Minggu, November 08, 2009

HUBUNGAN PANCASILA DENGAN AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan gerakan reformasi. Namun demikian setelah kurang lebih sembilan tahun bangsa Indonesia melakukan reformasi disegala bidang, fakta menunjukkan bahwa terjadinya carut marut dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Meskipun masa pacsa reformasi rakyat seakan-akan mengenyam kebebasan, namun dalam kenyataannya kebebasan itu bersifat semu. Karena dalam kenyataannya, kalangan elit politiklah yang mengenyam kebebasan. Fakta menunujukkan bahwa untuk berpatisipasi dalam kekuasaan politik baik eksekutif ataupun legislatif, nampaknya berkorelasi tinggi dengan biaya yang sangat tinggi sehingga kondisi seperti ini rakyat kecil sulit ikut berpartisipasi.
Dewasa ini masyarakat Indonesia merasakan betapa sangat rapuhnya nasionalisme Indonesia. Banyak anak-anak bangsa Indonesia mengembangkan organisasai swadaya masyarakat, namun dalam kenyataannya loyalitasnya lebih kuat pada kekuatan internasional atau bahkan transnasional, sehingga dukungan internasional sangat dominan. Akibatnya persoalan-persoalan bangsa terutama yang menyangkut persatuan dan kesatuan tidak mendapat perhatian yang berujung pada rasa nasionalisme yang semakin pudar.
Hal ini berdasarkan pada kenyataan di seluruh dunia bahwa kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut. Dengan makalah ini diharapkan intelektual mahasiswa memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religius, perikemanusiaan dan beradab.





BAB II
Hubungan Negara dengan Agama

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar negara, sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu negara memiiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah sebagai pendiri negara untuk mencapai tujuan manusia itu sendiri.

Namun perlu disadari bahwa manusia sebagai warga hidup bersama,berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.sebagai makhluk pribadi ia dikaruniai kebebasan atas segala sesuatu kehendak kemanusiaannya.Sehingga hal inilah yang merupakan suatu kebebasan asasi yang merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa.Sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah Tuhan yang Maha Esa.Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya adalah terwujud dalam agama. negara adalah merupakan produk manusia sehingga merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketakwaanya terhadap Tuhannya,sedangkan dalam negara manusia memilik hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain.

Berdasarkan pangertian kodrat manusia tersebut maka terdapat berbagai macam konsep tentang negara dan agama,dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing-masing. Oleh karena berikut ini perlu dibahas sebagai bahan komparasi dalam memahami hubungan negara dengan agama dalam Pancasila atau negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa.

1. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan adil dan Beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945 yaitu Pokok Pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara adalah berdasar atas Ketuhanan yan Maha Esa. Hal ini berarti bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang derasal dari Tuhan. Nilai-nalai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan Hubungan Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutana bagi hukum positif di Indonesia.
Demikian pula makna yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan negara agama dan juga bukan negara Theokrasi. Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin segala kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak.Dalam kaitannya dengan pengertian negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah.
Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa. Bilamana dirinci makna hubungan negara dengan agama menurut negara Pancasila adalah sebagai berikut:

(1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2) Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
(3) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
(4) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama,golongan agama,antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
(5) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
(6) Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
(7) Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
(8) Negara pada hakikatnya merupakan “…berkat rahmat Allah Yang Maha Esa. (Bandingkan dengan Notonagoro, 1975)

2. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi

Hubungan Negara dengan agama menurut paham theokrasi bahwa antara agama dengan negara tidak dapat dipisahkan. negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat,bangsa dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara theokrasai, yaitu negara theokrasi langsung dan tak langsung.
a. Negara Theokrasi Langsung
Dalam sistem negara theokrasi langsung, kekuasaan adalah ototritas Tuhan. adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah perang dunia II, rakyat jepang rela mati demi Kaisarnya, karena menurut menurut kepercayaan kaisar adalah anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasan antara Pancen lama dan Dalai lama, adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.
Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam negara theokarasi langsung, sebagai upay untuk memperkuat dan meyakinkan rakyat terhadap kekuasaan Tuhan dalam negara (Kusnadi, 1995;60).
Dalam sistem negara yang demikian maka agama menyatu dengan negara, dalam arti seluruh sistem negara dan norma-norma adalah merupakan otoritas langsung dari Tuhan melaui wahyu.
b. Negara Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung menyatakan bahwa pemerintahan bukan diperintah langsung oleh Tuhan, melainkan kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas ats nama Tuhan (semuanya memerintah atas kehendak Tuhan). Kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Raja mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya. Politik yang demikian inilah yang diterapkan Belanda terhadap wilayah jajahannya sehingga dikenal dengan nama politik etis (Ethische Politik). Kerajaan Belanda mendapat amanat dari Tuhan untuk bertindak seagai wali dari wilayah jajahan Indonesia (Kusnadi, 1995; 63).
Negara merupakan penjelmaan dari kekuasaan Tuhan, dan oleh karena itu kekuasaan Raja dalam suatu negara adalah kekuasaan yang berasal dari Tuhan maka sistem dan norma-norma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Demikianlah kedudukan agama dalam negara Theokrasi di mana firman Tuhan, norma agama serta otoritas Tuhan menyatu dengan negara.

3. Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Sekulerisme

Faham sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agama dengan Negara. Oleh karena itu di dalam suatu negara yang berfaham sekulerisme bentuk, system, serta segala aspek kenegaraan tidak ada hubungannya dengan agama. Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah hubungan keduniawian atau masalah-masalah keduniawian ( hubungan manusia dengan manusia ). Adapun agama adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam Negara yang berpaham sekulerisme sistem norma-norma terutama norma-norma hukum positif di pisahkan dengan nilai-nilai norma agama. Konsekuensinya hukum positif sangat di tentukan oleh komitmen warga negara sebagai pendukunng pokok negara. Negara adalah urusan hubungan horizontal antar manusia dalam mencapai tujuannya, adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam agama sekuler membedakan antara agama dengan negara, namun lazimnya warga negara di berikan kebebasaan dalam memeluk agama masing-masing.

 Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab.


Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat pancasila adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial serta sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa. Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manuia serta kesejahteraan lahir maupun bathin. Sehingga tidak mengherankan jikalau manusia adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Oleh karena itu Negara adalah suatu negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa, dan berkemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam aspek penyelenggara negara, sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia. Sifat-sifat dan keadaan negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara, (4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara masyarakat, rakyat dan bangsa (lihat Notonagoro, 1975). Negara dalam pengertian ini menempatkan manusia sebagai dasar ontologis, sehingga manusia sebagai asal usul negara dan kekuasaan negara. Manusia adalah merupakan paradigma sentral dalam setiap aspek pennyelenggaraan negara, terutama dalam pembangunan negara.
Sebagai negara yang berkemanusiaan, maka negara”…melindungi seluruh warganya serta seluruh tumpah darahnya..”. hal ini berarti negara melindungi seluruh manusia sebagai warganya tidak terkecuali. Oleh karena itu negara harus melindungi hak-hak asasi manusia, serta mewujudkannya dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan negara. Hal ini sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. negara berkewajiban mengembangkan harkat dan martabat manusia, bahkan negara harus menempatkan moral kemannusiaan sebagai moral negara dan penyelenggara pemerintahan negara.
Negara pancasila sebagai negara kebangsaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, mendasarkan nasionalisme berdasarkan hakikat kodrat manusia. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
Kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila mengakui kebangsaan yang berkemanusiaan. Hal ini berarti bagi bangsa Indonesia mengakui bahwa bangsa adalah sebagai penjelmaan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, oleh karena itu bangsa Indonesia mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai bagian dari umat manusia. Maka dalam pergaulan tata dunia internasional maka bangsa mengembangkan suatu pergaulan antar bangsa dalam masyarakat internasional berdasarkan atas kodrat manusia, sereta mengakui kemerdekaan bangsa sebagai hak yang di miliki oleh hakikat manusia sebagai makhluk individu dan social. Oleh karena itu penjajahan atas bangsa adalah pelanggaraaaaan hak asasi atau kodrat manusia sebagai bangsa dan tidak sesuai dengan keadilan.

