b. Memilih pengurus Cabang dengan jalan memilih ketua Umum yang merangkap sebagai Formateur dan dua Mide Formateur
c. Menetapkan calon-calon anggota Majelis Pekerja Konferensi Cabang (MPKC)
Pasal 16
Tata Tertib Konferensi Cabang/Musyawarah Anggota Cabang
a. Peserta Konfercab terdiri dari Pengurus cabang, Utusan / Peninjau Komisariat, Kohati cabang, LPL, Anggota MPKC, Korkom dan undangan Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang adalah penanggungjawab penyelenggara konferensi/musyawarah anggota cabang, komisariat penuh adalah peserta utusan, kohati cabang, lembaga kekaryaaan, LPL, anggota MPKC, Korkom, komisariat persiapan, dan undangan pengurus cabang adalah peserta peninjau.
c. Untuk Muscab, pengurus cabang adalah penanggung jawab penyelenggaraan Muscab, anggota biasa adalah utusan, kohati cabang, lembaga kekaryaan, LPL, anggota MPKC, Korkom,
d. Komisariat Persiapan, dan undangan Cabang adalah peserta peninjau.
e. Peserta utusan (komisariat penuh/anggota biasa) mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
f. Banyaknya peserta utusan (komisariat penuh ) pada konfercab disesuaikan dengan pasal 13 ayat (d) dengan ketentuan a = 50 sedangkan peserta peninjau ditetapkan pengurus cabang.
g. Pimpinan sidang Konfercab/muscab dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
h. Konfercab/Muscab baru dapat dinyatakan syah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah peserta utusan komisariat/komisariat penuh
i. Setelah pengurus cabang menyampaikan LPJ di hadapan peserta Konfercab/Muscab maka pengurus cabang dinyatakan demisioner.
BAGIAN III
RAPAT ANGGOTA KOMISARIAT
Pasal 17
Status
a. Rapat anggota komisariat (RAK) merupakan musyawarah anggota biasa komisariat.
b. RAK diadakan satu kali dalam satu tahun
Pasal 18
Kekuasaan / Wewenang
a. Menetapkan program kerja komisariat
b. Memilih pengurus komisariat dengan jalan memilih ketua umum yang merangkap sebagai formateur dan kemudian dua mide formateur.
c. Menetapkan calon-calon anggota majelis pekerja rapat anggota komisariat (MPRAK).
Pasal 19
Tata tertib rapat anggota komisariat
a. Peserta RAK terdiri dari pengurus komisariat, anggota biasa komisariat, pengurus kohati komisariat, anggota muda, anggota luar biasa dan undangan pengurus komisariat.
b. Pengurus komisariat adalah penaggungjawab penyelenggara RAK, anggota biasa adalah utusan, anggota muda, anggota luar biasa, dan undangan pengurus komisariat adalah peserta peninjau.
c. Peserta utusan mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
d. Pimpinan sidang RAK dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
e. RAK baru dapat dinyatakan syah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota biasa.
f. Apabila ayat (5) tidak terpenuhi maka RAK diundur 1x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.
g. Setelah LPJ pengurus komisariat diterima oleh peserta RAK maka pengurus komisariat dinyatakan demisioner.
B. STRUKTUR PIMPINAN
BAGIAN IV
PENGURUS BESAR
Pasal 20
Status
a. Pengurus Besar (PB) adalah Badan/Insatansi kepemimpinan tertinggi organisasi.
b. Masa jabatan PB adalah dua tahun terhitung sejak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Besar demisioner.
Pasal 21
Personalia Pengurus Besar
a. Formasi Pengurus Besar sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum.
b. Ketua Umum Bakornas Lembaga Kekaryaan, Ketua Umum Bakornas LPL, Ketua Umum Badko, dan Ketua Umum Kohati PB HMI adalah anggota Pleno Pengurus Besar.
c. Yang dapat menjadi Pengurus Besar adalah anggota biasa yang pernah menjadi Pengurus Cabang, berprestasi dan telah mengikuti Latihan Kader III dan/atau Latihan Tingkat Nasional lainnya.
d. Setiap personalia PB tidak diperbolehkan untuk menjabat lebih dari (2) periode kepengurusan kecuali jabatan Ketua Umum.
e. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum oleh Sidang Pleno Pengurus Besar.
Pasal 22
Tugas dan Wewenang
a. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah kongres, personalia Pengurus Besar harus sudah dibentuk, dan Pengurus Besar demisioner segera mengadakan serah terima jabatan dengan Pengurus Besar yang baru.
b. Pengurus Besar baru dapat menyelenggarakan tugasnya setelah serah terima jabatan dengan Pengurus Besar demisioner.
c. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan kongres.
d. Menyampaikan ketetapan dan perubahan penting yang berhubungan dengan HMI kepada aparat HMI se-Indonesia.
e. Melaksanakan Sidang Pleno setiap semester kegiatan, atau setidak-tidaknya 4 (empat) kali selama periode berlangsung.
f. Menyelenggarakan kongres pada akhir periode.
g. Menyiapkan draft materi kongres.
h. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui kongres
i. Mengangkat dan mensyahkan Pengurus Badko dengan tetap memperhatikan Musyawarah daerah.
j. Mensyahkan Pengurus Cabang.
k. Menaikkan dan menurunkan status Cabang berdasarkan evaluasi perkembangan Cabang.
l. Dapat menskorsing, memecat dan merehabilitasi secara langsung terhadap anggota/pengurus.
