Minggu, September 02, 2018

MANAQIB ABAH KH. MAHFUDZ AMIN, MUASSIS DAN PENGASUH PERTAMA PONDOK PESANTREN IBNUL AMIN PAMANGKIH

MANAQIB ABAH KH. MAHFUDZ AMIN, MUASSIS DAN PENGASUH PERTAMA PONDOK PESANTREN IBNUL AMIN PAMANGKIH

الحمد لله العلى الأعلى الذى خلق الموت والحياة ليـبلوكم ايكم احسن عملا, وحكم على خلقه بالبعـث والفصل الى دار القضآء لتجزى كل نفس بما تسعى. اشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له شهادة عبد معترف بأن ليس للإنسان الا ما سعى, واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله ونبيه المقـتـفى, اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه والتابعين وتابعهم الى يوم الجزاء. Manaqib / Riwayat hidup Ayahnda KH. Mahfuz Amin dari kumpulan kebaikan dan perjuangan beliau, untuk selanjutnya mudah - mudahan dapat kita teladani kebaikannya, kita jaga apa yang telah ditinggalkannya dan kita teruskan perjuangannya sampai kapan pun. Amin. KH. Mahfuz Amin bin Tuan Guru HM. Ramli bin Tuan Guru H. Muhammad Amin adalah putra pertama dari sembilan bersaudara, pasangan Tuan Guru HM. Ramli dan Hj. Sabariah. Beliau dilahirkan di Pamangkih pada malam selasa tanggal 23 rajab 1332 H bertepatan tahun 1914 M di rumah orang tuanya. Beliau diasuh dan dibesarkan di bawah pengawasannya sehingga menjadi orang yang mulia dan berjasa. {Pendidikan Beliau} Almarhum pertama kali dididik dan dibesarkan di tengah – tengah keluarga yang taat beragama, sebab orang tua beliau yang bernama H. Muhammad Ramli adalah ulama berpengaruh dan dikenal mempunyai ilmu agama yang dalam. Tidak heran kalau di Pamangkih, orang tua dari Tuan Guru HM. Ramli yaitu Tuan Guru HM Amin dikenal dengan sebutan Tuan Guru Besar, sedangkan Tuan Guru HM Ramli dikenal dengan Tuan Guru Tuha, karena di tangan beliulah kata putus dalam berbagai persoalan, baik yang menyangkut bidang agama maupun problem sosial kemasyarakatan lainya. Dalam usia 6 tahun, almarhum sudah selesai belajar Al Qur’an tahap pertama, di bawah pengajaran langsung orang tua beliau. Pendidikan formal beliau tempuh setingkat Sekolah Dasar selama tiga tahun di Pamangkih yang kemudian dilanjutkan setingkat selama dua tahun di Desa Banua Kupang. Selain itu beliau tidak pernah belajar di sekolah formal lainnya. Untuk selanjutnya beliau menempuh pendidikan non formal berupa pengajian agama yang diberikan oleh orang tua beliau sendiri di samping mengikuti pengajian-pengajian yang ada di Desa Pamangkih. Selain itu beliau juga belajar dengan beberapa Tuan Guru yang ada di Desa Negara Kab. Hulu Sungai Selatan. {Berangkat ke Tanah Suci} Pada tahun 1938 M, saat berusia 24 tahun sesudah beliau menikah dengan seorang perempuan yang bernama Saudah, puteri dari tuan guru H.M Arsyad di Desa Kali Baru Kec. Batu Benawa Kab. HST. Pada tahun itulah oleh mertua beliau, Mahfudz Amin beserta isteri diberangkatkan ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji seraya memperdalam ilmu pengetahuan agama. Karena mertua beliau menilai bahwa Mahfud Amin mempunyai cita cita yang tinggi dalam li i’lai Kalimatillah, bahkan pada waktu itu Mahfuz Amin dapat menjawab satu pertanyan dari beliau yang sebelumnya pertanyaan itu oleh mertua beliau tidak ditemukan jawabannya. Akan tetapi ketika pertanyaan itu dilontarkan kepada Mahfudz Amin, beliau pun mendapatkan jawaban yang benar benar cukup dan memuaskan. Adapun guru - guru beliau selama di Makkah adalah العالم العلامة الشيخ محمد ياسين بن عيسى الفادانى العالم العلامة الشيخ عبد القادر بن عبد المطلب المندلى العالم العلامة الشيخ ابو بكر بن سليمان جكرتا العالم العلامة الشيخ محمد احيد بن ادريس البغورى العالم العلامة الشيخ عبد الخالق فيراك ملزيا العالم العلامة الشيخ السيد علوى بن عباس الملكى العالم العلامة الشيخ السيد محمد أمين الكتبى العالم العلامة الشيخ حسن محمد المشاط العالم العلامة الشيخ مختار امفانن العالم العلامة الشيخ عبد الجليل المقدسي العالم العلامة الشيخ أنع شعرانى بن محمد عارف البنجرى العالم العلامة الشيخ نوح كلانتان ملزيا العالم العلامة الشيخ عبد الرحيم كلانتان ملزيا Dan yang lain-lainnya yang tidak disebutkan disini. {Kembali ke Kampung Halaman} Setelah tiga tahun menimba ilmu pengetahuan di tanah suci, beliau pulang ke tanah air dan tepat pada tanggal 8 Oktober 1941 tiba kembali di kampung kelahirannya. Sejak saat itu beliau mulai mengajar agama sambil terus belajar di samping aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. {Membangun Pesantren} Setelah hampir 20 tahun berkecimpung di masyarakat, bermacam pengetahuan dan pengalaman telah diperoleh, pahit manisnya kehidupan telah dilalui, namun cita-cita ingin menyebarkan dan meninggikan agama