Senin, November 23, 2009

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN

Pengantar
Dalam kenyataan, menyusun penelitian pada umumnya dan proposal penelitian untuk skripsi khususnya tidaklah semudah yang diduga oleh para mahasiswa; karena dalam proposal dituntut setidaknya ada 8 point yang harus dijelaskan secara singkat dan padat. Kedelapan point tersebut merupakan satu kesatuan yang sistemik, sehingga berkait kelindan antara satu dan lainnya. Begitu alur, pola, urutan pemikiran, dan logika penulisan tersusun dengan baik dalam proposal, maka separoh dari kerja penulisan skripsi telah rampung
Proposal yang baik-serius tidak dapat disusun secara mendadak. Proposal merupakan puncak akumulasi permasalahan dan kegelisahan akademik yang ingin dicari pemecahannya oleh si penulis atau pengaju proposal. Dosen metodologi penelitian yang terlalu terjebak pada tehnik penelitian biasanya melupakan unsur pokok ini. Praktek pengajaran metodologi penelitian seperti ini adalah ibarat badan tanpa ruh. Selesai kuliah teori, tidak menjamin proposal penelitian akan mudah tersusun dengan sendirinya. Tanpa kegelisahan akademik yang mendalam proposal yang baik sulit tersusun.
Proposal yang baik tersusun secara alamiah lewat kesinambungan kegelisahan akademik dari pengaju proposal itu sendiri – bukan dari Dosen Pengampu mata kuliah atau Pembimbing Akademik – jauh sebelum, selama, dan sesudah menyelesaikan perkuliahan teori. Oleh karena itu, penyusunan proposal penelitian lebih sulit dari pada praktek penulisan skripsi, karena kerangka teori harus dibangun terlebih dahulu dengan baik oleh penulis proposal penelitian sebagai alat untuk membedah dan menganalisis problem akademik yang sedang ia hadapi dan ingin ia pecahkan.
Panjang proposal penelitian diperkirakan antara 10 sampai 30 halaman; sedang urut-urutan dan item-item berpikir dalam menyusun proposal penelitian disarankan menyentuh hal-hal berikut:


1. Pendahuluan (Summary)
2. Permasalahan, persoalan atau kegelisahan akademik (Hypothesis, problem, or question)
3. Pentingnya topik penelitian (Importance of topic)
4. Hasil-hasil penelitian terdahulu (Prior research on topic)
5. Bagaimana penelitian itu akan dikerjakan atau diselesaikan (Research approach/methodology)
6. Pembatasan masalah dan penekanan istilah-istilah kunci (Limitation and key assumptions)
7. Sumbangan dalam pengembangan keilmuan/ilmu-ilmu Islam (Contribution to knowledge)
8. Penjelasan singkat tentang sistematika penulisan dan bab-bab (2-3) halaman rencana penulisan (Descriptions of proposed chapter)

Penjelasan
1. Pendahuluan (Summary)
Dalam praktik dilapangan, penulisan pendahuluan hampir selalu dirancukan dan dikaburkan dengan studi pustaka atau survey literatur. Seringkali terjadi bagian pendahuluan berpanjang-panjang (melelahkan untuk dibaca) dan belum pula sempat menggiring munculnya kata-kata kunci bahwa skripsi dengan judul yang diusulkan itu memang perlu, atau bahkan suatu keharusan untuk dikerjakan. Sebaiknya, pendahuluan (atau mungkin tanpa harus disebut pendahuluan) skripsi cukup satu atau dua halaman, namun harus memenuhi kriteria penulisan pendahuluan yang singkat dan padat. Tentu yang dimaksud dengan “pendahuluan” dalam penulisan skripsi akan merangkum secara singkat garis besar isi skripsi. Bab pendahuluan dalam skripsi bukanlah naskah proposal yang telah disetujui pembimbing atau forum seminar proposal yang kemudian dipindahkan begitu saja ke naskah skripsi. Bab ini harus ditulis di akhir kerja penelitian karena ia akan beralih fungsi menjadi semacam “guide” bagi pembaca untuk memahami secara singkat isi pokok keseluruhan isi skripsi atau buku

2. Pentingnya topik penelitian (Importance of topic)
Yang biasa terjadi, pengaju proposal penelitian kurang bisa meyakinkan pembaca/korektor proposal atau peer review mengenai pentingnya topik yang ia ajukan. Padahal, topik atau judul skripsi boleh saja sama asalkan ada kejelasan kerangka teorinya (theoretical framework), kejelasan letak kajian yang akan dikerjakan dibandingkan dengan tulisan yang sudah ada (prior research on topic), sisi-sisi yang belum dikerjakan oleh orang lain. Bahkan jika skripsi disusun dalam rangka menolak karya orang lain, atau mau menawarkan reinterpretasi baru adalah sangat dianjurkan. Lebih-lebih kalau aspek kajiannya berbeda. Yang justru tidak bisa diterima adalah: isinya sama dengan yang sudah ada meskipun judulnya berbeda (pengulangan, jiplakan atau daur ulang penelitian), merasa bahwa judul skripsi baru pertama ditulis – kecuali kalau memang benar-benar baru (ini hubungannya dengan prior research on topic) dan semacamnya

3. Penelitian terdahulu (Prior research on topic)
Ini yang sering menjadi kekurangan dan kelemahan proposal khususnya yang dirancang untuk pengembangan Studi Islam. Yang sering terjadi (a) ketika menjelaskan studi pustaka, biasanya penulis menyebutkan judul-judul buku tanpa menjelaskan apa isi dari buku tersebut yang relevan dan terkait langsung dengan persoalan akademik yang hendak dibahas dalam skripsi yang diajukan. Disini bahayanya menggunakan istilah survey leteratur karena dalam istilah ini kalau tidak hati-hati akan dipahami sebagai buku apa saja dapat diakses, dibaca dan kemudian dimasuk-masukan (terkesan dipaksakan) masuk ke proposal. Padahal bukanlah demikian. Oleh karena itu lebih tepat dengan istilah prior research on topik. Istilah ini mengandung makna bahwa tidak semua buku yang dibaca harus masuk ke proposal atau naskah skripsi, tetapi hanya buku-buku dan hasil penelitian terdahulu yang terkait sajalah yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. (b) sering sekali tidak menyebutkan karya yang sudah dikerjakan orang lain, seolah-olah dirinyalah yang paling pertama mengerjakan materi yang dibahas (pioneer), (c) kerangka teori tidak mendapat prioritas penjelasan, padahal dalam penulisan skripsi, tesis, lebih-lebih disertasi kerangka teori ini amat sangat penting
Padahal seharusnya; kalau umpama (a) ternyata sudah ada yang menulis dengan hasil yang sama, maka batallah kajian hipotesa yang sedang dikerjakan. Meskipun pada hakekatnya tidak menjiplak; apalagi kalau jelas-jelas menjiplak. Sama halnya (b) dengan tidak mengakui karya orang lain, yang berarti adanya ketidakjujuran; dan (c) tidak tahu karya orang lain berarti kekosongan teoritis dan kemiskinan pustaka
Dengan demikian pertanyaan dosen kepada mahasiswa yang berencana menulis/melakukan penelitian skripsi atau tesis dimulai berupa jurnal, berapa artikel, berapa buku yang telah ditelaah dalam hubungannya dengan rencana penulisan skripsi, tesis atau disertasi yang akan dikerjakan? Problem apa yang paling menggelisahkan mahasiswa secara akademis, sehingga ia memilih topik penelitian seperti itu? Apa kaitan rencana penulisan yang akan dlakukan dengan hasil penelitian terdahulu? Jika mahasiswa tidak dapat menjelaskan hal ini, maka secara otomatis dia tidak dapat menjelaskan dimana letak (State of affairs) penelitian yang akan dikerjakan diantara sekian banyak hasil penelitian dan buku-buku yang telah diterbitkan sebelumnya. Dari sini lalu dapat terpantau kadar orisinalitas atau keaslian penelitian dan kemungkinan duplikasi dengan skripsi, tesis atau disertasi yang ditulis sebelumnya.




4. Bagaimana penelitian itu akan dikerjakan atau diselesaikan (Research approach/methodology)
Pada prinsipnya, methodology dan approaches (pendekatan) adalah bersifat subjektif. Dalam arti bahwa masing-masing peneliti mempunyai taktik dan strategi penelitian yang harus berbeda antara satu dan lainnya. Methodology apalagi approaches yang pernah digunakan oleh peneliti lain belum tentu dan mungkin tidak akan cocok untuk diterapkan begitu saja dalam wilayah penelitian yang hendak kita rencanakan. Dari sini dapat dilacak apakah ada kemungkinan duplikasi atau daur ulang penelitian atau tidak.

5. Pembatasan masalah dan penekanan istilah-istilah kunci (Limitation and key assumptions)
Sering kita jumpai, para penulis skripsi atau penelitian mau menulis dan memuat segala macam pengetahuan. Seolah-olah ilmu si penulis mau ditumpahkan seluruhnya dalam skripsi atau sebuah penelitian. Ini tidak benar, oleh kerena itu harus ada batasan-batasan. Batasan ini akan menolong untuk memberi fokus pada bahasan yang akan dikerjakan. Bisa saja dengan mengatakan bahwa: “research ini tidak akan mencakup….”. Sedang yang dimaksud dengan “Batasan Judul” atau “Batasan Permasalahan”, bukanlah definisi-definisi kata perkata”; tetapi lebih pada pembatasan aspek, wilayah, atau hal apa saja yang akan dan yang tidak akan menjadi sasaran penelitian ini.

6. Sumbangan dalam pengembangan keilmuan/ilmu-ilmu Islam (Contribution to knowledge)
Misalnya memuat: (a) dapat memberi masukan yang bernilai ilmiah…., (b) dapat memberi informasi yang bermanfa’at…, (c) memperkaya khazanah kepustakaan…..,.

7. Penjelasan singkat tentang sistematika penulisan dan bab-bab (2-3) halaman rencana penulisan (Descriptions of proposed chapter)
Kesalahan umum yang biasa dijumpai disini adalah dalam bentuk pemindahan begitu saja rencana daftar isi skripsi pada bagian ini. Tanpa disertai dengan argumen yeng memuaskan mengapa urut-urutan Bab-bab disusun seperti itu. Mengapa Bab III berbunyi seperti itu, apa hubungannya dengan Bab sebelumnya dan bagaimana hubungan dengan Bab berikutnya.
Yang lebih dipentingkan disini adalah uraian tentang urut-urutan Logis (Logical Sequence) dari penyusunan bab I, II, III, IV, atau V. Bagaimana hubungan antar Bab tersebut. Setidaknya dalam Logical Sequence penulisan skripsi harus tergambar dengan jelas bentuk piramida (atau bentuk lain yang dipilih) antara akar, batang dan buah penulisan atau penelitian. Dengan begitu pembaca akan mudah mengikuti logika penulisan yang disusun oleh penulis

Penutup
Hal yang juga penting adalah keseragaman penggunaan pedoman penulisan bibliografi, footnotes, struktur/susunan, dan semacamnya yang bersifat formalitas berdasarkan buku panduan penulisan skripsi perguruan tinggi bersangkutan.
Selain itu bahasa harus baik dan benar menurut kaidah bahasa Indonesia yang baku. Kalau tidak mudah dipahami, bagaimana pembaca proposal dan lebih-lebih naskah skripsi akan menyetujui





Pengertian Metodologi Penelitian
Metodologi dapat didefinisikan sebagai:
a Ilmu untuk mengetahui metode
b Jalan untuk mengetahui knowledge (keilmuan)
c Cara untuk mencapai keilmuan melalui proses dialiktika
d Model pendekatan untuk mendapatkan kebenaran

Dalam dunia ilmiah, istilah metodologi juga biasa digunakan; misalnya dalam penelitian hadits, penelitian hukum Islam, penelitian studi Islam, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, lihat grafik berikut ini:

No Jenis Penelitian Fokus Penelitian Hasil yang diupayakan untuk diketahui
1

2

3





4 Metodologi Penelitian Hadits

Metodologi Penelitian Hukum Islam

Metodologi Penelitian Studi Islam





Dan lain sebagainya Hadits Nabi

Hukum Islam

Islam sebagai wahyu, gejala budaya dan gejala sosial


…………….
Kualitas Hadits

Istinbat Hukum Islam

Mengetahui perbedaan mana dari agama yang bersifat normatif dan mana yang bersifat historis

……………………….

