Senin, Januari 13, 2014

TUJUAN MATA KULIAH

TUJUAN MATA KULIAH Setelah menempuh mata kulih ini mahasiswa diharapkan memiliki dasar pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam lingkup pengajaran makro berlandaskan epistemologis dan lingkup belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani, memiliki wawasan yang luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori pendidikan. Mahasiswa mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga ia akan mampu membina dan mengembangkan program pendidikan serta memecahkan persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang timbul dan dihadapi di Indonesia baik dalam rangka otonomi daerah maupun dekonsentrasi pendidikan guru dan pendidikan tinggi. DESKRIPSI MATA KULIAH Perkuliahan ”Filsafat dan Teori Pendidikan” membahas persoalan filsafati dan teoritis mengenai pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta pemecahan masalah-masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan permasalahan pendidikan tersebut pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka perkuliahan ini juga menyoroti pelbagai landasan pendidikan, serta pendidikan dalam praktek dengan ilmu pengetahuan termasuk pedagogik, dengan filsafat pendidikan serta dengan berbagai disiplin keilmuan lain. Dalam studi ini digunakan pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis, maupun komparatif. URAIAN POKOK BAHASAN SETIAP PERTEMUAN Pertemuan 1 Membahas : • Introduksi dan orientasi tujuan mata kuliah (seperti tersebut diatas) • Orientasi ruang lingkup mata kuliah (seperti tercantum dibawah ini) • Kebijaksanaan pelaksanaan perkuliahan sebagai ”educational discourse” • Kebijaksanaan penilaianhasil belajar (berdasarkan presensi aktif, UTS, UAS, tugas kelompok kecil, dan tugas bebas individual) • Intodukdi tugas yang harus diselesaikan • Buku ajar yang digunakan dan sumber belajar lainnya (tercantum dibagian bawah) • Edaran daftar isian kebutuhan belajar mahasiswa (utamanya Prodi PU) • Hal-hal lain yang esensial dari pengalaman pelaksanaan perkuliahan Pertemuan 2 1. Membahas terminologi: Pendidikan, mendidik, pengajaran, filsafat, filsafat sistematis dan sistem filsafat, filsafat historis, ahli pikir, permasalahan pendidikan mikro dan pendidikan nilai, pendidikan makro dan pranata sosial, filsafat pendidikan dan teori pendidikan. Berbagai sumber, utamanya UU-RI no.20/2003 dan JD Butler (1968) Four Philosophies and Their practice in Education and Religion, rev. ed. 2. Tugas : Pada pertemuan ke-2 setiap mahasiswa secara individual mengerjakan tugas (1 halaman kuarto ketikan atau 1 halaman folio tulisan arti 5 istilah filsafat menurut katagori (i) metafisika, (ii) epistemologi, (iii) logika, (iv) aksiologi, (v) filsafat agama dan (vi) satu (1) orang tokoh historis ahli filsafat dan identifikasi kebidangannya, agar dimaksukkan paling lambat pada pertemuan ke-5. 3. Bacaan lebih lanjut : Bab I dari buku sumber karangan HH Titus, Smith dan Nolan (Living Issues in Philosophy, setara terjemahan 1984, tersebut dibawah ) serta lampiran daftar Glossari. Pertemuan 3 Membahas berbagai pendekatan dalam melakukan studi pendidikan. Pendekatan filsafi (fissafati) melahirkan filsafat pendidikan, teori pendidikan tipe-A (b) pendekatan ilmiah menghasilkan ilmu pendidikan, pedagogik, teori pendidikan tipe-B, serta (c) pendekatan komparatif menghasilkan perbandingan pendidikan, pendidikan internsional dan sejarah pendidikan, dan (d) pendekatan historis menghasilkan sejarah (riwayat) pendidikan dalam berbagai prakteknya di masa lalu dan di negara/tempat lain. Pertemuan 4 Membahas berbagai pendekatan filosofis dalam melakukan studi pendidikan (idealisme dan naturalisme) Pertemuan 5 1. Membahas berbagai pendekatan filosofis lanjutan dalam melakukan studi pragmatisme dan eksistensialisme theistik. Tagihan ke-1 yang belum masuk. 2. Tugas : Beberapa kelompok kecil mahasiswa bertugas melaporkan secara tertulis tentang: (a) pendidikan pengetahauan dan informasi dalam arti pengajaran, dan (b) pendidikan nilai etetis dan etis dalam skala mikro sebagai proses mendidik; untuk dimasukkan sebelum UTS (paling lambat pertemuan ke-8) Pertemuan 6 Membahas teori pendidikan tipe-A (ilmiah, berdasarkan ilmu-ilmu sosial) dan teori pendidikan tipe-B (ilmiah, berdasarkan ilmu-ilmu hukum dan humaniora) Pertemuan 7 Membahas tokoh pendidik/aktivis pakar pendidikan dalam dan luar negeri, bersumber Joy A. Palmer (Ed. 2001) Fifty Modern Thinkers on Education, atau setara terjemahannya. Pertemuan 8 Membahas Review Materials dan masukan satu (1) masalah pendidikan yang diajukan mehasiswa tentang pendidikan nasional. Tagiahan ke-2 yang belum masuk Pertemuan 9 Ujian Tengah Semester berupa seperangkat item pilihan berganda dan satu (1) soal uraian. Semua mengerjakan di kelas. Pertemuan 10 1. Membahas FP praktis : perennialisme dan Esesialisme dalam permasalahan pengajaran, pendidikan dan teknologi instrksional (pendidikan). 2. Tugas : Mahasiswa mengerjakan tugas kelompok kecil yang singkat tentang masalah yang dihadapi sejak Sacrates (zaman Yunani Klaisk) sampai Kohlberg (1927-1987) : Apakah kebajikan (vittue) adalah suatu materi yang dapat diajarkan? Apakah kebajikan lahir dari praktek? Ataukah kebajikan berasal dari bakat atau naluri alami? (Setengah mahasiswa membaca Meno dari Dialog Sacrotes/Plato 40pp. Pocketbok; setengah lainnya membaca artikel BA Sichel Beyond Moral Stories (1997, 9/11pp) dan artikel respin MS Katz Moral Stories : How much we can learn fron them and is it enough? (1997,3/5p). Tugas kelompok harus dimasukkan paling lambat di Pertemuan ke-14. Pertemuan 11 (Sambungan) Membahas pendidikan nilai (dari Meno, Moral Stories, atau lain sumber oleh mahasiswa) Pertemuan 12 Membahas faktor manusia dalam pendidikan, khususnya pengajaran, mengajar dan kurikulum (makro) dan belajar, mendidik dan otonomi pendidik (mikro; governance) khususnya berdasarkan teori Ki Hajar Dewantara (dari Karya KHD, 1963). Pertemuan 13 1. Membahas ilmu pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (dari Karya KHD, 1963) 2. Tugas: Untuk bahan diskusi pertemuan ke-14 Distribusi handout artikel oleh JD Marshall Education in the Mode of Information (1997, ) dan artikel R. Brosio Pixels, Decenteredness, Totalism (1997, ) untuk bahan diskusi pertemuan ke-14. Petemuan 14 1. Membahas pengetahuan dan informasi sebagai bahan ajar dalam pendidikan, berdasarkan materi dari artikel JD Marshall dan R. Brosio. 