Allah tidak pernah padam. Hingga pada saatnya pada tahun 1958, fajar cita-cita yang diidamkan mulai terbit bersinar di Desa Pamangkih. Lembaran-lembaran kitab kuning yang mulai sirna kembali cerah dengan berdirinya sebuah Pondok Pesantren yang bernama “Ibnul Amin”. Nama ini diambil dari nama kakek beliau yang bernama Tuan Guru H.M Amin. Disamping sebagai tafaulan ( kesan yang baik ) dari makna Al Amin itu sendiri yaitu jujur dan dipercaya, dengan harapan mudah mudahan generasi yang dididik di Ibnul Amin menjadi generasi yang jujur dan dipercaya. Ada beberapa hal yang mendorong KH. Mahfuz Amin membangun Pondok Pesantren ini, diantaranya dorongan moral dari orang tua beliau sendiri ( Tuan Guru H.M. Ramli ) di mana kata beliau kepada anak Mahfuz Amin “Ikam di dalam menghadapi pelajaran agama apalagi kuncut pada aku, sama aku haja jangan. Ikam harus bafikir bagaimana caranya agar pelajaran agama lebih maju dari pada yang sudah ada sekarang ini.” Yang kedua, wasiat dari guru beliau yaitu KH. Abu Bakar bin Sulaiman Tambun Jakarta pada ketika berkunjung dan bersilaturrahmi ke Desa Pamangkih dan beliau melihat masih banyak lahan yang kosong, maka dengan tegas KH. Abu Bakar bin Sulaiman berkata agar supaya dibangun pondok sekalipun dengan seada-adanya atau sesederhana mungkin. Yang ketiga, pengalaman beliau ketika belajar di Makkah Al Mukarramah di mana beliau sering menerima masukan-masukan dan cerita tentang pondok pesantren dari Sahabat-sahabat beliau yang berasal dari pulau Jawa dan Sumatera. Dengan didahului musyawarah bersama murid-murid beliau yang ada pada waktu itu sebanyak 17 orang, maka dicapai kata sepakat agar cita-cita yang mulia ini cepat terlaksana , maka disepakatilah dengan masing-masing mengusahakan 5 blek padi yang hasil penjualannya dibelikan bahan-bahan bangunan. Dengan modal tersebut tadi sehingga bisa dibangun dua buah asrama yang sangat sederhana masing-masing berukuran 3,5 m x 15,5 m dengan kapasitas 6 kamar ditambah dengah sebuah bangunan kecil yang difungsikan sebagai dapur tempat santri memasak. Inilah bangunan yang pertama kali. Dan Alhamdulillah sebagian bangunan itu sampai sekarang masih dapat kami lestarikan. Selanjutnya tersebarlah kabar keberadaan pondok pesantren ini, sehingga para thalabah pun berdatangan yang tentu saja menjadikan “ Ibnul Amin “ harus menambah asrama dan sarana-sarana yang lain sesuai dengan kebutuhan. Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 1975 beliau juga membangun pondok pesantren putri untuk mencetak kader-kader muslimah yang shalehah, karena pada saat itu beliau melihat ketertinggalan kaum wanita dalam pendidikan agama, padahal peran mereka tak kalah pentingnya, sebab merekalah guru pertama dalam keluarga yang turut mewarnai kualitas generasi masa depan. المرأة عماد الدين اذا صلحت صلحت البلاد و اذا فسدت فسدت البلاد {Keuletan beliau} Almarhum adalah sosok pribadi yang tidak pernah menyerah dalam berjuang, baik dalam masa pendidikan maupun dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan pikiran-pikirannya. Kelebihan beliau terletak pada ketekunan dan kerajinan dalam mengulang kaji sendiri (muthalaah) disamping sangat menghargai waktu. Walau di tengah kesibukan beliau dalam bekerja, karena tenaga dan waktu beliau hampir semua tercurah pada pembangunan dan memajukan pesantren yang beliau asuh, namun tidak berarti tertutup kesempatan menulis satu dua kitab untuk menunjang pelajaran di pondok beliau. Terbukti ada tiga karya tulis beliau, satu yang menjadi pokok bahkan yang pertama kali harus dipelajari santrinya, ialah Kitab Tashrif atau dikenal dengan Tashrifan. Walau tidak dicetak karena untuk membiasakan santri menulis dalam tahapan pertama. Kitab Tashrif ini selalu disalin oleh santri yang baru belajar. Karya beliau yang kedua adalah ringkasan Shorof yang berbahasa Arab dengan nama مـخـتصر حل المعقود فى نظم المقصودDan yang ketiga, untuk memudahkan para santrinya dalam belajar Ilmu Falaq, beliau ringkaskan satu kitab falaq yang besar yang diberi nama المحلولة فى مختصر المنهج الحمـيدية Beliau menaruh perhatian secara khusus dalam bidang ilmu falaq, baik mempelajari ataupun mengajarkannya. Disamping berkiprah dibidang keagamaan beliau juga sangat memperhatikan usaha mencerdaskan anak-anak di desanya. Hal ini terbukti dengan andil beliau yang sangat besar dalam membangun sekolah umum (SR) pada tahun 1951. Keberhasilan almarhum dalam belajar dikarenakan beliau sangat menghormati ilmu yang didapatkan dari gurunya dengan arti penghormatan yang benar dengan