Sedangkan penelitian adalah:

Satu kesatuan proses dan prosedur atau rangkain kegiatan berfikir ilmiah yang terarah; yang dilakukan secara rasional, sistematis, objektif dan empiris
Merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan defenisi di atas, terdapat empat hal yang perlu dipahami lebih lanjut, yaitu:

Cara ilmiah

Data

Tujuan

Kegunaan atau manfa’at

Penjelasan
Penelitian itu merupakan cara ilmiah, berarti penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiris, dan sistematis. Rasional artinya kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya cara-cara yang digunakan dalam penelitian itu teramati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang akan digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis
Data yang diperoleh melalui penelitian itu mempunyai criteria tertentu, yaitu harus valid, reliable, obyektif. Valid menunjukkan derajat ketepatan, yaitu ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Misalnya data dalam obyek berwarna putih, maka data yang terkumpul oleh peneliti juga harus berwarna putih. Reliable menunjukkan derajat konsistensi (keajegan) yaitu konsistensi data dalam interval waktu tertentu. Misalnya data yang terkumpul dari obyek kemaren berwarna putih, maka sekarangpun atau besok juga harus tetap berwarna putih. Obyektif (lawannya subyektif) menunjukkan derajat persamaan persepsi antar orang (interpersonal agreement). Jadi kalau orang tertentu melihat bahwa obyek itu berwarna putih, maka orang lainpun akan menyatakan sama yaitu putih


Tujuan penelitian secara umum dimaksudkan untuk:
Penemuan, maksudnya data yang diperoleh dari penelitian itu betul-betul data yang baru yang sebelumnya belum pernah diketahui
Pembuktian, maksudnya data yang diperoleh itu diperlukan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap suatu pengetahuan
Pengembangan, maksudnya data yang diperoleh dari penelitian itu digunakan untuk memperdalam dan memperluas suatu pengetahuan

Tujuan Penelitian secara khsusu adalah:
Untuk mengungkapkan kebenaran tentang sesuatu. Kebenaran tentang sesuatu itu secara umum akan diungkapkan berupa usaha untuk membuktikan mengenai “ada”-nya sesuatu atau “kemungkinan ada”-nya sesuatu, dengan menunjukkan data yang membenarkan adanya itu.

Kegunaan/Manfaat Penelitian

Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam kehidupan manusia.
Memahami berarti memperjelas suatu masalah yang sebelumnya tidak diketahui lalu menjadi tahu. Memecahkan berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah. Mengantisipasi berarti suatu upaya dilakukan sehingga masalah tidak timbul

Dalam Prakteknya Penelitian Dilakukan Melalui Tiga Tahapan, Yaitu:
Pembuatan Rancangan Penelitian /proposal
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Laporan Penelitian

Persiapan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan perencanaan yang seksama. Perencanaan disusun secara logis dan sistematis. Penelitian ilmiah disini adalah segala aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisa fakta-fakta masyarakat, kebudayaan, kelakukan, keyakinan ruhani manusia guna menemukan prinsip-prinsip pengetahuan dan metode-metode baru dalam usaha menanggapi hal-hal tersebut. Baik tidaknya suatu rencana bergantung kepada kemampuan daya pikir, daya ramal dan pengalaman si peneliti di bidang penelitian. Berhasil atau gagalnya suatu penelitian mencapai sasaran dan tujuan dilandasi oleh sempurna tidaknya suatu rencana.

Peneliti hendaklah ia seorang yang:
• Kompeten; artinya, mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan penelitian secara ilmiah, sanggup merumuskan konsep-konsep teoritis terhadap masalah yang menarik untuk diteliti, merumuskan hipotesa-hipotesa, menentukan variabel-variabel yang perlu diteliti, mengetahui data yang perlu dikumpulkan untuk kemudian dituangkan dalam kesimpulan pada laporan.
• Objektif; artinya, tidak mencampur adukan antara pendapat sendiri dengan kenyataan.
• Faktual; artinya, bekerja hanya dengan fakta
• Jujur; artinya, tidak hanya mencari data yang menyokong hipotesanya saja dengan mengesampingkan data lain yang tidak menyokong hipotesanya.
• Terbuka; artinya, bersedia memberikan bukti-bukti atau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menguji kebenaran dari proses dan hasil penelitiannya.

Fokus Metodologi Penelitian
Seperti yang dijelaskan sebelumnya; metodologi adalah suatu cara atau metode untuk mengetahui sesuatu yang layak diketahui melalui kerja penelitian. Sedangkan penelitian adalah kerja ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dari itu dapat diketahui bahwa metodologi penelitian adalah suatu cara untuk mengetahui bagaimana kerja ilmiah itu dilakukan.
Mengingat cakupan dari pengetian metodologi penelitian seperti yang disebut di atas terlalu luas. Maka bagi penulis dikira perlu membatasinya pada lapangan pendidikan saja; dengan alasan diktat sederhana ini memang dikhususkan untuk memudahkan mahasiswa jurusan pendidikan untuk memahami bagaimana prosedur sebuah penelitian, khususnya penelitian pendidikan itu dilakukan dan diselesaikan.
Berbicara tentang pendidikan berarti juga berbica tentang komponen-komponen yang ada dalam istilah/kata pendidikan tersebut; dan sekaligus merupakan lapangan dan atau batasan penelitian pendidikan. Komponen dimaksud adalah: kepala sekolah, manajemen pengelolaan sekolah, guru, siswa, media pengajaran, sarana prasarana, kurikulum, metode pengajaran, dan lain sebagainya.




Contoh dalam Judul:
a Kompetensi Guru Bahasa Arab di MTsN Barabai Tahun 2007
b Alam sebagai media efektif dalam pembelajaran agama Islam
c Pengaruh kebersihan WC dengan prestasi siswa di madrasah (Studi korelasi antara sekolah yang ber-WC bersih dengan sekolah yang ber-WC kotor)
d Implementasi KTSP di sekolah berwawasan unggulan
e Proses belajar mengajar Akidah Akhlak di MTSN (Kajian Metodologi pengajaran)
f Pengaruh tontonan televisi terhadap pendidikan Akhlak siswa
g Pengaruh pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan moralitas mahasiswa
h Profesionalisme guru Bahasa Arab di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
i Manajemen Pemerintahan Berbasis Profetik Intelegent
j Wacana pendidikan Islam menurut Datu Kalampaian

Tiga Istilah Dasar Dalam Penelitian
Yang dirasa penting dan sangat berguna bagi seorang peneliti sebelum melakukan kajian penelitian adalah mengetahui beberapa istilah, yang dalam hal ini bisa kita sebut dengan istilah dasar/kunci dalam penelitian. Pengetahuan akan ketiga istilah ini akan memberikan kemudahan bagi peneliti sendiri dan orang yang akan membaca hasil penelitiannya tentang gambaran dari isi hasil penelitian tersebut. Ketiga istilah tersebut adalah: “Konsep, Variabel, dan Definisi Operasional”

Apa Itu Konsep?
• Konsep adalah penggambaran ide-ide atau hal-hal atau gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata
• Konsep ada yang sederhana dan ada pula yang rumit

Contoh :
• Meja, kursi kampus (sederhana)
• Masyarakat, organisasi, peranan, ketakwaan, status sosial, integrasi, konflik (abstrak)
• Guna menghindari kebingungan mengenai makna suatu konsep, konsep tersebut harus didefinisikan
• Memahami konsep merupakan masalah penting dalam suatu penelitian
• Melalui suatu konsep pengertian-pengertian mengenai sesuatu menjadi jelas
• Dengan demikian konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diteliti
• Menentukan adanya hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain
Misalnya :
1. Konsep tentang ideologi, yaitu “Tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dilematis dalam agama”.
2. Apakah seseorang percaya tentang malaikat, hari kiamat, surga, dan neraka secara dogmatis.
3. Konsep tentang ritual “Tingkatan sejauhmana orang menerima dan mengerjakan kewajiban dalam ajaran agama. (shalat, puasa, zakat, haji).

Apa itu Variabel?
Kebanyakan konsep ilmu-ilmu sosial berada pada tingkatan abstrak. Untuk mengamati dan mengukur harus diubah menjadi konkrit. Konsep yang lebih konkrit itu dikenal dengan variabel
Variabel
• Konsep yang mengandung lebih dari satu nilai
• Konsep yang mengandung variasi nilai
• Pengelompokan yang logis dari dua atau lebih aribut
Misalnya;
• Variabel warna :merah, putih, kuning
• Variabel seks :laki-laki, perempuan
• Variabel tingkatan pendidikan :TD, TM, TT
• Variabel jenis pendidikan :SD, MI, SMI
• Ada dua orang tokoh, seorang buruh pria,berusia tua, bertubuh pendek, dan berpenghasilan rendah. Tokoh yang lainnya seorang wanita muda, ia seorang majikan, berpenghasilan tinggi, serta betubuh jangkung.
• Atribut :à pria-wanita, usia tua-muda, penghasilan: tinggi-rendah, buruh-majikan

Ada dua variabel
1. variabel independen
2. variabel dependen
Variabel independen adalah : variabel bebas, variabel pengaruh
Variabel dependen adalah : variabel terikat, variabel terpengaruh
Untuk lebih mudahnya dalam pemahaman, berikut akan dijelaskan dengan menggunakan istilah bahasa yang sudah disederhanakan.
Penjelasan:

Konsep : sesuatu yang tingkat abstraksinya sangat tinggi
: generalisasi dari fenomena-fenomena sejenis
: Bersifat abstrak dan tidak dapat diraba dengan panca
indera
ex. : konsep pendidikan
kata pendidikan bisa digambarkan orang berbeda-beda
Variabel : sesuatu yang abstrak tapi sudah bisa diukur
: konsep yang sudah demikian konkrit hingga bisa
didukung
: konsep tidak ada yang konkrit, tetapi setelah ditarik
ke variabel maka akan sangat konkrit
Devinisi operasional : sebuah variabel yang sudah dijelaskan secara jelas dan detil

Contoh:
“PENDIDIKAN ISLAM DI STAI BARABAI”
Pendidikan konsep
Pendidikan Islam variabel (konkrit tapi konsep, konsep tapi konkrit)
STAI Barabai definisi operasional / keseluruhan dari judul
• Penelitian pendidikan berarti penelitian konsep
• Penelitian pendidikan Islam berarti berbicara tentang variabel
Berdasarkan penagamatan kita, judul di atas hanya mempunyai satu variabel yaitu “Pendidikan Islam”; maka dari kesimpulan itu dapat kita tarik bahwa judul seperti yang dimaksud di atas tidak mempunyai hipotesis atau kesimpulan sementara. Kenapa? Karena hipotesis/hipotesa ada jika dalam judul terdapat dua variabel seperti:
“PENGARUH PENDIDIKAN ISLAM DI STAI BARABAI
TERHADAP PEMBENTUKAN MORALITAS MAHASISWA”
Mana vaiabelnya?
Pengaruh pendidikan Islam
Pembentukan moralitas
Judul dengan varian seperti ini dapat kita buatkan hipotesisnya, yaitu:
 Jika pendidikan Islam di STAI Barabai berjalan dengan baik, maka moralitas mahasiswa akan baik
 Tidak ada pengaruh pendidikan Islam terhadap pembentukan moralitas mahasiswa

Merumuskan Judul
Ada orang yang berpendapat bahwa sebaiknya judul penelitian ditulis selengkap mungkin sehingga dengan membaca judul dapat diketahui kehendak peneliti dengan kegiatannya itu. Sebaliknya yang lain berpendapat bahwa judul penelitian sebaiknya sesingkat mungkin. Jika pembaca ingin tahu apa yang dimaksud lebih lanjut harus membaca penjelasan di bagian lain. Itu tidak menjadi persoalan, tetapi dalam judul penelitian yang lengkap diharapkan sekurangnya mencakup:
1. Sifat dan jenis penelitian
2. Objek yang diteliti
3. Subjek penelitian
4. Lokasi/daerah penelitian
5. Tahun/waktu terjadinya penelitian

Contoh;
Kompetensi Guru Bahasa Arab di MTsN Barabai Tahun 2007
- Kompetensi : sifat atau jenis problem
- Bahasa Arab : objek penelitian
- MTsN : subjek penelitian
- Barabai : lokasi penelitian
- Tahun 2007 : tahun terjadinya penelitian

Inti dari kegiatan penelitian adalah mengungkap dan menjawab pertanyaan berikut:
1. Latar Belakang Masalah
2. Batasan Masalah
3. Perumusan Masalah
4. Tujuan dan Arti Penting Penelitian
5. Kajian Pustaka (Prior Research)
6. Kerangka Teoritik
7. Prosedur Penelitian
8. Sistematika Pembahasan





Penjelasan;
1. Masalah dalam Penelitian
a Setiap penelitian memerlukan masalah
b Tidak ada penelitian tanpa masalah
c Tidak semua masalah harus melalui penelitian
Catatan.
Pemecahan yang tepat atas suatu masalah tidak mungkin diperoleh jika masalahnya tidak jelas, tidak terumuskan dengan tegas.