BAGIAN V
BADAN KOORDINASI
Pasal 23
Status
1. Badko adalah badan pembantu Pengurus Besar.
2. Badko HMI dibentuk untuk mengkoordinir beberapa Cabang.
3. Masa jabatan Pengurus Badko disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar.
Pasal 24
Personalia Pengurus Badko
a. Formasi Pengurus Badko sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.
b. Yang menjadi Pengurus Badko adalah anggota biasa yang pernah menjadi Pengurus Cabang, berprestasi dan minimal telah mengikuti Latihan Kader II.
c. Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif maka dapat dipilih calon-calon Pejabat Ketua Umum oleh Sidang Pleno Badko untuk selanjutnya ditetapkan/disyahkan menjadi Pejabat Ketua Umum oleh Pengurus Besar.
Pasal 25
Tugas dan Wewenang
a. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Besar tentang berbagai masalah organisasi di wilayahnya.
b. Mewakili PB menyelesaikan persoalan intern di wilayah koordinasinya tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan PB.
c. Melaksanakan pelantikan cabang-cabang dalam wilayah koordinasinya.
d. Melaksanakan Sidang Pleno setiap semester kegiatan.sifat organisasi dirumuskan dalam Tafsir Independensi HMI
e. Membantu menyiapkan draft materi kongres.
f. Membimbing, membina, mengkoordinir dan mengawasi kegiatan cabang dalam wilayah koordinasinya.
g. Membentuk dan mensahkan cabang persiapan.
h. Melantik cabang-cabang diwilayah koordinasinya berdasarkan surat keputusan PB HMI
i. Meminta laporan cabang-cabang dalam wilayah koordinasinya.
j. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepengurusan setiap semester kepada PB.
k. Menyelenggarakan Musda selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah kongres.
l. Memberikan laporan kerja kepada Musda.
Pasal 26
Musyawarah Daerah
a. Musyawarah Daerah (Musda) adalah musyawarah utusan cabang-cabang yang ada dalam wilayah koordinasinya.
b. Penyelenggaraan Musda dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah konggres.
c. Apabila ayat (2) tidak terpenuhi, PB segera mengambil inisiatif untuk segera menetapkan Ketua Umum Badko.
d. Kekuasaan dan wewenang Musda adalah menetapkan Program Kerja dan memilih sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang calon Ketua Umum Badko untuk selanjutnya ditetapkan dan disyahkan salah satu diantaranya menjadi Ketua Umum/Formateur Badko HMI oleh PB dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang.
e. Tata Tertib Musda disesuaikan dengan pasal 13 ART.
BAGIAN VI
CABANG
Pasal 27
Status
a. Cabang merupakan suatu kesatuan organisasi yang dibentuk di daerah yang ada perguruan tinggi dan atau lembaga pendidikan lainnya yang sederajat.
b. Masa jabatan Pengurus Cabang adalah satu tahun, terhitung semenjak pelantikan/serah terima jabatan Pengurus Cabang demisioner.
Pasal 28
Personalia Pengurus Cabang
a. Formasi Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.
b. Yang dapat menjadi Pengurus Cabang adalah anggota biasa yang telah mencapai usia keanggotaan satu tahun dan telah mengikuti Latihan Kader II dan diutamakan yang pernah aktif di lembaga kekaryaan, Korkom, dan/atau pernah menjadi Pengurus Komisariat.
c. Apabila Ketua Umum Cabang tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dianglat Pejabat Ketua Umum Cabang oleh Sidang Pleno cabang dan untuk selanjutnya ditetapkan/disyahkan menjadi Pejabat Ketua Umum oleh PB.
d. Ketua Umum Korkom, Rayon, Badan-badan Khusus, dan Ketua Umum Komisariat merupakan anggota Pleno Cabang.
Pasal 29
Tugas dan Wewenang
a. Pengurus Cabang Baru dapat menjalankan tugasnya setelah pelantikan/serah terima jabatan dengan Pengurus Cabang demisioner.
b. Selambat-lambatnya setelah 15 (lima belas) hari setelah konperensi, personalia Pengurus Cabang harus sudah terbentuk, dan Pengurus Cabang demisioner segera mengadakan serah terima jabatan dengan Pengurus Cabang yang baru.
c. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Konperca/Muscab, kebijaksanaan nasional organisasi serta ketentuan-ketentuan lainnya.
d. Membentuk Korkom dan/atau Rayon bila diperlukan.
e. Mengangkat dan mengesahkan Pengurus Korkom dan/atau Rayon.
f. Mengesahkan Pengurus Komisariat dan Badan Khusus.
g. Membantu Pengembangan Lembaga kekaryaan.
h. Melaksanakan Pleno sekurang-kurangnya sekali 4 (empat) bulan atau sekurang-kurangnya 2 (dua) kali selama satu periode.
i. Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada PB dengan tembusan kepada Pengurus Badko.
j. Menyelenggarakan Konperensi/Muscab.
k. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui Konperensi/Muscab.