mengamalkan ilmu yang diperoleh itu. Beliau berhasil mengembangkan ilmu kepada murid-muridnya yang kini telah tersebar dimana-mana. Kalau dilihat masa belajar beliau memang relatif singkat. Tiga tahun di Mekkah dan beberapa tahun di dalam asuhan orang tuanya, tetapi karena kesungguhan beliau dalam menghormati ilmu sehingga tampaklah keberkatan dan manfaat dari ilmu pengetahun yang dimilikinya. Beliau sangat menghormati guru-gurunya, karena menurut beliau kalau seseorang ingin menjadi terhormat dalam hidupnya dia harus menghormati guru dan mengamalkan ilmunya. Beliau selalu menziarahi guru-guru yang masih hidup minimal setahun sekali dan sesudah meninggal ziarah ke kuburnya. Hal lain yang menonjol dari kepribadian almarhum adalah kasih sayangnya dengan para santri. Beliau menginginkan santrinya rajin dalam belajar hingga berhasil dan pandai dalam menyampaikan ilmunya kepada orang lain. Siang dan malam selalu berada di tengah-tengah para santrinya. Kalau ada yang bermain-main, beliau tegur dengan saran yang lembut diiringi nasehat dan nampak kegembiraan di mukanya ketika melihat santrinya yang sedang belajar. Beliau sangat dikenal dikalangan para ulama. Disamping selalu datang berkunjung kepada mereka, tak jarang kesempatan itu digunakan untuk bertukar pikiran, lebih-lebih pada masalah keagamaan. Beliau cukup dekat dengan KH. Hasyim Asy’ari, Jombang serta KH. Abdussomad, mufti kerajaan Pontianak. Beliau mempersilahkan siapa saja pejabat yang mau datang. Kalau mereka ingin memberikan donasi untuk pondok, beliau dengan tegas menerimanya selam tidak mengikat. Walau pun demikian beliau tidak pernah memohon kepada mereka dan tetap menjaga jarak. Prinsipnya adalah selama pergaulan itu tidak mengganggu perjuangan beliau untuk kemajuan pondok. Kepada para kadernya beliau berpesan agar selalu berusaha untuk menghidupi pondok bukan justru hidup dipondok. Beliau memang sosok pribdi istimewa, istiqamah, disiplin, tawadhu dan disertai semangant ikhlas berkorban, tidak ada keinginan menggapai kemewahan duniawi. Untuk kepentingan agama tidak segan-segan beliau mengorbankan kepentingan sendiri. Bahkan selama hidupnya, beliau tidak pernah memiliki kendaraan pribadi. Demikianlah setelah 37 berjuang untuk membangun serta membina Ibnul Amin dan santri-santrinya hari demi hari lembaran hidupnya dihabiskan untuk li i’laaikalimatillaah hingga usia senja. {Berpulang kerahmatullah} pada saat beliau berusia 80 tahun Keuzuran tampak bertambah, meskipun pengobatan selalu diupayakan. Sampai pada saatnya, hari Ahad, jam 08.45 tanggal 21 Zulhijjah 1415 H. / 21 Mei 1995 beliau menghembuskan nafas terakhir dalam pangkuan anak istri dan murid-murid beliau dalam usia 82 tahun 4 bulan 28 hari. Dikebumikan pada sore harinya dengan diantarkan oleh ribuan kaum muslimin ke tempat peristirahatan terakhir pada jam 3 sore di pemakaman umum Pamangkih bersampingan dengan orang tua beliau KH. Muhammad Ramli dan keluarga. Pamangkih berduka, derai tangispun pecah. Para santri seolah tak mampu untuk bicara. Masyarakat terpana karena ditinggal oleh sang panutan yang sangat berjasa untuk selama-lamanya. Beliau meninggalkan sesuatu yang sangat berharga, untuk diteruskan, dipelihara dan dijaga oleh generasi berikutnya. Terlalu mahal rasanya untuk ditinggalkan, terlalu sayang kenangan itu untuk dilupakan. Semoga Allah menerima segala amal kebaikannya. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamin. بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب االعالمين حمدا يوافى نعمه ويكافىء مزيده ويضاهى كرمه واشهد ان لا اله الا الله الملك الحق المبين واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله النورالمحزون والسرالمصون اللهم فصل وسلم عليه وعلى سائرالانبياء المرسلين وعلى آلهم وصحبهم اجمعين كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون وبعد يقول الله تعالى الا ان اولياءالله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون الذين آمنواوكانوا يتقون لهم البشرى فى حياة الدنيا وفى الأخرة لا تبديل لكلمات الله ذلك هو الفوزالعظيم ويقول عز من قائل ان الذين قالوا ربناالله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملآئكة الاّ تخافوا ولا تحزنوا وابشروا بالجنة التى كنتم توعدون نحن اولياؤكم فى الحياة الدنيا وفى الاخرة ولكم فيها ما تشتهى انفسكم ولكم فيها ما توعدون نزلا من غفور رحيم. وفى الحديث القدس : من عادى لى وليا فقد آذنته بالحرب وما تقرب الىّ عبدى بشئ مما افترضت عليه ولا يزال عبدى يتقرب الىّ بالنوافل حتى احبه فاذا احببته كنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبطش بها ورجله التى يمشى عليها ولئن سألنى لأعطينّه ولئن استعاذنى لأعيذنه الحديث.


Editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I

COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan

Sumber Pustaka
1..Buku Tulisan KH.M. Abrar Dahlan, Biografi Singkat KH. Mahfuz Amin Sejarah Pondok Pesantren “Ibnul 
Amin” Pamangkih 1997



Baca juga tulisan Tentang Riwayat singkat 
pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih





 Riwayat  KH Mahfuz Amin Pendiri PP Ibnul Amin

KH. Mahfuz Amin putra tuan Guru H. Muhammad Ramli putra Tuan guru H. Muhammad Amin. Ia adalah putra pertama dari Sembilan bersaudara, pasangan Tuan guru H. Muhammad Ramli dan Hj. Malihah, Hj. Rapiah dan terakhir Tuan guru H. Muhammad Zuhdi.
Mahfuz Amin dilahirkan di Pamangkih pada malam selasa tanggal 23 Rajab 1332 (sekitar tahun 1914 M) dirumah orang tuanya yang sederhana diasuh dan dibesarkan di bawah pengawasan sehingga menjadi orang yang mulia dan banyak berjasa.
Ia pertama kali dididik dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang religius, sebab orang tuanya yang bernama H. Muhammad Ramli adalah ulama berpengaruh dan dikenal mempunyai ilmu agama yang dalam. Tidak heran kalau di Pamangkih, orang tua dari Tuan guru H. Muhammad Ramli yakni Tuan guru H. Muhammad Amin di sebut Tuan guru besar, sedangkan Tuan guru H. Muhammad Ramli dikenal dengan Tuan guru Tuha, karena ditangannyalah kata putus dalam berbagai persoalan, baik yang menyangkut bidang agama maupun problem sosial kemasyarakatan lainnya.
Dalam usia 6 tahun, ia sudah belajar al-Qur’an tahap pertama, di bawah pengajaran langsung orang tuanya. Pendidikan formal ia tempuh di volk School selama tiga tahun di Pamangkih yang kemudian dilanjutkan ke Vervolk School selama 2 tahun di Desa Banua Kupang.
Selain itu beliau tidak pernah belajar di sekolah formal lainnya. Untuk selanjutnya ia menempuh pendidikan nonformal berupa pengajian agama yang diberikan oleh orang tuanya sendiri disamping mengikuti pengajian dengan Tuan guru Muda H. Hasbullah putra H. Abdur Rahim di dekat Mesjid Jami’ Pamangkih. Selain itu ia jiga belajar dengan Tuan guru H. Muhammad Ali Bayangan dan Tuan guru H. Mukhtar di Desa Negara.
Tahu 1938, saat berusia 24 tahun ia berangkat ke tanah suci mekkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji seraya memperdalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.
Diantara guru-gurunya selama di kota Mekkah antara lain adalah :
- Syeikh Yasin al-Fadani
- Syeikh Abu Bakar Putra Sulaiman
- Syeikh al-‘Allamah Abdul Qadir al-Mandili
- Al-‘Allamah asy- Syeikh H. Muhammad Anang Sy’arani
- Syeikh Abdurrahman, Kelantan
- Syeikh Muhammad Nuh, Kelantan
- Syeikh Muhammad Ahyad putra Idris alpBughuri
- Syeikh Abdul Kaliq, Perak, Malaysia
- Syeikh KH. Abdul Jalil al-Maqdisi
- As-Sayyid Alawy putra Sayyid Abbas al-Maliki
- As-Sayyid Amin Kutbi
- Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath
- Syeikh Mukhtar, Ampenan
Setelah 3 tahun menimba ilmu pengetahuan di Tanah Suci, ia pulang ke tanah air dan tepat pada tanggal 8 Oktober 1941 tiba kembali di kampung kelahirannya. Sejak saat itu ia mulai mengajar agama sambil terus belajar di samping aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Setelah hamper 20 tahun berkecimpung dimasyarakat, bermacam pengetahuan dan pengalaman telah diperoleh, pahit manisnya kehidupan telah dilalui, namun cita-cita ingin menyebarkan dan ingin meninggikan agama Allah tidak pernah padam. Hingga pada saatnya pada tahun 1958, fajar cita-cita yang diidamkan mulai tebit bersinar di Desa Pamangkih. Lembaran-lembaran kitab kuning yang mulai siran kembali cerah dengan berdirinya sebuah pondok pesantren yang bernama “Ibnul Amin” yang belum pernah sepertinya di Kalimantan pada umumnya.
Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun1975 ia juga membangun pondok pesantren Ibnul Amin Putri untuk mencetak kader-kader muslimah yang shalehah.
Ia adalah sosok pribadi yang tidak pernah menyerah dalam berjuang baik dalam masa pendidikan maupun dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan ide-idenya. Teman belajarnya ketika masih belajar dengan orang tuanya diantaranya Tuan Guru H. Mursyid atau lebih dikenal dengan H. Kabau (orang tua dari Drs. Sa’dillah Mursyid MPA, mantan Mensekkab dan Mensesneg) dan Tuan Guru H. Abdul Aziz, adiknya sendiri.
Kelebihannya terletak pada ketekunan dan kerajinan dalam mengulang kaji sendiri (Muthalaah) , disamping itu pula beliau adalah orang yang sangat menghargai waktu.
Walaupun ditengah kesibukan beliau dalam bekerja, karena tenaga dan waktu beliau hampir semua tercurah pada pembangunan dan memajukan pesantren yang beliau asuh, namun tidak berarti kesempatan menulis satu dua buku untuk manunjang pelajaran di pondok beliau tertutup.
Terbukti ada 3 karya tulis beliau, satu yang menjadi pokok bahkan yang pertama kali harus dipelajari santri-santrinya ialah :