Apa itu Masalah
 Segenap persoalan yang perlu dipecahkan
 Adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa kenyataannya
 Makin jauh jarak antara keduanya makin besar masalah tersebut

Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan
 Apakah masalah tersebut menarik untuk dipecahkan ?
 Apakah menghasilkan temuan baru ?
 Apakah dapat dibatasi/disederhanakan ?
 Apakah datanya dapat diperoleh ?
 Apakah ada kemampuan (teoritis/metodologis)

Masalah Bisa Ditemukan Melalui:
 Pengalaman; pengamatan terhadap realita dan fakta
 Bahan bacaan; melalui kajian pustaka (Prior Research)
 Konsultasi dengan ahli; ahli pendidikan, sosiolog, antropolog, dst

Pertanyaan Mendasar dari Masalah yang Diangkat
1. Apa yang ingin aku ketahui?
2. Bagaimana cara mengetahuinya?
3. Apa manfa’at dari pengetahuan tersebut?
Latar Belakang Masalah
Latar belakang atau konteks penelitian dikemukan sebagai pijakan filosofis, teoritis dan strategis bagi penelitian yang layak dilakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam latar belakang, adalah:
1. Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara teoritik dan praktik, antara Das Sein (apa yang benar-benar terjadi) dan Das Sollen (apa yang seharusnya terjadi)
2. Keaslian penelitian yang dibuktikan dengan data bahwa masalah yang diangkat belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu atau sudah pernah tetapi belum sempurna atau melanjutkan penelitian terdahulu atau sudah pernah tetapi perlu dikaji ulang sebagian atau keseluruhan atau untuk mengoreksi hasil penelitian terdahulu atau berbeda sama sekali dengan penelitia terdahulu
3. Alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukanan dianggap menarik, penting, perlu dan layak diteliti dan bermanfaat diteliti. Untuk semuanya itu dikemukakan alasan yang rasional
4. Kedudukan masalah yang diteliti dalam lingkup permasalahan yang lebih luas. Misalnya penelitian penulis: Analisis Kebijakan Pendidikan Islam di MAN 2 Banjarmasin Kalimantan Selatan”. Dalam latar belakangnya antara lain penulis mengemukakan ketertinggalan mutu pendidikan Indonesia dengan mutu pendidikan negara-negara ASEAN lainnya; juga tentang UU No. 22 dan 25 tentang Otonomi Daerah yang merupakan landasan pijak kebolehan kepala sekolah melakukan kebijakan-kebijakan strategis untuk kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
5. Keunikan masalah yang diangkat, artinya kekhususan dari problem yang diangkat tidak lazim dilakukan

Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dilakukan; dipilih sejumlah masalah (dua, tiga, atau empat) disertai penjelasan ruang lingkup masalah, baik keluasan maupun kedalamannya. Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak melenceng ke mana-mana. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan materi, kelayakan, dan keterbatasan dari peneliti tanpa keluar dari jalur penelitian ilmiah. Karena adanya keterbatasan waktu, biaya, tenaga, teori-teori, dan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka tidak semua masalah akan diteliti. Untuk itulah peneliti memberi batasan, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana hubungan variabel satu dengan variabel lainnya. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah penelitian

Rumusan Masalah
Masalah perlu dirumuskan dan dibatasi
Bila masalahnya sudah jelas, perlu dirumuskan secara fungsional
Rumusannya berupa pertanyaan
Kalimat yang digunakan berbentuk pertanyaan, seperti bagaimana, sejauh mana, dst. Dan diakhiri dengan tanda tanya / ?
Secara mendasar seorang peneliti terlebih dahulu mengetahui “apa” yang akan ditelitinya. Mengenai “apa” yang dimasalahkan itu, telah sedemikian jelas dan terbatasi sebelumnya; sebab masalah ditemukan dalam penelitian kuantitatif berangkat dari pandangan bahwa ia telah mengetahui tentang apa yang belum diketahuinya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif lebih cenderung bertolak dari pandangan “tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya. Karenanya penelitian kualitatif pada tingkat awal biasanya hanya menyatakan focus atau pokok masalah yang kadarnya masih cukup umum. Pokusnya yang lebih spesifik/selektif akan berkembang di saat proses/berlangsungnya penelitian itu sendiri
Bagian “masalah” ini memuat rumusan masalah yang akan dipecahkan /dijawab melalui penelitian yang hendak dilakukan. Rumusan dalam kalimat pertanyaan adalah merupakan penuntun dalam kegiatan berikutnya agar tidak menyimpang dari usaha menjawab pertanyaan tersebut. Perumusan masalah pada dasarnya merupakan konkritidasi dari apa yang ada dalam latar belakang penelitian.
Karena itu pada bagian ini perumusan masalah harus jelas, berbentuk pentanyaan, apa, bagaimana; apa sebabnya. Perumusan dan pemilihan masalah harus memperhatikan implikasi “metodologi”, artinya perlu mempertimbangkan waktu, biaya, tenaga untuk riset kepustakaan, lapangan, analisis dan penulisan.
Rumusan masalah harus jelas dan konkrit, dimana pengertian-pengertian yang terkandung didalamnnya dirumuskan secara operasional. Sifat jelas dan konkrit itu memungkinkan peneliti secar eksplisit menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa yang akan diteliti, siapa yang meneliti, mengapa diteliti, bagaimana melakukan penelitian, kapan dilaksanakan dan untuk apa penelitian itu diadakan. Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut dirumuskan dengan terang. Diharapkan peneliti mengetahui dan menguasai factor-faktor dan variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah terdapat alat-alat pengukur yang tepat untuk tujuan tersebut. Problem pengukuran data ini ditentukan oleh jenis data yang perlu dikumpulkan.
Perumusan masalah ini penting, karena dalam rumusan masalahlah seorang promotor, penguji, pemberi dana, atau masyarakat pembaca menilai sebuah penelitian. Kepiawaian dalam memilih masalah penelitian dan mengemukakannya ditentukan dalam rumusan masalah
Untuk memastikan baik tidaknya masalah yang dipilih dan diajukan untuk diteliti, berikut dapat dijadikan sebagai penjajakan:
1. Apakah masalah tersebut dapat dijawab secara efektif melalui proses penelitian?
2. Apakah masalah tersebut cukup berarti nilai temuannya?
3. Apakah masalah tersebut merupakan sesuatu yang baru?
4. Apakah masalah tersebut memungkinkan (Visibel) untuk diteliti?
Untuk itu perlu juga ditanyakan:
1. Apakah diri peneliti cukup mampu untuk merancang dan menangani suatu penelitian tentang suatu masalah
2. Apakah dapat diperoleh data yang tepat dan memadai
3. Apakah dana untuk kegiatan penelitian memadai
4. Apakah peneliti punya cukup waktu selama kerja penelitian
5. Apakah diri peneliti punya cukup keberanian dalam kerja penelitian seandainya ada rintangan

Masalah Perlu Dirumuskan dan Didefenisikan
Dalam membuat sebuah difenisi harus diperhatikan:
1. Tidak mengandung istilah/konsep yang sedang didefinisikan, atau mengandung istilah yang sinonim, contoh : Konsep “pembangunan”adalah sebagai suatu keadaan yang sedang membangun
2. Suatu definisi tidak dirumuskan dalam kalimat yang negatif, contoh : Kursi adalah bukan meja
3. Suatu definisi disusun dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan sistematis

Sumber-sumber Masalah
Sumber yang dapat diangkat sebagai masalah akademis dalam penelitian adalah dari bacaan, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis dan desertasi. Pernyataan pemegang otoritas, pengamatan sepintas, pengalaman pribadi, perasaan intuitif. Dan untuk yang bertema pendidikan, berikut dapat menjadi contoh:

1. Pengalaman-pengalaman santri suatu pesantren
2. Kebutuhan dan sumber-sumber pengetahuan masyarakat
3. Program-program dan kegiatan masyarakat, pengajian, tahlilan, dst
4. Pemikiran tokoh
5. Etos kerja masyarakat muslim
6. Ziarah makam
7. Efektifitas pendidikan agama disekolah

2. Tujuan dan Arti Penting Penelitian
Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian; terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Tujuan penelitian mengungkapkan keinginan peneliti untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan.
Oleh sebab itu, tujuan penelitian harus relevan dan konsisten dengan identifikasi masalah, rumusan masalah dan mencerminkan proses penelitiannya. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabannya terletak pada kesimpulan penelitian. Bila rumusan masalah ditulis dengan kalimat pertanyaan, seperti yang disebutkan di atas. Maka tujuan penelitian adalah jawaban dari rumusan masalah tersebut; biasanya digunakan istilah: untuk mengetahui, untuk melihat gambaran, dan lain sebagainya)
Contoh;
Judul “Pengaruh pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan
moralitas mahasiswa”
Rumusan Masalah
o Bagaimanakah gambaran pendidikan Islam di STAI Barabai?
o Sejauh mana pendidikan Islam di STAI Barabai mempengaruhi moralitas mahasiswa?
Tujuan Penelitian
o Untuk mengetahui gambaran pendidikan Islam di STAI Barabai
o Untuk mengetahui hubungan pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan moralitas mahasiswanya
Arti penting penelitian atau kegunaan penelitian atau signifikansi penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Kegunaan penelitian adalah untuk menjelaskan tentang manfa’at dari penelitian itu sendiri. Adapun kegunaan penelitian itu minimal memuat dua hal, yaitu: (1) kegunaan untuk mengembangkan ilmu atau kegunaan teoritis, (2) kegunaan praktis ialah membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti. Dari sumber yang lain bisa ditambah: kegunaan untuk pribadi, seperti untuk syarat kelulusan sarjana strata 1 (S1)
Contoh;
o Secara pribadi, penelitian ini sangat penting bagi peneliti sebagai syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana strata I (S1) pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
o Secara akademisi, penelitian ini berguna sebagai tambahan ilmu dan pengalaman lapangan peneliti dalam penerapan metodologi penelitian pendidikan Islam.
o Yang berhubungan dengan kebijakan pendidikan; diharapkan penelitian ini bisa menjadi landasan pijak bagi sekolah, pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
o Menjadi bahan pembanding yang bermanfaat bagi peneliti, khususnya sebagai calon pendidik. Terutama dalam rangka pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pengajaran bahasa Arab yang tepat dan efektif.
o Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara faktual tentang proses pembelajaran, sehinga dapat menentukan metode yang tepat dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Arab.

3. Kajian Pustaka (Prior Research)
Sebelum peneliti terjun ke lapangan, langkah penting yang harus dilakukan adalah melakukan kajian kepustakaan atau penelusuran penelitian terdahulu yang memiliki kaitan langsung atau tidak langsung dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Bahkan kajian pustaka juga sangat diperlukan sebelum peneliti menemukan permasalahan. Karena salah satu cara untuk menemukan masalah penelitian yang tepat adalah melakukan kajian pustaka atau penelusuran penelitian terdahulu.
Selanjutnya, peneliti menyusunnya secara teratur dan sistematis sehingga menjadi bangunan keilmuan (body of knowledge) yang menjadi pijakan, persepektif dan akan memperluas khasanah keilmuan peneliti terhadap masalah yang diangkat.
Kajian kepustakaan meliputi: pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian
Penelusuran bahan pustaka dalam proses penyusunan tinjaun pustaka memeliki beberapa manfaat, khususnya bagi peneliti sebelum melakukan penelitian, yakni:
1. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai masalah yang akan diteliti
2. Untuk mempertajam konsep-konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam perumusan hipotesis
3. Menyediakan dan menegaskan kerangka konsepsi atau kerangka teori untuk penelitian yang direncanakan
4. Untuk menghindarkan terjadinya pengulangan dari suatu penelitian. Pengualangan itu merupakan suatu pemborosan waktu, tenaga, dan biaya
5. Menyediakan informasi tentang:
• penelitian-penelitian yang lampau yeng berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Proses ini menghindari pengulangan (duplication) yang tidak disengaja dari penelitian-penelitian terdahulu dan membimbing kita pada apa yang perlu diteliti/selidiki
• metode-metode penelitian, populasi, sample, instrument pengumpulan data, dan perhitungan statistic yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Jika kita berhasil dalam kajian pustaka, maka kita membutuhkan bimbingan yang sedikit dari pembimbing karena pertanyaan yang akan dijawab dapat terjawab melalui kajian pustaka yang dilakukan pada tahap awal penelitian
• memberikan rasa percaya diri, sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang berhubungan dengan penelitian telah tersedia. Oleh karana itu kita menguasai informasi menganai subyek tersebut.
• Menyediakan temuan-temuan dan kesimpulan-kesimpulan penyelidikan terdahulu yang dapat dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita
6. Untuk menghindari pernyataan bahwa masalah penelitian “belum pernah diteliti” oleh orang lain, atau “baru” sama sekali. Boleh jadi masalah itu telah sering diteliti, namun laporannya belum pernah di baca oleh peneliti berikutnya. Manakala hal itu terjadi, bahkan sering terungkap dalam rencana penelitian, menunjukkan kedangkalan pengetahuan peneliti tentang masalah tersebut, di satu pihak; dan dipihak yang lain penelitian tentang masalah tersebut berjalan ditempat, bahkan mungkin mengalami kemunduran. Penelitian ilmiah seharusnya dilakukan dengan memanfaatkan hasil penelitian sebelumnya tentang subyek yang sama atau serupa, sehingga perkembangan ilmu dan penelitian terpelihara. Larangan penelitian terhadap subyek yang pernah diteliti secara tidak disadari merupakan penghambat perkembangan pengetahuan ilmiah, khususnya terhadap tradisi penelitian di kalangan masyarakat akademis