Pasal 30
Pendirian Cabang
a. Anggota HMI yang ingin mendirikan Cabang Persiapan harus mendapat pengesahan dari Badko yang bersangkutan.
b. Untuk mendirikan Cabang Persiapan harus mengajukan permohonan kepada Badko untuk mendapatkan pengesahan, setelah mempunyai anggota sekurang-kurangnya 100 (seratus) orang.
c. Sekurang-kurangnya setelah setahun berdiri dengan bimbingan dan pengawasan Badko yang bersangkutan, mempunyai minimal 150 (seratus limapuluh) orang anggota biasa, mempunyai 1 (satu) lembaga kekaryaan aktif, mempunyai 1 (satu) lembaga pengelola latihan aktif, Pengurus Cabang Persiapan dapat mengajukan permohonan kepadaPB untuk disahkan sebagai cabang penuh dengan disertai yang rekomendasi Badko yang bersangkutan.
d. Di tempat tertentu di luar negeri Pengurus Besar dapat mendirikan cabang dengan pengecualian ayat 1, 2, dan 3.
e. Untuk mendirikan cabang baru dari satu Cabang Penuh harus mempunyai minimal 150 (seratus lima puluh) orang anggota biasa, sekurang-kurangnya 3(tiga) komisariat penuh, mempunyai 1 (satu) LPL aktif, 1 (satu) lembaga kekaryaan aktif, direkomendasikan oleh konperensi cabang penuh bersangkutan dan tidak berada dalam satu wilayah administrasi tingkat II )kodya/kabupaten) yang sama
BAGIAN VII
RAYON
Pasal 31
Status
a. Rayon merupakan kesatuan organisasi yang dibentuk secara geografis dalam lingkungan satu cabang.
b. Di tempat yang dianggap perlu, Pengurus Cabang dapat membentuk Rayon.
Pasal 32
Personalia Pengurus Rayon
a. Formasi dan masa jabatan Pengurus Rayon disesuikan dengan formasi dan masa jabatan Pengurus Cabang.
b. Ketua Umum Rayon adalah bagian dari Pengurus Cabang.
c. Pengurus Rayon Disyahkan oleh Pengurus Cabang.
d. Yang dapat menjadi Pengurus Rayon adalah anggota biasa yang telah mencapai usia keanggotaan 1 (satu) dan minimal telah mengikuti Latihan Kader II.
e. Apabila Ketua Umum Rayon tidak dapat melaksanakan tugas/non aktif, maka dapat dipilih calon-calon Pejabat Ketua Umum Rayon oleh Rapat Harian Pengurus Rayon untuk selanjutnya ditetapkan dan disahkan menjadi Pejabat Ketua Umum Rayon oleh Pengurus Cabang.
Pasal 33
Tugas dan Wewenang
a. Mengkoordinir anggota HMI yang ada dilingkungannya.
b. Melaksanakan kebijakan Pengurus cabang dalam berbagai masalah organisasi khususnya dharma bakti kemasyarakatan.
c. Kegiatan rayon ditekankan pada masalah dharma bakti kemasyarakatan setempat dan peningkatan kualitas akademis anggota.
d. Menyampaikan laporan kerja 4 (empat) bulan sekali dan laporan kerja kepengurusan kepada pengurus cabang.
e. Melaksanakan keputusan musyawarah rayon.
f. Bertanggungjawab kapada pengurus cabang.
Pasal 34
Musyawarah Rayon
a. Musyawah rayon adalah musyawarah yang diselenggarakan dalam lingkungan rayon yang bersangkutan dan diadakan satu tahun sekali.
b. Kekuasaan dan wewenang musyawarah rayon adalah memilih seorang ketua umum/formatur yang selanjutnya menyusun kepengurusan untuk disahkan serta melakukan program kerja rayon dibidang kemasyarakatan dan kegiatan akademis.
c. Ketua umum rayon ditetapkan oleh pengurus cabang dari calon yang diajukan dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang.
BAGIAN VIII
KOORDINATOR KOMISARIAT
Pasal 35
Status
a. Koordinator komisariat (korkom) adalah badan pembantu pengurus cabang.
b. Pada perguruan tinggi yang dianggap perlu, pengurus cabang dapat membentuk korkom untuk mengkoordinir beberapa komisariat.
c. Masa jabatan pengurus korkom disesuaikan dengan masa jabatan pengurus cabang.
Pasal 36
Personalia Pengurus Korkom
a. Formasi pengurus korkom sekurang-kurangnya terdiri dari ketua umum, sekretaris umum dan bendahara umum.
b. Yang dapat menjadi pengurus korkom adalah anggota biasa yang telah mencapai usia keanggotaannya selama satu tahun, berpretasi dan telah mengikuti latihan kader II serta pernah menjadi pengurus komisariat.
c. Apabila ketua umum korkom tidak dapat menjalankan tugasnya/non aktif maka dapat dipilih calon-calon pejabat ketua umum korkom oleh sidang pleno korkom untuk selanjutnya ditetapkan dan disyahkan pejabat ketua umum korkom oleh pengurus cabang.
Pasal 37
Tugas dan Wewenang
a. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan pengurus cabang tentang berbagai masalah organisasi.
b. Mewakili pengurus cabang dalam menyelesaikan persoalan intern di lingkungannya tanpa meninggalkan keharusan berkonsultasi dengan cabang yang bersangkutan.
c. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan khusus pengurus cabang dalam bidang kemahasiswaan dan perguruan tinggi di wilayah koordinasinya.
d. Melaksanakan berbagai hal yang diputuskan dalam Musyawarah Komisariat.
e. Memberi bimbingan,membina, mengkoordinir dan mengawasi kegiatan-kegiatan komisariat dalam wilayah koordinasinya.
f. Membentuk komisariat persiapan.
g. Meminta laporan komisariat dalam lingkungan koordinasinya
h. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepengurusan setiap 4 (empat) bulan sekali kepada pengurus cabang.
i. Menyelenggarakan musyawarah komisariat selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah konperensi.
j. Memberi laporan kerja dalam Musyawarah Komisariat.
