Minggu, Mei 24, 2015

PERAN DAN PROBLEMATIKA INTERNAL HMI

PERAN DAN PROBLEMATIKA INTERNAL HMI 1. Panglima Besar Soedirman : “HMI Jangan Menyendiri”. Oleh: Ridwan Saidi Sari tempat pembuangannya di Ende Ir. Soekarno melakuka Berespondensi selama 2 tahun (1943-1936) dengan seorang ulama ahli debat A. Hasan. Ustadz A. hasan adalah seorang guru organisasi islam modern Persatuan islam dan A. Hasan juga guru bagi tokoh islam terkenal M.Natsir. Dari korespondensi itu Soekarno seprti pengakuan yang di tulis nya pada 25November 1936, merasa mendapat tuntunan dalam masalah fiqih.Tapi itu tidak menghalangi Soekarno untuk mengkritik persatuan islam yang dikatakannya sebagai mempunyai neighing (kecendrungan) kearah Sektarianisme. Selanjutnya Soekarno mengatakan bahwa Islam adalah satu Agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia. Jangan Menyendiri Agama kritik Soekarno itu ada benarnya, kiranya itupun tidak tertujuKepada persatuan islam saja, dan tidak berlaku untuk kurun waktu itu saja.Ketika KAMI, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia,bubar pada Febuari 1966, betapa sulit menggalang kembali potensi mahasiswa. Nurcholish Madjid, Ketua umum HMI dan Binsar Sianipar, Ketua umum GMKI, mengadakan pendekatan berkali kali yang akhirnya mencapai kesepakatan untuk menggalang kebersamaan menuju Indonesia yang dicita-citakan. Saya selaku Sekjen HMI waktu itu dan Tjoa Giok Tjun yang menjabat Sekjen GMKI ditugaskan untuk merumuskan “Pernyataan Bersama” karena secar psikologis, setelah bubarnya KAMI, masing-masing terbenam dalam “Arus” kesendirian, dan terpenjara dalam mental sektarianisme. Akhir “pernyataan Bersama” itupun tersusun juga setelah mencoba menggali sebanyak mungkin persamaan yang ada di antara kami. Persmaan itu bertemu setelah menyadari, bahwa tidak mungkin masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri. “Pernyataan Bersama” HMI-GMKI mengawali langkah terbentuknya kelompok Cipayung, forum pengajian bersama antara HMI, GMKI, PMKRI, GMNI, dsan PMII pada 1972. Kebersamaan untuk mengaji permesalahan dan hari depan yang sama tidak mungkin terjadi bila masing-masing pihak tidak mencoba menempatkan diri persfektif ke indonesiaan. Meminjam istilah Munawir Sadzali, Golongan islam harus dapat berkiprah dalam struktur tersedia (within the structure)”. Tentunya inipun berlaku bagi golongan lain dalam masyarakat kita, karena ucapan Munawir disampaikan pada buka bersama dan tarawih yang diadakan korps alumni HMI beberapa bulan yang lalu. Ucapan Munawir ini sejalan dengan pandangan Nurcholish Madjid tentang pluralism Indonesia yang pada dasarnya menekankan bahwa aktulisasi Islam hendaknya tidak terlepas dari konteks latar belakang sejarah dan kebudayaan Indonesia yang bersifat majemuk. Akar pemikiran kedua intelektual islam itu bertemu pada kritik Soekarno; kepada persatuan Islam dan amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman pada malam peringatan Dies Natalis pertama HMI yang diadakan pada 6 Febuari 1948 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta. Menurut Harian kedaulatan Rakyat.9 febuari 1948, pada kesempatan itu pak Dirman memperingatkan supaya HMI melaksanakan Anggaran Dasarnya, apa yang belum dilaksanakan supaya segara dilaksanakan dan apa yang tidak dapat dilaksanakan supaya dihapuskan dari Anggaran Dasar HMI. Selanjutnya pak dirman berpesan agar “HMI” benar-benar menjadi “Harapan Masyarakat Indonesia”, dan jangan menyendiri. Keterbukaan HMI UU No. 8/1985 tentang keormasan memberi peluang untuk kehadiran organisasi kemasyarakatan yang di bentuk berdasarkan kesamaan agama. Karena itu neksistensi organisasi kemasyarakatan seperti Wanita Katolik, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Nahdlatul Ulama Muhammadiyah, perwalian Umat Budha, adalah sah menurut Undang Undang. Organisasi-organisasi kemasyarakatan itu jelas mempunyai tanggung jawab internal melayani secara khusus kepentingan anggota-anggotanya, Layanan itu bersifat spesifik sesuai dengan tuntunan aspirasi Komunitasnya. Tetapi hal itu tidak menutup kesempatan bagi mereka yang berada diluar komunitas tertentu itu juga untuk mendapatkan pelayanan inilah yang saya katakana sebagai keharusan keterbukaan organisasi kemasyarakatan seperti HMI. Keterbukaan organisasi kemasyarakatan tentulah tidak sama dengan kekuatan sospol. Ketiga kekuatan sospol tidak boleh menutup pintunya bagi mereka yang berminat, apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya untuk menjadi anggota. Ketrbukaan dalam penerimaan anggota tidak boleh terhalang oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga kekuatan sospol yang bersangkutan. Kekuatam sospol harus jelas-jelas mencantumkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangganya bahwa setiap Warga Negara yang telah memenuhi persyaratan apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya boleh untuk mendaftarkan diri sebagai anggota. Keterbukaan itu tidak boleh bersifat “Pemanis bibir” saja, sementara persyaratan formal penerimaan anggota masih bersifat tertutup sedang sedang keterbukaan organisasi kemasyarakatan lebih mengcu pada sasaran (audience) pelayanan. Bagi Seluruh Alam” Pelayanan HMI yang bersifat terbuka relevan dengan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin, islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Konsep ini sudah terlalu sering diucapkan, tapi masih kurang pengoperasiannya. Jikalau lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikannya yang di asuh oleh rupa-rupa Organisasi keagamaan membuka pelayanannya untuk pasien atau anak didik tanpa memandang keyakinan agama dan kepercayaan yang meanutnya, tapi belum begitu halnya dengan organisai kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan masih memberikan pelayanan yang bersifat “tertutup”, hal ini masih mencermkinkan, sedikit atau banyak mental kesendirian. Motto HMI yang berbunyi melayani student’s need dan student’s interest perlu perumusan kembali dan sasarannya begitupun dengan motto HMI sebagai wadah penggemblengan kader …….. dan bangsa masih belum “menggigit” sebagai sebuah motto kerja. Kerangka program kerja HMI hendaknya mengacu kepada kepentingan seluruh bangsa di mana kepentingan umat sudah inheren di situ. Seperti juga halnya apa yang sering di ucapkan oleh Ro’is Aam NU KH . Ahmad ……… bahwa aspirasi Islam identik dengan aspirasi nasional maka itupun menuntut organisasi cendekiawan muslim, seperti HMI dan PMII, untuk dapat lebih merincinya sehingga menjadi visi perjuangan. Sifat pelayanan yang terbuka niscaya mendorong pengakuan masyarakat bahwa organisasi kemasyarakatan merupakan aset nasional, yang kehadirannya dirasakan oleh anggota masin-masing, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks organisasi keislaman seperti HMI, Muhammadiyah dan NU, baru dapat dikatakan telah mengepresikan konsep islam rahmatn lil ‘alamin bila berhasil melakukannya lewat dakwah bil lisanil hal dakwah dengan pekerjaan yang nyata bagi masyarkat. Dalam tingkat ini, eksistensi merka akan dijaga oleh masyarkat sendiri. Om JO Leimena Pengalaman kebersamaan di antara umat beragama baru dirasakan ketika mereka menghadapi musuh bersama. Kebersamaan yang diwujudkan karena adanya musuh bersama harus dapat ditingkatkan menjadi kebersamaan karena tanggung jawab yang sama. Karena yang. Pertama berfsifat reaktif, sedang yang terakhir bersifat kreatif. Meskipun begitu prlu untuk direnungkan kembali pengalaman kebersamaan umat beragama ketika menghadapi PKI, khususnya ketika PKI dan ……… anteknya menuntut dibubarkannya HMI. Boleh jadi mengenang kembali pengalaman ini akan besar manfaatnya bagi para peserta Konres HMI di Lhok Seumawe yang sebagian besar belum lahir ketika peristiwa itu berlangsung. Pada 28 September 1965 CGMI, ormas kemahasiswaan milik PKI menyelenggarakan malam penutupan kongresnya, dimana hadir ……………. Dan dari pejabat tinggi negara selain Presiden Soekarno juga hadir wakil perdana mentri (Waperdam) J. Leimena yang akrab dengan panggilan Oom Jo. Pembicara dari CGMI dan Aidit sendiri secara blak-blakan mendesak Bung Karno, benar-benar berani melawan arus. Dengan lantang Oom Jo berkata bahwa organisasi apapun bila memang “Kontra Revolusi” dan tidak “Progresif Revolusioner” termask CGMI mesti di bubarkan. Oom jo kemudian mengingatkan pentingnya menggalang kekuatan revolusioner Orang-orang HMI waktu itu paham belaka bahwa pidato Oom Jo yang bersifat HMI itu, ikut serta memengaruhi Bung Karno sehingga malam itu HMI tidak di bubarkan. Ketikapada tahun 1970, pada kesempatan menghadiri GMKI di Malang, saya bertemu Oom Jo dan saya bertanya tentang latar belakang pidatonya itu. Oom Jo mengatakan bahwa ia mengerti betu sifat Bung Karno yang di alektis, dimana dalam kesempatan tewrtentu Bung Karno mendengar pendirian Waperdamnya, jikalau ada sesuatu tuntutan atau pembubaran organisasi. Posisi “Tegan” Oom Jo memandang bahwa kedudukan umat beragama sudah sangat terancam oleh PKI, bila tuntutan PKI untuk membubarkan HMI dipenuhi Oom Jo yakin bahwa itru bukan tuntutan yang terakhir , akan menyusul korban lainnya. “Oleh karena itu” kata Oom Jo “ Saya Mengambil posisi Tegen ( Melawan) terhadap tuntutan PKI”. Menurut Oom Jo akan lain kejadiannya kalau malam itu atas nama Waperdam yang berbicara Soebandrio. Itulah pengalaman kebersamaan karena menghadapi musuh bersama, tetapi hal ini penting di ungkapkan kembali bagi generasi penerus agar di jadikan “modal” untuk menggalang kebersamaan demi tanggung jawab yang sama yaitu menyukseskan pembangunan sebagai pengamalan pancasila. Untuk itu amat penting dilakukan kesamaan persepsi tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi bersama seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki pelbagai latar belakang budaya, agama dan kepercayaan. Terasa masih actual kalau pada penutup tulisan ini saya salinkan kembali intisari Tajuk Rencana Harian “Sinar Harapan” tanggal 7 Febuari 1975 berjudul “Dies Natalis HMI” Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) telah merayakan Diesa Natalisnya yang ke-28 secara sederhana di Jakarta. Dalam perayaan tersebut berteme pokok “Berhimpun dan Beramal Untuk Meningkatkan Harkat kemanusiaan”, diuraikan peranan dan tanggung jawab HMI yang telah dijalankan selama 28 tahun ini. tema pokok Dies HMI tersebut tentu tidak hanya bermanfaat bagi HMI atau dunia kemahasiswaan, tetapi merupakan suatu ajakan cukup menarik bagi masyarakat luas. Karena dengan tema tersebut dikandungmaksud untuk berbuat sebanyak dan sebesar mungkin guna kepentingan seluruh rakyat Indonesia yang sekarang ini sedang membangun manusia seutuhnya untuk meningkatkan harkat kemanusiaan. Dengan kepelbagaian pelaksanaan program-program yang pada dasarnya akan bermuara pada tujuan nasional kita : membina kehidupan bangsa yang bersatu dan berdaulat yakni masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila,maka semboyan “bhinneka Tunggal Ika” benar-benar dihayati dalam artian sesungguhnya. Sekian saja kutipan inti sari tajuk rencana “Sinar Harapan” mudah-mudahan bermanfaat dan ikut serta memberi inspirasi bagi para peserta kongres di Lhok Seumawe islam membuat keputusan-keputusan yang tidak saja di tunggu oleh 150.000 anggota HMI dan ribuan alumninya, tetapi oleh sejarah. Adakah HMI akan duduk-duduk saja di pinggir sejarah, atau ikut serta memainkan peranan. Sumber : Suara pembaruan, Jakarta, 25 juni 1985