Kepustakaan (kajian pustaka) Konseptual dan Kepustakaan Penelitian
Pertama kajian pustaka konseptual; yaitu kajian terhadap artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik dan yang buruk, hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan berkaitan dengan masalah. Selanjutnya untuk peneliti pemula (seperti untuk penulisan skripsi) sebaiknya memulai dari tinjauan kepustakaan konseptual, karena kepustakaan ini lebih mudah diperoleh dibanding dengan kepustakaan penelitian. Tambahan, kepustakaan konseptual biasanya lebih mudah dimengerti dari pada kepustakaan penelitian. Ensiklopedi umum, buku-buku khusus, jurnal, majalah, makalah seminar dan diskusi ilmiah, terbitan resmi pemerintah dan indeks kepustakaan mengani bidang tertentu adalah sumber yang baik dari kepustakaan konseptual. Selain untuk peneliti pemula, kajian pustaka konseptual juga disarankan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terhadap masalah yang “baru” yang mengalami kesulitan untuk menelusuri kepustakaan penelitian.
Kedua kajian pustaka penelitian atau penelusuran penelitian terdahulu; yaitu kajian terhadap hasil-hasil penelitian baik yang tidak diterbitkan maupun yang diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, maupun majalah ilmiah. Pengkajian terhadap kepustakaan penelitian sangat diperlukan bagi penelitian Tesis atau Disertasi. Pustaka yang ditelusuri dan diambil hendaknya menganut tiga prinsip, yaitu sumber primer, mutakhir, dan relevan. Dengan melakukan penelitian terdahulu, dapat diidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas serta sumbangan yan mungkin dapat diberikan pada perkembangan ilmu pengetahuan terkait




4. Kerangka Teoritik
Secara sederhana teori dapat diartikan sebagai pernyatan (statement) tentang subyek tertentu. Subyek itu dapat berupa gejala alamiah, atau gejala social, atau gejala budaya. Ia dinyatakan secara deskriptif, terdiri atas satu atau beberapa pernyataan yang mengandung hubungan asimetris atau hubungan kausal, antara satu konsep dengan konsep yang lain. Yang lain, teori merupakan suatu pernyataan atau serangkaian pernyataan yang menggunakan konsep untuk menjelaskan masalah, tindakan atau perilaku manusia. Selain itu, teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk menangkap dan menjelaskan obyek yang dipelajari secara seksama
Kerangka teori sering juga disebut dengan istilah “Theoretical framework conceptual framework approach” = pendekatan perspective, point of view = sudut pandang atau paradigma, cara memandang suatu gejala/peristiwa atau disebut juga dengan cara menjelaskan
Kedudukan teori dalam penelitian sangat penting, terutama untuk penelitian tesis dan disertasi. Bahkan bobot sebuah penelitian sangat ditentukan oleh teori. Penelitian untuk skripsi biasanya hanya bersifat deskriptif tanpa menggunakan teori sebagai alat analisis. Penelitian untuk tesis biasanya menggunakan teori dalam memahami fenomena dengan harapan dapat menghasilkan temuan yang lebih mendalam, bahkan tidak jarang untuk menguji sebuah teori yang ada. Sedangkan untuk penelitian disertasi; bukan hanya menggunakan teori, melainkan diharapkan melahirkan teori baru atau temuan-temuan baru yang orisinil dan mandiri
Istilah teori lebih banyak dipakai dalam penelitian kuantitatif, sedangkan dalam penelitian kualitatif disebut perspektif. Dalam penelitian kuantitatif, teori berfungsi sebagai patokan dan pijakan penelitian untuk melakukan penelitian dan pengukuran terhadap obyek yang diteliti.

5. Hipotesis
Pada umumnya hipotesis dirumuskan untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel penyebab dan variabel akibat.
Ex.., “Bila in put pendidikan baik, maka out put-nya pasti baik”
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itulah maka dari peneliti dituntut kemampuannya untuk dapat merumuskan hipotesis ini dengan jelas.
Beberapa syarat hipotesis:
1. Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas
2. Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel
3. Hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian yang relevan
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian:
1. Hipotesis kerja atau disebut dengan hipotesis alternative, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel x dengan variabel y atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja;
a. Jika….., maka….
contoh, jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik
b. Ada perbedaan antara …., dan…..
contoh, Ada perbedaan antara penduduk kota dengan penduduk desa
dalam cara berpakaian
Ada pengaruh……. terhadap……..
contoh, ada pengaruh makanan terhadap berat badan
2. Hipotesis nol (nol hypotheses) disingkat Ho. Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistis; karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistic, yaitu diuji dengan perhitungan statistic. Hipotesis nol menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Pemberian nama “hipotesis nil” atau “hipotesis nihil” dapat dimengerti dengan mudah karena tidak ada perbedaan antara dua variabel.
Dengan kata lain, selisih variabel pertama dengan variabel kedua adalah nol atau nihil
Rumusan hipotesis nol
a. Tidak ada perbedaan antara….. dengan …..
contoh, tidak ada perbedaan antara guru senior dengan guru yunior dalam disiplin mengajar
b. tidak ada pengaruh…..terhadap…..
contoh, tidak ada pengaru jarak rumah ke sekolah terhadap kerajinan belajar siswa

Kekeliruan yang Terjadi dalam Pengujian Hipotesis
Telah berkali-kali dikatakan bahwa dalam perumusan hipotesis, dilakukan secara berhati-hati setelah peneliti memperoleh bahan yang lengkap berdasarkan landasan teri yang kuat. Namun demikian rumusan hipotesis tidak selamanya benar. Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinnya benar, tetapi setelah data terkumpul dan dianalisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang salah, tetapi setelah dicocokkan dengan datanya hipotesis yang salah tersebut terbukti. Keadaan ini akan berbahaya apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu yang berbahaya.
Contoh, Belajar tidak mempengaruhi prestasi
Dari data yang terkumpul, memang ternyata siswa yang tidak belajar lulu dalan UN. Maka ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tersebut terbukti
Tentu saja kesimpulan ini salah menurut norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin benar. Akibatnya bisa berbahaya bila disimpulkan oleh siswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah adalah perumusan hipotesisnya. Dalam hal ini dapat terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Apabila teradi hal yang demikian kita tidak boleh menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan sample, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang mengubah hubungan antara variabel belajar dan variabel prestasi yang pada saat pengujian hipotesis ikut berperan. Misalnya, factor untung-untungan, factor soal tes yang sudah bocor, factor menyontek dan sebagainya

6. Prosedur Penelitian
Di sini akan dijelaskan tentang:
1. Data; data primer dan data skunder
2. Sumber data; sumber data kuantitatif dan sumber data kualitatif
3. Tehnik pengumpulan data
Penjelasan
A) Data primer data pokok
Data skunder data penunjang

B) Pengertian sumber data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
Apabila peneliti menggunakan tehnik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah jagung, sedang objek penelitiannya adalah pertumbuhan jagung. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian atau variabel penelitian
Berikut kita klasifikasikan sumber data menjadi 3 dengan hurup depan p tingkatan dari bahasa Inggris, yaitu
P = person, Sumber data berupa orang
P = place, Sumber data berupa tempat
P = paper, Sumber data berupa simbol
Keterangan singkatnya:
Sumber data
Keterangan


Person, Yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket

Place,

Yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak

Diam, misalnya ruangan, kelengkapan alat, wujud
benda, warna, dll
Bergerak, misalnya aktivitas, kinerja, lalu kendaraan,
ritme nyanyian, gerak tari, sajian sinetron,
kegiatan belajar mengajar, dll

Keduanya merupakan objek untuk menggunakan metode observasi
Paper, Yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Dengan pengertiannya ini maka “paper” bukan terbatas hanya pada kertas sebagaimana terjemahan dari kata “paper” dalam bahasa Inggris, tetapi dapat berwujud batu, kayu, tulang, daun lontas, dan sebagainya, yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi

Ini adalah keterangan sumber data dilihat dari subjek di mana data menempel. Berikut akan kita bicarakan sumber data dalam hubungan dengan seluruh atau sebagian sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian.
Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian ini, maka dikenal 3 jenis penelitian; yaitu
1. Penelitian populasi
2. Penelitian sampel
3. Penelitian kasus


Penjelasannya,
1. Penelitian populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus
Contoh,
Semua televisi dari tipe yang sama yang diproduksi oleh suatu pabrik dalam satu tahun tertentu
Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada dalam populasi. Oleh karena subjeknya meliputi semua yang terdapat dalam populasi, maka juga disebut sensus

Lihat diagram berikut:

Berlaku untuk populasi
Disimpulkan
Populasi

Dianalisis
Data
Objek pada populasi diteliti, hasilnya dianalisis, disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi
Misalnya ingin mengetahui kualitas semua televisi produksi PT Nasional. Setelah diadakan penelitian kepada “semua” produk televisi maka disimpulkan bahwa televisi buatan PT Nasional “bagus” atau “tidak bagus”
Tetapi apakah kita dapat meneliti semua televisi produksi PT Nasional?
Tentu saja tidak, karena setelah penelitian selesai PT Nasional masih memproduksi televisi. Jadi yang diteliti berarti tidak semua.
Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subjeknya tidak terlalu banyak.
Produksi televisi PT Nasional tergolong populasi tidak terhingga. Jika peneliti memang ingin mengadakan penelitian populasi maka harus mengadakan pembatasan dulu, misalnya produksi televisi PT Nasional tahun 1980. dalam hal ini peneliti harus memeriksa kualitas televisi yang diproduksi oleh PT Nasional selama satu tahun, lalu disimpulkan sebagai manakah kualitasnya tersebut.