Pasal 38
Musyawarah Komisariat
a. Musyawarah komisariat adalah musyawarah utusan komisariat yang ada dalam wilayah koordinasinya.
b. Penyelenggaraan musyawarah komisariat dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah terbentuknya pengurus cabang.
c. Apabila ayat (2) terpenuhi maka pengurus cabang dapat mengambil inisiatif untuk menetapkan Ketua Umum Korkom atau segera mengambil alih pelaksanaan Musyawarah Komisariat.
d. Kekuasaan dan wewenang Muskom adalah memilih sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang calon Ketua Umum Korkom untuk selanjutnya ditetapkan/disyahkan menjadi Ketua Umum KORKOM oleh Pengurus cabang dengan tetap mamperhatikan aspirasi yang berkembang dan menetapkan program kerja KORKOM.
e. Tata tertib musyawarah komisariat disesuaikan dengan pasal 16 ART HMI.
BAGIAN IX
KOMISARIAT
Pasal 39
Status
a. Komisariat merupakan kesatuan organisasi yang dibentuk pada satu atau beberapa fakultas dalam lingkungan satu universitas atau perguruan tinggi.
b. Masa jabatan pengurus komisariat adalah satu tahun, terhitung sejak pelantikan /serah terima jabatan dari pengurus komisariat demisioner.
c. Setelah satu tahun berdirinya dengan bimbingan dan pengawasan dari Korkom yang bersangkutan serta syarat-syarat berdirinya komisariat penuh telah terpenuhi, maka dapat mengajukan permohonan kepada pengurus cabang untuk disahkan menjadi komisariat penuh dengan rekomendasi korkom.
d. Dalam hal lain tidak ada Korkom, pengajuan komisariat langsung kepada pengurus cabang.
Pasal 40
Personalia pengurus komisariat
a. Formasi pengurus komisariat sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
b. Pengurus komisariat disyahkan oleh pengurus cabang.
c. Yang dapat menjadi pengurus komisariat adalah anggota biasa yang telah mencapai usia keanggotaan selama satu tahun dan telah mengikuti latihan kader I.
d. Apabila Ketua Umum komisariat tidak dapat melaksanakan tugasnya/non aktif, maka dapat diangkat pejabat Ketua Umum komisariat oleh rapat harian Pengurus komisariat untuk selanjutnya ditetapkan dan disyahkan Pejabat Ketua Umum komisariat oleh pengurus cabang.
Pasal 41
Tugas dan Wewenang
a. Melaksanakan hasil-hasil keputusan RAK, kebijakan organisasi ditingkat Cabang dan Nasional serta ketentuan organisasi lainnya.
b. Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 3 (tiga) bulan sekali serta laporan kerja kepengurusan kepada pengurus Cabang dengan tembusan kepada pengurus Korkom
c. Pengurus Komisariat bertanggung jawab kepada RAK
d. Pengurus Komisariat baru dapat menjalankan tugasnya setelah pelantikan/serah terima jabatan pengurus komisariat demisioner
e. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah RAK personalia pengurus komisariat demisioner segera mengadakan serah terima jabatan dengan pengurus komisariat yang baru.
Pasal 42
Pendirian komisariat
a. Anggota yang akan mendirikan komisariat persiapan harus mengajukan permohonan kepada korkom untuk mendapat persetujuan.
b. Untuk mendirikan komisariat persiapan harus mengajukan persetujuan kepada korkom untuk mendapat pengesahan ,setelah mempunyai anggota biasa sekurang-kurangnya 25(dua puluh lima) orang.
c. Sekurang-kurangnya setelah satu tahun berdiri dan mempunyai 50(lima puluh)anggota biasa, mendapat bimbingan dan pengawasan dari korkom yang bersangkutan ,Pengurus Komisariat persiapan dapat mengajukan permohonan kepada Pengurus Cabang untuk disahkan sebagai Komisariat Penuh dengan disertai rekomendasi Korkom yang bersangkutan.
d. Dalam hal tidak ada Korkom, pengajuan pendirian Komisariat langsung kepada Pengurus Cabang.
C. MAJELIS KONSULTANSI
BAGIAN X
MAJELIS PEKERJA KONGRES (MPK)
Pasal 43
Penurunan dan Pembubaran Komisariat
a. Status komisariat dapat diturunkan dari komisariat penuh ke komisariat persiapan apabila:
• Dalam 1 (satu) periode kepengurusan tidak melaksanakan RAK selambat-lambatnya 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
• Tidak melaksanakan rapat harian/presidium minimal 10 (sepuluh) kali selama dua periode kepengurusan
b. Apabila komisariat yang sudah diturunkan statusnya tidak mampu menaikkan status komisariatnya menjadi komisariat penuhnya dalam waktu 2 (dua) tahun, maka komisariat yang bersangkutan dinyatakan bubar.
Pasal 44
Status, Keanggotaan dan Masa Jabatan
a. Anggota MPK adalah anggota HMI yang memiliki kapasitas intelektual dan pengalaman organisasi, untuk satu periode kepengurusan, serta tidak dapat dipilih untuk yang kedua kalinya.
b. Anggota sidang MPK terdiri dari anggota pleno PB HMI dan 27 ( dua puluh tujuh ) orang anggota MPK.
c. Anggota MPK terdiri dari PB HMI sebelumnya dan perwakilan Badko HMI dengan ketentuan Badko yang mengkoordinir 10 HMI Cabang atau lebih diwakili 2 (dua ) orang anggota.
d. Masa jabatan MPK disesuaikan dengan masa jabatan PB.
PASAL 44
Tugas MPK
a. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan kongres yang dijalankan pengurus Besar.
b. Memberikan usul-usul kepada Pengurus Besar untuk melancarkan pelaksanaan ketetapan-ketetapan kongres baik diminta atau tidak diminta.
c. Menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan ketetapan-ketetapan kongres.
d. Menyampaikan draft materi kongres.