HMI dan Proses Restrukturisasi Politik

HMI dan Proses Restrukturisasi Politik (Catatan Perjalanan HMI 1970-an) Oleh Ridwan Saidi Setelah ditumpasnya Gerakan G30S/PKI, dikalangan elit intelektual segala kegiatan diskusi dan bentuk pertukaran-pemikiran lainnya, mengerah pada bagaimana membangun ekonomi Indonesia. Disekitar tahun 1966-1969 muncul berbagai gagasan tentang moderenisasi menyeluruh di segala bidang. Karena moderinisasitak dapat dibiarkan sendiri seraya struktur politik belum baru sama sekali, bahkan dapat melukiskan sebagian “struktur Orde Lama Minus PKI” . Dikalangan Inteliktual muda mucul pendapat tentang approach moderenisasi yang digunakan. Ada yang masih cenderung menggunakan structural approach sebagimana tercermin dari pemikiran Rakhan Tolleng dan Minggunan Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat. Sebaliknya Nono Anwar Makarin cenderung memilih cultural apparoach. HMI lebih subtansi moderinesasi bukan westernisasi seperti yang diutarakan Nurcholish Madjid ketika berpolitik dengan Rosihan Anwar. Para ekonomi lebih cepat merumuskan kerangka dasar pembangunan ekonomi, bahkan pada tahun 1969 Repelita I mulai dilaksanakan. Pembangunan politik pada akhirnya cenderung mengarahkan pada proses restrukturisasi kelembagaan. Parpol tampak terengah-engah bursa politik. Mulai dari munculnya dari memformalkan Independent Group, yaitu kelompok yang mandiri dari segala afiliasi politik, sampai dalam masalah penyedarhanakan partai. Sementara itu KAMI bubar, berhubung tak dapat mencapai kesepakatan tentang pembantukan National of Student (NUS) pada februari 1969. Dewan–dewan Mahasiswa sendir gagal membantuk NUS di Bogor pada bulan desember 1970. Gagasan Amir Macahmud tentang pembentukan Persatuan nasional Mahasiswa Indonesia (PNMI) sebelumnya, sekitar akhir tahun 1966, ditolak mahasiswa. Ketika itu Amir Machamud menjabat sebagai Pangdam Jaya. Pembajakan Awalnya dasawarsa 70-an diwarnai dengan pembajakan organisasi, baik orma profesi maupun parpol. Agenda pembajakan terjadi pada tubuh Partai Muslim Indonesia, PSII, World Assembly of Youth di Indonesia. Sementara PWI memiliki pengurus kembar. Kongres PNI sendiri yang beralangsung di Semarang diwarnai dengan penggusuran dramatis terhadap kelompok Hardi. HMI memperlihatkan sikapnya yang jelas menolak pembajakan. Pernyataan politik dikeluarkan mengencam apa yang terjadi pad tubuh Partai Muslimin dan PWI. Tokoh-tokoh HMI juga menyatakan keperihatinannya atas musibah politik yang menimpa kongres PSII di Majalaya dan PNI di SEMARANG. Diskusi-diskusi yang diselenggarkan oleh Forum “Diskusi Kita” diharian KAMI sering diwarnai oleh kecaman tokoh generasi muda atas peristiwa tersebut. Peristiwa yang nyaris serupa terjadi pada tubuh generasi muda. Seperti diketahui ormas-ormas keagamaan, yang menentang komunisme menjadi anggota World Assembly of Youth (WAY) sejak tahun 19950-an. Hanya, di zaman Orde Lama forum ini dibekukan sendiri. WAY Indonesia aktif kembali pada zaman Orde Baru. HMI menjadi salah seorang pemimpinan presidium WAY indonesia. Musibah terhadap WAY terjadi pada tahun 1972 kegiatan bakti kemsyarakatannya dilarang di bebrapa daerah di Jawa Tengah. Presidium WAY Indonesia “membeku” selamnya. Gagasan restrukturisasi politik muncul dalam wujud yang jelas pada tahun 1973. Berbagai bentuk wadah “Federasi” dan “Fusi” dilahirkan, mulai dari HKTI, HSNI, FBSI, PPP, PDI, dan KNPI. Tahun 1973- 1974 diwarnai dengan kesibukan lobi politik pempinan-pimpinan organisasi. Boleh dikatakan restrukturisasi kelembagaan tuntas sudah pada akhir tahun 1974. Hanya organisasi intra universitas penatannya baru selesai 6 tahun setelah itu dengan dimantapkannya BKK di kampus-kampus pada tahun 1980. (Kemudian seperti diketahui pada tahun 1989 pemerintah mencanagkan gagasan pembentukan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), walaupun seiring dengan itu dikatakan bahwa senat Mahasiswa didirikan bukan dengan maksud menyalahkan BKK). Kontemplasi dan Proyek Dalam esai ringkas ini saya mencoba membuat catatan kontemplatif atas pengalaman, di mana saya terlibat, sejarah pengalaman HMI pada dasawarsa 70-an. Selaku aktivitas HMI saya ikut serta dalam perjuangan mempertahankan eksistensi HMI dari pengganyangan PKI dan antek-anteknya. Saya juga ikut serta dalm perjuangan meruntuhkan orde lama. Tetapi perjuangan memelihara eksistensinya HMI pada tahun 70-an mempunyai nuansa yang lain. Kerena pada saat itu berjuang tidak hanya cukup bermodalkan semangat dan badan sehat seraya ditambahkan sedikit akal, tetapi memerlukan kelincahan lobi, dan kematangan siasat serta keluwasan pergaulan. Eksklusivisme sama sekali ditinggalkan, Krena HMI perlu memperluas pergaulannya. HMI perlu mencoba mengerti apa yang dipikirkan orang lain. Kecerdasan sesudah tertentu amat diperlukan, karena suasana inteliktual sudah mewarnai kehidupan para aktivis. Diskusi-diskusi ilmiah diadakan di mana-mana, termasuk oleh Kelompok Cipayung. Cipayung tidak lagi banyak menghasilkan statement pendek ala perjuangan zaman Demokrasi Tepimpin, tetapi lebih banyak melahirkan pokok-pokok pemikiran. Aktivitas HMI pada level cabang dan badko juga kesulitan menaikkan kualitas. Hal itu terasadari beratnya menghadapi forum-forum breafing kepada cabang/badko, sidang pleno/MPK, atau kongres. Mereka menuntut penalaran dari sebuah kebijaksanaan PB HMI, dan kami tidak cukup hanya menagih ketaatan mereka atas kebijaksanaan yang dikeluarkan. Sesuadah tentu suasana yang dihadpai oleh aktivis HMI generasi kini amat berbeda dengan zaman ketika saya masih aktif. Berkat lahirnya UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas, dapat dikatakan eksistensi HMI terjamin secara hukum. Tentu saja eksistensi memerlukan bukti de facto dari HMI sendiri bagaiman menyatakan kehadirannya di kalangan mahasiswa khususnaya, dengan aktivitas yang nyata. Kualitas mahasiswa sekarangpun berbeda mereka jauh lebih baik gizinya dengan angkatan lama, juga mereka berpeluang mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya berkat era teknologi komunikasi modern. Mereka juga kuliah dengan sistem pendidikan yang makin baik dan tenaga pengajar yang makin berkualitas. Ringkas kata, di masa mendatang HMI dituntut untuk meningkatkan pelanyanan kepada mahasiswa secara lebih baik canggih dan intelektual. HMI pun jangan menyadari seraya berasyik-asyik dengan kejayaan masa lalu. Pergaulan dengan sesama ormas mahasiswa, ormas Islam perlu ditingkatkan terus-menerus, kemandirian HMI perlu terus diprtahankan, bagaimana aktivitas HMI dewasa ini juga lebih menghayati persoalan-persoalan generasi muda serta masa depannya sendiri. Generasi saya atau generasi yang lebih tua lagi, pernah memperoleh kesempatan berkiprah dan berkhidmat dalam HMI. Masa muda tak mungkin diulang dua kali, kecualai oleh orang yang merasa kehilangan masa mudanya. Sebagai alumnus HMI, saya yakin dipercaya bahwa generasi sebelumnya. Setiap tahap sejarah (mestinya) ada peningkatan kualitas. Generasi angkatan saya dan yang lebih tua kini telah memilih lapangan dan profesi masing-masing, tentunya kami menyadari bahwa sebagai orang yang pernah menjadi anggoat HMI, dan kini berstatus alumni HMI, tidak mungkin menjadi HMI-wan abadi. Kalaupun mungkin ada kerinduan seperti itu, barangkali ada baiknya diingat sebaris sejak Rendra, Adakah kita kanak-kanak yang abadi? Sumber: Buku Dies Natalias ke-43 HMI, Penerbit PB HMI tahun 1990. 12. Lintasan Sejarah HMI 1971-1974. Oleh Akbar Tanjung Kepengurusan PB HMI periode 1971-1974 merupakan periode ke-11 dalam sejarah perjuanagan HMI, dimulai dari kongres X di Palembang, bulan Oktober 1971 sampai dengan kongres XI di Bogor, bulan Mei 1974. Kepengurusan periode ini merupakan periode ke-3 dalam zaman orde baru, yang transisi, yang tentu saja menuntut sifat bentuk perjuangan yang lebuh kualitatif.
HMI dan Proses Restrukturisasi Politik (Catatan Perjalanan HMI 1970-an) Oleh Ridwan Saidi Setelah ditumpasnya Gerakan G30S/PKI, dikalangan elit intelektual segala kegiatan diskusi dan bentuk pertukaran-pemikiran lainnya, mengerah pada bagaimana membangun ekonomi Indonesia. Disekitar tahun 1966-1969 muncul berbagai gagasan tentang moderenisasi menyeluruh di segala bidang. Karena moderinisasitak dapat dibiarkan sendiri seraya struktur politik belum baru sama sekali, bahkan dapat melukiskan sebagian “struktur Orde Lama Minus PKI” . Dikalangan Inteliktual muda mucul pendapat tentang approach moderenisasi yang digunakan. Ada yang masih cenderung menggunakan structural approach sebagimana tercermin dari pemikiran Rakhan Tolleng dan Minggunan Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat. Sebaliknya Nono Anwar Makarin cenderung memilih cultural apparoach. HMI lebih subtansi moderinesasi bukan westernisasi seperti yang diutarakan Nurcholish Madjid ketika berpolitik dengan Rosihan Anwar. Para ekonomi lebih cepat merumuskan kerangka dasar pembangunan ekonomi, bahkan pada tahun 1969 Repelita I mulai dilaksanakan. Pembangunan politik pada akhirnya cenderung mengarahkan pada proses restrukturisasi kelembagaan. Parpol tampak terengah-engah bursa politik. Mulai dari munculnya dari memformalkan Independent Group, yaitu kelompok yang mandiri dari segala afiliasi politik, sampai dalam masalah penyedarhanakan partai. Sementara itu KAMI bubar, berhubung tak dapat mencapai kesepakatan tentang pembantukan National of Student (NUS) pada februari 1969. Dewan–dewan Mahasiswa sendir gagal membantuk NUS di Bogor pada bulan desember 1970. Gagasan Amir Macahmud tentang pembentukan Persatuan nasional Mahasiswa Indonesia (PNMI) sebelumnya, sekitar akhir tahun 1966, ditolak mahasiswa. Ketika itu Amir Machamud menjabat sebagai Pangdam Jaya. Pembajakan Awalnya dasawarsa 70-an diwarnai dengan pembajakan organisasi, baik orma profesi maupun parpol. Agenda pembajakan terjadi pada tubuh Partai Muslim Indonesia, PSII, World Assembly of Youth di Indonesia. Sementara PWI memiliki pengurus kembar. Kongres PNI sendiri yang beralangsung di Semarang diwarnai dengan penggusuran dramatis terhadap kelompok Hardi. HMI memperlihatkan sikapnya yang jelas menolak pembajakan. Pernyataan politik dikeluarkan mengencam apa yang terjadi pad tubuh Partai Muslimin dan PWI. Tokoh-tokoh HMI juga menyatakan keperihatinannya atas musibah politik yang menimpa kongres PSII di Majalaya dan PNI di SEMARANG. Diskusi-diskusi yang diselenggarkan oleh Forum “Diskusi Kita” diharian KAMI sering diwarnai oleh kecaman tokoh generasi muda atas peristiwa tersebut. Peristiwa yang nyaris serupa terjadi pada tubuh generasi muda. Seperti diketahui ormas-ormas keagamaan, yang menentang komunisme menjadi anggota World Assembly of Youth (WAY) sejak tahun 19950-an. Hanya, di zaman Orde Lama forum ini dibekukan sendiri. WAY Indonesia aktif kembali pada zaman Orde Baru. HMI menjadi salah seorang pemimpinan presidium WAY indonesia. Musibah terhadap WAY terjadi pada tahun 1972 kegiatan bakti kemsyarakatannya dilarang di bebrapa daerah di Jawa Tengah. Presidium WAY Indonesia “membeku” selamnya. Gagasan restrukturisasi politik muncul dalam wujud yang jelas pada tahun 1973. Berbagai bentuk wadah “Federasi” dan “Fusi” dilahirkan, mulai dari HKTI, HSNI, FBSI, PPP, PDI, dan KNPI. Tahun 1973- 1974 diwarnai dengan kesibukan lobi politik pempinan-pimpinan organisasi. Boleh dikatakan restrukturisasi kelembagaan tuntas sudah pada akhir tahun 1974. Hanya organisasi intra universitas penatannya baru selesai 6 tahun setelah itu dengan dimantapkannya BKK di kampus-kampus pada tahun 1980. (Kemudian seperti diketahui pada tahun 1989 pemerintah mencanagkan gagasan pembentukan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), walaupun seiring dengan itu dikatakan bahwa senat Mahasiswa didirikan bukan dengan maksud menyalahkan BKK). Kontemplasi dan Proyek Dalam esai ringkas ini saya mencoba membuat catatan kontemplatif atas pengalaman, di mana saya terlibat, sejarah pengalaman HMI pada dasawarsa 70-an. Selaku aktivitas HMI saya ikut serta dalam perjuangan mempertahankan eksistensi HMI dari pengganyangan PKI dan antek-anteknya. Saya juga ikut serta dalm perjuangan meruntuhkan orde lama. Tetapi perjuangan memelihara eksistensinya HMI pada tahun 70-an mempunyai nuansa yang lain. Kerena pada saat itu berjuang tidak hanya cukup bermodalkan semangat dan badan sehat seraya ditambahkan sedikit akal, tetapi memerlukan kelincahan lobi, dan kematangan siasat serta keluwasan pergaulan. Eksklusivisme sama sekali ditinggalkan, Krena HMI perlu memperluas pergaulannya. HMI perlu mencoba mengerti apa yang dipikirkan orang lain. Kecerdasan sesudah tertentu amat diperlukan, karena suasana inteliktual sudah mewarnai kehidupan para aktivis. Diskusi-diskusi ilmiah diadakan di mana-mana, termasuk oleh Kelompok Cipayung. Cipayung tidak lagi banyak menghasilkan statement pendek ala perjuangan zaman Demokrasi Tepimpin, tetapi lebih banyak melahirkan pokok-pokok pemikiran. Aktivitas HMI pada level cabang dan badko juga kesulitan menaikkan kualitas. Hal itu terasadari beratnya menghadapi forum-forum breafing kepada cabang/badko, sidang pleno/MPK, atau kongres. Mereka menuntut penalaran dari sebuah kebijaksanaan PB HMI, dan kami tidak cukup hanya menagih ketaatan mereka atas kebijaksanaan yang dikeluarkan. Sesuadah tentu suasana yang dihadpai oleh aktivis HMI generasi kini amat berbeda dengan zaman ketika saya masih aktif. Berkat lahirnya UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas, dapat dikatakan eksistensi HMI terjamin secara hukum. Tentu saja eksistensi memerlukan bukti de facto dari HMI sendiri bagaiman menyatakan kehadirannya di kalangan mahasiswa khususnaya, dengan aktivitas yang nyata. Kualitas mahasiswa sekarangpun berbeda mereka jauh lebih baik gizinya dengan angkatan lama, juga mereka berpeluang mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya berkat era teknologi komunikasi modern. Mereka juga kuliah dengan sistem pendidikan yang makin baik dan tenaga pengajar yang makin berkualitas. Ringkas kata, di masa mendatang HMI dituntut untuk meningkatkan pelanyanan kepada mahasiswa secara lebih baik canggih dan intelektual. HMI pun jangan menyadari seraya berasyik-asyik dengan kejayaan masa lalu. Pergaulan dengan sesama ormas mahasiswa, ormas Islam perlu ditingkatkan terus-menerus, kemandirian HMI perlu terus diprtahankan, bagaimana aktivitas HMI dewasa ini juga lebih menghayati persoalan-persoalan generasi muda serta masa depannya sendiri. Generasi saya atau generasi yang lebih tua lagi, pernah memperoleh kesempatan berkiprah dan berkhidmat dalam HMI. Masa muda tak mungkin diulang dua kali, kecualai oleh orang yang merasa kehilangan masa mudanya. Sebagai alumnus HMI, saya yakin dipercaya bahwa generasi sebelumnya. Setiap tahap sejarah (mestinya) ada peningkatan kualitas. Generasi angkatan saya dan yang lebih tua kini telah memilih lapangan dan profesi masing-masing, tentunya kami menyadari bahwa sebagai orang yang pernah menjadi anggoat HMI, dan kini berstatus alumni HMI, tidak mungkin menjadi HMI-wan abadi. Kalaupun mungkin ada kerinduan seperti itu, barangkali ada baiknya diingat sebaris sejak Rendra, Adakah kita kanak-kanak yang abadi? Sumber: Buku Dies Natalias ke-43 HMI, Penerbit PB HMI tahun 1990. 12. Lintasan Sejarah HMI 1971-1974. Oleh Akbar Tanjung Kepengurusan PB HMI periode 1971-1974 merupakan periode ke-11 dalam sejarah perjuanagan HMI, dimulai dari kongres X di Palembang, bulan Oktober 1971 sampai dengan kongres XI di Bogor, bulan Mei 1974. Kepengurusan periode ini merupakan periode ke-3 dalam zaman orde baru, yang transisi, yang tentu saja menuntut sifat bentuk perjuangan yang lebuh kualitatif.