.
 Negara pancasila adalah negara kebangsaan yang berkerakyatan

Negara menurut filsafat pancasila adalah dari oleh dan untuk rakyat. Hakikatnya rakyat adalah sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup dalam satu wilayah negara. Oleh karena itu negara harus sesuai dengan hakikat rakyat. Rakyat adalah sebagai pendukdung pokok dan sebagai pendukung pokok dan sebagai asal mula kekuasaan negara.
Negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat yang berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi ditangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR). Oleh karena itu negara yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi. Rakyat adalah merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Oleh karena itu demokrasi menurut kerakyatan adalah demokrasi ‘monodualis’, artinya sebagai makhluk individu memilki hak dan sebagai makhluk sosial harus disertai tanggungjawab. Oleh karena itu dalam menggunakan hak-hak demokrasi dalam negara kebangsaan yang berkerakyatan adalah hak-hak demokrasi yang (1) disertai tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, (2) menjunjung dan memperkokoh persatuan dan kestuan bangsa, serta (3) disertai dengan tujuan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial, yaitu kesejahteraan dalam hidup bersama.
Demokrasi monodualis yang mendasarkan individu dan makhluk sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan pada kodrat manusia sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya mengakui manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi monodualis mengembangkan demokrasi kebersamaan, berdasarkan asas kekeluargaan kebebasn individu diletakan dalam rangka tujuan atas kesejahteraan bersama. Pokok-pokok ‘Kerakyatan’ yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara dapat dirinci sebagai berikut :

(1) Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
(2) Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.
(3) Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sama maka pada dasarnya tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain.
(4) Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan musyawarah.
(5) Keputusan diusahakan ditentukan secara musywarah.
(6) Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana semangat kebersamaan. (Suhadi, 1998).

 Negara Pancasila adalah negara Kebangsaan yang berkeadilan sosial

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadialn dalam kehidupan bersama (Keadilan Sosial). Keadialan sosial tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia sebagai makhluk yang beradab (sila II). Manusia pada hakikatnya adalah adil dan beradab yang berarti manusia harus adil terhadap diri sendiri, adil terhadap Tuhannya, adil terhadap orang lain dan masyarakat serta adil terhadap lingkungan alamnya.
Dalam hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa dan negara harus terwujud suatu keadilan(Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu : (1) keadilan distributif (keadialn membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warga negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara tumbal balik (Notonegoro, 1975)
Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah daarh, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan :
(“ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial). Dalam pengertian ini maka negara Indonesia sebagai negara kebangsaan adalah berkeadilan sosial dalam mensejahterakan warganya, demikian pula dalam pergaulan masyarakat Internasional berprinsip dasar pada kemedekaan serta keadilan dalam hidup masyarakat
Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3)legalitas dalam arti hukum dalam segalanya.
Konsekuensinya sebagai suatu negara hukum yang berkeadilan sosial maka negara Indonesia harus mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (1) dan (2). Pasal 28, psal 29 ayat (2), pasal 31 ayat (1). Demikianlah sebagai suatu negara yang berkeadilan maka warga negara berkewajiban mentaati peraturan perundang undangan sebagai manifestasi keadilan legal dalam hidup bersama
Dalam realisainya pembangunan nasional adalah merupakan sutu upaya untuk mencapai tujuan negara,sehingga pembangunan nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.
4. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalis

Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu,sehingga masalah agama dalam negara sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Paham liberalisme dalam pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh paham rasionalisa yang mendasarkan atas kebenaran rasio. Materialisme yang berdasar kan atas hakikat materi , emperisme yang mendasarkan atas kebenaran pengalaman indra serta individualisme atas kebebasan individu (Soeryanto, 1989:185)

Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya nasing-masing. Namun Tuhan atau atheis, bahkan negara liberal memberi kebebasan untuk menilai dan mengkritik agama misalnya tentang Nabi, Rasul, Kitab Suci bahkan Tuhan sekalipun. Misalnya Salman Rusdi yang mengkritik kitab suci dengan tulisan ayat-ayat setan. Karena menurut paham liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran tertinggi.

Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-individu sebagai warga negaranya. Walaupun ketentuan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU aborsi di Negara Irlandia tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh gereja dan agama lainnya, karena UU tersebut merupakan hasil referendum.

Berdasarkan pandangan filosopis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama atau bersifat sekuler.

Ideologi Sosialisme Komunis

Berbagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunismelah sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari edeologi liberal. Berkembangnya paham individualisme liberalisme yang berakibat munculnya masyarakat kapitalis menurut paham ini mengakibatkan penderitaan rakyat, sehingga komunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung pemerintah.

Bertolak belakang dengan paham liberalisme individualisme, maka komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Mark memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hanya makluk sosial saja. Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukannya individulitas. Hak milik pribadi tidak ada karena hal ini akan menimbulkan kapitalisme yang pada gilirannya akan melakukan penindasan pada kaum proletar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individualisme merupakan sumber penderitaan rakyat. Oleh karena itu hak milik individual harus diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme bahwa demokrasi individualis itu tidak ada yang ada adalah hak komunal.

Dalam masyarakat terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara berinteraksi secara dialektis, yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar, buruh. Walaupun kedua hal tersebut bertentangan namun saling membutuhkan. Kelas kapitalis senantiasa melakukan penindasan atas kelas buruh proletar. Oleh karena itu harus dilenyapkan. Hal ini dapat dilakukan hanya denan melalui suatu revolusi. Hal inilah yan merupakan konsep kaum komunis untuk melakukan suatu perubahan terhadap masyarakat secara revolusioner infrastruktur masyarakat. Menurut komunisme ideologi adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas. Atas dasar inilah maka komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan yang relatif demi keuntungan kelasnya, oleh karena itu segala cara dapat dihalalkan.

Dalam kaitannya dengan negara, bahwa negara adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal. Mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan kemenangan pada pihak kelas proletar. Sehingga pada gilirannya pemerintahahan negara harus dipegang oleh orang-orang yang meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Demikian juga hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hakikatnya adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya komunisme adalah komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.

5.Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunis

Paham komunisme dalam memandang hakikat hubungan negara dengan agama mendasarkan pada pandangan filosofis materialisme dialektis dan materialisme histories. Hakekat kenyataan tertinggi menurut paham komunisme adalah materi. Namun materi menurut komunisme berada pada ketegangan intern secara dinamis bergerak dari keadaan (tesis) kekeadaan lain (antitesis) kemudian menyatukan (sintesis) ke tingkat yang lebih tinggi. Selanjutnya sejarah bagaimana berlangsungnya suatu proses sangat ditentukan oleh fenomina-fenomena dasar, yaitu dengan suatu kegiatan-kegiatan yang paling material yaitu fenomena-fenomena ekonomis. Dalam pengertian inilah menurut komunisme yang di pelopori oleh K. Marx, menyatakan bahwa manusia adalah merupakan suatu hakekat yang menciptakan dirinya sendiri yang menghasilkan sarana-sarana kehidupan sehingga menentukan dalam perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan bahkan agama. Dalam pengertian ini maka komunisme berpaham ethis, karena manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu menurut komunisme Marxis, agama adalah merupakan candu masyarakat (Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97, 98).
Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat etheis bahkan bersifat antitheis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muhammad Edwan Ansari