2. Penelitian sampel
Jika kita hanya meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut adalah penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel; yang dimaksud dengan menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan peneliti sebagai suatu yang berlaku bagi populasi.
Penelitian sampel baru boleh dilakukan apabila keadaan subjek dalam populasi benar-benar homogen. Apabila subjek populasi tidak homogen, maka kesimpulannya tidak boleh diberlakukan bagi seluruh populasi (tidak boleh digeneralisasikan). Misalnya kita akan meneliti apakah air teh di gelas sudah manis.
Air teh di gelas adalah populasi. Kita ambil sampelnya dengan mengambil satu ujung sendok dan kita cicipi. Jika kita rasakan manis, maka kesimpulan tersebut digeneralisasikan untuk air teh seluruh gelas. Kesimpulan bagi sampel, berlaku untuk populasi. Berbeda seperti dengan contoh berikut, kita ingin mengetahui apakah siswa di sekolah A pandai-pandai. Kita panggil seorang siswa yang kebetulan dapat kita jumpai. Setelah dites mengenai beberapa pelajaran, ternyata hasilnya memuaskan. Apakah dengan hasil tersebut kita boleh menggeneralisasikan bagi seluruh siswa di sekolah tersebut? Tentu saja tidak.
Kenapa? Karena boleh jadi siswa yang berhasil kita jumpai tersebut adalah juara kelas, maka tentu saja dia tidak mencerminkan keadaan populasi
Beberapa keuntungan jika kita menggunakan sampel, diantaranya:
1. Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi, maka kerepotannya tentu kurang
2. Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati
3. Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efesien (dalam arti uang, waktu, dan tenaga)
4. Ada bahaya bias dari orang yang menggumpulkan data. Karena subjeknya banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah, sehingga pencatatannya bisa menjadi tidak teliti
5. Terkadang memang tidak mungkin melakukan penelitian populasi. Misalnya kita ingin meneliti pendapat siswa yang berusia 15 tahun tentang Ujian Nasional. Karena jumlah siswa berusia 15 tahun di Indonesia banyak, belum lagi wilayahnya yang luas. Dan lain sebagainya
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mengambil sampel? Cara pengambilan sampel penelitian dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sampel random, atau sampel acak, sampel campur
Sesuai dengan namanya, maka dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) di pilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subjek sama, maka penelitian terlepas perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek untuk dijadikan sampel.
Setiap subjek yang terdaftar sebagai populasi, diberi nonor urut mulai dari 1 sampai dengan banyaknya subjek. Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah menentukan terlebih dahulu besarnya jumlah sampel yang paling baik. Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana
Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data
Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang risikonya besar, tentu saja jika sampel besar, haislnya akan lebih baik.
Tehnisnya, misalnya kita mempunyai populasi sebanyak 1000 orang dan sampelnya kita tentukan sebanyak 200 orang. Setelah seluruh subjek diberi nomor, yaitu dari nomor 1 sampai dengan 1000, maka sampel random kita lakukan dengan salah satu cara demikian:
a Undian (untung-untungan)
Pada kertas kecil-kecil kita tuliskan subjek, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka, kita ambil 200 gulungan kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan somor subjek sampel penelitian kita
b Ordinal (tingkatan sama)
Setiap 1000 orang subjek kita beri nomor, kita membuat 5 gulungan kertas dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5. kita ambil satu, misalnya setelah dibuka tertera angka 3. Oleh karena sampel kita 200 padahal populasinya 1000 maka besarnya sampel seperlima dari populasi. Demikianlah maka kita ambil nomor dengan melompat setiap subjek, mulai dari nomor 3, lalu 8, 13, 18, 23, dan seterusnya. Dan kalau sudah sampai nomor terbawah padahal belum diperoleh 200 subjek, kita kembali ke atas lagi. Nomor–nomor yang terambil itulah nomor subjek sampel penelitian kita
2. Sampel berstrata atau Stratified Sample
Apabila peneliti berpendapat bahwa populasi terbagai atas tingkat-tingkat atau strata, maka pengambilan sampel tidak boleh dilakukan secara random. Adanya starata, tidak boleh diabaikan, dan setiap strata harus diwakili sebagai sampel.
Catatan, ada kelompok ahli yang berpendapat bahwa penentuan strata penelitian harus dilakuakan secara hati-hati. Pemberian makna strata, kalau yang ternyata yang bersangkutan tahu, dapat berakibat menyinggung perasaannya.
Contoh, starata kekayaan
Kelompok I sangat kaya, kelompok II sedang, kelompok III miskin. Dalam hal ini kekayaan tidak perlu ditinjau dari tingkatannya, tetapi keadaan pemilikan harta benda; sehingga di dalam sampling, kita ketegorikan saja sebagai cluster sampling, yaitu sampel yang diambil berdasarkan kelompok, bukan strata pemilikan harta benda.
3. Sampel wilayah atau Area Probability Sample
Seperti halnya pada sampel berstrata dilakukan apabila ada perbedaan antara strata yang satu dengan strata yang lain, maka kita lakukan sampel wilayah apabila ada perbedaan ciri antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.
Sampel wilayah adalah tehnik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. Sebagai misal, keita akan meneliti tingkat keberhasilan KB di seluruh Indonesia. Oleh karena terdapat 27 provinsi, dan masing-masing berbeda keadaannya, maka kita mengambil sampel 27 buah propinsi, sehingga hasilnya mencerminkan keberhasilan KB seluruh Indonesia
4. Sampel proporsi atau Proportional Sample atau sampel imbangan
tehnik pengambilan sampel proporsional atau sampel imbangan ini dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan tehnik sampel berstrata atau sampel wilayah
5. Sampel bertujuan atau Purposive Sample
Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tehnik ini biasanya dilakuakn dengan beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Untuk melakukan pengambilan sampel dengan tehnik ini, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi:
a Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi
b Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjects)
c Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan
Contoh,
Seorang mahasiswa jurusan Manajemen ingin meniliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesuksesan badan usaha. Mahasiswa ini mengambil koperasi sebagai objek penelitian. Dipilihnya dua koperasi yang sama-sama bergerak di bidang usaha toko/jual beli, sebuah diambil yang sukses dan sebuah lagi yang kurang sukses. Dalam hal ini peneliti menitikberatkan perhatiannya pada kemampuan manajer. Asumsi peneliti, manajer adalah faktor terpenting dalam mengelola toko tersebut.
Apabila sudah diketahui objek amatan, peneliti menentukan sumber data yang relevan. Siapa? Manajer sendiri, bawahan, dewan komisaris? Mengingat yang dilihat kemampuannya adalah manajer, tentu manajer itu sendiri ditentukan sebagai sumber data. Namun peneliti tidak boleh terlalu percaya pada manajer saja. Bukan karena manajer tidak bisa dipercaya, tetapi manajer adalah manusia, dan seperti manusia pada umumnya yang mempunyai sifat-sifat ingin menceritakan angan-angan lebih banyak dibandingkan fakta, peneliti perlu waspada. Kewaspadaan ini ditindaki dengan mengambil sumber data lain, yaitu para bawahan yang mengalami atau mengenal kepemimpinan para manajer dimaksud. Dengan demikian maka pengukuran kemampuan manajer dilakukan secara tidak langsung, yaitu mengenai penampilan kemampuan tersebut.
6. Sampel kuota atau Qouta Sample
Tehnik ini dilakukan tidak mendasarkan diri pada strata atau daerah, tetapi mendasarkan diri pada jumlah yang sudah ditentukan. Dalam mengumpulkan data, peneliti menghubungi subjek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa menghiraukan dari mana asal subjek tersebut (asal masih dalam populasi). Biasanya yang dihubungi adalah subjek yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya mudah. Yang penting diperhatikan disini adalah terpenuhinya jumlah (quotum) yang telah ditetapkan.
7. Sampel kelompok atau Cluster Sample
Di masyarakat kita ada kelompok-kelompok yang bukan merupakan kelas atau strata. Dalam membicarakan masalah persekolahan, kita jumpai adanya kelompok sekolah SD, SLTP, SLTA. Kelompok-kelompok tersebut dapat dipandang sebagai tingkatan atau strata. Demikian juga adanya kelas atau tingkatan di masing-masing tingkatan sekolah. Akan tetapi jika kita menghendaki perwakilan dari sekolah negeri, bersubsidi, berbantuan, swasta, sebenarnya lebih tepat kita sebut kelompok daripada strata. Demikian juga kelompok pegawai negeri, TNI dan lain sebagainya.
Dalam menentukan jenis cluster atau kelompok harus dipertimbangkan dengan masak-masak apa ciri-ciri yang ada
8. Sampel kembar atau Double Sample
Sampel kembar adalah dua buah sampel yang sekaligus diambil oleh peneliti dengan tujuan untuk melengkapi jumlah apabila ada data yang tidak masuk dari sampel pertama, atau untuk mengadakan pengecekan terhadap kebenaran data dari sampel pertama. Biasanya sampel pertama jumlahnya sangat besar sedangkan sampel kedua yang untuk mengecek, jumlahnya tidak begitu besar
9. Sampling Jenuh
Sampling jenuh ialah tehnik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang. Contoh, akan diadakan penelitian di laboratorium Bahasa Inggris MTsN mengenai tingkat keterampilan percakapan para siswa yang akan dikirim ke Amerika. Dalam hal ini populasi yang akan diteliti kurang dari 30 orang, maka seluruh populasi dapat menjadi sampel.

3. Penelitian kasus
Penelitian kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tententu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam.
Contoh,
Di suatu kelas terdapat seorang siswa yang sangat menonjol, lain dari yang lain. Jika diajar tidak pernah tenang, sifatnya keras, suka membantah. Sikapnya berang. Tetapi prestasinya luar biasa baik. Siswa seperti ini pantas dijadikan “kasus”, artinya dijadikan subjek dalam penelitian kasus. Di dalam penelitian tersebut siswa diselidiki apa sebab mempunyai tingkah laku demikian. Apa latar belakangnya, bagaimana sejarahnya, dan seterusnya.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap satu sekolah, misalnya penelitian tentang pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah tersebut dapat juga di pandang sebagai penelitian kasus. Kesimpulan penelitian tersebut hanya berlaku bagi sekolah yang diteliti.

C) Tehnik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data yang diperlukan di sini adalah tehnik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga benar-benar didapat data yang valid dan reliable. Maksudnya jangan semua tehnik pengumpul data harus dicantumkan kalau sekiranya tidak dapat dilaksanakan; selain itu konsekuensi mencantumkan semua tehnik pengumpul data itu adalah: setiap tehnik pengumpulan data yang dicantumkan harus ada datanya. Memang untuk mendapatkan data yang lengkap dan objektif penggunaan berbagai tehnik sangat diperlukan; tetapi jika satu tehnik dipandang mencukupi, maka tehnik lain tidak perlu digunakan dan tidak efisien.
Jenis sumber data Primer : pengambilan data yang dihimpun langsung
oleh peneliti
Skunder: Pengambilan data yang dihimpun melalui
tangan kedua

Metode pengumpulan data ialah tehnik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan (observasi), ujian, dokumentasi, dan lain sebagainya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan tergantung dari masalah yang dihadapi
Instrument pengumpul data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Kaitan antara metode dan instrument pengumpulan data dapat dilihat seperti berikut:
No Jenis metode Jenis instrumen
1




2


3





4


5 Angket (questionnaire)




Wawancara (interwiew)


Pengamatan (observation)





Ujian atau tes (test)


Dokumentasi a Angket (questionnaire)
b Daftar cocok (checklist)
c Skala (scala)
d Inventori (inventory)

a Pedoman wawancara (interview guide)
b Daftar cocok (checklist)

a Lembar pengamatan
b Panduan pengamatan
c Panduan observasi (observation sheet atau observation schedule)
d Daftar cocok (checklist)

a Soal ujian (soal tes atau test)
b Inventori (inventory)

a Daftar cocok (checklist)
b Table

Data yang dikumpulkan dalam penelitian digunakan untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Ada beberapa jenis cara atau metode dalam pengumpulan data di antaranya sebagai berikut
a. Metode observasi atau pengamatan
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan: juga diartiakan orang sebagai kegiatan atau tehnik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pencatatan dan pengamatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang dijadikan sasaran pengamatan.
Dalam penelitian naturalistik kualitatif, metode pengamatan (observasi) berperan sangat penting, karena memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lengkap, dan sesuai dengan setting yang dikehendaki. Pengamatan atau observai berperan serta dalam mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada interaksi sosial, kedisiplinan, kinerja dan lainnya.
Dalam pengumpulan data penelitian pendidikan, metode observasi bisa digunakan untuk mengetahui secara langsung hal yang berhubungan dengan gambaran sekolah, proses pembelajaran, dan lainnya.

b. Metode Interview atau wawancara
adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit. Beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu:


Faktor yang mempengaruhi dalam wawancara Keterangan
Pewawancara




Responden


Pedoman wawancara


Situasi wawancara Petugas pengumpul informasi yang diharapkan dapat menyampaikan pertanyaan dengan jelas dan merangsang responden untuk menjawab semua pertanyaan dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan benar

Pemberi informasi yang diharapakn dapat menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan lengkap

Berisi tentang uraian penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan

Berhubungan dengan waktu dan tempat wawancara. Waktu dan tempat yang tidak tepat dapat menjadikan pewawancara merasa canggung untuk mewawancarai dan respondenpun enggan menjawab pertanyaan

Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan menjadi
1. Wawancara terpimpin
Dalam wawancara ini, pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun
2. Wawancara bebas
Maksudnya, terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai
3. Wawancara bebas terpimpin
Wawancara ini adalah perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

c. Metode Angket;
Adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang (anak yang ingin diselidiki). Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari respon dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.
Menurut cara penyampaianya, metode ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: metode angket langsung dan metode angket tidak langsung.

d. Metode dokumentasi;
Metode ini ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian; meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dokumen-dokumen (arsip surat dan catatan-catatan) dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode ini bisa dipergunakan untuk mengolah data-data mengenai sejarah berdirinya sekolah, situasi perkembangan sekolah, daftar guru, siswa, karyawan, keadaan sarana yang ada dan lainnya.



ANALISIS DATA


Analisis data merupakan suatu usaha untuk membuat data yang diperoleh menjadi berarti. Banyaknya data yang terkumpul bila belum diolah secara sistematis, maka data tersebut belum memiliki arti. Analisis data dalam penelitian dapat dibedakan menjadi dua macam; yaitu: analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif.

1. Analisis data kualitatif
Adalah penganalisaan terhadap data yang tidak berujud angka-angka, yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat sebagai berikut:
a. Metode induktif.
Yaitu suatu cara menarik suatu kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode deduktif.
Yaitu suatu cara menarik kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat umum, dan bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum itu hendak menilai suatu kejadian yang bersifat khusus.

2. Analisis data kuantitatif.
Adalah penganalisaan terhadap data yang berujud angka-angka, biasanya dengan menggunakan rumus statistik. Analisis ini biasanya digunakan untuk menganalisa data yang masih bersifat mentah yang berhubungan dengan angket.
Sedangkan rumus statistik yang biasanya digunakan adalah rumus distribusi frekuensi relatif, yaitu:


P = F X 100%
N

Keterangan
F = Prekuensi yang sedang dicari prikuensinya
N = Number of cases (jumlah prekuensi / banyaknay individu)
P = Angka presentasi

atau;

M x = FX
N
Keterangan

Mx = Mean yang kita cari
Fx = Jumlah dari hasil perkalian antara masing-masing sekor dengan
prekuensinya
N = Number of cases.


Analisis data meliputi kegiatan pengumpulan data, menata data, membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, disintesis, dicari pola, ditemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari serta memutuskan apa yang akan dilapor. Selanjutnya analisis data dapat dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data melalui beberapa tahapan; mulai proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data (display) dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan.
Reduksi data ialah proses penyederhanaan data, memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara simultan selama proses pengumpulan data berlangsung, baik dalam bentuk ringkasan, mengkode, menelusuri tema, dan membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo. Dalam penelitian kualitatif, reduksi data merupakan bagian yang tak terpisahkan dari analisis data.
Display atau penyajian data ialah proses pengorganisasian untuk memudahkan data dianalisis dan disimpulkan. Proses ini dilakukan dengan cara membuat matrik, diagram atau grafik, sehingga dengan begitu peneliti dapat memetakan semua data yang ditemukan dengan lebih sistematis. Display data ini merupakan tahapan kedua dari kegiatan analisis data, yakni menyampaikan hasil temuan penelitian kepada pembaca atau peneliti lain.
Menarik kesimpulan adalah bagian dari penelitian sebagai konfigurasi yang utuh. Kesimpulan atau verifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Makna yang muncul dari data harus selalu diuji kebenarannya dan kesesuaiannya, sehingga validitas terjamin. Pada saat peneliti melakukan pengumpulan data sekaligus melakukan pencatatan dan pemahaman atas jawaban responden, informasi yang telah diperoleh tersebut di cek kembali baik dari sumber yang berbeda maupun menggunakan teknik yang berbeda.

HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA 2

1. HUBUNGAN NEGARA DENGAN
AGAMA MENURUT PANCASILA 3

2. HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA MENURUT PAHAM
THEOKRASI 4

3. HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA MENURUT
SEKULARESME 5

4. HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA MENURUT PAHAM LIBERALISMME 10

5. HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA MENURUT PAHAM KOMUNISME 12


BAB III PENUTUP 14

DAFTAR PUSTAKA 15





BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan gerakan reformasi. Namun demikian setelah kurang lebih sembilan tahun bangsa Indonesia melakukan reformasi disegala bidang, fakta menunjukkan bahwa terjadinya carut marut dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Meskipun masa pacsa reformasi rakyat seakan-akan mengenyam kebebasan, namun dalam kenyataannya kebebasan itu bersifat semu. Karena dalam kenyataannya, kalangan elit politiklah yang mengenyam kebebasan. Fakta menunujukkan bahwa untuk berpatisipasi dalam kekuasaan politik baik eksekutif ataupun legislatif, nampaknya berkorelasi tinggi dengan biaya yang sangat tinggi sehingga kondisi seperti ini rakyat kecil sulit ikut berpartisipasi.
Dewasa ini masyarakat Indonesia merasakan betapa sangat rapuhnya nasionalisme Indonesia. Banyak anak-anak bangsa Indonesia mengembangkan organisasai swadaya masyarakat, namun dalam kenyataannya loyalitasnya lebih kuat pada kekuatan internasional atau bahkan transnasional, sehingga dukungan internasional sangat dominan. Akibatnya persoalan-persoalan bangsa terutama yang menyangkut persatuan dan kesatuan tidak mendapat perhatian yang berujung pada rasa nasionalisme yang semakin pudar.
Hal ini berdasarkan pada kenyataan di seluruh dunia bahwa kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut. Dengan makalah ini diharapkan intelektual mahasiswa memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religius, perikemanusiaan dan beradab.





BAB II
Hubungan Negara dengan Agama

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar negara, sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu negara memiiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah sebagai pendiri negara untuk mencapai tujuan manusia itu sendiri.

Namun perlu disadari bahwa manusia sebagai warga hidup bersama,berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.sebagai makhluk pribadi ia dikaruniai kebebasan atas segala sesuatu kehendak kemanusiaannya.Sehingga hal inilah yang merupakan suatu kebebasan asasi yang merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa.Sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah Tuhan yang Maha Esa.Manifestasi hubungan manusia dengan Tuhannya adalah terwujud dalam agama. negara adalah merupakan produk manusia sehingga merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketakwaanya terhadap Tuhannya,sedangkan dalam negara manusia memilik hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain.

Berdasarkan pangertian kodrat manusia tersebut maka terdapat berbagai macam konsep tentang negara dan agama,dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing-masing. Oleh karena berikut ini perlu dibahas sebagai bahan komparasi dalam memahami hubungan negara dengan agama dalam Pancasila atau negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa.

1. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Menurut Pancasila negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan adil dan Beradab. Hal ini termuat dalam Penjelasan Pembukaan UUD 1945 yaitu Pokok Pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara adalah berdasar atas Ketuhanan yan Maha Esa. Hal ini berarti bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang derasal dari Tuhan. Nilai-nalai yang berasal dari Tuhan yang pada hakikatnya adalah merupakan Hubungan Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala norma, terutana bagi hukum positif di Indonesia.
Demikian pula makna yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) tersebut juga mengandung suatu pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara yang bukan hanya mendasarkan pada suatu agama tertentu atau bukan negara agama dan juga bukan negara Theokrasi. Negara Pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin segala kehidupan agama dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak.Dalam kaitannya dengan pengertian negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah.
Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa. Bilamana dirinci makna hubungan negara dengan agama menurut negara Pancasila adalah sebagai berikut:

(1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2) Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
(3) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
(4) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama,golongan agama,antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
(5) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
(6) Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
(7) Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
(8) Negara pada hakikatnya merupakan “…berkat rahmat Allah Yang Maha Esa. (Bandingkan dengan Notonagoro, 1975)

2. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi

Hubungan Negara dengan agama menurut paham theokrasi bahwa antara agama dengan negara tidak dapat dipisahkan. negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat,bangsa dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara theokrasai, yaitu negara theokrasi langsung dan tak langsung.
a. Negara Theokrasi Langsung
Dalam sistem negara theokrasi langsung, kekuasaan adalah ototritas Tuhan. adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah perang dunia II, rakyat jepang rela mati demi Kaisarnya, karena menurut menurut kepercayaan kaisar adalah anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasan antara Pancen lama dan Dalai lama, adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.
Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam negara theokarasi langsung, sebagai upay untuk memperkuat dan meyakinkan rakyat terhadap kekuasaan Tuhan dalam negara (Kusnadi, 1995;60).
Dalam sistem negara yang demikian maka agama menyatu dengan negara, dalam arti seluruh sistem negara dan norma-norma adalah merupakan otoritas langsung dari Tuhan melaui wahyu.
b. Negara Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung menyatakan bahwa pemerintahan bukan diperintah langsung oleh Tuhan, melainkan kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas ats nama Tuhan (semuanya memerintah atas kehendak Tuhan). Kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Raja mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya. Politik yang demikian inilah yang diterapkan Belanda terhadap wilayah jajahannya sehingga dikenal dengan nama politik etis (Ethische Politik). Kerajaan Belanda mendapat amanat dari Tuhan untuk bertindak seagai wali dari wilayah jajahan Indonesia (Kusnadi, 1995; 63).
Negara merupakan penjelmaan dari kekuasaan Tuhan, dan oleh karena itu kekuasaan Raja dalam suatu negara adalah kekuasaan yang berasal dari Tuhan maka sistem dan norma-norma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Demikianlah kedudukan agama dalam negara Theokrasi di mana firman Tuhan, norma agama serta otoritas Tuhan menyatu dengan negara.

3. Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Sekulerisme

Faham sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agama dengan Negara. Oleh karena itu di dalam suatu negara yang berfaham sekulerisme bentuk, system, serta segala aspek kenegaraan tidak ada hubungannya dengan agama. Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah hubungan keduniawian atau masalah-masalah keduniawian ( hubungan manusia dengan manusia ). Adapun agama adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam Negara yang berpaham sekulerisme sistem norma-norma terutama norma-norma hukum positif di pisahkan dengan nilai-nilai norma agama. Konsekuensinya hukum positif sangat di tentukan oleh komitmen warga negara sebagai pendukunng pokok negara. Negara adalah urusan hubungan horizontal antar manusia dalam mencapai tujuannya, adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam agama sekuler membedakan antara agama dengan negara, namun lazimnya warga negara di berikan kebebasaan dalam memeluk agama masing-masing.

 Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab.


Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat pancasila adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial serta sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa. Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manuia serta kesejahteraan lahir maupun bathin. Sehingga tidak mengherankan jikalau manusia adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Oleh karena itu Negara adalah suatu negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa, dan berkemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam aspek penyelenggara negara, sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia. Sifat-sifat dan keadaan negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara, (4) kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara masyarakat, rakyat dan bangsa (lihat Notonagoro, 1975). Negara dalam pengertian ini menempatkan manusia sebagai dasar ontologis, sehingga manusia sebagai asal usul negara dan kekuasaan negara. Manusia adalah merupakan paradigma sentral dalam setiap aspek pennyelenggaraan negara, terutama dalam pembangunan negara.
Sebagai negara yang berkemanusiaan, maka negara”…melindungi seluruh warganya serta seluruh tumpah darahnya..”. hal ini berarti negara melindungi seluruh manusia sebagai warganya tidak terkecuali. Oleh karena itu negara harus melindungi hak-hak asasi manusia, serta mewujudkannya dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan negara. Hal ini sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. negara berkewajiban mengembangkan harkat dan martabat manusia, bahkan negara harus menempatkan moral kemannusiaan sebagai moral negara dan penyelenggara pemerintahan negara.
Negara pancasila sebagai negara kebangsaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, mendasarkan nasionalisme berdasarkan hakikat kodrat manusia. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
Kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila mengakui kebangsaan yang berkemanusiaan. Hal ini berarti bagi bangsa Indonesia mengakui bahwa bangsa adalah sebagai penjelmaan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, oleh karena itu bangsa Indonesia mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai bagian dari umat manusia. Maka dalam pergaulan tata dunia internasional maka bangsa mengembangkan suatu pergaulan antar bangsa dalam masyarakat internasional berdasarkan atas kodrat manusia, sereta mengakui kemerdekaan bangsa sebagai hak yang di miliki oleh hakikat manusia sebagai makhluk individu dan social. Oleh karena itu penjajahan atas bangsa adalah pelanggaraaaaan hak asasi atau kodrat manusia sebagai bangsa dan tidak sesuai dengan keadilan.

.
 Negara pancasila adalah negara kebangsaan yang berkerakyatan

Negara menurut filsafat pancasila adalah dari oleh dan untuk rakyat. Hakikatnya rakyat adalah sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup dalam satu wilayah negara. Oleh karena itu negara harus sesuai dengan hakikat rakyat. Rakyat adalah sebagai pendukdung pokok dan sebagai pendukung pokok dan sebagai asal mula kekuasaan negara.
Negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat yang berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi ditangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat(MPR). Oleh karena itu negara yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi. Rakyat adalah merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Oleh karena itu demokrasi menurut kerakyatan adalah demokrasi ‘monodualis’, artinya sebagai makhluk individu memilki hak dan sebagai makhluk sosial harus disertai tanggungjawab. Oleh karena itu dalam menggunakan hak-hak demokrasi dalam negara kebangsaan yang berkerakyatan adalah hak-hak demokrasi yang (1) disertai tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, (2) menjunjung dan memperkokoh persatuan dan kestuan bangsa, serta (3) disertai dengan tujuan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial, yaitu kesejahteraan dalam hidup bersama.
Demokrasi monodualis yang mendasarkan individu dan makhluk sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan pada kodrat manusia sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya mengakui manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi monodualis mengembangkan demokrasi kebersamaan, berdasarkan asas kekeluargaan kebebasn individu diletakan dalam rangka tujuan atas kesejahteraan bersama. Pokok-pokok ‘Kerakyatan’ yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara dapat dirinci sebagai berikut :

(1) Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
(2) Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.
(3) Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sama maka pada dasarnya tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain.
(4) Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan musyawarah.
(5) Keputusan diusahakan ditentukan secara musywarah.
(6) Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana semangat kebersamaan. (Suhadi, 1998).

 Negara Pancasila adalah negara Kebangsaan yang berkeadilan sosial

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadialn dalam kehidupan bersama (Keadilan Sosial). Keadialan sosial tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia sebagai makhluk yang beradab (sila II). Manusia pada hakikatnya adalah adil dan beradab yang berarti manusia harus adil terhadap diri sendiri, adil terhadap Tuhannya, adil terhadap orang lain dan masyarakat serta adil terhadap lingkungan alamnya.
Dalam hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa dan negara harus terwujud suatu keadilan(Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu : (1) keadilan distributif (keadialn membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warga negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara tumbal balik (Notonegoro, 1975)
Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah daarh, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan :
(“ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial). Dalam pengertian ini maka negara Indonesia sebagai negara kebangsaan adalah berkeadilan sosial dalam mensejahterakan warganya, demikian pula dalam pergaulan masyarakat Internasional berprinsip dasar pada kemedekaan serta keadilan dalam hidup masyarakat
Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3)legalitas dalam arti hukum dalam segalanya.
Konsekuensinya sebagai suatu negara hukum yang berkeadilan sosial maka negara Indonesia harus mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (1) dan (2). Pasal 28, psal 29 ayat (2), pasal 31 ayat (1). Demikianlah sebagai suatu negara yang berkeadilan maka warga negara berkewajiban mentaati peraturan perundang undangan sebagai manifestasi keadilan legal dalam hidup bersama
Dalam realisainya pembangunan nasional adalah merupakan sutu upaya untuk mencapai tujuan negara,sehingga pembangunan nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.
4. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalis

Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu,sehingga masalah agama dalam negara sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Paham liberalisme dalam pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh paham rasionalisa yang mendasarkan atas kebenaran rasio. Materialisme yang berdasar kan atas hakikat materi , emperisme yang mendasarkan atas kebenaran pengalaman indra serta individualisme atas kebebasan individu (Soeryanto, 1989:185)

Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya nasing-masing. Namun Tuhan atau atheis, bahkan negara liberal memberi kebebasan untuk menilai dan mengkritik agama misalnya tentang Nabi, Rasul, Kitab Suci bahkan Tuhan sekalipun. Misalnya Salman Rusdi yang mengkritik kitab suci dengan tulisan ayat-ayat setan. Karena menurut paham liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran tertinggi.

Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-individu sebagai warga negaranya. Walaupun ketentuan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU aborsi di Negara Irlandia tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh gereja dan agama lainnya, karena UU tersebut merupakan hasil referendum.

Berdasarkan pandangan filosopis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama atau bersifat sekuler.

Ideologi Sosialisme Komunis

Berbagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunismelah sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari edeologi liberal. Berkembangnya paham individualisme liberalisme yang berakibat munculnya masyarakat kapitalis menurut paham ini mengakibatkan penderitaan rakyat, sehingga komunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung pemerintah.