Kitab tashrib atau dikenal dengan tashrifan. Walaupun tidak dicetak karena untuk membiasakan santri menulis dalam tahapan pertama. Kitab tashrif ini selalu disalin oleh santri yang baru belajar.
Ringkasan sharaf yang berbahasa arabdengan nama : Mukhtasar Hallul Ma’qudi fi Nazhmil Masqud.
Untuk memudahkan santrinya dalam belajar ilmu falaq beliau ringkaskan satu kitab falaq yang besar yang diberi nama : Al-Mahlulatu fi Mukhtasari Manaahijil Hamiidiyyah.
Disamping berkiprah dibidang keagamaan beliau juga sangat memperhatikan usaha mencerdaskan anak-anak di desanya. Hal ini terbukti dengan peran beliau yang sangat besar dalam membangun sekolah umum (SR) pada tahun 1951.
Beliau menaruh perhatian secara khusus dalam bidang ilmu falaq, baik mempelajari maupun mengajarkannya yang mana pada akhirnya beliau dikenal orang sebagai ahli dibidang ilmu falakiyyah.
Keberhasilannya dalam belajar dikarenakan beliau sangat menghormati ilmu yang didapat dari gurunya dalam arti penghormatan yang benar dalam mengamalkan ilmu yang diperoleh tersebut. Beliau berhasil menularkan ilmu kepada murid-muridnya yang kini telah tersebar dimana-mana. Kalu dilihat masa belajar beliau memang relative singkat. Tiga tahun di Mekkah dan beberapa tahun dalam asuhan orang tuanya, tetapi karena kesungguhan beliau dalam mempelajari, menghormati dan mengamalkan ilmu yang beliau dapat sehingga tampaklah keberkatan dan manfaat ilmu pengetahuan yang dilikinya.
Beliau juga sangat menghormati guru-guruny, karena kalu seseorang sudah menjadi terhormat dalam hidupnya kita selalu dituntut untuk selalu menghormati guru, karena guru adalah orang yang mengangkat kita dari bumi ke langit sedang orang tua kita menurunkan kita dari langit ke bumi. Beliau selalu menziarahi guru-guru yang masih hidup minimal setahun sekali dan sesudah meninggal beliau berziarah ke makamnya.
Hal lainnya yang menonjol dari kepribadiannya adalah kasih sayangnya dengan para santri. Beliau menginginkan santrinya rajin dalam belajar hingga berhasil dan dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya serta pandai dalam menstranfer ilmunya kepada orang lain.
Siang dan lamam selalu berada di tengah-tengah santrinya. Kalau ada yang bermain-main, beliau tegur dengan saran dan teguran yang lemah lembut diiringi dengan nasehat, dan Nampak kegembiraan dimukanya ketika melihat santrinya yang sedang belajar.
Beliau sangat dikenal dikalangan ulama, khususnya di Kalimantan. Di samping selalu datang berkunjung kepada mereka, tak jarang kesempatan itu digunakan untuk bertukar pikiran atau mudzakarah, lebih-lebih pada masalah-masalah keagamaan. Beliau juga cukup dekat dan akrab dengan KH. Hasyim asy-Ari, Jombang serta KH. Abdush Shomad Mufti kerajaan Pontianak.
Beliau mempersilahkan siapa saja pejabat yang mau datang, menteri, dirjen, gubernur sampai bupati pernah bertandang ke pesantren. Kalau mereka ingin meberikan bantuan untuk pondok, beliau dengan senang hati mau menerimanya, selama “tidak mengikat”. Walaupun demikian beliau tidak pernah memohon kepada mereka dan tetap menjaga jarak. Prinsipnya adalah selama pergaulan itu tidak mengganggu perjuangan beliau untuk kemajuan pondok.
Kepada para kadernya beliau berpesan agar hidup untuk menghidupi pondok bukan justru hidup di pondok. Beliau memang sosok pribadi istimewa, istiqamah, disiplin, tawadhu’ dan disertai semangat ikhlas berkorban. Tidak ada keinginan menggapai kemewahan duniawi. Bicara masalah dunia saja beliau mengantuk. Untuk kepentingan agama, tidak segan-segan beliau korbankan kepentingan sendiri. Beliau tebang kebun cengkeh milik pribadi demi pembangunan Pondok Pesantren Ibnul Amin Putri. Bahkan selama hidupnya, beliau tidak mempunyai kendaraan pribadi.
Demikianlah, selama 37 tahun berjuang untuk membangun serta membina pondok pesantren Ibnul Amin dan santri-santrinya, dari hari kehari lembaran hidupnya dihabiskan untuk lii’laai Kalimaatillaah hingga usai senja.
Keuzuran tampak bertambah, sakit paru-paru beliau tambah hari tambah parah meskipun pengobatan secara intensif selalu diupayakan. Dari RSI Banjarmasin, Surabaya bahkan sampai Jakarta. Sampai pada saatnya, hari minggu, jam 08.45 tanggal 21 Dzulhijjah 1415 H/21 Mei 1995 beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pangkuan anak istri dan murid-murid beliau dalam usia 82 tahun 4 bulan 28 hari.
Dikebumikan pada sore harinya dengan diantarkan oleh ribuan ummat islam ke tempat peristirahatan terakhir pada jam 15.00 di pemakaman umum Pamangkih bersampingan dengan orang tua beliau KH. Muhammad Ramli dan keluarga.
Pamangkih berduka, derai tangis pun pecah. Para santri seolah tak kuasa untuk bicara. Masyarakat terpana karena ditinggal oleh sang panutan yang sangat berjasa untuk dunia pendidikan, khususnya di Kalimantan, untuk selama-lamanya
Sumber Pustaka
1..Buku Tulisan KH.M. Abrar Dahlan, Biografi Singkat KH. Mahfuz Amin Sejarah Pondok Pesantren “Ibnul 
Amin” Pamangkih 1997