Kuliah Kerja Nyata (KKN)

BAB I PENDAHULUAN Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu komponen Intra Kurikuler pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai merupakan kegiatan yang terpadu antara pengabdian pada masyarakat dengan pendidikan dan penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa. Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan dengan sistem Interdispliner dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan kepribadian mahasiswa agar menjadi sumber daya manusia dalam pembangunan bangsa yang mempunyai jiwa dan semangat innovator dan dinamisator yang mampu berperan sebagai problem solver dan coperatie consefor yang pada gilirannya nanti mahasiswa disamping mampu berpartisipasi nyata dalam Pembangunan Nasional mahasiswa juga sekaligus mampu mengembangkan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai, disamping lebih memfokuskan aspek teoritis juga aspek pengaplikasian dari berbagai disiplin ilmu yang telah diterima untuk dikembangkan di masyarakat dalam bentuk kerja dan karya nyata mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai, sehingga diharapkan dengan cara ini bobot dan kualitas mahasiswa akan terwujud dan pada gilirannya nanti dari apa yang mereka perbuat akan dapat menyentuh kepentingan-kepentingan pembangunan khususnya di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan KKN yang dimulai pada tanggal 07 Juni sampai 05 Agustus 2010 jumlah peserta KKN adalah 100 orang, yang di tempatkan di Sembilan desa yang ada di Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama 2 bulan. Penempatan mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) diharapkan mampu menganalisa masalah-masalah yang ada di desa dan berupaya untuk mencarikan jalan keluarnya, sehingga apa yang dilakukan mahasiswa di lapangan akan membawa hasil yang positif bagi peningkatan pembangunan di Pedesaan. BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TEMPAT PELAKSANAAN KKN A. Lokasi Mengenai lokasi tempat mahasiswa KKN telah ditentukan oleh pihak kecamatan, dari 16 desa yang ada di Kecamatan Labuan Amas Utara kami di tempatkan di 9 Desa yaitu: 1. Desa Banua Kupang, 2. Desa Pemangkih Sebrang, 3. Desa Perumahan, 4. Desa Tabat, 5. Desa Samhurang, 6. Desa Tungkup, 7. Desa Binjai Pemangkih, 8. Desa Binjai Pirua, dan 9. Desa Sungai Buluh. B. Letak Geografis Kecamatan Labuan Amas Utara adalah kecamatan yang terletak di sebelah Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah, terletak pada 200 Lintang Selatan, 1150 Bujur Timur, dan 6 - 8 M dari permukaan laut. Batas-batas Kecamatan LAU yaitu: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pandawan, 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Labuan Amas Selatan, 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Luas wilayahnya adalah 162,4 Km2. Kecamatan Labuan Amas Utara adalah wilayah dataran rendah dan rawa-rawa, daerah dataran rendah yaitu meliputi desa Kadundung, Kasarangan, Banua Kupang, Rantau Keminting, Pemangkih, Pemangkih Seberang, Perumahan, Binjai Pemangkih, Samhurang, Tabat, Pahalatan, Tungkup, dan Binjai Pirua. Sedangkan daerah rawa-rawa meliputi Desa Sungai Buluh, Rantau Bujur, dan Mantaas. C. Mata pencaharian Karena Kecamatan Labuan Amas Utara berada di daerah dataran rendah dan rawa-rawa, oleh sebab itu sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian, perkebunan, dan pencari ikan. Selain itu penduduk Kecamatan LAU juga terkenal dengan industri-industri kecil dan industri rumah tangganya. Di sektor pertanian hampir seluruh penduduk menanam padi, di samping menanam padi penduduk sana juga banyak yang menanam tanaman palawija seperti: kacang tanah, jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar, dan ubi kayu. Ada yang menjadikannya sebagai usaha sampingan namun ada juga yang menekuni sebagai usaha utama. Untuk penduduk yang tinggal di daerah rawa-rawa mereka hanya setahun sekali bisa bertani yaitu menunggu musim kering atau curah hujan yang rendah. Untuk daerah rawa-rawa seperti desa Sungai Buluh, Mantaas, dan Rantau Bujur mereka lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan, di daerah sanalah penghasil ikan air tawar dan ikan asin terbesar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Di sektor perkebunan penduduk ada juga yang mengelola perkebunan karet, kelapa, dan kapok. Namun hanya sebagian kecil dan hanya dijadikan sebagai usaha sampingan yang tidak begitu serius digeluti. Untuk bidang industri kecil dan industri rumah tangga penduduk sana sebagian ada yang menekuni usaha pembuatan kripik pisang dan kripik singkong, pembuatan roti hambar, meubel, pembuatan kasur kapuk, abon ikan, almari pakaian, dan almari piring sebagai usaha utama mereka dan mempunyai karyawan lebih dari 2 orang. D. Jumlah Penduduk Menurut laporan kependudukan bulan Agustus 2010 tercatat bahwa jumlah penduduk yang menetap di Kecamatan Labuan Amas Utara adalah sebanyak 27.721 jiwa yaitu laki-laki 13.221 jiwa dan perempuan 14.500 jiwa, sedangkan jumlah Kepala Keluarga adalah 9.109 KK. Penyebaran penduduk di semua desa di kecamatan LAU tidak merata dengan kepadatan penduduk 171,32 jiwa/Km. Jumlah penduduk yang terpadat adalah desa Pemangkih dengan kepadatan 385,00 jiwa/Km2 sedangkan yang paling rendah adalah penduduk desa Perumahan dengan kepadatan 45,81 jiwa/Km2. E. Tempat-tempat Penting dan Jumlahnya Tempat- tempat penting yang ada di Kecamatan LAU yaitu: 1. Mesjid = 23 buah, 2. Langgar = 72 buah, 3. TPA / MDA = 33 buah, 4. TK = 13 buah, 5. Sekolah = 30 buah, 6. Majelis Ta’lim = 3 buah, 7. Pondok Pesantren = 1 buah, 8. Puskesmas = 5 buah, 9. Sarana olahraga = 35 buah 10. Posyandu = 36 buah F. Agama Penduduk kecamatan LAU mayoritas beragama Islam yang sangat kuat, itu terbukti dari penuhnya Mesjid-mesjid dan Langgar-langgar tiap kali tiba waktu sholat, dan juga dapat terlihat dari antusiasnya masyarakat dalam mengikuti pengajian-pengajian, tahlilan, handil, yasinan, majelis ta’lim, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Di Kecamatan LAU terdapat satu Pondok Pesantren yang sangat terkenal sampai ke luar Provinsi yaitu Ponpes Ibnul Amin yang terletak di Desa Pemangkih, oleh sebab itu santri-santri yang telah selesai pendidikan di sana mereka mengembangkan dan mempraktikan ilmu-ilmu yang didapat ke daerahnya masing-masing terutama yang tersebar di Kecamatan LAU. G. Kesenian Daerah Mayoritas masyarakat muslim di Kecamatan LAU sangat kuat jadi kebudayaan- kebudayaan atau kesenian- kesenian daerah yang berbau mistis atau yang mendapat pengaruh nenek-moyang dari agama Hindu-Budha sulit berkembang dan tidak begitu di jalankan. Yang paling marak adalah kesenian dari agama islam seperti kegiatan Habsyi, Pembacaan Barjanji, dan Hadrah. Untuk lebih jelasnya mengenai profil Kecamatan LAU bisa dilihat di lampiran. BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG PELAKSANAAN KKN A. Kegiatan Umum 1. Kegiatan yang telah dilaksanakan a. Pertemuan mingguan untuk evaluasi dan rembuk perencanaan kegiatan KKN, b. Kegiatan Festival Anak Shaleh antar TPA/MDA se-Kecamatan Labuan Amas Utara. 2. Kegiatan Yang Tidak Terlaksana Dan Problematikanya Kegiatan yang tidak terlaksana hampir tidak ada karena sebagian besar program kegiatan KKN mendapatkan sambutan yang sangat baik dari masyarakat Kecamatan LAU dan setiap program kegiatan yang kami laksanakan selalu mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, Bapak Camat, dan seluruh lapisan masyarakat yang begitu antusias membantu kami. Hanya sebagian kecil yang tidak terlaksana yaitu di bidang olahraga, peserta KKN kesulitan mencari pendanaan dalam rangka membantu penyediaan perlengkapan olah raga masyarakat seperti pegadaan bola volley, bola kaki, net, dan lain- lain. B. Kegiatan Khusus Keagamaan 1. Fisik No Bentuk Kegiatan Volume Biaya(Rp) Ket 1 2 3 4 Pembuatan perlengkapan tempat ibadah Pengadaan sarana kebersihan tempat ibadah Perbaikan kelengkapan tempat ibadah Pembuatan dan pengadaan perlengkapan TPA 45 buah 200 buah 20 buah 230 buah 6.520.000 4.950.000 2.095.000 3.860.000 Jumlah 17.425.000 2. Non Fisik No Bentuk Kegiatan Volume Biaya(Rp) Ket 1 2 3 4 5 Mengadakan Peringatan-peringatan keagamaan Membentuk kegiatan rutin keagamaan Mengadakan les keagamaan Menghadiri acara-acara keagamaan Menyumbang dan mengikuti Sholat fardhu Kifayah 6 kali 7 buah 5 buah 20 kali 15 kali 7.085.000 1.270.000 1.055.000 100.000 125.000 Jumlah 9.635.000 C. Bidang Umum/ Lintas Sektoral a. Fisik No Bentuk Kegiatan Volume Biaya(Rp) Ket 1 2 3 4 5 Pembuatan perangkat desa Pembuatan papan nama lembaga yang ada di Desa Demo masak Menyediakan fasilitas olah raga Kenang-kenangan 9 kali 9 kali 9 kali 4 buah 9 buah 13.530.000 7.550.000 2.570.000 545.000 2.867.000 Jumlah 27.062.000 b. Non Fisik No Bentuk Kegiatan Volume Biaya(Rp) Ket 1 2 3 4 Mengadakan bimbingan belajar Membantu mengajar dan melengkapi administrasi di MI dan MTs Memberikan keterampilan tangan Memberikan pelatihan-pelatihan ketangkasan dan intelektual 8 kali 6 kali 8 kali 6 kali 1.400.000 905.000 600.000 1.000.000 3.905.000 D. Rincian Dana yang Telah dihabiskan selama KKN di Kecamatan LAU Dari rincian pendanaan yang telah dilampirkan di atas dalam pelaksanaan program KKN tahun ini dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Kegiatan Khusus Keagamaan a. Fisik Rp. 17.425.000 b. Non Fisik Rp. 9.635.000 2. Bidang Umum a. Fisik Rp. 27.062.000 b. Non Fisik Rp. 3.905.000 + Jumlah Rp. 58.027.000 3. Pengeluaran masing-masing Posko KKN a. Desa Banua Kupang Rp. 9.750.000 (terlampir) b. Desa Pemangkih Sebrang Rp. 4.498.000 c. Desa Perumahan Rp. 5.400.000 d. Desa Tabat Rp. 11.500.000 e. Desa Samhurang Rp. 2.099.000 f. Desa Tungkup Rp. 2.200.000 g. Desa Binjai Pemangkih Rp. 5.570. 000 h. Desa Binjai Pirua Rp. 9.995.000 (terlampir) i. Desa Sungai Buluh. Rp. 7.015.000 + (terlampir) Jumlah Rp. 58.027.000 4. Pengeluaran Kegiatan Skala Kecamatan a. Festival Anak Shaleh Rp. 3.570.000 b. Rapat Mingguan 9 X Rp 35.000 = Rp. 315.000 + jumlah Rp. 3.885.000 Jadi hasil akhir pengeluaran selama KKN dapat dirincikan sebagai berikut; 1. Pengeluaran seluruh Posko KKN Rp. 58.027.000 2. Pengeluaran Kegiatan Skala Kecamatan Rp. 3.885.000 + Jumlah keseluruhan Rp. 61.912.000 Terbilang pengeluaran KKN tahun 2010 selama 2 bulan di Kecamatan Labuan Amas Utara adalah sebesar ; “Enam puluh satu juta Sembilan ratus dua belas ribu rupiah” E. Tanggapan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan KKN Keberadaan mahasiswa KKN di Desa lokasi KKN disambut dengan baik oleh masyarakat, ini terlihat dari perhatian yang sangat luar biasa kepada para peserta KKN dan besarnya penghormatan masyarakat selama kami berada di sana, mulai dari kesediaannya mencarikan tempat tinggal untuk kami sampai menyediakan fasilitas-fasilitas yang kami perlukan, dan acapkali bahkan hampir setiap hari kami di berikan sayur-sayuran, buah-buahan, lauk-pauk, bahkan ada juga yang memberikan beras untuk keperluan makan sehari-hari kami. Selain itu seluruh warga juga sangat antusias menyambut kedatangan peserta KKN dan sangat mendukung berbagai program yang kami tawarkan. Sikap itu ditunjukkan dengan partisifasi warga yang sangat respon terhadap segala kegiatan yang melibatkan warga kemudian juga sikap warga yang sangat bersahabat dan sangat baik dalam menjaga silaturahmi dan kekeluargaan hingga membuat peserta KKN merasa nyaman dan tenang dengan keadaan lingkungan tempat kami KKN. BAB IV DESKRIPSI TENTANG PERAN MAHASISWA DI TEMPAT KKN A. Motivator Berbagai program kerja mahasiswa KKN dimaksudkan untuk menggerakkan masyarakat agar bisa berkembang lebih dinamis dan mempunyai semangat untuk maju dan aktif serta melaksanakan kegiatan secara countineu yang bersifat tempore, termasuk yang bersifat fisik maupun non fisik. Adapun realitanya adalah sebagai berikut: 1. Mengajak masyarakat untuk bakti sosial membersihkan tempat-tempat ibadah, gotong-royong memperbaiki jalan ke sawah, membersihkan sungai, dan membersihkan pemakaman-pemakaman. 2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan seperti sholat berjamaah di mesjid atau langgar, yasinan, tahlilan, tadarrus al qur’an, handil kematian, dan maulid al habsyi. 3. Memberikan motivasi kepada masyarakat, anak-anak, dan para pemuda tentang pentingnya pendidikan dengan harapan tidak ada lagi anak-anak yang tidak mengecap pendidikan wajib belajar 9 tahun tapi punya impian berhasil menyelesaikan perkuliahan atau mendapat gelar sarjana. 4. Memberikan penyuluhan dan memotivasi agar menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih agar terhindar dari wabah penyakit. B. Dinamisator Peran mahasiswa bukan hanya sebagai motivator tetapi juga dituntut sebagai dinamisator atau penggerak dalam masyarakat dan juga perwujudan gagasan pembaharuan di tengah-tengah masyarakat seperti yang pernah kami laksanakan yaitu; 1. Mengadakan kegiatan keagamaan seperti menjadi khatib sholat Jum’at, menjadi imam sholat berjamaah, ikut dalam penyelenggaraan sholat Jenajah, mengajarkan mengaji tartil, tausiah di langgar atau di mesjid, mengadakan pelatihan azan, pengajaran tentang tajwid, melatih habsyi, kursus kaligrafi, mengajar di TPA/MDA, mengajar di MI dan MTs, mengadakan warung amal, mengadakan lomba keagamaan se-Desa antar TPA selanjutnya mengadakan Festival Anak Shaleh antar TPA/MDA se-Kecamatan LAU; 2. Memberikan pelatihan-pelatihan umum seperti melatih anak-anak Belajar Karate, kursus bahasa Inggris, kursus Sempoa, main bola Volley, sepak Bola, badminton, dan memberikan keterampilan memasak yang enak dan membuat kue bagi remaja puteri dan ibu-ibu; 3. Kegiatan sosial berupa ikut serta dalam rapat-rapat yang ada di masyarakat, ikut bergotong-royong dalam acara pekawinan dan lain-lain; 4. Pembuatan dan pembenahan atribut dan administrasi desa seperti batas desa, batas RT dan RW, penunjuk rumah pejabat desa, penyediaan kotak amal bagi mesjid dan langgar, penyediaan sapu dan tempat sampah untuk mesjid dan langgar, pembuatan papan nama TK dan TPA, pembuatan papan nama langgar dan mesjid, dan papan nama kuburan. C. Katalisator Sebagai katalisator, peran yang nampak dari mahasiswa adalah menjembatani hubungan antara Pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan ataupun antara masyarakat, selain itu juga mahasiswa mengajarkan tata cara memohon bantuan kepada berbagai pihak formal seperti: 1. Mengadakan penyuluhan tentang betapa pentingnya pendidikan agama, 2. Penyuluhan tentang betapa pentingnya kebersihan lingkungan, 3. Penyuluhan tentang pertanian, 4. Membantu dalam pembuatan proposal, dan 5. Membantu memasukkan proposal. D. Problem Solver Mahasiswa yang KKN di Kecamatan LAU, alhamddulillah juga bisa menjalankan fungsinya, banyak masalah yang dihadapi masyarakat baik dari segi pendididkan maupun keagamaan, yang mahasiswa dimintakan untuk ikut turut serta memecahkan masalahnya. Peran ini dapat dilihat dari segi pendidikan yaitu banyak para remaja yang telah selesai pendidkan di SMA/MA dan sederajat yang darinya tadi ingin melanjutkan keperguruan tinggi lain akhirnya lebih memilih kuliah di STAI Al-Washliyah Barabai pada tahun ini. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data-data yang telah kami kemukakan tentang pelaksanaan KKN di Kecamatan LAU yang kami buat dalam laporan, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan KKN di Kecamatan LAU dimulai tanggal 07 Juni sampai 05 Agustus 2010, 2. Jumlah peserta KKN adalah 100 orang, dari 16 Desa yang ada di Kecamatan Labuan Amas Utara kami di tempatkan di sembilan Desa yaitu: Desa Banua Kupang, Pemangkih Seberang, Perumahan, Binjai Pemangkih, Samhurang, Tabat, Tungkup, Binjai Pirua, dan Sungai Buluh selama 2 bulan, 3. Kegiatan Umum yang terlaksana skala Kecamatan adalah Kegiatan Festival Anak Shaleh antar TPA/MDA se-Kecamatan Labuan Amas Utara, 4. Keberadaan mahasiswa di Desa-Desa tempat KKN disambut antusias dan sangat didukung oleh masyarakat, 5. Fasilitas dan pendanaan yang merupakan kendala kegiatan program KKN namun dapat dipecahkan bersama-sama dalam rapat koordinasi peserta KKN, 6. Dana yang dihabiskan selama KKN di Kecamatan Labuan Amas Utara adalah Rp. 61.912.000 (Enam puluh satu juta Sembilan ratus dua belas ribu rupiah) B. Saran-Saran 1. Untuk BP-KKN STAI Al-Washliyah Barabai, dalam pembekalan KKN hendaknya materi yang disampaikan bersifat aplikatif khususnya bidang keagamaan maupun bidang umum agar peserta KKN betul-betul mengerti apa-apa yang dikerjakan selama KKN; 2. Untuk Supervisor, sebaiknya benar-benar memperhatikan peserta KKN yang menjadi tanggung-jawabnya agar teciptanya konsulidasi yang interaktif sehingga dalam penyusunan atau program kegiatan benar-benar matang, dapat terlaksana, dan terarah, dan juga bila terjadi suatu masalah-masalah antara masyarakat desa dengan peserta KKN, seharusnya Supervisor langsung merespon jangan sampai masalah itu berlarut-larut tanpa terselesaikan; 3. Untuk Mahasiswa, dalam kita melaksanakan KKN kita dituntut harus kreatif dalam membuat program kerja sehingga masyarakat lebih tertarik, dan aktif bermasyarakat dalam mengikuti kegiatan keagamaan sehingga masyarakat lebih mengenal kita dan tidak sungkan bergaul dengan kita; 4. Kunci keberhasilan KKN adalah kerjasama yang solid anatar sesama peserta KKN dan slalu berinteraksi dengan masyarakat.