PASAL 45
Tata Tertib Pemilihan
a. Anggota MPK sebesar 27 (dua puluh tujuh) orang ditetapkan oleh Sidang Pleno I PB HMI berdasarkan calon yang diusulkan oleh Cabang dan dipilih oleh kongres.
b. Jumlah calon yang diajukan dalam ayat (a) adalah 2 x 27 orang.
c. pemilihan calon-calon anggota MPK dilaksanakan setelah pemilihan Ketua Umum/Formateur dan mede formateur PB HMI.
d. Bila kemudian ternyata ada calon-calon MPK dipilih sebagai PB HMI, maka keanggotaannya gugur dan diganti oleh urutan berikutnya yang dipilih oleh kongres.
PASAL 46
Persidangan MPK
a. Pimpinan sidang MPK dipilih dalam sidang MPK.
b. Sidang MPK sekurang-kurang 4 (empat) kali bersidang dalam satu periode.
c. Koordinasi MPK dipilih dari anggota MPK dan ditetapkan dalam sidang MPK.
d. Sebelum Koordinasi MPK terpilih, Sidang MPK pertama dipimpin oleh PB HMI.
e. Apabila telah melewati 6(enam) bulan PB belum menyelenggarakan sidang MPK pertama, maka MPK dapat berinisiatif mengadakan sidang MPK pertama atas persetujuan lebih dari separuh jumlah anggota MPK.
PASAL 47
Tata Kerja MPK
a. Tata kerja MPK diselenggarakan oleh koordinator MPK bersama anggota MPK lainnya.
b. MPK terdiri dari komisi-komisi yang disesuaikan dengan pembidangan kerja PB HMI
c. Masing-masing komisi dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPK.
PASAL 48
Status, Keanggotaan, dan Masa Jabatan
a. Majelis pekerja Konperensi Cabang ( MPKC ) adalah badan konsultasi dan pengawas pelaksanaan ketetapan konperensi Cabang.
b. Anggota MPKC adalah anggota HMI/alumni HMI yang memiliki kapasitas intelektual dan pengalaman organisasi, untuk satu periode kepengurusan, serta tidak dapat dipilih untuk yang kedua kalinya.
c. Anggota sidang MPKC terdiri anggota Pleno Pengurus Cabang dan 15 ( lima belas ) orang anggota MPKC.
d. Masa jabatan MPKC disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Cabang.
BAGIAN XI
MAJELIS PEKERJA KONPERENSI CABANG (MPKC)
PASAL 49
Tugas MPKC
a. Mengawasi pelaksanaan ketetapan-ketetapan konferca yang dijalankan oleh Pengurus cabang.
b. Memberikan Usul-usul/saran kepada pengurus cabang untuk melancarkan pelaksanaan ketetapan konfercab baik diminta atau tidak diminta.
c. Menyampaikan hasil-hasil pengawasan pelaksanaan ketetapan konfercab.
d. Menyiapkan draft materi konfercab.
PASAL 50
Tata Tertib Pemilihan Anggota MPKC
a. Anggota MPKC sebanyak-banyaknya 15 orang ditetapkan oleh Sidang Pleno I Pengurus cabang berdasarkan calon yang diusulkan dan dipilih oleh konfercab.
b. Jumlah calon yang diajukam adalah 2 x 15 orang.
c. Pemilihan calon-calon anggota MPKC dilaksanakan serta pemilihan Ketua Umum/Formateur dan Mede Formateur pengurus cabang.
d. Bila kemudian ternyata ada calon anggota MPKC dipilih sebagai Pengurus Cabang maka keanggotaannya gugur dan diganti oleh urutan berikutnya yang telah dipilih oleh konfercab.
Pasal 51
Persidangan MPKC
a. Pimpinan sidang MPKC dipilih dalam sidang MPKC.
b. Sidang MPKC sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali bersidang dalam satu periode.
c. Koordinator MPKC dipilih dari anggota MPKC dan ditetapkan dalam sidang MPKC.
d. Sebelum koordinator MPKC terpilih, sidang MPKC pertama dipimpin oleh pengurus cabang.
e. Apabila telsh melewati 4 (empat) bulan pengurus cabang belum menyelenggarakan sidang MPKC pertama, maka MPKC dapat berinisiatif mengadakan sidang MPKC pertama atas persetujuan lebih dari separuh jumlah anggota MPKC.
Pasal 52
Tata Kerja MPKC
a. Tata kerja MPKC diselenggarakan oleh koordinator MPKC bersama anggota MPKC lainnya.
b. MPKC terdiri dari komisi-komisi yang disesuaikan dengan pembidangan kerja pengurus cabang.
c. Masing-masing komisi dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPKC.
BAGIAN XI
MAJELIS PEKERJA RAPAT ANGGOTA KOMISARIAT
Pasal 53
Status, Keanggotaan dan Masa Jabatan
a. Majelis Pekerja Rapat Anggota (MPRAK) adalah badan konsultasi dan pengawas pelaksanaan ketetapan Rapat Anggota Komisariat.
b. Anggota MPRAK adalah anggota HMI/alumni HMI yang memiliki kapasitas intelektual dan pengalaman organisasi, untuk satu periode kepengurusan, serta tidak dapat dipilih untuk yang kedua kalinya.
c. Anggota sidang MPRAK terdiri dari anggota Rapat harian pengurus komisariat dan 7 (tujuh) orang anggota MPRAK.
d. Masa jabatan MPRAK disesuaikan dengan masa jabatan pengurus komisariat.