Penulis:  Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I

COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan












 










Putra Saya Rafli Ansari Jiarah 


Tambahan :

Biar ringkas link 


Riwayat Singkat Pondok Pesantren Ibnul Amin Pemangkih dan KH.Mahfuz Amin

Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin pemangkih

Pondok pesantren ini  terletak di desa Pamangkih, kecamatan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Indonesia. Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih didirikan secara resmi pada tanggal 11 Mei 1959 M / 22 Syawal 1378 H. Pendirinya adalah seorang ulama dari masyarakat Pamangkih yang bernama K.H.Mahfuz Amin bin Tuan Guru H. Muhammad Ramli bin Tuan Guru H. Muhammad Amin.
K.H. Mahfuz Amin, tokoh penting dalam pendirian Pesantren Pamangkih.
Cita-cita untuk mendirikan Pondok Pesantren oleh KH.Mahfuz Amin berawal dari melihat pendidikan agama atau pengajian yang diselenggarakan di langgar-langgar terlalu memakan waktu. Di mana seseorang untuk bisa menamatkan Ibnu Aqil dalam bidang Nahwu / Syaraf atau menamatkan Fathul Mu’in dalam bidang Fiqih, ia harus belajar puluhan tahun. Di samping itu,ia juga melihat para santri atau pelajar yang tinggal di langgar kadang-kadang melebihi kapasitas tampung langgar yang dihuni, sehingga mengakibatkan langgar sebagai tempat belajar juga sebagai tempat tidur, tempat makan dan bahkan kadang-kadang sebagai tempat memasak.
Hal lain lagi adalah ia melihat seorang Tuan Guru (Kyai) kurang memberikan kesempatan kepada muridnya yang lebih pandai untuk bisa menerapkan ilmunya dengan mengajar kitab-kitab kecil kepada murid-murid yang pelajarannya lebih rendah. Dengan demikian akibatnya seorang Tuan Guru terlalu lelah, karena dari kitab yang paling kecil hingga kitab yang paling besar terpaksa Tuan Guru sendirian yang mengajarkannya kepada seluruh muridnya. Dari beberapa hal tersebut itulah, timbul keinginan dari K.H. Mahfuz Amin untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama yang efektif sebagai upaya mencerdaskan ummat, khususnya generasi penerus bangsa. Atas wasiat almarhum orang tuanya yaitu Tuan Guru H. M. Ramli yang mewasiatkan untuk lebih memajukan pelajaran pelajaran agama, juga atas nasihat dan petunjuk dari seorang gurunya KH. Abu Bakar Tambun, agar beliau mendirikan pondok pesantren.
Maka pada tanggal 23 Oktober 1958 (8 Shafar 1378 H) didirikanlah sebuah pondok pesantren yang waktu itu dikenal dengan nama Pondok Hulu Kubur. Nama Pondok Hulu Kubur tidak tertulis di papan nama, hanya mendapat sebutan di lidah orang umum. Nama Pondok Hulu Kubur tidak lama dipakai sebagai nama terhadap pesantren yang baru lahir ini, karena pendirinya yaitu KH. Mahfuz Amin telah mendapatkan sebuah nama pilihan yaitu “Ibnul Amin”. Nama Ibnul Amin tersebut dipilih sebagai penghormatan kepada almarhum kakek KH. Mahfuz Amin sendiri. Karena KH. Mahfuz Amin sebagai pendiri dan pendidik di pondok pesantren ini telah mendapatkan ilmu dari ayahnya yaitu Tuan Guru H.M. Ramli, sedangkan ayahnya juga belajar dari orang tuanya yaitu Tuan Guru H.M. Amin. Oleh karena itulah pesantren diberi nama Ibnul Amin yaitu sebagai peringatan terhadap kakeknya yang telah berjasa kepada orang tuanya dan KH. Mahfuz Amin sendiri.
Pengelolaan Pondok Pesantren Ibnul Amin pada mulanya ditangani langsung oleh KH. Mahfuz Amin sendiri yang dibantu oleh beberapa orang santri senior. Setelah KH. Mahfuz Amin meninggal tahun 1994 (1415 H), kepemimpinan pondok pesantren sampai sekarang dipercayakan kepada KH. Muchtar HS, yaitu seorang muridnya yang merupakan santri Ibnul Amin angkatan pertama.

Perkembangan Pondok Pesantren

Sejak berdirinya Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin secara resmi pada tanggal 11 Mei 1959 / 22 Syawal 1378, KH. Mahfuz Amin sebagai pencetus dan pendiri sekaligus sebagai pengasuh dan pengajar selalu berusaha untuk mengembangkannya dan membesarkannya, baik fisik maupun sistem pendidikan dan pengajarannya. Di awal berdirinya, Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin hanya memiliki 12 kamar asrama untuk tempat mukim 9 orang santri, dengan fisik bangunan yang sangat sederhana yang di malam hari diterangi lampu minyak tanah. Sedangkan kegiatan belajar mengajar masih dilakukan di rumah KH. Mahfuz Amin. Pada tahun 1959 Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin membangun 4 lokal belajar dan dua ruang kecil untuk tamu dan kantor. Sejak itu kegiatan belajar mengajar dipindahkan dari rumah pribadi KH. Mahfuz Amin ke tempat baru ini. Kemudian dengan bertambahnya santri baru, asrama yang ada sudah tidak mampu menampungnya. Maka pada tahun 1960, kembali dibangun sebuah asrama dua tingkat (dua lantai) dari bahan kayu yang cukup besar dan dapat menampung santri lebih banyak. Dengan demikian segala kegiatan pesantren sudah dapat dilaksanakan dalam satu lingkungan komplek, kecuali salat berjamaah yang masih dilaksanakan di langgar Tuan Guru H.M. Ramli (ayah KH. Mahfuz Amin).
Dari keinginan KH. Mahfuz Amin agar segala bentuk kegiatan harus berada dalam satu kawasan demi untuk mempermudah pengawasan terhadap kedisiplinan santri dalam segala aspek kehidupan mereka, kemudian dibangun Mushalla kecil berukuran 10 m X 10 m dari bahan kayu. Berkat semagat yang tinggi untuk membangun dan ketekunan KH. Mahfuz Amin serta atas kerja sama yang baik dengan semua pihak, pada tahun 1972 komplek Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin berdiri dengan beberapa banguanan asrama yang terdiri dari 52 kamar, 2 buah rumah guru, satu mushalla berukuran 10 m X 10 m. Pada waktu itu santri yang mukim sebanyak 251 dengan 16 orang guru.