LOMBA BALAP SEPEDA RESBEN SIRCUIT III SE BANUA ENAM”

Olahraga merupakan salah satu bidang yang ternyata tidak hanya mengutamakan kesehatan manusia semata namun olahraga juga merupakan salah satu bidang yang dapat mempersatukan suku, budaya dan bangsa yang berbeda – beda. Sehingga ajakan mencintai olah raga dan seni harus selalu dikumandangkan. Tak terkecuali dengan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sebagian besar manusianya adalah gemar berolahraga sehingga dunia olahraga pada bangsa ini perlu terus menerus ditingkatkan dan perlu mendapatkan perhatian yang serius agar bangsa ini tidak hanya memiliki sumber daya manusia yang sehat tetapi juga dapat mencapai prestasi yang membanggakan disetiap event olahraga dunia. Semua komponen harus bersatu padu karena semua itu adalah kekuatan terbesar yang tidak bisa dikalahkan tanpa mengesampingkan masalah-masalah kenegaraan yang lainnya, disamping itu Olah raga dan seni merupakan salah satu alternatif mengangkat harkat dan derajat bangsa yang tercinta. Disamping itu pula Kesenian dan Olahraga pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam upaya membangun sebuah kebudayaan dan pradaban. Oleh karena itu pengembangan terhadap kesenian dan olahraga mutlak dilakukan dalam upaya membentuk suatu kebudayaan dan pradaban. Dilain pihak, pemerintah dan intansi-intansi yang lainnya hendaknya peduli dengan kegiatan-kegiatan yang bertajuk seni dan olahraga dengan memberikan dukungan dan sumbangan guna menjaga Negara yang berbudaya dan beradad Mahasiswa salah satu asset bangsa yang potensial dibidang itu, dimana para asset bangsa tersebut tak lain adalah peran serta pemuda, baik (Mahasiswa) yang mempunyai tugas sangat berat menyambung estafit kemajuan bangsa. Berdasarkan permasalahan diatas maka kami dari Karang Taruna Bina Muda Desa Banua Supanggal Berkerjasama dengan TIM Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAI Al-Washliyah Barabai, menggagas sebuah kegiatan yang mungkin dapat membangkitkan semangat dan derajat bangsa dalam mencintai olahraga. Yaitu. Lomba Balap Sepeda Resben Sircuit III se Banua Enam yang mungkin nantinya akan memacu gerak langkah para Pemuda (i) dalam memperjuangkan bangsa dimasa yang akan datang. Kegiatan ini bernama “ LOMBA BALAP SEPEDA RESBEN SIRCUIT III SE BANUA ENAM” Perlombaan akan dilaksanakan pada: Hari/Tanggal : Sabtu, 30 April s/d Minggu 01 Mei 2011 Waktu : 08.00 - Selesai Tempat : Lapangan RESBEN Ds. Banua Supanggal Kec. Pandawan Kab.HST Adapun tujuan kegiatan ini adalah :  Memberikan nuansa kebersamaan bagi semua komponen dalam memperjungkan nasib bangsa dimasa yang akan datang.  Agar dari angota bisa aktif dalam latihan rotinitas,  Memberikan ruang gerak kepada Pemuda untuk mengekpresikan dirinya dalam bidang olahraga khususnya.  Mengembangkan potensi Pemuda dalam bidang olahraga khususnya Adapun bentuk kegiatan ini adalah ”LOMBA BALAP SEPEDA RESBEN SIRCUIT III SE BANUA ENAM” Peserta kegiatan ini adalah Seluruh komponen masyarakat Kegiatan ini dilaksakan oleh Karang Taruna Bina MUDA Berkerjasama dengan TIM Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAI Al-Washliyah Barabai (Susunan kepanitiaan terlampir I) Anggaran dana yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah sebesar Rp.7.699.000,- (Tujuh Juta Enam Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Rupiah ) (Anggaran Dana Terlampir II) Demikian proposal ini kami buat besar harapan kami semoga mendapatkan tanggapan yang positif demi menunjang kegiatan yang akan kami laksanakan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Bapak/Ibu sekalian. Amin. Banua Supanggal, 20 April 2011 PANITIA PELAKSANA LOMBA BALAP SEPEDA RESBEN SIRCUIT III SE BANUA ENAM SARIFULLAH Ketua M. RADIANSYAH Sekretaris KARANG TARUNA BINA MUDA BANUA SUPANGGAL ¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬MADI Ketua Umum TIM KULIAH KERJA NYATA (KKN) STAI AL-WASHLIYAH BARABAI 2011 DESA BANUA SUPANGGAL M.EDWAN ANSARI Ketua Mengetahui, PEMBAKAL DESA BANUA SUPANGGAL H. ARIFIN Lampiran I SUSUNAN KEPANITIAN Pelindung/Penasehat : Pembakal Banua Supanggal Ketua : Sarifullah Wakil Ketua : Junaidi Sekretaris M. Radiansyah Bendahara : 1. Asri 2. Ancol  Seksi Kesehatan 1. Samsudin 2. Didi Irawan 3. Nuraida Syanti  Seksi Keamanan 1. Masriadi (AGT POLRI) 2. Salah Hudin (TNI) 3. Aman. D 4. Syahrudin (TNI) 5. M. Sanusi 6. Jakpar 7. Syamsudin (Mantan Kepala Desa)  Seksi Perlengkapan : 1. Madi 2. Rahman 3. Abdul Rahman 4. Mahyudin  Seksi Humas : 1. M. Edwan Ansari 2. Heriyanto 3. Akh. Sarmaja 4. Hardiansyah  Petugas Demeja Panitia : Jaga Lintasan 1. Gajali Rahman 1. Ansar 7. Juhari 2. Amat 2. Alap 8. Juhrani 3. Samsul A 3. Jali 9. M. Rahmani 4. Taupik T 4. Suri 5 Misran 5. Abdul Hamis 6. Junaidi 6. Busri  Jaga Karcis Masuk : Penjual Kartu : 1. Iskandar 1. Mukri 2. Mamas Surya 2. Anang 3. Mariani 3. Yansyah 4. Fitriani 4. Aman T 5. 5. Syahri  Penjaga Parkir : 1. Kani 6. Japri 2. Dinar 7. Ian 3. Khair 8. Aran 4. Mumu 9. Jipsi 5. Dian 10. Sabirin  Penjaga Pintu Masuk : 1. Ican 2. Halidi 3. Mahli 4. Syarkawi 5. M. Irfan Lampiran II ANGGARAN DANA LOMBA BALAP SEPEDA RESBEN SIRCUIT III SE BANUA ENAM A. Perlengkapan 1. ID Panitia 62 Orang @ Rp. 2.000,- Rp.124.000,- 2. Cetak Furmulir 50 lembar @ Rp 300,- Rp.15.000,- 3. Selebaran 1000 lembar @ Rp.500,- Rp.500.000,- 4. Baju panitia 20 @ 20.000 Rp.200.000,- Rp.1.039.000,- B. Publikasi Dukumentasi 1. Siaran Radio @ 20.000 x 10 Hari x 3 Rp.600.000,- 2. Photo @ 8000,- x 20 Rp.160.000,- Rp.760.000,- C. Tropi Hadiah dan Bingkisan 1. Piala 3 Set @ 600.000,- Rp.1.800.000,- 2. Uang Pembinaan @ Juara I 500.000 x 3 Rp.1.500.000,- Juara II300.000 x 3 Rp. 900.000,- Juara III 150.000 x 3 Rp. 400.000,- 3. Piagam Penghargaan @ 2.000,- Rp. 400.000,- Rp.5.050.000,- D. Konsumsi dan Kesehatan 1. Air Mineral @ 14.000 x 10 Rp.140.000,- 2. Konsumsi Panitia @ 5000 x 62 Orang Rp.310.000,- 3. Obat-obatan Rp.100.000,- 4. Biaya tak terduga Rp.100.000,- Rp.850.000,- E. KALKULASI DANA  Perlengkapan Rp.1.039.000,-  Publikasi Dukumentasi Rp.760.000,-  Tropi Hadiah dan Bingkisan Rp.5.050.000,-  Konsumsi dan Kesehatan Rp.850.000,- Rp.7.699.000,- ANGGARAN DANA YANG DIPERLUKAN DALAM KEGIATAN INI ADALAH SEBESAR Rp.7.699.000,- (Tujuh Juta Enam Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Rupiah )

PROJECT PROPOSAL PEMBANGUNAN ISLAMIC STUDENT CENTRE HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

PROJECT PROPOSAL PEMBANGUNAN ISLAMIC STUDENT CENTRE HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) A. DASAR PEMIKIRAN Sebuah organisasi yang ideal adalah organisasi yang representatif dalam artian mempunyai kematangan dalam pembenahan internal organisasi selain kondisi eksternal yang baik. Dua hal ini sebagai refleksi dari matangnya sebuah organisasi dan keadaan yang demikian dapat membantu organisasi menjadi kokoh dan kuat dalam menghadapi segala dinamikanya. Dalam dinamika kehidupan organisasi tidak bisa lepas dari kompetisi sesama organisasi yang lain. Dalam beberapa dekade ini, banyak gambaran yang menunjukkan adanya persaingan antara berbagai organisasi dan dalam hal ini termasuk juga organisasi-organisasi kemahasiswaan. Untuk dapat terjun dalam kompetisi tersebut harus didukung dengan banyaknya aspek dan diantara sarana dan prasarana yang representatif dan comportable. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi kemahasiswaan tertua dan terbesar di Indonesia. Maka sebagai organisasi kemahasiswaan terbesar dimana pluralitas terdapat didalamnya, dapat dikatakan sebagai representasi kekuatan-kekuatan intelektual dalam masyarakat, karena akarnya yang mendalam dan luas dikalangan mahasiswa. Dari argumentasi tersebut, HMI dapat dikatakan mempunyai posisi tawar yang sangat strategis dalam struktur kekuatan sosial, politik, budaya dan intelektual masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, aktivitas yang dilakukan akan sangat berpengaruh dalam situasi masyarakat sekitar, sehingga pergeseran perilaku didalam organisasi senantiasa bersentuhan dengan realitas sosialnya. Dalam rangka meningkatkan komitmen dan cita-cita HMI sebagai organisasi kemahasiswaan dan agar terus mampu untuk berpartisipasi dalam kompetisi diatas, maka sangatlah diperlukan berbagai elemen dan fasilitas yang menjadi pendukung untuk terus berkembang. Secretariat sebagai salah satu sarana terpenting dalam sebuah organisasi yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi managerial, fungsi administrasi serta fungsi informasi dan komunikasi. Fungsi managerial meliputi: Perencanaan aktivitas, koordinasi, pengawasan serta evaluasi pelaksanaan program. Fungsi administrasi meliputi surat menyurat, pengarsipan dan dokumentasi. Sedang fungsi informasi dan komunikasi memiliki arti bahwa secretariat merupakan pusat penyebaran informasi dan wadah komunikasi baik lisan maupun tertulis dengan kalangan intern serta ekstern. Dengan tersedianya sarana prasarana kesekretariatan yang memadai diharapkan jalannya roda organisasi, baik itu merupakan informasi maupun aktivitas-aktivitas organisasi akan lebih efektif dan efesien. Sebaliknya tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai bagi suatu organisasi akan mengakibatkan terhambatnya aktivitas maupun perkembangan organisasi. Disinilah arti penting dan strateginya pembangunan secretariat bagi sebuah organisasi. Oleh karena itu, Himpunan Mahasiswa Islam yang memiliki jumlah anggota yang besar dan jaringan yang sangat luas dituntut untuk mampu membangun sarana prasarana organisasi dalam kerangka menjawab tuntutan kebutuhan organisasi. Dengan demikian diharapkan peran dan kerja-kerja organisasi dalam memberikan kontribusinya terhadap umat, bangsa dan Negara tercinta ini akan semakin meningkat. B. LOKASI PEMBANGUNAN Lokasi pembangunan Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) beralamat di Jl. Brigjend H. Hasan Basry (Komplek Karya Sabumi) Kayu Tangi Banjarmasin. C. WAKTU PELAKSANAAN PEMBANGUNAN Pelaksanaan proyek pembangunan Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) akan dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 s/d Selesai dengan dibagi menjadi dua tahap: 1. Tahap penyiapan lokasi/tanah 2. Tahap pelaksanaan pembangunan Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) D. TUJUAN DAN TARGET PEMBANGUNAN 1) Tujuan Pembangunan Sekretariat  Terwujudnya Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita organisasi dalam rangka mengabdi kepada umat, bangsa dan Negara.  Terwujudnya suasana dan kegairahan kerja yang kondusif dan dinamis dalam rangka meningkatkan kualitas perkaderan di HMI  Terbinanya komunikasi yang intens bagi aparat, anggota, alumni HMI dan pihak ekstern. 2) Target Pembangunan Sekretariat  Berdirinya Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang memadai guna terselenggaranya aktifitas organisasi yang terpadu dan berdayaguna bagi totalitas perkaderan HMI E. PELAKSANA PEMBANGUNAN SEKRETARIAT Proyek pembangunan secretariat ini dilaksanakan oleh Pimpinan Majelis Wilayah (PMW) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kalsel dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (Susunan Kepanitiaan Terlampir) F. ANGGARAN BIAYA DAN SUMBER BIAYA Biaya yang diperlukan untuk kelancaran dan suksesnya pembangunan sekretariat HMI ini adalah sebesar: Rp. Dan diharapkan bersumber dari: 1. Anggota dan Alumni HMI 2. Instansi Pemerintah dan Swasta 3. Dermawan dan Simpatisan HMI 4. Sumbangan yang Halal dan Tidak Mengikat G. PENUTUP Demikian proposal ini dibuat untuk diketahui dan dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan proyek pembangunan Islamic Student Centre (Sekretariat) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Besar harapan kami dalam pelaksanaan pembangunan ini mendapat tanggapan positif dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Hanya kepada Allah kita memohon, semoga segala apa yang kita laksanakan ini bermanfaat dan dijadikan sebagai lahan dalam menambah amal ibadah kita kepada-Nya. Amien Ya Rabbal A’lamien.....