2. Tugas: Menugaskan bacaan The Search for meaning, oleh PH. Phenix (1964) The Realms of Meaning, (ch. 4) untuk bahan diskusi Pertemuan 15. tagihan yang belum masuk. Pertemuan 15 Membahas isyu ‘Pengetahuan, ilmu dan makna’ berdasarkan kebutuhan manusia akan sesuatu arti yang lebih bermakna daripada dunia materi. Timbulnya 6 wilayah makna, menurut Phenix. Mahasiswa agar melakukan refleksi banding dengan ajaran agamanya. Pertemuan 16 (alternative belajar sendiri menghadapi UAS dan / atau tugas bebas individual) Pertemuan 17 Ujian Akhir Semester (uraian, take home untuk waktu 6-7 hari, tiap soalan paling banya dijawab dalam satu halaan ketikan kuarto, atau satu halaman tulisan folio) DAFTAR REFERENSI Bertmen, MA (1974) Research Guide in Philosophy. Morristown, NJ: General Learning Publisher. Boyles, DR (1997) Sophistry, Dialectic and Teacher Education. 8pp [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES_Yearbook/96_does/brosio. Brosiom Richard (1997) Pixels, Desenteredness, Totalism. 4p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES_yearbook.96_does/brosio. Butler, JD (1968) Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion (2nd.ed.) New York: Harper & Row. Delors, Jacques, et.al. (1996) Lerning: The Treasure Within, Paris: UNESCO Dawey, John (1952) Democracy and Education. New York: Macmillan ---------------- (1967) Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanusius Goleman, Daniel (1995) Emotional Intelligence. New York: Bantam Books Highet, Gilbert (1950) The Art of Thaching. New York: Random House, Inc. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian I Pendidikan. 1962. Yogyakarta: MLP Taman Siswa Katz, MS (1997) Moral Stories. 5p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.ed/EPS/PES- Yearbook/96_does/katz Marshall, JD (1997) Educational in the Mode of Information. 9p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/marshal Morgan, Paul (1997) An Ovular Model of Resistence to Modernist Recidivism.6p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/morgan Notonagoro (1983) Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: PT Bina Aksara Palmer, JA (Ed.2001; terjemah Assifa & Kusharyono, 2003) 50 Pemikir Pendidikan Yogyakarta: Penerbit Jendela Phenix, PH (1964) The Realms of Meaning.. McGraw-Hill Book Sichel, BA (1977) Beyond Moral Stories. 11pp [Online] Tersedia:http://www/ed/uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/sichel Titus, HH, MS Smith & ET Nolan (1979) Living Issue in Philophy. (7th.ed.) New York: Van Nostrand. Atau terjemahannya oleh Prof. HM. Rasjidi (1984) Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang. Waini Rasyidin (2004) Filsafat & Teori Pendidikan dengan Pendekatan Humaniora (Rading ”notes and quotes” dari petikan Internet). PPS-UPI tak diterbitkan. Waini Rasyidin (2000) Filosofi dan Teori Pendidikan untuk Membangun Pendidikan Nasional. Makalah disajikan pada konaspi VI Jakarta. Dosen dapat dihubungi melalui : e-mail : waini upi@hotmail.com Alamat : Prodi Pendidikan Umum (PU), lantai 2 PPS, Kampus UPI, Jl. Dr. setiabudi 223pav. Bandung 40154 Telepon Rumah (022) 2013686 Kantor FIP-UPI (022) 2013163 loc. 4308, 4315 HP 0812 200 1897 Bertemu muka: Di Rumah, khusus untuk bimbingan penulisan Tugas Akhir sesuai perjanjian Di Kantor, khusus Senin; dan di ruang kuliah sesudah perkuliahan (sesuai jadwal per semseter di FIP dan PPS-UPI)
TUJUAN MATA KULIAH Setelah menempuh mata kulih ini mahasiswa diharapkan memiliki dasar pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam lingkup pengajaran makro berlandaskan epistemologis dan lingkup belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani, memiliki wawasan yang luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori pendidikan. Mahasiswa mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga ia akan mampu membina dan mengembangkan program pendidikan serta memecahkan persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang timbul dan dihadapi di Indonesia baik dalam rangka otonomi daerah maupun dekonsentrasi pendidikan guru dan pendidikan tinggi. DESKRIPSI MATA KULIAH Perkuliahan ”Filsafat dan Teori Pendidikan” membahas persoalan filsafati dan teoritis mengenai pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta pemecahan masalah-masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan permasalahan pendidikan tersebut pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka perkuliahan ini juga menyoroti pelbagai landasan pendidikan, serta pendidikan dalam praktek dengan ilmu pengetahuan termasuk pedagogik, dengan filsafat pendidikan serta dengan berbagai disiplin keilmuan lain. Dalam studi ini digunakan pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis, maupun komparatif. URAIAN POKOK BAHASAN SETIAP PERTEMUAN Pertemuan 1 Membahas : • Introduksi dan orientasi tujuan mata kuliah (seperti tersebut diatas) • Orientasi ruang lingkup mata kuliah (seperti tercantum dibawah ini) • Kebijaksanaan pelaksanaan perkuliahan sebagai ”educational discourse” • Kebijaksanaan penilaianhasil belajar (berdasarkan presensi aktif, UTS, UAS, tugas kelompok kecil, dan tugas bebas individual) • Intodukdi tugas yang harus diselesaikan • Buku ajar yang digunakan dan sumber belajar lainnya (tercantum dibagian bawah) • Edaran daftar isian kebutuhan belajar mahasiswa (utamanya Prodi PU) • Hal-hal lain yang esensial dari pengalaman pelaksanaan perkuliahan Pertemuan 2 1. Membahas terminologi: Pendidikan, mendidik, pengajaran, filsafat, filsafat sistematis dan sistem filsafat, filsafat historis, ahli pikir, permasalahan pendidikan mikro dan pendidikan nilai, pendidikan makro dan pranata sosial, filsafat pendidikan dan teori pendidikan. Berbagai sumber, utamanya UU-RI no.20/2003 dan JD Butler (1968) Four Philosophies and Their practice in Education and Religion, rev. ed. 2. Tugas : Pada pertemuan ke-2 setiap mahasiswa secara individual mengerjakan tugas (1 halaman kuarto ketikan atau 1 halaman folio tulisan arti 5 istilah filsafat menurut katagori (i) metafisika, (ii) epistemologi, (iii) logika, (iv) aksiologi, (v) filsafat agama dan (vi) satu (1) orang tokoh historis ahli filsafat dan identifikasi kebidangannya, agar dimaksukkan paling lambat pada pertemuan ke-5. 3. Bacaan lebih lanjut : Bab I dari buku sumber karangan HH Titus, Smith dan Nolan (Living Issues in Philosophy, setara terjemahan 1984, tersebut dibawah ) serta lampiran daftar Glossari. Pertemuan 3 Membahas berbagai pendekatan dalam melakukan studi pendidikan. Pendekatan filsafi (fissafati) melahirkan filsafat pendidikan, teori pendidikan tipe-A (b) pendekatan ilmiah menghasilkan ilmu pendidikan, pedagogik, teori pendidikan tipe-B, serta (c) pendekatan komparatif menghasilkan perbandingan pendidikan, pendidikan internsional dan sejarah pendidikan, dan (d) pendekatan historis menghasilkan sejarah (riwayat) pendidikan dalam berbagai prakteknya di masa lalu dan di negara/tempat lain. Pertemuan 4 Membahas berbagai pendekatan filosofis dalam melakukan studi pendidikan (idealisme dan naturalisme) Pertemuan 5 1. Membahas berbagai pendekatan filosofis lanjutan dalam melakukan studi pragmatisme dan eksistensialisme theistik. Tagihan ke-1 yang belum masuk. 