Bertolak belakang dengan paham liberalisme individualisme, maka komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Mark memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hanya makluk sosial saja. Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukannya individulitas. Hak milik pribadi tidak ada karena hal ini akan menimbulkan kapitalisme yang pada gilirannya akan melakukan penindasan pada kaum proletar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individualisme merupakan sumber penderitaan rakyat. Oleh karena itu hak milik individual harus diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme bahwa demokrasi individualis itu tidak ada yang ada adalah hak komunal.

Dalam masyarakat terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara berinteraksi secara dialektis, yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar, buruh. Walaupun kedua hal tersebut bertentangan namun saling membutuhkan. Kelas kapitalis senantiasa melakukan penindasan atas kelas buruh proletar. Oleh karena itu harus dilenyapkan. Hal ini dapat dilakukan hanya denan melalui suatu revolusi. Hal inilah yan merupakan konsep kaum komunis untuk melakukan suatu perubahan terhadap masyarakat secara revolusioner infrastruktur masyarakat. Menurut komunisme ideologi adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas. Atas dasar inilah maka komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan yang relatif demi keuntungan kelasnya, oleh karena itu segala cara dapat dihalalkan.

Dalam kaitannya dengan negara, bahwa negara adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal. Mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan kemenangan pada pihak kelas proletar. Sehingga pada gilirannya pemerintahahan negara harus dipegang oleh orang-orang yang meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Demikian juga hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hakikatnya adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya komunisme adalah komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.

5.Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Komunis

Paham komunisme dalam memandang hakikat hubungan negara dengan agama mendasarkan pada pandangan filosofis materialisme dialektis dan materialisme histories. Hakekat kenyataan tertinggi menurut paham komunisme adalah materi. Namun materi menurut komunisme berada pada ketegangan intern secara dinamis bergerak dari keadaan (tesis) kekeadaan lain (antitesis) kemudian menyatukan (sintesis) ke tingkat yang lebih tinggi. Selanjutnya sejarah bagaimana berlangsungnya suatu proses sangat ditentukan oleh fenomina-fenomena dasar, yaitu dengan suatu kegiatan-kegiatan yang paling material yaitu fenomena-fenomena ekonomis. Dalam pengertian inilah menurut komunisme yang di pelopori oleh K. Marx, menyatakan bahwa manusia adalah merupakan suatu hakekat yang menciptakan dirinya sendiri yang menghasilkan sarana-sarana kehidupan sehingga menentukan dalam perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan bahkan agama. Dalam pengertian ini maka komunisme berpaham ethis, karena manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu menurut komunisme Marxis, agama adalah merupakan candu masyarakat (Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97, 98).
Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat etheis bahkan bersifat antitheis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.

Corak tasawuf al-Gazali

Corak tasawuf al-Gazali lebih menekankan pada aspek pendidikan moralitas bagi para pencari kebenaran.


A. Pendahuluan
Agama yang cocok untuk dunia modern adalah keberagamaan kaum sufi. Demikian statement yang diungkapkan oleh Arnold di dalam bukunya The Corrupted Science, Challenging the Myths of Modern Science. Menurutnya, keberagamaan kaum sufi dinilai sangat humanis, inklusif, dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip antropis dan hukum alam.

Secara sepintas, pernyataan tersebut sangat menarik dan impressive, karena selama ini pemahaman yang berkembang di kalangan umat Islam secara umum dan kaum pembaharu khususnya, bahwa kaum sufi adalah penyebab dari kemunduran umat Islam. Kemudian muncul berbagai macam pertanyaan, benarkah pernyataan tersebut? Apa bukti-bukti yang mendukungnya? Bagaimana hal itu bisa terjadi? Terlepas dari pergumulan di antara pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang jelas dan perlu disikapi bahwa ada gejala dan fenomena baru yaitu posisi kaum sufi di dunia modern semakin penting.

Berbicara tentang kaum sufi, ada seorang figur yang besar dan berpengaruh di dunia Islam, yaitu al-Gazali. Beliau telah memainkan peranan penting dalam meredam ketegangan-ketegangan yang muncul pada saat beliau hidup, yaitu ketegangan intelektual antara falsafah dan kalam, ketegangan politik dan religius antara sunni dan syi’i, dan ketegangan spiritual antara sufi esoterik dan fuqaha eksoterik. Atas kemampuan yang dimiliki oleh al-Gazali sudah sepantasnya umat Islam memberi gelar Hujjatul Islam.

Berkaitan dengan al-Gazali, pada makalah ini secara spesifik akan dikaji corak pemikian tasawufnya. Kajian ini tentu saja hanya goresan kecil bila dibandingkan dengan kebesaran dan keagungan Imam al-Gazali. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti mengurangi kekhusyuan dan ketajaman kita dalam menganalisis pemikiran tasawuf al-Gazali.

Kajian diawali dengan pembahasan tentang perjalanan spiritual al-Gazali. Pembahasan ini dimaksudkan untuk dapat melihat secara utuh pemikiran tasawuf yang dikembangkan oleh al-Gazali. Selanjutnya, secara berturut-turut akan dibahas tentang maqam-maqam yang ditempuh oleh al-Gazali dan corak tasawufnya. Terakhir diisi dengan kesimpulan dari tulisan ini.

B. Perjalanan Spiritual al-Gazali

Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Gazali al-Tusi dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan.

Perkembangan spiritual al-Gazali diawali sejak kecil yaitu sejak ayahnya menitipkan al-Gazali dan adiknya Ahmad kepada seorang sufi yang fakir. Setelah harta warisan yang dititipkan kepada seorang sufi tersebut habis, al-Gazali dan adiknya diserahkan ke sebuah madrasah di Tus untuk bisa memperoleh makan dan pendidikan.

Benih-benih spiritual al-Gazali ini kemudian mengalami perkembangan setelah ia dilanda krisis kejiwaan. Krisis ini diakui oleh al-Gazali di dalam kitabnya Al-Munqiz min al-Dalal. Al-Gazali tidak puas dengan pengetahuan yang selama ini ia pegang. Ia ingin mendapatkan pengetahuan yang meyakinkan seperti pengetahuan yang dicapai oleh matematika--bahwa sepuluh lebih besar dari tiga--yang tak tergoyahkan lagi oleh intimidasi apapun.

Krisis kejiwaan ini berlangsung selama dua bulan dalam perkembangan spiritual al-Gazali, terutama dalam mencari sumber pengetahuan antara yang dharuri dan hissiyat. Kemudian Allah menyembuhkan penyakitnya dan menembalikan diri al-Gazali dalam keadaan sehat wal afiat. Allah telah memberi nur kepada al-Gazali, agar ia meyakini pengetahuan dharuri sebagai dasar pengetahuan yang meyakinkan.

Dengan pengetahuan dharuri ini al-Gazali kemudian membahas tentang empat golongan yang dianggapnya memiliki metode tersendiri dalam usaha memperoleh pengetahuan mengenai hakekat segala sesuatu. Keempat golongan tersebut yaitu mutakallimin, para filosof, bathiniyah, dan golongan sufi.

Keempat golongan tersebut oleh al-Gazali telah dibahas dan dikajinya secara mendalam. Dia telah menulis beberapa buku yang membahas keempat golongan tersebut, di antaranya: Ilm al-Jadal; Maqashid al-Falasifah, Tahafut al-Falasifah, al-Mustaziri, Hujjatul Haq wa Qawashim al-Bathiniyyah, dan al-Qisthas al-Mustaqim.

Menurut al-Gazali, tida dari keempat golongan tersebut yakni mutakalimin, bathiniyah, dan pra filosof tidak dapat memuaskan jiwanya dalam mencari hakekat kebenaran. Kemudian ia mencoba menggunakan metode yang dipakai oleh pada kaum sufi, yaitu ilmu dan amal. Dari segi ilmu, al-Gazali merasa sudah memilikinya, karena sudah dipelajarinya dan banyak karya sufi terdahulu sudah dibacanya. Sedangkan dari segi amal, ia merasa belum melaksanakannya, karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.

Kondisi demikian mengakibatkan dalam diri al-Gazali terjadi perang batin antara keinginhan untuk hidup penuh dengan materi dan tuntutan jiwa untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Inilah yang kemudian menimbulkan krisis kejiwaan yang kedua kali dan lebih parah dibandingkan dengan krisis yang pernah dialami sebelumnya. Krisi ini berlangsung selama enam bulan, dan sampai berakibat fisiknya jatuh sakit.

Setelah sembuh, al-Gazali memilih untuk mengasingkan dirinya dari kehidupan yang bersifat materi. Pengasingan diri al-Gazali berlangsung selama 11 tahun (Zulqaidah 488/November 1095 sampai dengan Zulqaidah 499/Juli 1106 M.). Selama pengasingan ini al-Gazali menghasilkan beberapa karya, di antaranya: Ihya Ulumiddin, al-Risalah al-Qudsiyyah fi Qawaid al-Aqaid, The Jewels of the Qur’an, dan Kimiya Sa’adat.

Kemudian al-Gazali oleh Fakhr al-Mulk diminta untuk mengajar kembali di Madrasah Nizamiyah di Naisyapur. Al-Gazali memenuhi permintaan itu dan mengajar selama tiga tahun. Pada tahun 503--504 H al-Gazali kembali ke rumahnya di Tus. Di sini dia menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengajar agama dan guru sufi. Tidak lama kemudian (+ 1 tahun) al-Gazali wafat pada hari Minggu 14 Jumadissani 505 H/18 Desember 1111 M pada usia limapuluh tiga tahun.

C. Kondisi Sosial Politik dan Keagamaan pada Masa al-Gazali

Mengkaji pemikiran seseorang tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya dan situasi yang muncul pada saat pemikiran orang tersebut berkembang. Karena itu mengkaji al-Gazali tanpa memperhitungkan sosial-politik dan keagamaan yang melingkari pertumbuhan pemikiran tokoh ini dapat memberikan citra yang kurang utuh, sebab ia adalah produk sejarah.

Kajian tentang latar belakang kehidupan al-Gazali sekilas telah dibahas pada bagian awal makalah ini, khususnya tentang perjalanan spiritualnya. Kajian yang ingin penulis uraikan lebih jauh menyangkut situasi yang muncul pada saat pemikiran tasawuf al-Gazali berkembang.

Ada dua situasi yang berpengaruh dalam pemikiran tasawuf al-Gazali, yaitu: Pertama, situasi sosial-politik yang berkembang saat itu. Kedua, situasi religius masyarakat.

1. Situasi Sosial-politik

Dari segi politik, tiga tahun sebelum al-Gazali lahir, Ibu Kota Abbasiyah Bagdad jatuh ke tangan kekuasaan Turki Seljuq setelah lebih satu abad diperintah oleh amir-amir Bawaihiyyah yang syi’ah. Dinasti Seljuq mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Alp Arslan (1063--1072) dan Sultan Malik Syah (1072--1092), dengan wazirnya yang terkenal Nizam al-Mulk (1063--1092 M). Sesudah itu dinasti Seljuq mengalami kemunduran, karena terjadinya perebutan tahta dan gangguan stabilitas keamanan dalam negeri yang dilancarkan golongan Bathiniyah. Al-Gazali hidup dan berprestasi pada kedua fase tersebut, baik pada masa kejayaan maupun masa kemundurannya.

Konflik sosial yang terjadi di kalangan umat Islam pada masa al-Gazali yang bersumber dari perbedaan persepsi terhadap ajaran agama, sebenarnya berpangkal dari adanya pelbagai pengaruh kultural terhadap Islam yang sudah ada sejak beberapa abad sebelumnya. Di antara unsur kultural yang paling berpengaruh pada masa al-Gazali ialah filsafat, baik filsafat Yunani, maupun filsafat India dan Persia. Filsafat Yunani banyak diserap oleh para teolog, filsafat India diadaptasi oleh kaum sufi, dan filsafat Persia banyak mempengaruhi doktrin Syi’ah dalam konsep imamah. Tetapi yang lebih penting lagi, pada masa itu dalam mempropagandakan pahamnya, masing-masing aliran menggunakan filsafat (terutama logika) sebagai alatnya, sehingga semua intelektual, baik yang menerima maupun yang menolak unsur-unsur filsafat dalam agama harus mempelajari filsafat terlebih dahulu.

2. Situasi Religius Masyarakat

Dalam bidang keagamaan terutama bidang tasawuf, telah berkembang aliran ittihad, yang menurut ulama syariat telah menyimpang dari ajaran tauhid yang digariskan Alquran. Tokoh aliran ini adalah Abu Yazid al-Bustami (wafat 201 H/875 M) dan al-Hallaj (wafat 309 H/922 M). Munculnya ajaran ittihad ini mendapat perlawanan yang keras dari ulama syariah, dan pertentangan ini mencpai puncaknya pada saat al-Hallaj dijatuhi hukuman mati oleh ulama syariah.

Kemudian pada pertengahan abad ke-5 H--sebelum al-Gazali lahir--ada ulama yang mencoba mendamaikan pertentangan antara ulama syariah dengan kaum sufi. Di antaranya yaitu Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi (wafat 465 H/1074 M). Dalam risalahnya ia mengatakan “kullu syari’atin gairu mu’ayyadah bi al-haqiqahti fa gairu maqbulin, wa kullu haqiqatin gairu muqayyadah bi al-syari’ati fa gairu mahshulin”. Namun, usaha yang dilakukan oleh al-Qusyairi belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Setelah al-Gazali lahir dan hidup di tengah-tengah masyarakat, situasi keberagamaannya sangat memprihatinkan. Umat Islam ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran kalam, masing-masing dengan tokoh unlamanya, yang dengan sadar menanamkan fanatisme golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa, setiap penguasa cenderung untuk berusaha menanamkan pahamnya kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan.