Santri

Santri yang mukim dan belajar di Pondok Pesantren Putera Ibnul Amin Pamangkih pada tahun 2005 berjumlah 1400 orang santri. Mereka berasal dari berbagai daerah di Kalimantan, seperti Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tapin, Banjarmasin, Kotabaru, Marabahan, Sampit, Kapuas, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Tenggarong dan daerah-daerah lain. Disamping itu banyak juga santri yang berasal dari luar pulau Kalimantan, seperti dari Sulawesi, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jambi dan lain-lain.

Riwayat  KH Mahfuz Amin Pendiri PP Ibnul Amin

KH. Mahfuz Amin putra tuan Guru H. Muhammad Ramli putra Tuan guru H. Muhammad Amin. Ia adalah putra pertama dari Sembilan bersaudara, pasangan Tuan guru H. Muhammad Ramli dan Hj. Malihah, Hj. Rapiah dan terakhir Tuan guru H. Muhammad Zuhdi.
Mahfuz Amin dilahirkan di Pamangkih pada malam selasa tanggal 23 Rajab 1332 (sekitar tahun 1914 M) dirumah orang tuanya yang sederhana diasuh dan dibesarkan di bawah pengawasan sehingga menjadi orang yang mulia dan banyak berjasa.
Ia pertama kali dididik dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang religius, sebab orang tuanya yang bernama H. Muhammad Ramli adalah ulama berpengaruh dan dikenal mempunyai ilmu agama yang dalam. Tidak heran kalau di Pamangkih, orang tua dari Tuan guru H. Muhammad Ramli yakni Tuan guru H. Muhammad Amin di sebut Tuan guru besar, sedangkan Tuan guru H. Muhammad Ramli dikenal dengan Tuan guru Tuha, karena ditangannyalah kata putus dalam berbagai persoalan, baik yang menyangkut bidang agama maupun problem sosial kemasyarakatan lainnya.
Dalam usia 6 tahun, ia sudah belajar al-Qur’an tahap pertama, di bawah pengajaran langsung orang tuanya. Pendidikan formal ia tempuh di volk School selama tiga tahun di Pamangkih yang kemudian dilanjutkan ke Vervolk School selama 2 tahun di Desa Banua Kupang.
Selain itu beliau tidak pernah belajar di sekolah formal lainnya. Untuk selanjutnya ia menempuh pendidikan nonformal berupa pengajian agama yang diberikan oleh orang tuanya sendiri disamping mengikuti pengajian dengan Tuan guru Muda H. Hasbullah putra H. Abdur Rahim di dekat Mesjid Jami’ Pamangkih. Selain itu ia jiga belajar dengan Tuan guru H. Muhammad Ali Bayangan dan Tuan guru H. Mukhtar di Desa Negara.
Tahu 1938, saat berusia 24 tahun ia berangkat ke tanah suci mekkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji seraya memperdalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.
Diantara guru-gurunya selama di kota Mekkah antara lain adalah :
- Syeikh Yasin al-Fadani
- Syeikh Abu Bakar Putra Sulaiman
- Syeikh al-‘Allamah Abdul Qadir al-Mandili
- Al-‘Allamah asy- Syeikh H. Muhammad Anang Sy’arani
- Syeikh Abdurrahman, Kelantan
- Syeikh Muhammad Nuh, Kelantan
- Syeikh Muhammad Ahyad putra Idris alpBughuri
- Syeikh Abdul Kaliq, Perak, Malaysia
- Syeikh KH. Abdul Jalil al-Maqdisi
- As-Sayyid Alawy putra Sayyid Abbas al-Maliki
- As-Sayyid Amin Kutbi
- Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath
- Syeikh Mukhtar, Ampenan
Setelah 3 tahun menimba ilmu pengetahuan di Tanah Suci, ia pulang ke tanah air dan tepat pada tanggal 8 Oktober 1941 tiba kembali di kampung kelahirannya. Sejak saat itu ia mulai mengajar agama sambil terus belajar di samping aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Setelah hamper 20 tahun berkecimpung dimasyarakat, bermacam pengetahuan dan pengalaman telah diperoleh, pahit manisnya kehidupan telah dilalui, namun cita-cita ingin menyebarkan dan ingin meninggikan agama Allah tidak pernah padam. Hingga pada saatnya pada tahun 1958, fajar cita-cita yang diidamkan mulai tebit bersinar di Desa Pamangkih. Lembaran-lembaran kitab kuning yang mulai siran kembali cerah dengan berdirinya sebuah pondok pesantren yang bernama “Ibnul Amin” yang belum pernah sepertinya di Kalimantan pada umumnya.
Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun1975 ia juga membangun pondok pesantren Ibnul Amin Putri untuk mencetak kader-kader muslimah yang shalehah.
Ia adalah sosok pribadi yang tidak pernah menyerah dalam berjuang baik dalam masa pendidikan maupun dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan ide-idenya. Teman belajarnya ketika masih belajar dengan orang tuanya diantaranya Tuan Guru H. Mursyid atau lebih dikenal dengan H. Kabau (orang tua dari Drs. Sa’dillah Mursyid MPA, mantan Mensekkab dan Mensesneg) dan Tuan Guru H. Abdul Aziz, adiknya sendiri.
Kelebihannya terletak pada ketekunan dan kerajinan dalam mengulang kaji sendiri (Muthalaah) , disamping itu pula beliau adalah orang yang sangat menghargai waktu.
Walaupun ditengah kesibukan beliau dalam bekerja, karena tenaga dan waktu beliau hampir semua tercurah pada pembangunan dan memajukan pesantren yang beliau asuh, namun tidak berarti kesempatan menulis satu dua buku untuk manunjang pelajaran di pondok beliau tertutup.
Terbukti ada 3 karya tulis beliau, satu yang menjadi pokok bahkan yang pertama kali harus dipelajari santri-santrinya ialah :