2. Tugas : Beberapa kelompok kecil mahasiswa bertugas melaporkan secara tertulis tentang: (a) pendidikan pengetahauan dan informasi dalam arti pengajaran, dan (b) pendidikan nilai etetis dan etis dalam skala mikro sebagai proses mendidik; untuk dimasukkan sebelum UTS (paling lambat pertemuan ke-8) Pertemuan 6 Membahas teori pendidikan tipe-A (ilmiah, berdasarkan ilmu-ilmu sosial) dan teori pendidikan tipe-B (ilmiah, berdasarkan ilmu-ilmu hukum dan humaniora) Pertemuan 7 Membahas tokoh pendidik/aktivis pakar pendidikan dalam dan luar negeri, bersumber Joy A. Palmer (Ed. 2001) Fifty Modern Thinkers on Education, atau setara terjemahannya. Pertemuan 8 Membahas Review Materials dan masukan satu (1) masalah pendidikan yang diajukan mehasiswa tentang pendidikan nasional. Tagiahan ke-2 yang belum masuk Pertemuan 9 Ujian Tengah Semester berupa seperangkat item pilihan berganda dan satu (1) soal uraian. Semua mengerjakan di kelas. Pertemuan 10 1. Membahas FP praktis : perennialisme dan Esesialisme dalam permasalahan pengajaran, pendidikan dan teknologi instrksional (pendidikan). 2. Tugas : Mahasiswa mengerjakan tugas kelompok kecil yang singkat tentang masalah yang dihadapi sejak Sacrates (zaman Yunani Klaisk) sampai Kohlberg (1927-1987) : Apakah kebajikan (vittue) adalah suatu materi yang dapat diajarkan? Apakah kebajikan lahir dari praktek? Ataukah kebajikan berasal dari bakat atau naluri alami? (Setengah mahasiswa membaca Meno dari Dialog Sacrotes/Plato 40pp. Pocketbok; setengah lainnya membaca artikel BA Sichel Beyond Moral Stories (1997, 9/11pp) dan artikel respin MS Katz Moral Stories : How much we can learn fron them and is it enough? (1997,3/5p). Tugas kelompok harus dimasukkan paling lambat di Pertemuan ke-14. Pertemuan 11 (Sambungan) Membahas pendidikan nilai (dari Meno, Moral Stories, atau lain sumber oleh mahasiswa) Pertemuan 12 Membahas faktor manusia dalam pendidikan, khususnya pengajaran, mengajar dan kurikulum (makro) dan belajar, mendidik dan otonomi pendidik (mikro; governance) khususnya berdasarkan teori Ki Hajar Dewantara (dari Karya KHD, 1963). Pertemuan 13 1. Membahas ilmu pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (dari Karya KHD, 1963) 2. Tugas: Untuk bahan diskusi pertemuan ke-14 Distribusi handout artikel oleh JD Marshall Education in the Mode of Information (1997, ) dan artikel R. Brosio Pixels, Decenteredness, Totalism (1997, ) untuk bahan diskusi pertemuan ke-14. Petemuan 14 1. Membahas pengetahuan dan informasi sebagai bahan ajar dalam pendidikan, berdasarkan materi dari artikel JD Marshall dan R. Brosio. 2. Tugas: Menugaskan bacaan The Search for meaning, oleh PH. Phenix (1964) The Realms of Meaning, (ch. 4) untuk bahan diskusi Pertemuan 15. tagihan yang belum masuk. Pertemuan 15 Membahas isyu ‘Pengetahuan, ilmu dan makna’ berdasarkan kebutuhan manusia akan sesuatu arti yang lebih bermakna daripada dunia materi. Timbulnya 6 wilayah makna, menurut Phenix. Mahasiswa agar melakukan refleksi banding dengan ajaran agamanya. Pertemuan 16 (alternative belajar sendiri menghadapi UAS dan / atau tugas bebas individual) Pertemuan 17 Ujian Akhir Semester (uraian, take home untuk waktu 6-7 hari, tiap soalan paling banya dijawab dalam satu halaan ketikan kuarto, atau satu halaman tulisan folio) DAFTAR REFERENSI Bertmen, MA (1974) Research Guide in Philosophy. Morristown, NJ: General Learning Publisher. Boyles, DR (1997) Sophistry, Dialectic and Teacher Education. 8pp [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES_Yearbook/96_does/brosio. Brosiom Richard (1997) Pixels, Desenteredness, Totalism. 4p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES_yearbook.96_does/brosio. Butler, JD (1968) Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion (2nd.ed.) New York: Harper & Row. Delors, Jacques, et.al. (1996) Lerning: The Treasure Within, Paris: UNESCO Dawey, John (1952) Democracy and Education. New York: Macmillan ---------------- (1967) Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanusius Goleman, Daniel (1995) Emotional Intelligence. New York: Bantam Books Highet, Gilbert (1950) The Art of Thaching. New York: Random House, Inc. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian I Pendidikan. 1962. Yogyakarta: MLP Taman Siswa Katz, MS (1997) Moral Stories. 5p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.ed/EPS/PES- Yearbook/96_does/katz Marshall, JD (1997) Educational in the Mode of Information. 9p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/marshal Morgan, Paul (1997) An Ovular Model of Resistence to Modernist Recidivism.6p [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/morgan Notonagoro (1983) Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: PT Bina Aksara Palmer, JA (Ed.2001; terjemah Assifa & Kusharyono, 2003) 50 Pemikir Pendidikan Yogyakarta: Penerbit Jendela Phenix, PH (1964) The Realms of Meaning.. McGraw-Hill Book Sichel, BA (1977) Beyond Moral Stories. 11pp [Online] Tersedia:http://www/ed/uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/96_does/sichel Titus, HH, MS Smith & ET Nolan (1979) Living Issue in Philophy. (7th.ed.) New York: Van Nostrand. Atau terjemahannya oleh Prof. HM. Rasjidi (1984) Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang. Waini Rasyidin (2004) Filsafat & Teori Pendidikan dengan Pendekatan Humaniora (Rading ”notes and quotes” dari petikan Internet). PPS-UPI tak diterbitkan. Waini Rasyidin (2000) Filosofi dan Teori Pendidikan untuk Membangun Pendidikan Nasional. Makalah disajikan pada konaspi VI Jakarta. Dosen dapat dihubungi melalui : e-mail : waini upi@hotmail.com Alamat : Prodi Pendidikan Umum (PU), lantai 2 PPS, Kampus UPI, Jl. Dr. setiabudi 223pav. Bandung 40154 Telepon Rumah (022) 2013686 Kantor FIP-UPI (022) 2013163 loc. 4308, 4315 HP 0812 200 1897 Bertemu muka: Di Rumah, khusus untuk bimbingan penulisan Tugas Akhir sesuai perjanjian Di Kantor, khusus Senin; dan di ruang kuliah sesudah perkuliahan (sesuai jadwal per semseter di FIP dan PPS-UPI)

karya Al Ghazali

ama karya beliau ini diambil secara ringkas dari kitab Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah, karya Dr. Abdurrahman bin Shaleh Ali Mahmud 2/623-625, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/203-204 Beliau seorang yang produktif menulis. Karya ilmiah beliau sangat banyak sekali. Di antara karyanya yang terkenal ialah: Pertama, dalam masalah ushuluddin dan aqidah: 1. Arba’in Fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad Fil I’tiqad. 4. Tahafut Al Falasifah. Berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah. 5. Faishal At Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah. Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat banyak. Secara ringkas dapat kita kutip yang terkenal, di antaranya: (1) Al Mustashfa Min Ilmil Ushul. Merupakan kitab yang sangat terkenal dalam ushul fiqih. Yang sangat populer dari buku ini ialah pengantar manthiq dan pembahasan ilmu kalamnya. Dalam kitab ini Imam Ghazali membenarkan perbuatan ahli kalam yang mencampur adukkan pembahasan ushul fikih dengan pembahasan ilmu kalam dalam pernyataannya, “Para ahli ushul dari kalangan ahli kalam banyak sekali memasukkan pembahasan kalam ke dalamnya (ushul fiqih) lantaran kalam telah menguasainya. Sehingga kecintaannya tersebut telah membuatnya mencampur adukkannya.” Tetapi kemudian beliau berkata, “Setelah kita mengetahui sikap keterlaluan mereka mencampuradukkan permasalahan ini, maka kita memandang perlu menghilangkan dari hal tersebut dalam kumpulan ini. Karena melepaskan dari sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sangatlah sukar……” (Dua perkataan beliau ini dinukil dari penulis Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al Mustashfa hal. 17 dan 18). Lebih jauh pernyataan beliau dalam Mukaddimah manthiqnya, “Mukadimah ini bukan termasuk dari ilmu ushul. Dan juga bukan mukadimah khusus untuknya. Tetapi merupakan mukadimah semua ilmu. Maka siapa pun yang tidak memiliki hal ini, tidak dapat dipercaya pengetahuannya.” (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al Mustashfa hal. 19). Kemudian hal ini dibantah oleh Ibnu Shalah. beliau berkata, “Ini tertolak, karena setiap orang yang akalnya sehat, maka berarti dia itu manthiqi. Lihatlah berapa banyak para imam yang sama sekali tidak mengenal ilmu manthiq!” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Demikianlah, karena para sahabat juga tidak mengenal ilmu manthiq. Padahal pengetahuan serta pemahamannya jauh lebih baik dari para ahli manthiq. (2) Mahakun Nadzar. (3) Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini berbicara tentang mantiq dan telah dicetak. (4) Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdulkarim Ali Utsman. (5) Misykatul Anwar. Dicetak berulangkali dengan tahqiq Abul Ala Afifi. (6) Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma Allah Al Husna. Telah dicetak. (7) Mizanul Amal. Kitab ini telah diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman Dunya. (8) Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Oleh para ulama, kitab ini diperselisihkan keabsahan dan keontetikannya sebagai karya Al Ghazali. Yang menolak penisbatan ini, diantaranya ialah Imam Ibnu Shalah dengan pernyataannya, “Adapun kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, bukanlah karya beliau. Aku telah melihat transkipnya dengan khat Al Qadhi Kamaluddin Muhammad bin Abdillah Asy Syahruzuri yang menunjukkan, bahwa hal itu dipalsukan atas nama Al Ghazali. Beliau sendiri telah menolaknya dengan kitab Tahafut.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Banyak pula ulama yang menetapkan keabsahannya. Di antaranya yaitu Syaikhul Islam, menyatakan, “Adapun mengenai kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, sebagian ulama mendustakan penetapan ini. Akan tetapi para pakar yang mengenalnya dan keadaannya, akan mengetahui bahwa semua ini merupakan perkataannya.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Kitab ini diterbitkan terakhir dengan tahqiq Riyadh Ali Abdillah. (9) Al Ajwibah Al Ghazaliyah Fil Masail Ukhrawiyah. (10) Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati An Nafsi. (11) Qanun At Ta’wil. (12) Fadhaih Al Bathiniyah dan Al Qisthas Al Mustaqim. Kedua kitab ini merupakan bantahan beliau terhadap sekte batiniyah. Keduanya telah terbit. (13) Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab ini telah diterbitkan berulang kali dengan tahqiq Muhammad Al Mu’tashim Billah Al Baghdadi. (14) Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus Salikin, diterbitkan dengan tahqiq Muhammad Bahit. (15) Ar Risalah Alladuniyah. (16) Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan sebagian kaum muslimin di Indonesia. Para ulama terdahulu telah berkomentar banyak tentang kitab ini, di antaranya: Abu Bakar Al Thurthusi berkata, “Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya’ dengan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasail Ikhwanush Shafa. Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.” (Dinukil Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/334). Dalam risalahnya kepada Ibnu Mudzaffar, beliau pun menyatakan, “Adapun penjelasan Anda tentang Abu Hamid, maka saya telah melihatnya dan mengajaknya berbicara. Saya mendapatkan beliau seorang yang agung dari kalangan ulama. Memiliki kecerdasan akal dan pemahaman. Beliau telah menekuni ilmu sepanjang umurnya, bahkan hampir seluruh usianya. Dia dapat memahami jalannya para ulama dan masuk ke dalam kancah para pejabat tinggi. Kemudian beliau bertasawuf, menghijrahi ilmu dan ahlinya dan menekuni ilmu yang berkenaan dengan hati dan ahli ibadah serta was-was syaitan. Sehingga beliau rusak dengan pemikiran filsafat dan Al Hallaj (pemikiran wihdatul wujud). Mulai mencela ahli fikih dan ahli kalam. Sungguh dia hampir tergelincir keluar dari agama ini. Ketika menulis Al Ihya’ beliau mulai berbicara tentang ilmu ahwal dan rumus-rumus sufiyah, padahal belum mengenal betul dan tidak memiliki keahlian tentangnya. Sehingga dia berbuat kesalahan fatal dan memenuhi kitabnya dengan hadits-hadits palsu.” Imam Adz Dzahabi mengomentari perkataan ini dengan pernyataannya, “Adapun di dalam kitab Ihya’ terdapat sejumlah hadits-hadits yang batil dan terdapat kebaikan padanya, seandainya tidak ada adab dan tulisan serta zuhud secara jalannya ahli hikmah dan sufi yang menyimpang.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/339-340). Imam Subuki dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah (Lihat 6/287-288) telah mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al Ihya’ dan menemukan 943 hadits yang tidak diketahui sanadnya. Abul Fadhl Abdurrahim Al Iraqi mentakhrij hadits-hadits Al Ihya’ dalam kitabnya, Al Mughni An Asfari Fi Takhrij Ma Fi Al Ihya Minal Akhbar. Kitab ini dicetak bersama kitab Ihya Ulumuddin. Beliau sandarkan setiap hadits kepada sumber rujukannya dan menjelaskan derajat keabsahannya. Didapatkan banyak dari hadits-hadits tersebut yang beliau hukumi dengan lemah dan palsu atau tidak ada asalnya dari perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka berhati-hatilah para penulis, khathib, pengajar dan para penceramah dalam mengambil hal-hal yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin. (17) Al Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi biografinya. (18) Al Wasith. (19) Al Basith. (20) Al Wajiz. (21) Al Khulashah. Keempat kitab ini adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah yang beliau tulis. Imam As Subki menyebutkan 57 karya beliau dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/224-227. Aqidah dan Madzhab Beliau Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari karyanya Al Wasith, Al Basith dan Al Wajiz. Bahkan kitab beliau Al Wajiz termasuk buku induk dalam mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi Asy Syafi’i.” Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah. Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau? Memang agak sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah sesuatu, kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya. Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad hal. 110). Adapun orang yang menelaah kitab dan karya beliau seperti Misykatul Anwar, Al Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal, Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al Maqshad Al Asna, Jawahirul Qur’an dan Al Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud menjelaskan tasawuf Al Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal kepribadian Al Ghazali ada dua perkara: Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga aqidah. Yang pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya. Kedua, beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara pengetahuannya. Bila demikian, Al Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan rahasia dalam aqidahnya. Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang selalu mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asyariyah 2/628). Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan hasil penelitian dan pendapat para peneliti pemikiran Al Ghazali, bahwa tasawuf Al Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang menyatukan pemikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan Parsi. Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat Al Mausu’ah Al Muyassarah Fi Al Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzab Al Mu’ashirah, karya Dr. Mani’ bin Hamad Al Juhani 2/928-929). Sebenarnya inilah yang dikembangkan beliau akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian juga dijelaskan pentahqiq kitab Bughyatul Murtad dalam mukadimahnya. Setelah menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan mengatakan, “Bantahan Ibnu Taimiyah terhadap Al Ghazali didasarkan kejelasannya mengikuti filsafat dan terpengaruh dengan sekte Bathiniyah dalam menta’wil nash-nash, walaupun beliau membantah habis-habisan mereka, seperti dalam kitab Al Mustadzhiri. Ketika tujuan kitab ini (Bughyatul Murtad, pen) adalah untuk membantah orang yang berusaha menyatukan agama dan filsafat, maka Syaikhul Islam menjelaskan bentuk usaha tersebut pada Al Ghazali. Yang berusaha menafsirkan nash-nash dengan tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan pokok-pokok ajaran ahli Isyraq (pengikut filsafat neo-platonisme).” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad hal. 111). Tetapi perlu diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan menekuni Shahih Bukhari dan Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Penulis Jawahirul Qur’an (Al Ghazali, pen) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau menyibukkan diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam keadaan demikian. Wallahu a’lam.” *** Sumber: Majalah As Sunnah Penyusun: Ust. Kholid Syamhudi, Lc. Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id

MAKALAH UPAYA MEMPERBAIKI KUALITAS MENGAJAR YANG MENDIDIK GURU IPA DENGAN MEMAKSIMALKAN TERPENUHINYA KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN PROFESIONAL GURU

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek terpenting untuk dimiliki oleh setiap umat manusia. Karena dengan pendidikan dapat menciptakan perubahan sikap yang baik pada diri seseorang. Pendidikan mempunyai dua proses utama yaitu mengajar dan diajar. Mengajar ditingkat pendidikan formal biasanya dilakukan oleh seorang guru. Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai tiga peranan yaitu sebagai pengajar, pembimbing dan administrator kelas. Guru sebagai pengajar berperan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Peranan ini termasuk ke dalam aspek pendidik sebab tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan juga mendidik untuk mengalihkan nilai-nilai kehidupan. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sikap yang mengubah tingkah laku peserta menjadi lebih baik. Guru sebagai administrator kelas berperan dalam pengelolaan proses belajar mengajar di kelas. Guru merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut. Kompetensi-kompetensi yang akan dibahas dalam makalah ini terbatas pada kompetensi-kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Kompetensi kepribadian adalah karakteristik pribadi yang harus dimiliki guru sebagai individu yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan mereka membimbing peserta didik dalam menguasai materi yang diajarkan. Guru yang bermutu dan profesional menjadi tuntutan masyarakat seiring dengan tuntutan persyaratan kerja yang semakin ketat mengikuti kemajuan era globalisasi. Untuk membentuk guru yang profesional sangat tergantung pada banyak hal yaitu guru itu sendiri, pemerintah, masyarakat dan orang tua. Berdasarkan kenyataan yang ada, pemerintah telah mengupayakan berbagai hal, diantaranya sertifikasi guru. Dengan adanya program sertifikasi tersebut, kualitas mengajar guru akan lebih baik. Program sertifikasi tersebut juga dapat diterapkan untuk guru-guru IPA agar dapat memiliki standar kompetensi yang telah diterangkan di atas. Guru IPA diharapkan mampu memahami dan menguasai materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran yang terkait dan menginternalisasikan nilai-nilai IPA dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu melalui sertifikasi guru IPA diharapkan mampu menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi IPA. Oleh karena itu, kami mengangkat sebuah judul “Upaya Memperbaiki Kualitas Mengajar yang Mendidik Guru IPA dengan Memaksimalkan Terpenuhinya Kompetensi Kepribadian dan Profesional Guru”. B. Rumusan Masalah Bagaimana upaya untuk memperbaiki kualitas mengajar yang mendidik guru IPA dengan memaksimalkan terpenuhinya kompetensi kepribadian dan profesional guru? C. Pembahasan 1. Guru sebagai Pendidik Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan bangsa. Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru-guru. Makin tinggi pendidikan guru, makin baik pula mutu pendidikan dan pengajaran yang diterima anak, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu guru harus berkeyakinan dan bangga bahwa ia dapat menjalankan tugas itu dan berusaha menjalankan tugas kewajiban sebaiknya sehingga dengan demikian masyarakat menginsafi sungguh-sungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru. Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat dan negara maupun ditinjau dari sudut keagamaan. Tugas seorang guru tidak hanya mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam undang-undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : a. Berijazah, b. Sehat jasmani dan rohani, c. Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik, d. Bertanggungjawab, e. Berjiwa nasional. Disamping syarat-syarat tersebut, tentunya masih ada syarat-syarat lain yang harus dimiliki guru jika kita menghendaki agar tugas atau pekerjaan guru mendatangkan hasil yang lebih baik. Salah satu syarat diatas adalah guru harus berkelakuan baik, maka didalamnya terkandung segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik. Beberapa sikap dan sifat yang sangat penting bagi guru adalah sebagai berikut: 1.1 Adil Seorang guru harus adil dalam memperlakukan anak-anak didik harus dengan cara yang sama, misalnya dalam hal memberi nilai dan menghukum anak. 1.2 Percaya dan suka terhadap murid-muridnya Seorang guru harus percaya terhadap anak didiknya. Ini berarti bahwa guru harus mengakui bahwa anak-anak adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya yang buruk dan menimbulkan kemauan untuk mencegah hal yang buruk. 1.3 Sabar dan rela berkorban Kesabaran merupakan syarat yang sangat diperlukan apalagi pekerjaan guru sebagai pendidik. Sifat sabar perlu dimiliki guru baik dalam melakukan tugas mendidik maupun dalam menanti jerih payahnya. 1.4 Memiliki Perbawa (gezag) terhadap anak-anak Gezag adalah kewibawaan. Tanpa adanya gezag pada pendidik tidak mungkin pendidikan itu masuk ke dalam sanubari anak-anak. Tanpa kewibawaan, murid-murid hanya akan menuruti kehendak dan perintah gurunya karena takut atau paksaan; jadi bukan karena keinsyafan atau karena kesadaran dalam dirinya. 1.5 Penggembira Seorang guru hendaklah memiliki sifat tertawa dan suka memberi kesempatan tertawa bagi murid-muridnya. Sifat ini banyak gunanya bagi seorang guru, antara lain akan tetap memikat perhatian anak-anak pada waktu mengajar, anak-anak tidak lekas bosan atau lelah. Sifat humor yang pada tempatnya merupakan pertolongan untuk memberi gambaran yang betul dari beberapa pelajaran. Yang penting lagi adalah humor dapat mendekatkan guru dengan muridnya, seolah-olah tidak ada perbedaan umur, kekuasaan dan perseorangan. Dilihat dari sudut psikologi, setiap orang atau manusia mempunyai 2 naluri (insting) : (1) naluri untuk berkelompok, (2) naluri suka bermain-main bersama. Kedua naluri itu dapat kita gunakan secara bijaksana dalam tiap-tiap mata pelajaran, hasilnya akan baik dan berlipat ganda. 1.6 Bersikap baik terhadap guru-guru lain Suasana baik diantara guru-guru nyata dari pergaulan ramah-tamah mereka di dalam dan di luar sekolah, mereka saling menolong dan kunjung mengunjungi dalam keadaan suka dan duka. Mereka merupakan keluarga besar, keluarga sekolah. Terhadap anak-anak, guru harus menjaga nama baik dan kehormatan teman sejawatnya. Bertindaklah bijaksana jika ada anak-anak atau kelas yang mengajukan kekurangan atau keburukan seorang guru kepada guru lain. 1.7 Bersikap baik terhadap masyarakat Tugas dan kewajiban guru tidak hanya terbatas pada sekolah saja tetapi juga dalam masyarakat. Sekolah hendaknya menjadi cermin bagi masyarakat sekitarnya, dirasai oleh masyarakat bahwa sekolah itu adalah kepunyaannya dan memenuhi kebutuhan mereka. Sekolah akan asing bagi rakyat jika guru-gurunya memencilkan diri seperti siput dalam rumahnya, tidak suka bergaul atau mengunjungi orang tua murid-murid, memasuki perkumpulan-perkumpulan atau turut membantu kegiatan masyarakat yang penting dalam lingkungannya. 1.8 Benar-benar menguasai mata pelajarannya Guru harus selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberi pengetahuan-pengetahuan dan kecakapan-kecakapan kepada muridnya tidak mungkin akan berhasil baik jika guru itu sendiri tidak selalu berusaha menambah pengetahuannya. Jadi sambil mengajar sebenarnya guru itu belajar. 1.9 Suka pada mata pelajaran yang diberikannya Mengajarkan mata pelajaran yang disukainya hasilkan akan lebih baik dan mendatangkan kegembiraan baginya daripada sebaliknya. Di sekolah menengah hal ini penting bagi guru untuk memilih mata pelajaran apa yang disukainya yang akan diajarkannya. 1.10 Berpengetahuan luas Selain mempunyai pengetahuan yang dalam tentang mata pelajaran yang sudah menjadi tugasnya akan lebih baik lagi jika guru itu mengetahui pula tentang segala tugas yang penting-penting, yang ada hubungannya dengan tugasnya di dalam masyarakat. Guru merupakan tempat bertanya tentang segala sesuatu bagi masyarakat. Guru itu mempunyai dua fungsi isitimewa yang membedakannya dari pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja lainnya di dalam masyarakat. Fungsi yang pertama adalah mengadakan jembatan antara sekolah dan dunia ini. Fungsi yang kedua yaitu mengadakan hubungan antara masa muda dan masa dewasa. 2. Kompetensi Kepribadian dan Profesionalisme Guru Kompetensi adalah kemampuan secara umum yang harus dikuasai lulusan (Mukminan, 2003 : 3). Menurut Hall dan Jones (Mukmina, 2003, 3) menyatakan kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dari kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi ini, Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberi definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada BAB IV kualifikasi dan kompetensi, pasal 7 ayat 2 berbunyi : Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Tetapi pada pembahasan ini, hanya dibatasi pada kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) Menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) Kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) Kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. Kompetensi kepribadian, yaitu bahwa guru hendaknya memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia. Didalamnya juga diharapkan tumbuhnya kemandirian guru dalam menjalankan tugas serta senantiasa terbiasa membangun etos kerja. Hingga semua sifat ini memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan guru dalam kesehariannya. Jika kita mengacu kepada standar nasional pendidikan, kompetensi kepribadian-kepribadian guru meliputi: (1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. (2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja. (3) Memiliki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan yang bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. (4) Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. (5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan, dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. (Ahmad, 2007 : 3) Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial; bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. (http://www/blogger.com/feeds/540802135256812975/posts/default/5879867004369265039) Selain kompetensi kepribadian, ada satu kompetensi yang penting dan wajib dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi profesional. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan atau materi bidang studi. Banyak ahli pendidikan yang memberikan koreksi seharusnya lebih cocok digunakan istilah kompetensi akademik. Kompetensi profesional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut diatas. (http://www/blogger.com/feeds/540802135256812975/posts/default/5879867004369265039) Kompetensi yang paling utama adalah kemampuan mengajar dan mendidik, yang juga disebut sebagai kompetensi profesional. Guru sebagai profesi atau bidang pekerjaan yang dijalani, tak dapat hanya menyorot sisi kompensasi material semata. Ada hal-hal yang sepantasnya dipenuhi oleh profesi guru. Diantaranya menguasai bidang studi yang diajarkan, memahami materi, struktur, dan konsep, serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat dinilai profesional ketika dia melakukan pengembangan wawasan dan ilmu, mampu menelaah secara kritis, serta kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi. Guru yang profesional adalah guru yang melakukan proses belajar sebagai sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu. Prinsip-prinsip profesional yang harus dimiliki seorang guru adalah sebagai berikut: a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme. b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya. c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. d. Mematuhi kode etik profesi. e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. h. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya. i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum. Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang Teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organisasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk melindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (c) melindungi kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keikhlasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain. Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I Tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat. Kode etik bagi suatu organisasi sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setia anggotanya. Kode etik berfungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslakatan orang lain. Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan yang dipilihnya. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. (Agung, 2005 : 2) Untuk melihat apakah seorang guru dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat dia menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain. Dilihat dari perspektif latar belakang pendidikan, kemampuan profesional guru SLTP dan SLTA di Indonesia masih sangat beragam, mulai dari yang tidak berkompeten sampai yang berkompeten. Semiawan (1991) mengemukakan hierarkhi profesi tenaga kependidikan, yaitu: (1) tenaga profesional, (2) tenaga semiprofessional, dan (3) tenaga para-profesional. 1. Tenaga Profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1 (atau yang setara), dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior. 2. Tenaga Semiprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 (atau yang setara) yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencana, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran. 3. Tenaga Paraprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan atau pengajaran. Menghadapi tantangan demikian, maka diperlukan guru yang benar-benar profesional. H.A.R. Tilaar memberikan empat ciri utama agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah: 1. memiliki kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing personalitiy); 2. mempunyai keterampilan membangkitkan minat peserta didik; 3. memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat; dan 4. sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan. Menurut Wardiman Djojonegoro (1996), guru yang bermutu memiliki paling tidak empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensia, sikap dan prestasi kerjanya. Upaya profesional (profesional efforts) adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time) menunjukkan intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesinya. Dan yang terakhir, guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Selanjutnya, Muchlas Samani (1996) dari Universitas Negeri Surabaya mengemukakan empat prasyarat agar seorang guru dapat profesional. Masing-masing adalah kemampuan guru mengolah atau menyiasati kurikulum, kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan lingkungan, kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai bidang studi atau mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh. (Suyanto, 2001 : 145 – 146) 3. Usaha Peningkatan Profesionalisme Guru Pertama, dari sisi lingkungan tempat guru mengajar. Setiap guru mengikuti pelatihan atau penataran, diharapkan dari dirinya akan ada peningkatan dalam hal kemampuan dan kemauan. Penataran berfungsi memotivasi hasrat guru untuk menjadi yang terbaik. Serta mengembangkan wawasan keilmuannya dengan memberikan pembekalan materi. Kedua, pola pengelolaan pendidikan yang selama ini sangat sentralistik telah memposisikan para guru hanya sekedar operator pendidikan. Jadi guru cenderung mengajar hanya memindahkan pengetahuan saja. Pola pengelolaan pendidikan ini perlu diubah menjadi pola desentralistik. Pengembangan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif perlu dilaksanakan. Mutu pendidikan tidak hanya mengukur aspek knowledge tetapi juga skill, perilaku budi pekerti serta ketrampilan. Guru harus dapat mengembangkan daya kritis dan kreatif siswa. Kedua aspek internal guru sendiri. Perilaku guru diharapkan mempunyai perilaku yang baik. Perubahan perilaku ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penataran. 4. Usaha Peningkatan Kualitas Guru Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalisme guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain adalah: 1. Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata; 2. Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya; 3. Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan; 4. Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999; 5. Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran; 6. Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru; 7. Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru; 8. Perlunya untuk mengkaji ulang aturan atau kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan atau kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya; 9. Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru; 10. Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. 11. Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan; 12. Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); 13. Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier; 14. Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran. Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya “penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru. Dengan adanya pengembangan profesionalisme guru, maka peranan guru harus lebih ditingkatkan. Guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi, diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya. Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada pepatah Sunda mengatakan, guru adalah “digugu dan ditiru” (diikuti dan diteladani), berarti guru harus memiliki: 1. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika berhadapan dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai pengetahuan seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa, dan seorang guru harus terampil tatkala proses kegiatan belajar berjalan. 2. Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus menjadikan, tanggungjawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi. Tidak bisa seorang guru hanya mengandalkan, mengajar merupakan sebagai pelarian dan adem ayem ketika menerima gaji di habis bulan. Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan untuk mengajar sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini masih ada seorang guru mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan Matematika mengajar Bahasa Indonesia, jurusan Dakwah mengajar PPKn, jurusan Bahasa Indonesia mengajar Penjas, dan lain sebagainya. 3. Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang guru adalah pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina, mengayomi anak didiknya. 4. Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan. Keteladanan seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan belajar mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa. Sebaliknya seorang guru yang berpenampilan premanisme, akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Upaya meningkatkan profesionalisme guru menurut Gerstner dkk., peranan guru tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai: 1. Pelatih (coach), guru yang profesional yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu adalah belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya. 2. Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana dimana siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru. 3. Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik yang dimilikinya. Di sisi lain, ia bertindak sebagai bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi. Sosok guru itu diibaratkan segala bisa. Wujud nyata pemerintah dalam peningkatan kualitas guru salah satunya dengan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik pada guru. Sertifikat guru adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti bahwa bukti formal pengakuan formalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat ini diberikan kepada guru yang telah memenuhi standard profesional. Guru profesional merupakan syarat mutlak ut menciptakan sistem dan praktek yang berkualitas. Tujuan utama dalam mengikuti sertifikasi bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi melainkan untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam kompetensi guru. Dengan menyadari hal ini, maka guru tidak akan mencari cara lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif yaitu meningkatkan kualitas guru. Adapun tujuan dari sertifikasi adalah: a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. c. Meningkatkan martabat guru. d. Meningkatkan profesionalitas guru. Adapun manfaat sertifikasi guru, dapat dirinci sebagai berikut: a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompetensi yang dapat merusak citra guru. b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional. c. Meningkatkan kesejahteraan guru. Setelah melalui sertifikasi guru akan menjadi tenaga yang profesional. Dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga profesional, guru berkewajiban: a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil penilaian. b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompeten serta berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. c. Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam belajar. d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika. e. Memelihara dan memupuk kesatuan dan persatuan bangsa. D. Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan dapat disimpulkan : 1. Guru merupakan komponen penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. 2. Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, guru mempunyai empat kompetensi disar, yaitu: kompetensi pedagogik, social, kepribadian dan profesional. 3. Kompetensi kepribadian adalah karakteristik pribadi yang harus dimiliki guru sebagai individu yang mantap, stabil, dewasa, arif, bijak, dan dapat menjadi teladan yang baik. 4. Kompetensi professional adalah kemampuan yang harus dimilikioleh guru dalam penguasaan materi ajar yang baik. 5. Sertifikasi guru adalah salah satu wujud usaha peningkatan kualitas mengajar guru yang professional. E. Saran Adapun saran yang dapat kami berikan adalah : 1. Agar guru dan mahasiswa calon guru senantiasa meningkatkan kompetensi – kompetensinya. 2. Agar pemerintah senantiasa mengupayakan peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh guru. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Budisusilo. (2007). Kepribadian Seorang Guru, Apa Dan Bagaimana. Diambil pada tanggal 12 Maret 2008 dari http://budi126.wordpress.com/budi-pagel. http://www.blogger.com/feeds/540802135256812975/posts/default/5879867004369265039. Diambil pada tanggal 12 Maret 2008. Agung Haryono. (2005). Tantangan Profesionalisme Guru Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Diambil pada tanggal 11 April 2008 dari http://kompas.com/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm. Danim Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia. Suyanto. (2001). Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta : Adicipta. Aceng Nurzaman. (2005). Tingkakan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru. Diambil pada tanggal 12 Maret 2008 dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/17/1104.htm. Ngalim Purwanto. (2004). Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.