Hasan Hanafi lebih jauh menjelaskan tentang situasi keberagamaan pada masa al-Gazali, yaitu:

a. Pluralisme kebenaran, pendekatan-pendekatan, metode-metode berfikir dan kesimpulan-kesimpulan terdorong maju ke tingkat kesamaan antara dalil dan tandingannya. Pluralisme menjadi skeptisisme, segala hal sebagian benar dan sebagian salah.

b. Pemikiran menjadi sumber pengetahuan yang sejajar dengan wahyu dan bahkan identik dengannya. Jika terjadi perbedaan antara teks dan bukti rasional, maka teks ditafsirkan sesuai dengan pemikiran.

c. Lima rukun Islam ditransformasikan kepada bentuk-bentuk ritual murni tanpa makna, gerakan-gerakan tanpa pikiran, artikulasi-artikulasi anggota tanpa peningkatan spiritual.

d. Dunia muslim pada waktu itu mencapai tingkat kemakmuran dan kejayaan yang tertinggi, sehingga mereka hidup cenderung mewah dan cinta materi.

e. Dalam menghadapi ancaman-ancaman luar dan serbuan militer bangsa Mongol dan kaum Salib, maka kembali kepada jiwa atau menutup diri merupakan suatu mekanisme defensif melawan dunia luar.

D. Maqamat-maqamat dalam Tasawuf al-Gazali

Maqamat-maqamat yang diajarkan oleh al-Gazali terdapat di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, khususnya juz IV. Di dalam bagian tersebut diuraikan secara berturut-turut sebagai berikut: Kitab al-Taubah, Kitab al-Sabr wa al-Syukr, Kitab al-Khauf wa al-Raja, Kitab al-Faqr wa al-Zuhd, Kitab Tauhid wa al-Tawakkal, Kitab al-Mahabbah wa al-Syauq qa al-Uns wa al-Ridha, Kitab al-Niyyah wa al-Ikhlas wa al-Sidq, Kitab al-Muqarabah wa al-Muhasabah, Kitab al-Tafakkur, dan Kitab Zikr al-Maut wa Ba’dah.

Maqamat-maqamat ini oleh penulis tidak diuraikan secara keseluruhan. Penulis hanya menjelaskan beberapa point yang dianggap penting untuk memahami konsep tasawuf yang diajarkan oleh al-Gazali, di antaranya: Konsep taubat, zuhud, tawakkal, dan ma’rifah.

1. Taubat

Pemahaman tentang taubat, menurut al-Gazali mencakup tiga hal: Ilmu, sikap (hal), dan tindakan. Ilmu adalah pengetahuan seseorang tentang bahawa yang diakibatkan dosa besar. Pengetahuan itu melahirkan sikap sedih dan menyesal, yang melahirkan tindakan untuk bertaubat. Tobat harus dilakukan dengan kesadaran hati yang penuh dan berjanji pada diri seindiri untuk tidak mengulangi perbuatan dosa.

2. Zuhud

Dalam keadaan ini seorang calon sufi harus meninggalkan kesenangan duniawi dan hanya mengharapkan kesenangan ukhrawi. Al-Gazali membagi tingkatan zuhud dari segi tingkatan motivasi yang mendorongnya kepada tiga tingkatan:

a. Zuhud yang didorong oleh rasa takut terhadap api neraka dan yang semacamnya. Zuhud dalam tingkatan ini adalah zuhudnya orang-orang pengecut.

b. Zuhud yang didorong oleh motif mencari kenikmatan hidup di akhirat. Zuhud dalam tingkatan ini adalah zuhudnya orang-orang yang berpengharapan, yang hubungannya dengan Allah diikat oleh ikatan pengharapan dan cinta, bukan ikatan takut.

c. Zuhud yang didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari memperhatikan apa saja selain Allah dalam rangka membersihkan diri daripadanya dan menganggap remeh terhadap apa yang selain Allah. Zuhud dalam tingkatan inilah yang merupakan sikap zuhud para arifin.

3. Tawakal

Tawakal dalam tasawuf diartikan berserah diri kepada kehendak Tuhan seperti halnya mayat di depan orang yang memandikannya. Tawakal dalam pengertian tasawuf adalah suatu syarat mutlak sebagai tangga memutuskan segala ikatan dengan dunia secara total dan final. Tanpa jiwa tawakal seperti itu, hati tidak akan terbebas dari belenggu.

Menurut al-Gazali, sikap tawakal lahir dari keyakinan yang teguh akan kemahakuasaan Allah sebagai pencipta. Dia berkuasa melakukan apa saja terhadap manusia. Walaupun demikian, harus pula diyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha Pengasih, tak pilih kasih pada makhluknya. Karena itu, manusia seharusnya berserah diri kepada Tuhannya dengan sepenuh hati.

4. Ma’rifah

Ma’rifah (gnosis) secara umum diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Sedangkan menurut tasawuf, ma’rifah berarti mengetahui Allah Swt dari dekat.

Bagi al-Gazali, ma’rifah bukan hanya diartikan melihat Tuhan, tetapi juga mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada.

Ma’rifah pada Allah bukan merupakan ilmu yang dapat ditangkap dengan panca indera dan akal pikiran, tetapi merupakan suatu pengalaman dan penghayatan yang bersifat langsung. Alat yang digunakan untuk mendapatkan ma’rifah adalah qalbu. Menurut al-Gazali, qalbu bagaikan cermin. Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya, jika cermin qalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Adapun penyebab qalbu tidak bening adalah hawa nafsu, maka untuk mendapatkan hati yang bening, seorang sufi harus berpaling dari hawa nafsu.

Memperoleh ma’rifah merupakan proses yang bersifat terus menerus. Makin banyak seorang sufi memperoleh ma’rifah, makin banyak pula yang diketahuinya tentang rahasia Tuhan dan semakin dekatlah ia kepada-Nya. Proses yang dilakukan oleh seorang sufi untuk memperoleh ma’rifah yaitu dengan cara riyadhah dan mujahadah dalam beribadah. Keterikatan am’rifah dengan amal (ibadah) inilah yang membedakan konsepsi ma’rifah al-Gazali dengan konsepsi ma’rifah Abu Yazid al-Bustami, yang menganggap ketekunan dalam ibadah sebagai pertanda tidak layaknya orang memperoleh ma’rifah dari Tuhan.

Selanjutnya, al-Gazali menjelaskan bahwa ma’rifah ini menimbulkan mahabbah (mencintai Tuhan), dan mahabbah baginya bukan mahabbah sebagai yang diucapkan Rabi’ah al-Adawiyah, tetapi mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia hidup, rizki, kesenangan dan lain-lain.

Kadar mahabbadh seorang sufi ditentukan oleh kedalaman ma’rifah yang dimilikinya. Semakin kuat ma’rifahnya, semakin kuat mahabbahnya. Menurut al-Gazali ma’rifah dan mahabbah adalah derajat tertinggi yang dapat dicapai seorang sufi.

E. Tasawuf Sunni al-Gazali

Menurut Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, ada dua corak tasawuf yang berkembang di kalangan sufi, yaitu pertama, corak tasawuf sunni, di mana para pengikutnya memagari tasawuf mereka dengan Alquran dan as-Sunnah serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya. Kedua, corak tasawuf semi-filosofis, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahat) serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terhadinya penyatuan ataupun hulul.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Simuh dengan menggunakan istilah yang berbeda. Simuh menyatakan bahwa pada dua corak tasawuf yaitu union mistik dan personal/transendentalis mistik. Union mistik yaitu suatu corak tasawuf yang memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya. Sedangkan personal/transendentalis mistik yaitu suatu corak tasawuf yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan. Pada paham ini hubungan manusia dengan Tuhan dilukiskan sebagai hubungan antara makhluk dengan khalik

Dari dua corak tasawuf tersebut, menurut Abdul Qadir Mahmud, al-Gazali masuk pada kelompok yang memiliki corak tasawuf sunni, bahkan di tangan al-Gazali lah tasawuf sunni mencpai kematangannya.

Mahmud berpendapat, para pemimpin sunni pertama telah menunjukkan ketegaran mereka menghadapi gelombang pengaruh gnostik barat dan timur, dengan berpegang teguh pada spirit Islam, yang tidak mengingkari sufisme yang tumbuh dari tuntunan Alquran, yang membawa syariat, juga yang menyuguhkan masalah-masalah metafisika. Mereka mampu merumuskan sufisme yang islami dan mampu bertahan terhadap pelbagai fitnah yang merongrong aqidah Islam di kalangan sufirme. Sufisme sunni akhirnya beruntung mendapatkan seorang tokoh pembenteng dan pengawal bagi spirit metode Islami yaitu al-Gazali, yang menempatkan syariat dan hakikat secara seimbang.

Di tangan al-Gazali tasawuf menjadi halal bagi kaum syariat, sesudah kaum ulama memandangnya sebagai hal yang menyeleweng dari Islam.

Konsepsi al-Gazali yang mengkompromikan antara pengalaman sufisme dengan syariat telah dijelaskan di dalam kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya besar ini terdiri dari 4 jilid. Jilid pertama dan kedua berisi ajaran syariat dan aqidah disertai dasar-dasar ayat-ayat suci Alquran serta hadis dan penafsirannya. Dibahas pula bagaimana tingkat-tingkat pengamalan syariat yang sempurna lahir batin.

Pada jilid ketiga dan keempat, khusus membahas tasawuf dan tuntunan budi luhur bagi kesempurnaan sebuah pengamalan syariat. Dimulai dengan membahas keajaiban hati beserta nafsu-nafsu, amarah, lawwamah dan mutmainnah yang ketiganya saling berebut untuk menguasai batin manusia. Kemudian dilanjutkan tantang ajaran jihad akbar untuk memerangi dan menguasai nafsu amarah dan lawwamah, yakni ajaran tentang penyucian hati yang dalam ajaran tasawuf diartikan memutuskan setiap persangkutan dengan dunia, dan mengisi dengan sepenuh hati hanya bagi Tuhan semata. Kemudian dilanjutkan tentang cara mengkonsentrasikan seluruh kesadaran untuk berzikir kepada Allah. Hasil dari zikir adalah fana dan ma’rifat kepada Allah.

Dengan demikian, corak tasawuf al-Gazali lebih menekankan pada aspek pendidikan moralitas bagi para pencari kebenaran.

F. Penutup

Al-Gazali sebagai seorang pemikir ulung dan seorang yang sangat berpengaruh di dunia Islam telah banyak menghasilkan karya-karya besar bagi perkembangan ilmu. Karya-karya al-Gazali telah banyak dikaji dan diteliti, baik oleh cendekiawan muslim maupun non-muslim. Karya al-Gazali yang banyak mendapat perhatian besar adalah di bidang tasawuf.

Tasawuf bagi al-Gazali bukan hanya dalam tataran teoritis, tetapi lebih jauh lagi sebagai amaliah yang perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tasawuf yang ia kembangkan bercorak tasawuf sunni, yakni tasawuf yang selalu merujuk kepada Alquran dan as-Sunnah. Tasawuf ini bertandakan timbangan syariat. Ia bersikap moderat dan selalu memagari tasawufnya dengan Alquran dan as-Sunnah dan selalu mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah penganutnya dengan keduanya.


DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Osman, Classification of Knowledge in Islam a Study in Islamic Philosophies of Science, Terj. Bandung: Mizan, 1997.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Gazali, Al-, Al-Munqiz min al-Dalal, Turki: Syirkah al-Ikhlas, 1990.
Gazali, Al-, Ihya Ulumuddin, Penang: Sulaiman Mar’i, t.t.
Hanafi, Hasan, Agama, Ideologi al-Gazali Pendekatan Metodologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1991.
Hidayat, Komaruddin dan Nafis, Wahyuni, Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta: Paramadina, 1995.
Jahja, H.M. Zurkani, Teologi al-Gazali Pendekatan Metodologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Lewis, B. dkk. The Encyclopedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1965.
Mahmud, Abdul Qadir, Al-Falsafah al-Sufiyyah fi al-Islam, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1967.
Nadwi, Abu al-Hasan Ali al-Husain al-, Rijal al-Fikr wa al-Dakwah fi al-Islam, Kuwait: Dar al-Qalam, 1969.
Nasution, Harun, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
__________, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UII. Press, 1986.
Qardhawi, Yusuf, Al-Imam al-Gazali baina Maadihihi wa Naaqidihi, terj. Surabaya: Pustaka Prograsif, 1996.
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1996.
Taftazani, Abu al-Wafa al-Ganimi Al-, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islam, terj. Bandung: Pustaka, 1985.
Utsman, Al-, Abd. Al-Karim, Sirat al-Gazali, Damaskus: Dar al-Fikr, t.t.


Diposkan oleh Kang Kolis di 23:28
Label: arsip, artikel