Sabtu, Mei 30, 2020

Jika,,, Saat bertanya diartikan mengkritik Saat mengeluh dikatakan mawada Saat menyampaikannya aspirasi disamakan sikap buruk Saat berbagi bingung disetarakan dengan hal yang sia-sia Saat merefleksikan diangap pembangkang Saat itulah kekeliruan terjadi, sebab Tiap pertanyaan kita,, ada orang yang digajih untuk menjawabnya Tiap keluhan kita,, ada orang yang digajih untuk menanggapinya Tiap harapan kita,,ada orang yang digajih untuk mewujudkannya Tiap kritikan kita,, ada orang yang digajih untuk mengkajinya Tiap aspirasi kita,, ada orang yang digajih untuk menyampaikannya Lalu apa yang kita takutan, jika tiap kebingungan, pertanyaan, keluhan kritik, refleksi dan harapan serta aspirasi kita adalah rejeki buat yang lain. Dan dilain sisi, jika kebingungan kita hentikan, bertanya kita hindari, kritik kita dimatikan, kepedulian kita ciutkan dan refleksi kita tiadakan dan harapan kita samarkan, maka jangan berharap kita lebih baik dari hantu Mariaban/Bariaban yang mempunyai kesaktian namun tidak memiliki kemewahan berupa sebuah anugerah. Karena bisa jadi, anugerah terbesar kita adalah daya pikir yang kita miliki, sebab tidak mustahil semua hidup kita ini karena pikiran. Lalu jika daya pikir itu anugerah terbesar kenapa kita hanya menggunakannya untuk hal-hal yang biasa saja, seperti membuat caption di Instragram agar terlihat lebih bijak atau status facebook supaya disangka hebat dan seterusnya dan selanjutnya dan sebagainya. Padahal “Pikiran” bisa dijadikan bagian terpenting untuk menghasilkan sebuah kritik (refleksi) yang diharapkan jadi bahan permenungan untuk dijadikan bahan diskusi lebih lanjut, dengan tujuan perbaikan kondisi. Lalu jika kita bisa mengunakan anugerah terbesar ini untuk menghasilkan sebuah refleksi, tentu tingkatannya jauh lebih tinggi jika dibanding memakainya hanya untuk sekedar membuat sebuah caption di media sosialnya yang menurut catatan, ada sekira 130 juta masyarakat Indonesia yang aktif di media sosial tersebut. Lalu jika kita masih bersikukuh malu, tidak berani, segan, acuh, tak peduli untuk membuat sebuah refleksi karena takut di cap tukang kritik dan tukang mengeluh, maka gantilah refleksi dengan pertanyaan, karena bertanya adalah level tertinggi dari rasa binggung dan konon puncak dari penggunaan logika adalah munculnya rasa binggung, mengapa bisa begitu, karena katanya, kebinggungan adalah awal dari semua upaya pencarian pencerahan. jika dipersingkat, kalau kita tidak bertanya maka sama dengan kita tidak mempunyai rasa binggung atau kita tidak berlogika atau kita tidak berupaya mencari pencerahan. Lalu apa buruk, salah dan takutnya kita berbagi kebingungan, memberikan pertanyaan, mengutarakan keluhan, menyampaikan harapan, menjual aspirasi dan membuat refleksi yang adalah rejeki buat yang lain dan upaya kita dalam mencari pencerahan!!!!

Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari


Jembatan Pondok Pesantren Muhajirin Bulanang Indah Pamangkih Kecamatan Labuan Amas Utara













Pasar Pantai Hambawang kecamatan labuan Amas Selatan























Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari
di Desa Cuman Lipai Kecamatan Batang Alai Selatan





Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari

 Muhammad Edwan Ansari dan keluarga
- Istri Rahimah
- Anak Muhammad Rafli Ansari












Maqam Nini Rusmawarni Binti Hasan Basri bin Abdul Ghani di Ilung pasar Lama kecamatan Batang Alai Utara


Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari
jiarah Ke maqam Datu Jahura Binti Amir di Ilung Tengah kecamatan Batang Alai Utara

Muhammad Rafli Ansari Bin Muhammad Edwan Ansari
Jiarah ke Maqam Datu Hasbullah bin H. Darmawi di Walangku Kasarangan kecamatan Labuan Amas Utara