Pasal 54
Tugas Sidang MPRAK
a. Mengawasi pelaksanaan ketetapan-ketetapan RAK yang dijalankan oleh pengurus komisariat.
b. Memberikan usul-usul/saran kepada pengurus komisariat untuk melancarkan pelaksanaan ketetapan RAK baik diminta atau tidak diminta.
c. Menyiapkan draft materi RAK.
Pasal 55
Tata Tertib Pemilihan Anggota MPRAK
a. Anggota MPRAK sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang ditetapkan oleh rapat harian pengurus komisariat berdasarkan calon yang diusulkan dan dipilih oleh RAK.
b. Jumlah calon yang diajukan adalah 2 x 7 orang.
c. Pemilihan calon-calon anggota MPRAK dilaksanakan setelah pemilihan Ketua Umum/Formateur dan Mide Formateur pengurus komisariat.
d. Bila kemudian ternyata ada calon anggota MPRAK dipilih sebagai Pengurus komisariat maka keanggotaanya gugur dan diganti oleh urutan berikutnya yang telah dipilih oleh RAK.
Pasal 56
Persidangan MPRAK
a. Pimpinan sidang MPRAK dipilih dalam sidang MPRAK.
b. Sidang MPRAK sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali bersidang dalam satu periode.
c. Koordinator MPRAK dipilih dari anggota MPRAK dan ditetapkan dalam sidang MPRAK.
d. Sebelum koordinator MPRAK terpilih, Sidang MPRAK pertama dipimpin oleh pengurus komisariat.
e. Apabila telah melewati 4 (empat) bulan pengurus komisariat belum menyelenggarakan sidang MPRAK pertama, maka MRAK dapat berinisiatif mengadakan sidang MPRAK pertama atas persetujuan lebih dari separuh jumlah anggota MPRAK.
Pasal 57
Tugas Kerja MPRAK
a. Tata kerja MPRAK diselenggarkan oleh koordinator MPRAK bersama anggota MPRAK lainnya.
b. MPRAK terdiri dari komisi-komisi yang disesuaikan dengan pembidangan kerja pengurus komisariat.
c. Masing-masing komisi dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPRAK.
D. BADAN-BADAN KHUSUS
Pasal 58
Status Badan Khusus
a. Badan khusus terdiri dari Korps HMI-wati, Lembaga Kekaryaan, Lembaga Pengelola Latihan, dan Badan Khusus lainnya.
b. Badan Khusus adalah pembantu pimpinan yang dibentuk oleh pimpinan HMI.
c. Di tingkat Pengurus Besar dibentuk badan Koordinasi Nasional (BAKORNAS) Lembaga Kekaryaan, BAKORNAS LPL, dan KOHATI PB HMI ; di tingkat BADKO dibentuk KOHATI BADKO ; di tingkat Cabang dibentuk Lembaga Kekaryaan, Lembaga Pengelola Latihan dan KOHATI Cabang ; di tingkat Komisariat dibentuk KOHATI Komisariat.
d. Lembaga-Lembaga Kekaryaan terdiri dari :
• Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
• Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
• Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
• Lembaga Tehnologi Mahasiswa Islam (LTMI)
• Lembaga Da'wah Mahasiswa Islam (LDMI)
• Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
• Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
• Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam
(LKBHMI)
• Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
• Lembaga Lingkungan Hidup Mahasiswa Islam (LHMI)
Pasal 59
Tugas dan Kewajiban
a. Badan-badan khusus HMI bertugas melaksanakan program dan kewajiban-kewajiban HMI sesuai dengan fungsi dan peran bidang masing-masing.
b. Pengurus badan khusus HMI mempunyai tugaas untuk meningkatkan keahlian para anggota melalui pendidikan, penelitian dan latihan kerja praktis dalam bentuk profesionalisasi anggota dan dharma bakti kemasyarakatan.
c. Lembaga Pengelola latihan mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan perkaderan.
d. KOHATI membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam bidang peranan wanita.
e. Badan-badan khusus bertanggung jawab kepada pengurus HMI setempat.
Pasal 60
Personalia Badan-Badan Khusus
a. Formasi Pengurus Lembaga Kekaryaan sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.
b. Pengurus badan Khusus disahkan oleh instansi HMI setingkat.
c. Masa jabatan Pengurus Badan Khusus disesuaikan dengan instansi setingkat.
d. Yang dapat menjadi pengurus badan khusus adalah anggota biasa.
e. Apabila Ketua Umum badan khusus tidak dapat menjalankan tugasnya/non aktif, maka dapat dipilih calon-calon Pejabat Ketua Umum Badan Khusus oleh Sidang Pleno Badan Khusus untuk ditetapkan oleh instansi HMI setingkat
Pasal 61
Musyawarah Badan Khusus
a. Musyawarah badan khusus merupakan rapat kerja yang menjabarkan program-program HMI di bidang khusus yang telah ditetapkan oleh instansi HMI setingkat.
b. Musyawarah badan khusus memilih sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang calon Ketua Umum untuk ditetapkan salah satu diantaranya oleh pimpinan HMI setingkat.
c. Tata tertib musyawarah badan khusus diatur dalam ketentuan sendiri.
Pasal 62
Hal-hal lain yang menyangkut peraturan lembaga kekaryaan, Korps HMI-Wati (KOHATI) dan Lembaga Pengelola latihan diatur dalam pedoman tersendiri.