Kitab tashrib atau dikenal dengan tashrifan. Walaupun tidak dicetak karena untuk membiasakan santri menulis dalam tahapan pertama. Kitab tashrif ini selalu disalin oleh santri yang baru belajar.
Ringkasan sharaf yang berbahasa arabdengan nama : Mukhtasar Hallul Ma’qudi fi Nazhmil Masqud.
Untuk memudahkan santrinya dalam belajar ilmu falaq beliau ringkaskan satu kitab falaq yang besar yang diberi nama : Al-Mahlulatu fi Mukhtasari Manaahijil Hamiidiyyah.
Disamping berkiprah dibidang keagamaan beliau juga sangat memperhatikan usaha mencerdaskan anak-anak di desanya. Hal ini terbukti dengan peran beliau yang sangat besar dalam membangun sekolah umum (SR) pada tahun 1951.
Beliau menaruh perhatian secara khusus dalam bidang ilmu falaq, baik mempelajari maupun mengajarkannya yang mana pada akhirnya beliau dikenal orang sebagai ahli dibidang ilmu falakiyyah.
Keberhasilannya dalam belajar dikarenakan beliau sangat menghormati ilmu yang didapat dari gurunya dalam arti penghormatan yang benar dalam mengamalkan ilmu yang diperoleh tersebut. Beliau berhasil menularkan ilmu kepada murid-muridnya yang kini telah tersebar dimana-mana. Kalu dilihat masa belajar beliau memang relative singkat. Tiga tahun di Mekkah dan beberapa tahun dalam asuhan orang tuanya, tetapi karena kesungguhan beliau dalam mempelajari, menghormati dan mengamalkan ilmu yang beliau dapat sehingga tampaklah keberkatan dan manfaat ilmu pengetahuan yang dilikinya.
Beliau juga sangat menghormati guru-guruny, karena kalu seseorang sudah menjadi terhormat dalam hidupnya kita selalu dituntut untuk selalu menghormati guru, karena guru adalah orang yang mengangkat kita dari bumi ke langit sedang orang tua kita menurunkan kita dari langit ke bumi. Beliau selalu menziarahi guru-guru yang masih hidup minimal setahun sekali dan sesudah meninggal beliau berziarah ke makamnya.
Hal lainnya yang menonjol dari kepribadiannya adalah kasih sayangnya dengan para santri. Beliau menginginkan santrinya rajin dalam belajar hingga berhasil dan dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya serta pandai dalam menstranfer ilmunya kepada orang lain.
Siang dan lamam selalu berada di tengah-tengah santrinya. Kalau ada yang bermain-main, beliau tegur dengan saran dan teguran yang lemah lembut diiringi dengan nasehat, dan Nampak kegembiraan dimukanya ketika melihat santrinya yang sedang belajar.
Beliau sangat dikenal dikalangan ulama, khususnya di Kalimantan. Di samping selalu datang berkunjung kepada mereka, tak jarang kesempatan itu digunakan untuk bertukar pikiran atau mudzakarah, lebih-lebih pada masalah-masalah keagamaan. Beliau juga cukup dekat dan akrab dengan KH. Hasyim asy-Ari, Jombang serta KH. Abdush Shomad Mufti kerajaan Pontianak.
Beliau mempersilahkan siapa saja pejabat yang mau datang, menteri, dirjen, gubernur sampai bupati pernah bertandang ke pesantren. Kalau mereka ingin meberikan bantuan untuk pondok, beliau dengan senang hati mau menerimanya, selama “tidak mengikat”. Walaupun demikian beliau tidak pernah memohon kepada mereka dan tetap menjaga jarak. Prinsipnya adalah selama pergaulan itu tidak mengganggu perjuangan beliau untuk kemajuan pondok.
Kepada para kadernya beliau berpesan agar hidup untuk menghidupi pondok bukan justru hidup di pondok. Beliau memang sosok pribadi istimewa, istiqamah, disiplin, tawadhu’ dan disertai semangat ikhlas berkorban. Tidak ada keinginan menggapai kemewahan duniawi. Bicara masalah dunia saja beliau mengantuk. Untuk kepentingan agama, tidak segan-segan beliau korbankan kepentingan sendiri. Beliau tebang kebun cengkeh milik pribadi demi pembangunan Pondok Pesantren Ibnul Amin Putri. Bahkan selama hidupnya, beliau tidak mempunyai kendaraan pribadi.
Demikianlah, selama 37 tahun berjuang untuk membangun serta membina pondok pesantren Ibnul Amin dan santri-santrinya, dari hari kehari lembaran hidupnya dihabiskan untuk lii’laai Kalimaatillaah hingga usai senja.
Keuzuran tampak bertambah, sakit paru-paru beliau tambah hari tambah parah meskipun pengobatan secara intensif selalu diupayakan. Dari RSI Banjarmasin, Surabaya bahkan sampai Jakarta. Sampai pada saatnya, hari minggu, jam 08.45 tanggal 21 Dzulhijjah 1415 H/21 Mei 1995 beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pangkuan anak istri dan murid-murid beliau dalam usia 82 tahun 4 bulan 28 hari.
Dikebumikan pada sore harinya dengan diantarkan oleh ribuan ummat islam ke tempat peristirahatan terakhir pada jam 15.00 di pemakaman umum Pamangkih bersampingan dengan orang tua beliau KH. Muhammad Ramli dan keluarga.
Pamangkih berduka, derai tangis pun pecah. Para santri seolah tak kuasa untuk bicara. Masyarakat terpana karena ditinggal oleh sang panutan yang sangat berjasa untuk dunia pendidikan, khususnya di Kalimantan, untuk selama-lamanya

Penulis:  Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I

COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan