Jumat, April 30, 2021

HUKUM MENGUMANDANGKAN "ASHALLATU JAA'MI'AH" SEBELUM SHALAT TARAWIH APAKAH ADA DALILNYA?

 HUKUM MENGUMANDANGKAN "ASHALLATU JAA'MI'AH" SEBELUM SHALAT TARAWIH APAKAH ADA DALILNYA?


Oleh: TGH. DR. Miftah el-Banjary, MA

==============================


Mengawali shalat tarawih, seringkali bilal mengumandangkan lafadz semacam ini:


الصَّلاَةُ جَامِعَة.. الصَّلاَةُ جَامِعَة

الصَّلاَةَ التَّراَوِيْحِ رَحِمَكُمُ اللهُ 


"Ashalatu Jaami'ah.. Ashalatu Jaami'ah..

Asshalatu Tarawihi rahimakumullah.."


Darimana dasar dalilnya?


Jawab:


Dalilnya Qiyas!!


Di dalam kitab "القياس في العبادة" karya Syekh Rami bin Muhammad Jibrin Salhab halaman 175 dijelaskan bahwa hal tersebut merupakan hasil dari metodologi al-Qiyas dari hadits Nabi Saw.


Nabi Saw ketika menyeru orang-orang untuk shalat sunnah, seperti shalat Khusuf, beliau menyeru dan mengumandangkan lafadz demikian:


الصَّلاَةُ جَامِعَة.. الصَّلاَةُ جَامِعَة


Hal tersebut mendasari para ulama juga menerapkan dalam memulai pelaksanaan shalat tarawih ketika orang-orang sudah berkumpul untuk melaksanakannya.


Jadi, ungkapan "Ashalatu Jaami'ah.. Ashalatu Jaami'ah" jelas bukan Bid'ah ya bagi orang yang paham Ushul Fiqh, sebab hal tersebut pernah diucapkan dan diamalkan oleh Nabi Saw dalam konteks shalat sunnah yang lain. 


Dan mengambil contoh Nabi dalam konteks yang serupa namanya Qiyas dan para ulama mazhab menyepakatinya sebagai dasar hukum syariat, baik dalam penerapan hukum ibadah maupun hukum muamalah.


Bagi yang tidak memahami landasan dasar hukum Fiqh, dipahaminya apa yang tidak pernah ada di masa Nabi Saw merupakan Bid'ah, padahal dia lupa bahwa para imam mazhab sepakat menjadikan landasan hukum Islam itu berdasar pada 4 komponen: 

[1] al-Qur'an [2] Hadits [3] Qiyas [4] Ijma'


Jadi, tidak semua yang tidak ada di zaman Nabi Saw dapat serta merta dihukumkan Bid'ah, bukan? 


Sebab, jika semua hukum didasarkan pada apa yang pernah dan tidak pernah dilakukan Nabi, toh Ilmu Fiqh dan Tauhid pun belum dikenal istilah keilmuannya di masa Nabi bukan?!


Wallahu 'alam..

Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian

 Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,


تواضعوا لمن تعلمون منه


“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.


"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rohmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS al-Ahzab [33] : 21)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ


“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (HR. al-Bukhari, 3651; Muslim, 2533)

 Demi Allah tidak akan mulia pelaku kebatilan sedikitpun meski rembulan terbit dari keningnya .... 


Dan tidak akan hina pelaku kebenaran sedikitpun walau seluruh alam bertepuk menyorakinya ... 


(Al-Bidayah wa An-Nihayah - Imam Ibnu Katsir)

Man ana man ana, man ana laulaakum

Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian

Kaifa maa hubbukum kaifaa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian

Maa siwaaya wa laa ghoirokum siwaakum
Tiada selain ku juga tiada selainnya terkecuali engkau

Laa wa man fiil mahabbah ‘alayya wulaakum
Tiada siapapun dalam cinta selain engkau dalam hatiku

Antum antum muroodii wa antum qoshdii Laisa ahadun fiil mahabbati siwaakum ‘indii
Kalianlah, kalianlah dambaanku dan yang kuinginkan

Man ana man ana, man ana laulaakum
Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian

Man ana man ana, man ana laulaakum
Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian

Kullamaa zaadanii fii hawaakum wajdii
Setiap kali bertambah cinta dan rindu padamu

Qultu yaa saadatii muhjatii tafdaakum
Maka berkata hatiku wahai tuanku semangatku telah siap menjadi tumbal keselamatan dirimu

Lau qotho’tum wariidii bihaddi maadlii
Jika engkau menyembelih urat nadiku dengan pisau berkilau tajam

Qultu wallaahi ana fii hawaakum roodlii
Kukatakan demi Allah aku rela gembira demi cintaku padamu

Man ana man ana, man ana laulaakum
Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian

Man ana man ana, man ana laulaakum
Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian

Man ana man ana, man ana laulaakum
Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Bagaimana aku tidak cinta kepada kalian dan bagaimana aku tidak menginginkan bersama kalian