E. ALUMNI HMI
Pasal 63
a. Alumni HMI adalah anggota HMI yang telah habis masa keanggotaannya.
b. HMI dan Alumni HMI memiliki hubungan historis, aspiratif dan bersifat kekeluargaan.
F. KEUANGAN
Pasal 64
a. Besarnya uang pangkal ditetapkan oleh pengurus cabang.
b. 25 persen dari jumlah penerimaan iuran anggota komisariat diserahkan kepada pengurus cabang
BAB IV
LAGU DAN LAMBANG
Pasal 65
Lagu, lambang dan atribut-atribut organisasi lainnya diatur dan ditetapkan oleh kongres.

BAB V
PERUBAHAN AD/ART
Pasal 66
a. Perubahan AD/ART hanya dilakukan oleh Kongres.
b. Rencana perubahan AD/ART disampaikan kepada Cabang-cabang selambat-lambatnya sebulan sebelum kongres.
BAB VI
PEMBUBARAN
Pasal 67
Pembubaran HMI hanya dapat dilaksanakan oleh Kongres

Pasal 68
Keputusan pembubaran HMI sekurang-kurangnya harus disetujui oleh 2/3 peserta Kongres.
Pasal 69
Harta benda HMI sesudah dibubarkan harus diserahkan kepada Yayasan Amal Islam.

BAB VII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 70
Setiap anggota HMI dianggap telah mengetahui isi AD/ART ini setelah ditetapkan.
Pasal 71
Semua Badan/Instansi dan Lembaga-lembaga yang menggunakan nama/atribut HMI diatur dan ditetapkan oleh Kongres.

Pasal 72
Setiap anggota HMI harus mentaati AD/ART ini dan barang siapa melanggarnya akan dikenakan sanksi-sanksi organisasi sebagaimana yang diatur dalam ketentuan sendiri.







Lambang seperti tampak pada gambar di sebelah kiri Anda mempunyai makna sebagai berikut.
1. Bentuk huruf alif: sebagai huruf hidup, melambangkan rasa optimisme bagi kelangsungan hidup HMI pada masa depan;
2. Huruf alif merupakan angka 1 (satu): simbol kehidupan ber-Tauhid (perasaan ber-Ketuhanan, sebagai dasar / dan semangat HMI;
3. Bentuk perisai: lambang kepeloporan HMI;
4. Bentuk jantung: sebagai pusat kehidupan manusia, melambangkan fungsi perkaderan HMI;
5. Bentuk pena: melambangkan HMI organisasi mahasiswa yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;
6. Gambar bulan bintang: lambang kejayaan umat Islam seluruh dunia;
7. Warna hijau: lambang keimanan, keislaman, dan kemakmuran;
8. Lambang hitam: lambang ilmu pengetahuan;
9. Keseimbangan warna hijau dan hitam: lambang keseimbangan, esensi, dan kepribadian HMI;
10. Warna putih: lambang kemurnian dan kesucian perjuangan HMI.
11. Puncak tiga: lambang Iman, Islam, dan Ikhsan, serta wujud keterpaduan antara iman, ilmu, dan amal; dan
12. Tulisan HMI: singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam.

A. PENDAHULUAN
Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase/saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan. Masa/fase pembentukan dari pengembangan bagi manusia terutama dalam masa remaja atau generasi muda.
Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan dengan baik apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.
Atas dasar keyakinan itu, maka HMI sebagai organisasi mahasiswa harus pula bersifat independen. Penegasan ini dirumuskan dalam pasal 7 AD HMI yang mengemukakan secara tersurat bahwa "HMI adalah organisasi yang bersifat independen"sifat dan watak independen bagi HMI adalah merupakan hak azasi yang pertama.
Untuk lebih memahani esensi independen HMI, maka harus juga ditinjau secara psichologis keberadaan pemuda mahasiswa islam yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam yakni dengan memahami status dan fungsi dari HMI.
B. STATUS DAN FUNGSI HMI
Status HMI sebagai organisasi mahasiswa memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Dan spesialisasi tugas inilah yang disebut fungsi HMI. Kalau tujuan menujukan dunia cita yang harus diwujudkan maka fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau kegiatan (aktifitas) dalam mewujudkan (final gool). Dalam melaksanakan spesialisasi tugas tersebut, karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat serta watak mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang benar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai "kekuatan moral"atau moral force yang senantiasa melaksanakan fungsi "sosial control". Untuk itulah maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Dalam rangka penghikmatan terhadap spesialisasi kemahasiswaan ini, akan dalam dinamikanya HMI harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.

Mahasiswa, setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat. Karenanya kelompok mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat atau "agen of social change". Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut di atas adalah merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan diri untuk menerima estafet pimpinan bangsa dan generasi sebelumnya pada saat yang akan datang.

Oleh sebab itu, fungsi kaderisasi mahasiswa sebenarnya merupakan fungsi yang paling pokok. Sebagai generasi yang harus melaksanakan fungsi kaderisasi demi perwujudan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat, bangsa dan negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus senantiasa memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai "duta-duta pembaharuan sosial" dalam pengertian harus menghendaki perubahan yang terus menerus ke arah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran. Oleh sebab itu mereka selalu mencari kebenaran dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan melalui pembuktian di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran demi mewujudkan beradaban bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara maka setiap kadernya harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.
Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas mewarnai dan memberi ciri HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat independen. Status yang demikian telah memberi petunjuk akan spesialisasi yang harus dilaksanakan oleh HMI. Spesialisasi tersebut memberikan ketegasan agar HMI dapat melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kader, melalui aktifitas fungsi kekaderan. Segala aktifitas HMI harus dapat membentuk kader yang berkualitas dan komit dengan nilai-nilai kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah organisasi kader yang mendorong dan memberikan kesempatan berkembang pada anggota-anggotanya demi memiliki kualitas seperti ini agar dengan kualitas dan karakter pribadi yang cenderung pada kebenaran (Hanief) maka setiap kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam melaksanakan pembaktiannya bagi kehidupan bangsa dan negaranya.
C. SIFAT INDEPENDEN HMI
Watak independen HMI adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI. Implementasinya harus terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola pikir dan pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun dalam melaksanakan "Hakekat dan Mission" organisasi HMI dalam kiprah hidup berorganisasi bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Watak independen HMI yang tercermin secara etis dalam pola pikir pola sikap dan pola laku setiap kader HMI akan membentuk "Independensi etis HMI", sementara watak independen HMI yang teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI akan membentuk "Independensi organisatoris HMI".
Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH SUBHANAHU WATA'ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan berprilaku baik "habluminallah" maupun dalam "habluminannas" hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran.
Aplikasi dari dinamika berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap yang :
Cenderung kepada kebenaran (hanif)
Bebas terbuka dan merdeka
Obyektif rasional dan kritis
Progresif dan dinamis
Demokratis, jujur, dan adil
Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI, baik dalam kehidupan intern organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta teguh kepada prinsip-prinsip kebenaran dan objektifitas.
Dalam melaksanakan dinamika organisasi, HMI secara organisatoris tidak pernah "commited" dengan kepentingan pihak manapun ataupun kelompok dan golongan maupun, melainkan tunduk dan terikat kepada kepentingan kebenaran, objektivitas, kejujuran, dan keadilan.
Agar secara organisatoris HMI dapat melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip independensi organisatorisnya, maka HMI dituntut untuk mengembangkan "kepemimpinan kuantitatif" serta berjiwa independen sehingga perkembangan, pertumbuhan dan kebijaksanaan organisasi mampu diemban selaras dengan hakikat independensi HMI. Untuk itu HMI harus mampu menciptakan kondisi yang baik dan mantap bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas-kualitas kader HMI. Dalam rangka menjalin tegaknya "prinsip-prinsip independensi HMI" maka implementasi independensi HMI kepada anggota adalah sebagai berikut :
Anggota-anggota HMI terutama aktifitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan HMI. Oleh karena itu, tidak diperkenankan anggota HMI melakukan kegiatan-kegiatan dengan membawa organisasi atas kehendak pihak luar mana pun juga. Mereka tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan pihak luar HMI selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.
Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang menruskan dan mengembangkan watak independensi etis dimanapun mereka berada dan berfungsi sesuai dengan minat dan potensi dalam rangka membawa hakikat dan mission HMI. Dan menganjurkan serta mendorong alumni untuk menyalurkan aspirasi kualitatifnya secara tepat dan melalui semua jalur pembaktian baik jalur organisasi profesional kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah aspirasi poilitik lembaga pemerintahan ataupun jalur-jalur lainnya yang semata-mata hanya karena hak dan tanggung jawabnya dalam rangka merealisir kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam menjalankan garis independen HMI dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pertimbangan HMI semata-mata adalah untuk memelihara mengembangkan anggota serta peranan HMI dalam rangka ikut bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Karenanya menjadi dasar dan kriteria setiap sikap HMI semata-mata adalah kepentingan nasional bukan kepentingan golongan atau partai dan pihak penguasa sekalipun. Bersikap independen berarti sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko. Ini adalah suatu konsekuensi atau sikap pemuda. Mahasiswa yang kritis terhadap masa kini dan kemampuan dirinya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa dan negara.
D. PERANAN INDEPENDENSI HMI DI MASA MENDATANG
Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir tujuan, bahwa investasi manusia kemudian akan dihasilkan HMI adalah manusia yang berkualitas ilmu dan iman yang mampu melaksanakan tugas-tugas manusia yang akan menjamin adanya suatu kehidupan yang sejahtera material dan spiritual adil makmur serta bahagia.
Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan terbinanya manusia yang berilmu, beriman dan berperikemanusiaan seperti tersebut di atas maka setiap anggota HMI dimasa datang akan menduduki jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.
Oleh karena itu hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan perannya dimasa kini dan masa mendatang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.
Dengan sifat dan garis independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.




A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan denga insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.


Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan teratur secara harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya. Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu. Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban, kemanusiaan menuju kebenaran.
Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah.
Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief).
"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangatmencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (widom, hikmah).
Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri,menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.
C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus. Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat pertanggung jawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan takdir. 3) jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya?
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu.
D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah. Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran. Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME. Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan.
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harafiah: pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman. Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradabannya.
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya. Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan.
Demikian pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan jiran atau diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap yang adil kepada manusia.
E. INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda.
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggota saja. Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya. Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu. Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang, kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat yang bahagia.
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif, tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia.
Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia mendekati tujuan. Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang.
F. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat. Siapakah yang harus menegakkan keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan.
Kualitas yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME.
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menag terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat.
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat. Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinue, sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan.
Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin.
Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, diman penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif. Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya.
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas.
G. KEMAJUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada kemmanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh
1). Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia ?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak (Tuhan).
2). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan.
3). Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner.
4). Dia menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri.
5). Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa.
6). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi.
7).Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio.
8). Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap.
9). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang daripadanya dengan menuruti hawa nafsu.
10). Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang.
11). Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan.
H. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb :
Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.
Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman, berilmu, dan beramal.