TEMA LK II

• Kepemimpinan Dalam Tantangan Era Globalisasi • Rekonstruksi Nilai juang kader HMI menuju Insan pembaharu • “Mempertegas Fungsi Dan Peran HMI; Upaya Menjawab Problematika Ummat Dan Bangsa • "Rekonstruksi Paradigma Pendidikan sebagai Wujud Eksistensi Manusia menuju Masyarakat Berperadaban" • Reposisi Gerakan HMI dalam Merespons Agenda Keumatan dan Kebangsaan menuju Masyarakat Madani. • Relevansi Sistem Pengkaderan HMI Dalam Tata Indonesia Masa Depan • Meretas Lintasan Hari Depan HMI Menuju Masyarakat Madani: Pilar Dan Agenda Pembaharuan" • HMI...Laksana Islam Yang Tidur Panjang • Reformulasi Pola Perkaderan HMI (Refleksi Perjuangan HMI Selama 63 Tahun) • 63 Tahun HMI Mengabdi, Masih Eksiskah? • Memaknai HMI Back To Campus ; Telaah penguatan profesional kader • Kemampuan dan Efektifitas Perkaderan HMI Dalam Melahirkan Kader – kader yang Berkualitas • “Politik Indonesia Pasca Pemilu 2009” • Pemilihan Presiden 2009: Pemantapan Sistem Politik Demokrasi dan Pengokohan Reformasi • Kampanye, Pemilihan Presiden Dan Komunikasi Politik • Partisipasi Publik Dan Budaya Politik Pemilih Dalam Pilpres 2009. • Dari Opera Sabun Ke Janji Perubahan: Evaluasi Kekalahan Dan Kemenangan Caleg Pada PEMILU 2009 • Mendesain Koherensi Sistem Pilpres 2009 Dengan Agenda Pemantapan Konsolidasi Demokrasi (Sebuah Catatan Evaluasi Pilpres 2004 Menuju Pilpres 2009) • “ Capaian Kesejahteraan Rakyat dan Dinamika Pergantian Kepemimpinan” • “Redesain Platform dan Format Gerakan HMI: Upaya Menjawab Fenomena Bangsa menuju Masyarakat Madani” • “Posisi dan Kontribusi HMI dalam Percaturan Isu-isu Kebangsaan Kontemporer” • “Sistem Ekonomi Syariah sebagai Media Umat dalam Menghadapi tantangan Ekonomi Global” • Dilema Pemberantasan Korupsi: Antara Supremasi Hukum dan Dekapan Interes Politik • Peningkatan kualitas hasil pertanian sebagai asset menciptakan swa-sembada pangan • Islam sebagai Landasan Nation Character Building (Tinjauan Teologis dan Filosofis) • ” Pemilu 2009 : Membedah Mewahnya Demokrasi di Tengah Kesengsaraan Rakyat” • Perkaderan HMI, Sbuah ikhtiar menghadirkan pemimpin dan SDM yang berkualitas • HMI dan Transisi Kepemimpinan Nasional (Sebuah ikhtiar menghadirkan pemimpin dan SDM yang berkualitas) • TEMA LK II 1. NDP: • Rekonstruksi Ideologi HMI • “Menafsir dan Menginternalisasi NDP: Upaya Menumbuhkan Kesalehan Sosial” • NDP dan tantangan era globalisasi

PEDOMAN PERKADERAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

PEDOMAN PERKADERAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM MUKADDIMAH أشهد ان لا اله الا الله وأشهد ان محمد رسول الله (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah) Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna untuk mengatur umat manusia dalam kehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia dituntut mengejawantahkan nilai-nilai ilahiyyah dibumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Meneladai Tuhan dengan bingkai pengabdian kehadirat-Nya melahirkan konsekuensi untuk melakukan pembebasan (liberation) dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam konteks ini seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang menjadi substansi dari persaksian primordial manusia (Syahadatain). Dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, manusia harus tampil untuk melakukan perubahan sesuai dengan misi yang diemban oleh para Nabi, yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat bagi seluruh alam menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal brotherhood), egaliter, demokratis, berkeadilan social (social justice) dan berkeadaban (social civilization) serta istiqomah melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin). HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan mampu menjadi alat perjuangan dalam mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin dibangun yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam aktifitas keseharian, HMI sebagai organisasi kader, platform yang jelas dalam menyusun agenda yaitu perlu mendekatkan diri pada realitas masyarakat dan secara intens berusaha membangun proses dialektika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI terhadap peroalan, tergambar pada penyikapan kader yang memiliki keberpihakan terhadap kaum tertindas (mustadh’afin) serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan kaum penindas (mustakbirin). Agar dapat mewujudkan cita-cita diatas, maka seyogyanya perkaderan harus diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan yang berusaha melakukan transformasi watak kepribadian seorang muslim yang utuh (khaffah), sikap dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme serta orientasi pada kemampuan profesionalisme. Oleh karena itu untuk memberikan nilai tambah yang optimal bagi perkaderan HMI, maka ada 3 (tiga) hal yang harus diberi perhatian serius. Pertama, rekruitmen calon kader. Dalam hal ini HMI harus menentukan prioritas rekruitmen calon kader dari mahasiswa pilihan, yakni input kader yang memiliki integritas pribadi, bersedia melakukan peningkatan dan pengembangan yang terus menerus serta berkelanjutan, memiliki orientasi prestasi dan memiliki potensi leadership, serta memiliki kemungkinan untuk aktif dalam organisasi. Kedua, proses perkaderan yang dilakukan sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung jawab perkaderan, pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang dikomunikasikan serta fasilitas yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang dibangun harus kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kader, yakni iklim yang menghargai prestasi individu, mendorong gairah belajar dan bekerja keras, merangsang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan terbuka untuk membangun sikap kritis yang menumbuhkan sikap dan pandangan futuristic serta menciptakan media untuk merangsang tumbuhnya sensifitas dan kepedulian terhadap lingkungan social yang akan mengalami ketertindasan. Untuk memberikan panduan (guidance) yang dilaksanakan dalam proses perkaderan HMI, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman perkaderan yang merupakan strategi besar (grand strategy) perjuangan HMI dalam menjawab tantangan organisasi yang sesuai dengan setting social dan budaya yang berlaku dalam konteks zamannya. BAB I POLA UMUM PERKADERAN HMI I. Landasan Perkaderan Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses perkaderan HMI. Untuk itu, dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak pada 5 (lima) landasan sebagai berikut: 1. Landasan Teologis Kesadaran sebagai makhluk-Nya yang memiliki keterbatasan dan sebagai wakil Tuhan/khalifah di muka bumi yang memiliki kewajiban menegakkan ‘kalimah’-Nya mengharuskan kader HMI berproses terus-menerus. 2. Landasan Ideologis Islam sebagai landasan nilai dalam menjalani kehidupan. Islam universalis berwajah modern yang rajin menuntut ilmu dan senang beramal untuk kemajuan, keadilan, dan kemakmuran secara kolektif 3. Landasan Konstitusi Anggaran Dasar Pasal 3 tentang Asas, Pasal 4 tentang Tujuan, Pasal 5 tentang Usaha, Pasal 6 tentang Independensi, Pasal 7 tentang Status, Pasal 8 tentang Fungsi, Pasal 9 tentang Peran, dan Pasal 10 tentang Keanggotaan. Anggaran Rumah Tangga Pasal Bab I tentang Keanggotaan 4. Landasan Historis Motivasi dasar kelahiran HMI yakni pertama, mempertahankan NRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar agama Islam. Motivasi dasar tersebut menjadikan kader HMI sebagai bagian integral umat & bangsa. 5. Landasan Sosio-Kultural Perkaderan HMI diinspirasi oleh dan dikontekstualisasikan dalam sosiokultural kedaerahan, nasional, dan global. II. Pola Dasar Perkaderan 1. Pengertian Kader “cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose” (AS Hornby). Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan, memiliki integritas yang utuh: beriman, berilmu, dan beramal saleh sehingga siap mengemban tugas kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Rekruitmen Kader a. Prioritas pada kualitas tanpa mengabaikan kuantitas calon kader b. Prioritas pada PT/Lembaga Pendidikan sederajat yang berkualitas c. Memperhatikan integritas, potensi dasar akademik, potensi berprestasi, potensi dasar kepemimpinan, serta keinginanmelakukan peningkatan kualitas individu secara terus-menerus dari calon kader. d. Pendekatan rekruetmen dilakukan pada dua kelompok sasaran yakni Tingkat Pra PT dan Tingkat PT. 3. Pembentukan Kader (Cadre Forming) a. Latihan Kader (Basic, Intermediate and Advance) b. Pengembangan • Up Grading • Pelatihan • Aktifitas (Organisasional, kelompok dan perorangan) 4. Pengabdian Kader • Penjabaran dari peranan HMI sebagai organisasi perjuangan • Jalur pengabdian dapat dilakukan di jalur akademis, dunia profesi, birokrasi dan pemerintahan, dunia usaha, social politik, TNI/Kepolisian, sosial kemasyarakatan, LSM, dll 5. Arah Perkaderan a. Maksud dan Tujuan “Usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses sadar dan sistematis sebagai alat transformasi nilai ke-Islaman dalam proses rekayasa peradaban melalui pembentukan kader berkualitas muslim-intelektual-profesional.” b. Target Terciptanya kader muslim-intelektual-profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi. III. Wujud Profil Kader HMI di Masa Depan Muslim – Intelektual – Profesional BAB II POLA DASAR TRAINING I. Arah Training 1. Jenis Training 1. Training Formal (Perjenjangan: Basic, Intermediate and Advance) 2. Training Non Formal: Dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan profesionalisme kepemimpinan serta keorganisasian anggota (misal Pusdiklat, SC, LKK, Up Grading Kepengurusan, Up Grading Kesekretariatan, dll) 2. Tujuan Training Perjenjangan 1. Basic Training (Latihan Kader I) bertujuan terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan peranannya dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader bangsa. 2. Intermediate Training (Latihan Kader II) bertujuan terbinanya kader HMI yang mempunyai kemampuan intelektual dan mampu mengelola organisasi serta berjuang untuk meneruskan dan mengemban misi HMI 3. Advance Training (Latihan Kader III) bertujuan Terbinanya kader pemimpin yang mampu menterjemahkan dan mentransformasikan pemikiran konsepsional serta profesional dalam gerak perubahan organisasi 3. Target Training Perjenjangan 1. Basic Training (Latihan Kader I) • Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari • Mampu meningkatkan kemampuan akademis • Memiliki kesadaran & tanggungjawab keumatan & kebangsaan • Memiliki kesadaran berorganisasi 2. Intermediate Training (Latihan Kader II) • Memiliki kesadaran intelektual yang kritis, dinamis, progresif dan inovatif dalam memprjuangkan misi HMI • Memiliki kemampuan manajerial dalam berorganisasi 3. Advance Training (Latihan Kader III) • Memiliki kemampuan kepemimpinan yang amanah, fathanah, sidiq dan tabligh serta mampu menterjemahkan dan mentransformasikan pemikiran konseptual dalam dinamika perubahan social • Memiliki kemampuan mengorganisasi masyarakat dan mentransformasikan nilai-nilai perubahan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. II. Manajemen Training 1. Metode dan Penerapan Kurikulum • Urutan materi training harus memiliki korelasi dan tidak berdiri sendiri (asas integrative) • Materi dan jadwal materi disesuaikan dengan jenjang training • Cara penyampaian materi training adalah gabungan ceramah dan diskusi/dialog. Semakin tinggi jenjangnya maka semakin diperbanyak dialog/diskusinya • Adanya penyegaran kembali dalam pengembangan gagasan-gagasan kreatif di kalangan anggota trainer • Usaha menimbulkan kegairahan (motivasi) antara sesama individu dalam forum training. • Terciptanya kondisi-kondisi yang equal (setara) antara sesama unsur inndividu dalam forum training • Adanya keseimbangan dan keharmonisan antara metode training yang dipergunakan dalam tingkat-tingkat training. 2. Kurikulum Training 1. Latihan Kader I (Basic Training) JENJANG LATIHAN KADER I MATERI: SEJARAH PERJUANGAN HMI ALOKASI WAKTU: 8 JAM Tujuan Pembelajaran Umum Peserta dapat memahami sejarah dan dinamika perjuangan HMI Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta dapat menjelaskan latar belakang berdirinya HMI 2. Peserta dapat menjelaskan gagasan dan visi pendiri HMI 3. Peserta dapat mengklasifikasikan fase-fase perjuangan HMI Pokok-pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Pengantar Ilmu Sejarah a. Pengertian sejarah b. Manfaat dan kegunaan mempelajari sejarah 2. Misi Kelahiran Islam a. Masyarakat Arab Pra Sejarah b. Periode Kenabian Muhammad 1. Fase Makkah 2. Fase Madinah 3. Latar Belakang Berdirinya HMI a. Kondisi Islam di Dunia b. Kondisi Islam di Indonesia c. Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam d. Saat Berdirinya HMI 4. Gagasan dan Visi Pendiri HMI a. Sosok Lefran Pane b. Gagasan Pembaharuan Pemikiran ke-Islaman c. Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial-budaya d. Komitmen ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI 5. Dinamika Sejarah Perjuangan HMI dalam Sejarah Perjuangan Bangsa a. HMI dalam Fase Perjuangan Fisik b. HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa c. HMI dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru d. HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa e. HMI dalam Fase Pasca Orde Baru Motode Ceramah, tanya jawab dan diskusi Evaluasi Memberikan test objektif/subjektif dan penugasan dalam bentuk resume JENJANG LATIHAN KADER I MATERI: KONSTITUSI HMI ALOKASI WAKTU: 10 JAM Tujuan Pembelajaran Umum Peserta dapat memahami ruang lingkup konstitusi Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta dapat menjelaskan ruang lingkup konstitusi HMI dan hubungannya dengan pedoman pokok organisasi lainnya. 2. Peserta dapat mempedomani konstitusi HMI dan pedoman-pedoman pokok organisasi dalam kehidupan berorganisasi Pokok-pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Pengantar Ilmu Hukum a. Pengertian dan fungsi hukum b. Hakikat hukum c. Pengertian konstitusi dan arti pentingnya dalam organisasi 2. Ruang Lingkup Konstitusi HMI a. Makna muqaddimah AD HMI b. Makna HMI sebagai organisasi yang berazaskan Islam c. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI 1. Masalah keanggotaan 2. Masalah struktur kekuasaan 3. Masalah struktur kepemimpinan 3. Pedoman-pedoman Dasar Organisasi a. Pedoman Perkaderan b. Pedoman KOHATI c. Pedoman Lembaga Pengembangan Profesi d. Pedoman Atribut HMI e. GPPO dan PKN 4. Hubungan Konstitusi AD dan ART dan Pedoman-pedoman Organisasi lainnya. Motode Ceramah, studi kasus, diskusi, seminar dan tanya jawab Evaluasi Melaksanakan test objektif/subjektif dan penugasan JENJANG LATIHAN KADER I MATERI: MISSION HMI ALOKASI WAKTU: 8 JAM Tujuan Pembelajaran Umum Peserta dapat memahami Mission HMI dan hubungannya dengan status, sifat, asas, tujuan, fungsi dan peran organisasi HMI secara integral. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta dapat menjelaskan fungsi dan peranannya sebagai mahasiswa 2. Peserta dapat menjelaskan tafsir tujuan HMI 3. Peserta dapat menjelaskan hakikat fungsi dan peran HMI 4. Peserta dapat menjelaskan hubungan status, sifat, asas, tujuan, fungsi dan peran HMI secara integral Pokok-pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Makna HMI sebagai Organisasi Mahasiswa a. Pengertian mahasiswa b. Mahasiswa sebagai inti kekuatan perubahan c. Dinamika gerakan mahasiswa 2. Hakikat keberadaan HMI a. Makna HMI sebagai organisasi yang berazaskan Islam b. Makna independensi HMI 3. Tujuan HMI a. Arti insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafakan Islam b. Arti masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT 4. Fungsi dan peran HMI a. Pengertian fungsi HMI sebagai organisasi kader b. Pengertian peran HMI sebagai organisasi perjuangan c. Totalitas fungsi dan peran sebagai perwujudan dari tujuan HMI 5. Hubungan antara azas, tujuan, status, fungsi dan peran HMI secara integral Motode Ceramah, diskusi, tanya jawab dan permainan peran Evaluasi Test partisipatif, Test Objekif/subjektif dan penugasan JENJANG LATIHAN KADER I MATERI: NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI ALOKASI WAKTU: 14 JAM Tujuan Pembelajaran Umum Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta substansi materi secara garis besar dalam organisasi Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta dapat menjelakan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam oranisasi 2. Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan 3. Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran 4. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta 5. Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia 6. Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat 7. Peserta dapat menjalankan hubungan antara iman, ilmu dan amal Pokok-pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Sejarah perumusan NDP dan Kedudukan NDP dalam organisasi HMI a. Pengertian NDP b. Sejarah perumusan dan lahirnya NDP HMI c. NDP sebagai kerangka global pemahaman Islam dalam konteks organisasi HMI d. Hubungan antara NDP HMI dengan Mission HMI e. Metode pemahaman NDP HMI, penjelasan antara hubungan iman, ilmu dan amal. 2. Garis Besar Materi NDP HMI a. Hakikat Kehidupan • Analisa kebutuhan manusia • Mencari kebenaran sebagai kebutuhan dasar manusia • Islam sebagai sumber kebenaran b. Hakikat Kebenaran • Konsep Tauhid La Ila Ha Illallah • Eksistensi dan sifat-sifat Allah • Rukun Iman sebagai upaya mencari kebenaran c. Hakikat Penciptaan Alam Semesta • Eksistensi Alam • Tujuan dan Fungsi penciptaan alam d. Hakikat Penciptaan Manusia • Eksistensi manusia dan kedudukannya diantara makhluk lainnya • Kesetaraan dan kedudukan manusia sebagai khalifah dimuka bumi • Manusia sebagai hamba Allah • Fitrah, kebebasan dan tanggung jawab manusia e. Hakikat Masyarakat • Perlunya menegakkan keadilan dalam masyarakat • Hubungan keadilan dan kemerdekaan • Hubungan keadilan dan kemakmuran • Kepemimpinan untuk menegakkan keadilan f. Hakikat Ilmu • Ilmu sebagai jalan mencari kebenaran • Jenis-jenis ilmu Motode Ceramah, diskusi dan tanya jawab Evaluasi Test Objekif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner JENJANG LATIHAN KADER I MATERI: KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI ALOKASI WAKTU: 8 JAM Tujuan Pembelajaran Umum Peserta dapat memahami pengertian, dasar-dasar, sifat dan fungsi kepemimpinan dan manajemen organisasi Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Peserta mampu menjelaskan pengertian, dasar-dasar, sifat dan fungsi kepemimpinan 2. Peserta mampu menjelaskan pentingnya fungsi kepemimpinan dan manajemen dalam organisasi 3. Peserta dapat menjelaskan dan mengapresiasikan karakteristik kepemimpinan dalam Islam Pokok-pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1. Pengertian, tujuan dan fungsi kepemimpinan dan manajemen organisasi 2. Karakteristik kepemimpinan a. Sifat-sifat rasul sebagai etos kepemimpinan b. Tipe-tipe kepemimpinan c. Dasar-dasar manajemen d. Unsur manusia dalam manajemen e. Model-model manajemen 3. Organisasi sebagai alat perjuangan a. Teori-teori organisasi b. Bentuk-bentuk organisasi c. Struktur organisasi 4. Hubungan antara kepemimpinan, dan manajemen organisasi Motode Ceramah, diskusi, tanya jawab studi kasus dan simulasi Evaluasi Test partisipatif dan Objekif/subjektif

NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) A. Sejarah Perumusan NDP Sampai pada fase pertumbuhan, pedoman perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase berikutnya baru disusun Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) pada kongres ke-16 di Padang. Kronologis lahirnya NDP dilatarbelakangi oleh: 1. Keadaan Negara Seperti kita ketahui bahwa bangsa Indonesia sekitar tahun 1966 – 1968 tengah mengalami perbaikan dari segi infrastruktural karena bangsa Indonesia baru dilanda badai pengkhianatan PKI 2. Keadaan Umat Islam Norkholis Madjid dalam bukunya “HMI Menjawab Tantangan Zaman” mengungkapkan bahwa muslim Indonesia adalah termasuk yang paling sedikit ter-Arab-kan. Di Indonesia pemahaman Islam masih dangkal sehingga masih ada persoalan yaitu bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu sendiri. 3. Antek-antek PKI mempunyai Buku Pedoman yang Baik Untuk memberikan pemahaman terhadap kekomunisan, para kader PKI dimasa jayanya (1960 – 1968) mempunyai buku saku yang bisa dibaca dimanapun dan kapanpun. Melihat keadaan ini timbullah keinginan Cak Nur untuk menyusun dasar-dasar Islam melalui kerangka sistematis yang kemudian beliau beri nama NDI (Nilai Dasar Islam) dengan tujuan agar mampu berfungsi sebagai pemahaman global tentang ajaran Islam. 4. Kalangan Literatur yang Tersedia Pada waktu itu para kader HMI masih jarang menuangkan ide-ide ke-Islaman mereka dalam bentuk tulisan, salah satu penyebabnya adalah kesibukan melawan PKI secara fisik. Pada masa kepengurusan Nurkholis Madjid HMI berusaha membuat pedoman perjuangan pada kongres ke X di Palembang ditetapkan Nilai Dasar Perjuangan (NDP) Ahmad Wahib dalam bukunya yang kontroversial “Pergolakan Pemikiran Islam” menuliskan bahwa penulisan NDI tersebut dipengaruhi oleh perjalanan Nurkholis Madjid ke Universitas-universitas di Amerika atas undangan pemerintah Amerika pada tahun 1968. hal ini dibantah oleh Cak Nur dalam bukunya “HMI menjawab Tantangan Zaman” bahwa sebenarnya perjalanan ke Amerika tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya. Setelah perjalanan ke Amerika diselesaikan. Cak Nur melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah dengan menggunakan uang pesangon yang di hematnya selama di Amerika. Di Timur Tengah perjalanan di mulai dari Damaskus, Kuwait, kemudian ke Saudi Arabia, Turki, Lebanon dan Mesir. Di Riyadh Cak Nur bertemu dengan Farid Musthopa dan mendapat banyak hal dengannya. Selama di Timur Tengah Cak Nur sering mengadakan diskusi-diskusi kritis tentang berbagai hal ke-Islaman. Sepulangnya Cak Nur dari menunaikan ibadah Haji atas undangan Menteri Pendidikan Arab Saudi (Syekh Hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969 keinginannya untuk menulis NDI makin menggebu-gebu, maka ia pun mencurahkan keinginannya tersebut selama bulan itu. B. Kedudukan NDP dalam Batang Tubuh HMI NDP merupakan landasan perjuangan HMI, karenanya perlu disosialisasikan kepada setiap kader HMI. Tujuan NDP dalam HMI merupakan alat untuk mencapai missi HMI. NDP merupakan rumusan ideologi bagi perjuangan HMI mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Merupakan aspek universal dari Islam 2. Fundamental value (Nilai Dasar) 3. Kosmologis (Merupakan Kajian) 4. Tersusun secara global dan universal NDP terdiri dari beberapa bab, yaitu: 1. Landasan dan Kerangka Berikir 2. Dasar-dasar Kepercayaan 3. Hakekat Penciptaan dan Ekskatologi (Ma’ad) 4. Manusia dan Nilai-nilai Kemanusiaan 5. Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar Manusia) dan Keniscayaan Universal (Taqdir Ilahi) 6. Individu dan Masyarakat 7. Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi 8. Sains Islam BAB I LANDASAN DAN KERANGKA BERFIKIR Dalam benak/pikiran manusia terdapat sejumlah gagasan-gagasan baik yang bersifat tunggal (seperti gagasan kita tentang Tuhan, Dewa, malaikat, surga, neraka, kuda, batu, putih, gunung dan lain-lain) maupun majemuk (seperti gagasan kita tentang Tuhan Pengasih, Dewa Perusak, Malaikat pembawa wahyu, kuda putih, gunung batu dan lain-lain). Bentuk pengetahuan-pengetahuan ini disebut pengetahuan tasawwur (konsepsi). Seluruh bentuk-bentuk proposisi keyakinan atau kepercayaan apapun pada awalnya hanyalah merupakan bentuk konsepsi sederhana ini. Mengapa bisa demikian? Hal ini karena adalah mustahil seseorang dapat meyakini atau menpercayai sesuatu jika sesuatu itu pada awalnya bukan merupakan sebuah konsepsi baginya. Tetapi pengetahuan tasawwur (Konsepsi) sebagaimana telah diketahui hanyalah merupakan gagasan-gagasan sederhana yang di dalamnya belum ada penilaian maka itu ia dapat saja benar atau salah. Oleh karenanya seseorang tidak diperkenankan untuk merasa puas hanya dengan pengetahuan konsepsi. tetapi ia harus melangkah untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat yakin yaitu pengetahuan-pengetahuan tasdhiqi. Dalam artian bahwa ia harus melakukan suatu proses penilaian terhadap setiap gagasan-gagasan (baik tunggal maupun majemuk) atau konsepsinya itu agar dapat diyakini. Lantas, pertanyaannya adalah apa landasan pokok penilaian kita di dalam menilai seluruh gagasan-gagasan kita yang mana kebenarannya mestilah bersifat mutlak dan pasti? Dalam kanca perdebatan filosofis ketika para pemikir mencoba menjawab hal pokok ini terbentuklah tiga mazhab berdasarkan doktrinnya masing-masing. Ketiga mazhab itu adalah pertama, mazhab ‘metafisika Islam’ dengan doktrin aqliahnya, kedua, mazhab emperisme dengan doktrin emperikalnya dan ketiga, mazhab skriptualisme dengan doktrin tekstualnya. Metafisika Islam dalam hal ini menjadikan prima principia dan kausalitas serta metode deduktif sebagai kerangka berfikirnya. Adapun mazhab emperisme menjadikan pengalaman inderawi atau eksperimen sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu dimana induktif sebagai kerangka berfikirnya. Sementara mazhab skriptualisme menjadikan teks-teks kitab suci sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu serta tekstual dalam kerangka berfikirnya. Mazhab kedua (empirisme) menolak seluruh bentuk landasan dan kerangka berfikir kedua mazhab yang lain. Begitu pula bagi mazhab ketiga (skriptualisme), mereka skeptis terhadap landasan dan kerangka berfikir kedua mazhab yang lain. Adapun bagi mazhab pertama (metafisika Islam), mereka tidak menolak sumbangsih-informasi dari teks-teks kitab suci dan pengalaman inderawi atau eksperimen yang dijadikan landasan berfikir bagi kedua mazhab yang lain tetapi yang ditolaknya adalah bila keduanya (pengalaman dan teks-teks kitab) itu merupakan landasan atau kriteria dasar dalam setiap penilaian hal-hal ilmiah filosofis maupun teologis. Bagi mazhab pertama (‘metafisika Islam’) pengalaman inderawi atau data eksperimen merupakan informasi-informasi yang sangat perlu dalam upaya kita mengetahui aspek sekunder dari alam materi. Atau dengan kata lain data eksperimen atau pengalaman inderawi sangatlah dibutuhkan bila obyek pembahasan kita adalah khusus mengenai hal-hal yang sebagian bersifat ilmiah dan sebagian lagi bersifat filosofis. Adapun teks-teks kitab suci sangatlah dibutuhkan dalam upaya kita mengetahuai aspek sekunder dari keadaan-keadaan (kondisi objektif) seperti alam gaib, akhirat, kehendak-kehendak suci Tuhan atau dengan kata lain jika obyek pembahasan kita berkenaan dengan sebagian dari obyek filosofis (metafisika dan teologi) yang dalam hal ini pengalaman inderawi atau eksperimen tak dibutuhkan sama sekali. Karena itu dalam kerangka berfikir Islam, kedua data di atas (data pengalaman inderawi atau eksperimen dan teks-teks kitab suci) merupakan premis-premis minor dalam sistematika deduktif. Pada akhirnya tak dapat diingkari bahwa dari mazhab metafisika Islam yang berlandaskan prima principia dan hukum objektif kausalitas serta kerangka deduktifnya merupakan satu-satunya landasan berfikir di dalam menilai segala sesuatu. Tanpa pengetahuan dasar tersebut mustahil ada pengetahuan tasawwur (konsepsi) maupun tasdhiq (assent) apapun. Tak dapat dibayangkan apa yang terjadi bila doktrin dari metafisika Islam ini bukan merupakan watak wujud (realitas objektif) yang mengatur segala sesuatu termasuk pikiran? Maka kebenaran dapat menjadi sama dengan kesalahannya, bahwa setiap peristiwa dapat terjadi tanpa ada sebabnya. Bila demikian adanya maka tentu meniscayakan mustahilnya penilaian. Mengapa demikian? Karena watak penilaian adalah ingin diketahuinya “sesuatu itu (konsepsi) apakah ia benar atau salah” atau ingin diketahuinya “mengapa dan kenapa sesuatu itu dapat terjadi”. Artinya, jika pengetahuan dasar tersebut bukan merupakan watak dan hukum realitas yang mengatur segala sesuatu termasuk pikiran maka seluruh bangunan pengetahuan manusia baik di bidang ilmiah, filosofis dan teologi menjadi runtuh dan tak bermakna. BAB II: DASAR-DASAR KEPERCAYAAN Manusia adalah mahluk percaya. Pada kadarnya masing-masing, setiap mahluk telah memiliki kepercayaan/kesadaran berupa prinsip-prinsip dasar yang niscaya lagi rasional yang diketahui secara intuitif (common sense) yang menjadi Kepercayaan utama makhluk sebelum ia merespon segala sesuatu diluar dirinya. Dengan bekal ini, manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan mempercayai pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir. Berpikir adalah aktivitas khas manusia dalam upaya memecahkan masalah-masalah dengan modal prinsip-prinsip pengetahuan sebelumnya. Memiliki sebuah kepercayaan yang benar, yang selanjutnya melahirkan tata nilai, adalah sebuah kemestian bagi perjalanan hidup manusia. pada hakikatnya, perilaku manusia yang tidak peduli untuk berkepercayaan benar dan Manusia yang berkepercayaan salah atau dengan cara yang salah tidak akan mengiringnya pada kesempurnaan. Maka mereka tidak ubahnya seperti binatang. Manusia harus menelaah secara objektif sendi-sendi kepercayaannya dengan segala potensi yang dimilikinya. Kajian yang mendalam tentang kepercayaan sebagai sebuah konsep teoritis akan melahirkan sebuah kesadaran bahwa manusia adalah maujud yang mempunyai hasrat dan cita-cita untuk menggapai kebenaran dan kesempurnaan mutlak, bukan nisbi. Artinya, ia mencari Zat Yang Mahatinggi dan Mahasempurna (Al-Haqq). Ada berbagai macam pandangan yang menjelaskan tentang ketiadaan kebenaran dan kesempurnaan mutlak (Zat yang maha sempurna) tersebut sehingga mereka menganggap bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya (kebetulan) tidak ada yang mengadakannya. Metafisika Islam dengan Prima principianya sebagai prinsip dasar dalam berpikir mampu menyelesaikan perdebatan itu dengan penjelasan Kemutlakan WUJUD(ADA)nya, dimana Wujud adalah sesuatu yang jelas keberadaannya dan Tunggal karena selain keberadaan adalah ketiadaan sehingga apabila ada sesuatu selain ADA maka itu adalah ketiadaan dan itu sesuatu yang mustahil karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan. Manusia - yang terbatas - tidak sempurna – tergantung - memerlukan sebuah sistem nilai yang sempurna dan tidak terbatas sebagai sandaran dan pedoman hidupnya. Sistem nilai tersebut harus berasal dari ke-ADA-an (Zat Yang Mahasempurna) yang segala atributnya berbeda dengan mahluk. Konsekuensi akan kebutuhan asasi manusia pada sosok Mahasempurna ini menegaskan bahwa sesuatu itu harus dapat dijelaskan oleh argumentasi-argumentasi rasional, terbuka, dan tidak doktriner. Sehingga, semua lapisan intelektual manusia tidak ada yang sanggup menolak eksistensi-Nya. Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa Sang Mahasempurna itu diklaim oleh berbagai lembaga kepercayaan (agama) di dunia ini dengan berbagai konsep, istilah dan bentuk. Simbol-simbol agama yang berbeda satu sama lain tersebut menyiratkan secara tersurat beberapa kemungkinan: semua agama itu benar; semua agama itu salah; atau, hanya ada satu agama yang benar. Agama-agama yang berbeda mustahil memiliki sosok Mahasempurna yang sama, walau memiliki kesamaan etimologis. Sebab, bila sosok tersebut sama, maka agama-agama itu identik. Namun, kenyataan sosiologis menyebutkan adanya perbedaan pada masing-masing agama. Demikian pula, menilai semua agama itu salah adalah mustahil, sebab bertentangan dengan prinsip kebergantungan manusia pada sesuatu yang mahasempurna (Al-Haqq/Tuhan). Maka dapatlah disimpulkan bahwa hanya satu agama saja yang benar. Dengan argumentasi diatas, manusia diantarkan pada konsekwensi memilih dan mengikuti agama yang telah terbukti secara argumentatif. Diantara berbagai dalil yang dapat diajukan, membicarakan keberadaan Tuhan adalah hal yang paling prinsipil. Keberadaan dan perbedaan agama satu dengan yang lainnya di tentukan oleh sosok “Tuhan“ tersebut. yang pasti, ciri-ciri keberadaan Tuhan (pencipta / khaliq). Bertolak belakang dengan ciri-ciri khas manusia (Yang diciptakan/ makhluq). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna, bermateri, tersusun, terbatas, terindera, dan bergantung, maka tuhan adalah zat yang mahasempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian, tidak terindera secara material, dan tunggal (Esa/Ahad). Dengan demikian diketahuilah bahwa manusia dapat mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat mengetahui materi Zat-Nya. Manusia mengklaim dapat menjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason). Segala sesuatu yang terbatas, pasti bukan Tuhan. Ketika manusia menyebut “Dia Mahabesar“. Sesungguhnya Ia lebih besar dari seluruh konsepsi manusia tentang kebesaran-Nya. Berdasarkan hal tersebut, potensialitas akal (Intelect) manusia dalam mengungkap hakikat zat-Nya menyiratkan bahwa pada dasarnya seluruh makhluk diciptakan oleh-Nya sebagai manifestasi diri-Nya (inna lillahi) yang kemudian akan kembali kepada-Nya (wa inna ilaihi raji’un) sebagai realisasi kerinduan manusia akan keabadian kesempurnaaan, kebahagiaan mutlak. Keinginan untuk merefleksikan ungkapan terima kasih dan beribadah kepada Tuhan Yang Mahaesa menimbulkan kesadaran bahwa Ia Yang Mahaadil mesti membimbing umat manusia tentang cara yang benar dan pasti dalam berhubungan dengan-Nya. Pembimbing Tuhan kepada setiap mahluk berjalan sesuai dengan kadar potensialitasnya dalam suatu cara perwujudan yang suprarasional (wahyu) diberikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian spritual. Relasi konseptual tentang ke-Mahabijaksana-an Tuhan untuk membimbing makhluk secara terus menerus dan kebutuhan abadi makhluk akan bimbingan memestikan kehadiran sosok pembimbing yang membawa risalah-Nya (rasul), yang merupakan hak prerogatif-Nya. Rasul adalah cerminan Tuhan di dunia. Kepatuhan dan kecintaan makhluk kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada Tuhan. Bukti kebenaran rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian kasat mata (empiris) luar biasa (mu’jizat bagi orang-orang awwam) maupun bukti-bukti rasional(mu’jizat bagi para intelektual) yang mustahil dapat dilakukan oleh manusia lain tanpa dipelajari. Pemberian tanda istimewa kepada rasul akan semakin menambah keimanan seseorang. Mu’jizat juga sebagai bukti tambahan bagi siapa saja yang tidak mau beriman kepada Tuhan dan pesuruh-Nya, kecuali bila diperlihatkan kepadanya hal-hal yang luar biasa. Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percaya terhadap apa pun yang dikatakan dan diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab suci (bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut Al-quran) yang dibawanya adalah konsekuensi lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia, sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin dapat diterima oleh pandangan saintifik dan empiris manusia. Konsepsi fitrah dan ‘rasio’ tentang Realitas Mutlak (Tuhan) diatas ternyata selaras dengan konsep teoritis tentang Tuhan dalam ajaran-ajaran Muhammad yang mengaku rasul Tuhan yang disembah selama ini. Muhammad mengajarkan kalimat persaksian/keimanan (syahadatan) bahwa tidak ada (la) Tuhan (ilah) yang benar kecuali (illa) Tuhan yang merupakan kebenaran Tunggal/Esa/Ahad (Allah, dari al-ilah). Ia (Muhammad) juga menerangkan bahwa dialah rasul Allah (rasulullah). Menurut agama yang mengajarkan ketundukan dan kepatuhan pada kebenaran (Islam) pada ummatnya ini (muslim). Proses pencarian kebenaran dapat ditempuh dengan berbagai jalan, baik filosofis, intuitif, ilmiah, historis, dan lain-lain dengan memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terdapat di dalam Kitab suci maupun di alam ini. Konsukuensi lanjut setelah manusia melakukan pencarian ketuhanan dan kerasulan adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraih kebahagiaan. Keabadian, dan kesempurnaan. ketidak mungkinan mewujudkan keinginan-keinginan ideal tersebut didalam kehidupan dunia yang bersifat temporal ini melahirkan konsep tentang keberadaan hari akhirat -yang sebelumnya dimulai dengan terjadinya kehancuran alam secara besar-besaran (qiyamah/ kiamat/ hari agama/ yaum al-din)- sebagai konsekuensi logis keadilan Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi. Disana tidak ada lagi kehidupan historis seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat yang menimbulkan ganjaran dosa/pahala. Kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan berlandaskan iman, ilmu, dan amal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran di akhirat adalah kondisi objektif dari relasi manusia terhadap Tuhan dan alam. BAB III: HAKEKAT PENCIPTAAN DAN ESKATOLOGI (MA’AD) Salah satu prinsip dasar pandangan dunia yang merupakan pondasi penting dari keimanan Islam adalah kepercayaan akan adanya kebangkitan dihari akhirat (kehidupan sesudah mati). Beriman kepadanya karena merupakan suatu persyaratan hakiki untuk dapat disebut muslim. Mengingkari kepercayaan ini dapat dipandang sebagai bukan muslim. Sebelum masuk ke bahasan tentang kehidupan sesudah mati maka masalah tujuan dari penciptaan harus terlebih dahulu kita selesaikan, apakah yang memiliki tujuan dalam penciptaan itu Tuhan ataukah Makhlukh? Dan kemanakah tujuannya?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut haruslah bersandar pada landasan-landasan metafisika Islam sehingga konsekwensi-konsekwensi yang dilahirkan dari pilihan jawaban kita akan dapat terselesaikan dengan tanpa keraguan. Jawaban ini juga yang akan menjelaskan kepada kita bahwa Tujuan dari seluruh ciptaan adalah bergerak menuju sesuatu yang sempurna dan Kesempurnaan Tertinggi adalah Tuhan maka Dia lah yang menjadi tujuan dari seluruh gerak ciptaan. Bahasan tujuan penciptaan itulah yang akan menjadi awal untuk selanjutnya kita masuk dalam pembahasan kehidupan sesudah mati (Eskatologi). Asal dan sumber dari kepercayaan tentang adanya hari akhirat ini mestilah dibuktikan melalui argumen-argumen filosofis sehingga tidak ada sedikitpun alasan yang dapat dikemukakan (oleh mereka yang belum mempercayai wahyu Ilahi) untuk meragukannya. Kesungguhan beragama terpacu dengan sendirinya bila kesadaran akan adanya hari akhirat (kehidupan kekal) sebagai sesuatu yang mutlak atau pasti terjadi. Sehingga oleh para nabi dan rasul kepercayaan kepada Ekskatologi (Ma’ad) merupakan prinsip kedua setelah Tauhid. Tema-tema yang membicarakan masalah kehidupan akhirat ini atau kehidupan sesudah mati dari segi pandangan islam berkenaan dengan maut, kehidupan sesudah mati, alam barzakh, hari pengadilan besar, hubungan antara dunia sekarang dan dunia akan datang, manifestasi dan kekekalan perbuatan manusia serta ganjaran-ganjarannya, kesamaan dan perbedaan antara kehidupan dunia sekarang dan didunia akan datang, argumen-argumen al-Qur’an dan bukti-bukti tentang dunia akan datang, keadilan tuhan, kebijaksanaan tuhan. Sepanjang kehidupan baik didunia ini maupun diakhirat, kebahagiaan kita sangat tergantung pada keimanannya pada hari tersebut. Karena ia mengingatkan manusia akan akibat-akibat dari tindakan-tindakannya. Dengan cara ini manusia menyadari bahwa perbuatan-perbuatan, perilaku, pemikiran-pemikiran, perkataan dan akhlak manusia mulai dari yang paling besar hingga kepada yang paling kecil, mempunyai awal dan akhir, sebagaimana mahluk manusia itu sendiri. Tetapi manusia hendaknya tidak berfikir bahwa semuanya itu berakhir pada masa kehidupan dunia ini atau periode ini saja. Sebab segalanya itu tetap ada dan akan dimintai pertanggung jawaban pada hari periode kedua. Kebahagiaan manusia pada hari itu bergantung pada kepercayaan pada hari atau periode kedua tersebut. Karena pada hari kedua (periode kedua tersebut) manusia akan diganjar atau dihukum sesuai perbuatan-perbuatannya. Itulah sebabnya maka menurut islam beriman kepada hari kebangkitan dipandang sebagai tuntutan yang hakiki bagi kebahagiaan manusia.  BAB IV: MANUSIA DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN Satu hal yang mesti dilakukan sebelum kita membicarakan hal-hal lain dari manusia adalah sebuah pertanyaan filosofis yang senantiasa hadir pada setiap manusia itu sendiri, yakni apa sesungguhnya manusia itu? Dari segi aspek apakah manusia itu mulia atau terhina? Dan apa tolak ukurnya? Tentu manusia bukanlah makhluk unik dan sulit untuk dipahami bila yang ingin dibicarakan berkenaan dengan aspek basyariah (fisiologis)nya. Karena cukup dengan menpelajari anatomi tubuhnya kita dapat mengetahui bentuk atau struktur terdalamnya. Tetapi manusia selain merupakan makhluk basyariah (dimensi fisiologis) dan Annaas (dimensi sosiologis) ia juga memiliki aspek insan (dimensi psikologis) sebuah dimensi lain dari diri manusia yang paling sublim serta memiliki kecenderungan yang paling kompleks. Dimensi yang disebut terakhir ini bersifat spritual dan intelektual dan tidak bersifat material sebagaimana merupakan kecenderungan aspek basyarnya. Dari aspek inilah nilai dan derajat manusia ditentukan dengan kata lain manusia dinilai dan dipandang mulia atau hina tidak berdasarkan aspek basyar (fisiologis). Sebagai contoh cacat fisik tidaklah dapat dijadikan tolak ukur apakah manusia itu hina dan tidak mulia tetapi dari aspek insanlah seperti pengetahuan, moral dan mentallah manusia dinilai dan dipahami sebagai makhluk mulia atau hina. Dalam beberapa kebudayaan dan agama manusia dipandang sebagai makhluk mulia dengan tolak ukurnya bahwa manusia merupakan pusat tata surya. Pandangan ini didasarkan pada pandangan Plotimius bahwa bumi merupakan pusat seluruh tata surya.seluruh benda-benda langit ‘berhikmat’ bergerak mengitari bumi. Mengapa demikian? Karena di situ makhluk mulia bernama manusia bercokol. Jadi pandangan ini menjadikan kitaran benda-benda langit mengelilingi bumi sebagai tolak ukur kemulian manusia. Namun seiring dengan kemajuan sains pandangan ini kemudian ditinggalkan dengan tidak menyisakan nilai mulia pada manusia. Para ahli astronomi justru membuktikan hal sebaliknya bahwa bumi bukanlah pusat tata surya tetapi matahari. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk mulia bahkan dianggap tak ada bedanya dengan binatang adapun geraknya tak ada bedanya dengan mesin yang bergerak secara mekanistis. Bahkan lebih dari itu dianggap tak ada bedanya dengan materi, ada pun jiwa bagaikan energi yang di keluarkan oleh batu bara. Karena itu wajar bila manusia dan nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dihargai. Maka datanglah kaum humanisme berupaya mengangkat harkat manusia, dengan memandang bahwa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, pengetahuan ilmiah dan kebebasan merupakan hal esensial yang membedakan manusia dengan selainnya. Tetapi bila itu tolak ukurnya, lantas haruskah orang seperti Fira’un atau Jengis Khan yang dapat melakukan apa saja terhadap bangsa-bangsa yang dijajahnya dipandang mulia? Jika berilmu pengetahuan merupakan tolak ukurnya. Lantas, apakah dengan demikian orang-orang seperti Einstein yang paling berilmu tinggi abad 20 atau para sarjana-sarjana itu lebih mulia dari seorang Paus Yohanes Paulus II, Bunda Teresia atau Mahadma Ghandi bagi ummatnya masing-masing? Sungguh semua itu termasuk ilmu pengetahuan – sepanjang peradaban kemanusiaan manusia – tidak mampu mengubah dan memperbaiki watak jahat manusia untuk kemudian mengangkatnya menjadi mulia. Lantas, apa sesunguhnya tolak ukur kemanusian itu? Sungguh dari seluruh bentuk-bentuk konsepsi tentang manusia yang ada di muka bumi tak satu pun yang dapat menandingi paradigma (tolak ukur)nya serta tidak ada yang lebih representatif dalam memupuk psikologisnya kearah yang lebih mulia dari apa yang ditawarkan Islam. Dalam konsepsi Islam Tuhan (Allah) dipandang sebagai sumber segala kesempurnaan dan kemulian. Tempat bergantung (tolak ukur) segala sesuatu. Karena itu pula sebagaimana diketahui dalam konsepsi Islam, manusia ideal (insan kamil) dipandang merupakan manifestasi Tuhan termulia di muka bumi dan karenanya ditugaskan sebagai wakil Tuhan yang dikenal sebagai khalifah/nabi atau rosul (QS.2:30). Karena itu, ciri-ciri kemulian Tuhan tergambar/ termanifestasikan pada dirinya (QS.33:21) sebagai contoh real yang terbaik (uswatun hasanah) dari “gambaran/cerminan” Tuhan di muka bumi (QS.68:4). Dengan kata lain bahwa karena Nabi merupakan representasi (contoh) Tuhan di muka bumi bagi manusia dengan demikian nabi/rosul/khalifah sekaligus merupakan representasi yakni insan kamil (manusia sempurna) dari seluruh kualitas kemanusiaan manusia. Tetapi walaupun manusia dipandang sedemikian rupa dengan nabi sebagai contohnya, pada saat yang sama, dalam konsepsi Islam manusia dapat saja jatuh wujud kemulian menjadi sama bahkan lebih rendah dari binatang. Dengan demikian keidentikan kepadanya (khalifah/nabi/rasul) merupakan tolak ukur kemulian kemanusiaan manusia dan sebaliknya berkontradiksi dengannya merupakan ukuran kebejatan dan dianggap sebagai syaitan (QS.6:112). BAB V: KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR MANUSIA) DAN KENISCAYAAN UNIVERSAL (TAQDIR ILAHI) Sebagai mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil Tuhan (QS. 2:30) manusia berbeda dengan batu, tumbuhan maupun binatang. Batu ketika menggelinding dari sebuah ketinggian bergerak berdasarkan tarikan gravitasi bumi tanpa ikhtiar sedikitpun begitu pula halnya tumbuhan yang tumbuh hanya dibawah kondisi tertentu atau sebagaimana binatang yang bertindak berdasarkan naluri alamiahnya. Ketiga mahluk-mahluk ini bergerak atau bertindak tidak berdasarkan ikhtiari. Namum bagi manusia, ia merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan pada berbagai pilihan-pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan kehendak yang berasal dari Tuhan ia dapat berikhtiar (memilih) yang terbaik diantara pilihan-pilihan tersebut. Tanpa ilmu tentang hal-hal ideal ataupun keharusan - keharusan universal maka meniscayakan ketiadaan ikhtiar dan begitupula ketiadaan kehendak atau keinginan maka iapun mungkin memilih, orang gila (tidak berilmu) dan pingsan (tak berkehendak) adalah bukti nyata ketiadaan ikhtiar. Sementara, ketiadaan ikhtiar bukti ketiadaan kebebasan dan itu memustahilkan terwujudnya kemerdekaan. Jadi ia merupakan mahluk berikhtiar yang hanya dapat bermakna bila berhadapan diantara keharusan-keharusan universal (takdir). Keharusan - keharusan universal atau yang biasa disebut sebagai takdir takwini ataupun takdir tasri’i baik yang bersifat defenitif (Dzati) maupun yang tidak bersifat defenitif (Sifati) bukanlah berarti bahwa manusia sesungguhnya hanya sebuah robot yang bergerak berdasarkan skenario yang telah dibuat Tuhan, tetapi hendaklah dipahami bahwa takdir tidak lain sebagai sebuah prinsip akan terbinanya sistem kausalitas umum (bahwa akibat mesti berasal dari sebab-sebab khususnya, dimana rentetan kausalitas tersebut berakhir pada sebab dari segala sebab yakni Tuhan) atas dasar pengetahuan dan kehendak ilahi yang Maha Bijak. Takdir Takwini (Ketetapan penciptaan) tiada lain merupakan prinsip kemestiaan yang mengatasi sistem penciptaan alam dan takdir tasyrii (Ketetapan Syariaat) merupakan prinsip kemestiaan yang mengatur sistem gerak individu maupun masyarakat dari segi sosiologis dan spritual. Memahami konsep takdir sebagai sebuah skenario yang telah ditetapkan oleh Tuhan meniscayakan ketiadaaan keadilan tuhan dan konsep pertanggungjawaban. Sebaliknya bila takdir tidaklah dipahami sebagaimana yang telah didefenisikan diatas (yakni takdir takwini sebagai sebuah sistem yang mengatur proses penciptaan dan takdir tasyri’i sebagai ketapan yang mengatur kehidupan etik, sosial dan spritual individu dan masyarakat). Maka itu berarti bahwa pada proses kejadian fenomena alam, panas dapat membuat air menjadi beku dan sekaligus mendidih. Berbuat baik akan mendapat surga dan sekaligus neraka, atau pujian sekaligus cacian. Bila demikian adanya maka yang terjadi adalah disatu sisi akan terjadi kehancuran pada alam, individu dan masyarakat, disisi lain memustahilkan adanya pengetahuan pasti tentang mengininkan mendidih atau beku, surga atau neraka dan karenanya pula meniscayakan mustahilnya ikhtiar. Artinya ikhtiar itu menjadi berarti hanya bila pada realitas terdapat hukum-hukum yang pasti (takdir) atau dengan kata lain ikhtiar pada awalnya berupa potensial dan ia menjadi aktual bila terdapat adanya dan diketahuinya takdir tersebut. Karena itu pula dapat dikatakan tanpa takdir tidak ada ikhtiar. Sebaliknya ketiadaan potensi ikhtiar pada manusia meniscayakan takdir menjadi tidak bermakna/berlaku. Bagi orang-orang gila dan yang belum baligh (bayi) tidak dapat memanfaatkan hukum-hukum penciptaan untuk membuat suatu teknologi apapun. Bagi mereka hukum-hukum syariat tak diberlakukan. Dengan demikian takdir ilahi itu sendiri mengharuskan adanya iktiar bagi manusia agar dengan begitu takdir-takdir pada alam dapat dipergunakan, dimanfaatkan atau secara umum dapat dikatakan bahwa keadilan Ilahi sebagai keharusan universal itu sendiri meniscayakan adanya ikhtiar dan takdir. Tanpa ikhtiar maka takdirpun tidak bermanfaat dan tidak berlaku, sebaliknya tanpa takdir meniscayakan ketiadaan ikhtiar pada manusia, tiada ikhtiar meniscayakan ketiadaan kebebasan dan ketiadaan kebebasan memustahilkan terwujudnya kemerdekaan. Kebebasan dan kemerdekaan tidaklah bermakna sama. Kemerdekaan tidak dipredikatkan kepada binatang kecuali pada manusia tetapi sebaliknya manusia dan binatang dapat dipredikatkan bebas atau mendapatkan kebebasan. Kebebasan pada manusia mesti bukanlah sebagai tujuan akhir bagi manusia. Sebab bila kebebasan merupakan sebagai tujuan akhir maka kebebasan menjadi deterministik itu sendiri, dalam arti bahwa ia tidak lagi berbeda dengan sebuah ranting ditengah lautan yang bergerak kekiri dan kekanan dikarenakan arus dan bukan berdasarkan pilihannya. Kebebasan hanya merupakan syarat (mesti) awal dalam menggapai cita-cita ideal (Kesempurnaan Tuhan) sebagai tujuan akhir dan inilah yang dimaksud dengan kemerdekaan. Kebebasan individu bukan berarti kebebasan mutlak yang mana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang atau individu yang lain. Sebab defenisi kebebasan itu tersebut adalah sistem etik yang hanya menguntungkan orang - orang kuat dan mendeskreditkan orang-orang lemah. Ini karena bagi orang kuat kebebasannya itu sendiri telah dapat membungkam orang-orang lemah, dengan kata lain eksisten orang-orang lemah tidak memiliki daya untuk membatasi kebebasan orang kuat. Sistem ini hanya berlaku bagi individu-individu yang sama-sama memiliki kekuatan. Atau kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain karena kebebasan orang lain tersebut lebih kuat. Sesungguhnya kebebasan individu tidaklah demikian. Kebebasan individu berarti bahwa secara sosial dalam interaksinya dengan orang lain ia tidak berada pada posisi tertindas dan secera spiritual ia tidak berada dalam posisi menindas. Kebebasan bukan berarti memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan dalam melakukan apa saja tetapi dalam arti kemampuan untuk tidak memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan (menahan diri) untuk membalas menindas ketika ia berada pada posisi memiliki kesempatan untuk itu, dan ini adalah satu pengertian kemerdekaan manusia dan keharusan universal. BAB VI: INDIVIDU DAN MASYARAKAT Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dan karenanya ia berbeda dengan binatang adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai makluk berjiwa individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah dari jiwanya yang paling sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-masing secara terkait. Sebab yang pertama melahirkan perbedaan dan yang kedua melahirkan kesatuan. Karena itu mencabut salah satunya dari manusia itu berarti membunuh kemanusiaananya. Dengan kata lain bahwa perbedaan-perbedaan (bukan pembedaan-pembedaan) yang terjadi di antara setiap individu-individu (sebagai identitas dari jiwa individual) merupakan prinsip kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan dinamikanya. Sebab bila sebuah masyarakat, individu-individu haruslah memiliki kesamaan, maka ini berarti dinamisasi, dalam arti, saling membutuhkan pastilah tak terjadi dan karenanya makna masyarakat menjadi kehilangan konsep. Di sisi lain dengan adanya perbedaan-perbedaan di antara para individu meniscayakan adanya saling membutuhkan, memberi dan kenal-mengenal dan karena itu konsep kemanusiaan memiliki makna. Di sisi lain kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan kecenderungan yang bersifat fitri. Ia tidak bedanya hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang berkeinginan secara fitri untuk membentuk sebuah keluarga. Jadi Ia membentuk masyarakat karena adanya hubungan individu-individu yang terkait secara fitrah dan alamiah untuk membentuk sebuah komunitas besar. Bukan terbentuk berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana beberapa individu berkumpul dikarenakan adanya serangan dari luar. Bukan juga bedasarkan proses kesadaran sebagai langkah terbaik dalam memperlancarkan keinginan bersama, sebagaimana sejumlah individu berkumpul dan sepakat bekerja sama sebagai langkah terbaik dalam mencapai tujuannya masing-masing. Karena itu masyarakat didefinisikan sebagai adanya kumpulan-kumpulan dari beberapa individu-individu secara fitri maupun suka dan duka dalam mencapai tujuan dan cita-cita bersama adalah membentuk apa yang kita sebut sebagai masyarakat. Kumpulan dari sejumlah individu adalah “badan” masyarakat ada pun kesepakatan atau tidak dalam mencapai cita-cita dan tujuan idealnya adalah merupakan “jiwa” masyarakatnya. Karena itu selain bumi (daerah/tempat tinggal) dan sistem sosial (ikatan psikologis antara individu-individu), individu merupakan salah satu unsur terbentuknya sebuah masyarakat. Tanpa manusia (individu) maka masyarakat pun tidak ada. Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati, sebagaiman senyawa alamiah. Yang disentesiskan di sini adalah jiwa, pikiran, cita-cita serta hasrat. Jadi yang bersintesis adalah bersifat kebudayaan. Jadi, individu dan masyarakat memiliki eksistensi (kemerdekaan) masing-masing dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang lain. Bukan kefisikan. Walaupun begitu eksistensi individu dalam kaitannya terhadap masyarakat mendahului eksistensi masyarakat. Memandang bahwa eksistensi masyarakat mendahului individu berati kebebasan dan kemanusiaannya telah dicabut dari manusia (individu) itu sendiri. Walaupun manusia memiliki kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja tidak teraktual secara sempurna dikarenakan adanya kekuatan lain dalam diri manusia berupa hawa nafsu yang dapat saja merugikan orang lain dan diri sendiri. Sebab hawa nafsu ini mulai teraktual di kala interaksi antara individu dengan individu lain dalam kaitannya dengan bumi (sumber harta benda). Bahkan keserakahan ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih besar, sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam kehidupan manusia dan kelestarian alam. Dengan demikian, pertanggung-jawaban ini bagi setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Ini karena, pertanggung-jawaban individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua dimensi, yaitu: si pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang disiapkan oleh pelaku (sebab akhir). Apabila dalam perbuatan tersebut terdapat dimensi ketiga, yaitu sarana atau peluang yang berikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya (sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif. Jadi Masyarakat adalah pihak yang memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk sebab material. Ini berarti, individu memiliki andil besar dalam mengubah wajah bumi atau mengarahkan perjalanan sebuah masyarakat kearah yang sempurna atau kehancuran. Tidak ada jalan lain bahwa untuk menghadapi ancaman-ancaman ini, manusia memerlukan adanya sebuah sistem sosial yang adil yang memiliki nilai sakralitas dan kesucian dan berdasarkan tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa). Mengajarkan sebuah pandangan dunia bahwa segala sesuatu milik Tuhan. Dihadapan Tuhan tidak ada kepemilikan manusia, kecuali apa yang dititipkan dan diamanahkan kepadanya untuk mengatur dan mendistribusikan secara adil. Kesadaran akan sakralitas dan kesucian sistem tersebut memberikan implikasi kehambaan terhadap Tuhan. Berdasarkan kesadaran dan pertimbangan seperti itu maka interaksi antara individu dengan individu lainnya dalam hubungannya terhadap alam akan berubah dari watak hubungan antara tuan/raja dan budak menjadi hubungan antara hamba Tuhan dengan hamba Tuhan yang lain dengan mengambil tugas dan peran masing-masing berdasarkan kapasitas-kapasitas yang diberikan dalam menjaga, mengurus, mengembangkan, mengelolah, mendistribusikan dan lain-lain. Karena itu berdasarkan fitrah/ruh Allah seorang manusia (individu) diciptakan dan ditugaskan sebagai khalifah/nabi/rosul (wakil/ utusan Tuhan) oleh Allah di muka bumi (QS.2:30) untuk memakmurkan bumi dan membangun dan masyarakatnya untuk mewujudkan sistem sosial. BAB VII: KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI Keadilan menjadi sebuah konsep abstrak yang sering diartikan secara berbeda oleh setiap orang utamanya mereka - mereka yang pernah mengalami suatu ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menuntut secara tegas perlu dilakukan redefenisi terhadap apa yang dimaksud dengan keadilan. Bila keadilan diartikan sebagai tercipta suatu keseimbangan dan persamaan yang proporsional maka pemecahan permasalahan keadilan sosial dan ekonomi hanya dapat teratasi dengan menemukan jawaban terhadap sebab - sebab terjadinya ketidakadilan sosial dan ekonomi serta bagaimana agar dalam distribusi kekayaan dapat terbagi secara adil sehingga terhindar dari terjadinya diskriminasi dan pengutuban, atau kelas dalam masyarakat. Jelas terlihat dari problem yang dihadapi bahwa kasus keadilan sosial dan ekonomi bukanlah merupakan wilayah garapan ilmu ilmiah (positif). Karena masalah keadilan bukanlah fenomena empiris yang dapat diukur secara kuantitatif. Namun ia merupakan konsep abstrak yang berkenaan dengan aspek kebijakan-kebijakan praksis, karena itu ia merupakan garapan filosofis dan bersifat ideologis. Itulah sebabnya mengapa dalam menjawab masalah diatas setiap orang atau kelompok memiliki jawaban dan konsep yang berbeda sesuai dengan ideologi, kandungan batinnya serta kapasitas pengetahuannya. Kapitalisme sesuai dengan konsepnya tentang manusia yang berkenaan dengan karakter dasar dan tujuan akhir manusia yaitu bahwa manusia pada dasarnya bersifat baik dan lemah, cenderung meyakini bahwa penyebab terjadinya diskriminasi serta tidak terjadinya distribusi kekayaan secara tidak adil dikarenakan dipasungnya kebebasan individu oleh baik masyarakat, pemerintah, individu lain disatu sisi dan di sisi lain tidak adanya aturan-aturan yang menjamin kepentingan-kepentingan individu. Berdasarkan ini upaya menciptakan keadilan sosial maupun ekonomi bisa terwujud hanya dengan cara memberikan kebebasan secara mutlak, yakni kesempatan ekonomi yang seluas-luasnya kepada setiap individu dimana kebebasannya hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain, meskipun kebebasan ini justru dapat menyebabkan perbedaan pendapatan dan kekayaan individu (dengan asumsi bahwa orang menggunakan kebebasannya secara sama dalam sistem kapitalis). Sebaliknya sosialisme yang didasarkan pada konsepnya tentang manusia dan pandangan hidupnya yang melihat bahwa penyebab terjadinya diskriminasi sosial dan ekonomi sehingga terciptanya kelas - kelas dalam masyarakat dimana yang satu semakin miskin dan yang lain semakin kaya dikarenakan adanya kekuatan yang menghambat proses berubahnya kesadaran kolektif dari kesadaran kesadaran kepemilikan pribadi ke kepemilikan sosial (bersama). Karena itu untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi, maka tidak ada cara lain kecuali diperlukan suatu sistem sosial yang berfungsi mengatur atau merawat dalam hal menghilangkan kepemilikan pribadi atas alat - alat produksi ketempatnya yang sebenarnya yaitu kepemilikan bersama (seluruh anggota masyarakat harus memiliki pendapatan dan kekayaan yang sama) yang dalam hal ini diwakili oleh negara dengan cara menasionalisasikan alat-alat produksi tersebut. Adapun menurut Islam kepemilikan pribadi bukanlah penyebab terjadinya malapetaka kemanusiaan sebagaimana yang disangka oleh kaum sosialis komunisme. Bahkan sebaliknya kepemilikan pribadi yang semata-mata materialistik justru penyebab proses kehancuran sistem kapitalis. Setiap konsep keadilan akan menemui jalan buntu jika ia tak seiring dengan naluri dasar alamiah manusia yaitu kepentingan individu atau apa yang sering disebut sebagai ego. Itulah sebabnya mengapa ketika seluruh alat - alat produksi telah dinasionalisasikan yang kemudian diamanahkan kepada negara yang nota bene adalah terdiri dari individu - individu sebagai pengelolahnya kemudian berubah menjadi kapitalisme atau borjuis - borjuis baru yang diktator dan menganggap diri mereka tuan (penguasa) bagi unit-unit yang mereka pimpin. Artinya adalah penghapusan kepemilikan pribadi tidak dapat mengubah mentalitas manusia yang punya kecenderungan egoistik. Bagi Islam satu - satunya jalan yang dapat mengatasi masalah ketidakadilan adalah dengan memberikan jaminan pendapatan tetap, dengan kemungkinan mendapatkan lebih banyak serta mengubah konsepsi manusia tentang manusia dan pandangan hidupnya dari semata-mata bersifat materialistik kekesadaran teologis dan ekskatologis, tanpa memasung atau bahkan mematikan naluri alamiahnya. Adalah suatu kemustahilan disatu sisi ketika kesadaran teologis dan ekskatologis telah dimusnahkan dari pandangan dunia seseorang dan disisi lain dengan menghilangkan kepemilikan atau kepemilikan pribadinya kemudian serta merta ia berubah dari individualis menjadi seorang pribadi yang sosialis (bukan sosialisme). Menurut Islam ego (kepentingan pribadi) merupakan suatu kekuatan yang diletakkan oleh Allah dalam diri manusia sebagai pendorong. Kekuatan ini dapat mendorong manusia untuk melakukan hal yang diskriminatif, serakah dan merusak tetapi ia juga dapat mendorong manusia untuk mencapai kualitas spiritual yang paripurna (insan kamil). Karena itu Islam tidak datang untuk membunuh ego dengan seluruh kepentingannya, namun ia datang untuk memupuk, membina dan mengarahkannya secara spiritual dengan suatu kesadaran teologis (TAUHID) dan Ekskatologis (MAAD). Bagi Islam penyebab terjadinya ketidakadilan sosial dan ekonomi atau dengan kata lain penyebab terjadinya kelas-kelas dalam masyarakat disebabkan oleh tidak adanya kesadaran tauhid. Hal ini dapat dilihat ketika al-Qur’an menceritakan mental Fir’aun yang sewenang-wenang sehingga disatu sisi sebagai penyebab terjadinya kelas-kelas (penduduk pecah belah), (QS.28:4) dengan menobatkan dirinya menjadi Tuhan (QS.28:38-39), karena itu untuk kepentingan mengatasi hai ini Islam mengajarkan untuk merealisasikan suatu konsep yaitu sebagaimana dikatakan dalam Al- Quran yang artinya: ....tidak kita sembah Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah (QS.3:64). Adapun di sisi lain penyebab terjadinya ketidak adilan ekonomi (yang miskin semakin miskin dan sebaliknya) disebabkan tidak berjalannya sistem tauhid (pelaksanaan syariat) karena itu kata al-Qur’an menegaskan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) taurat, Injil, dan apa yang diturunkan kepada mereka dari tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari langit atas mereka dan dari bawah kaki mereka (QS.5:66) atau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS.7:96) atau bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (Agama Islam; melarang praktek riba, serta menganjurkan atau bahkan mewajibkan khumus, Jis’ah, sedekah, infak, zakat dll), niscaya benar-benar kami akan memberikan minuman kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak, QS.72:16). Artinya menurut Islam bahwa prinsip dari hubungan khusus antara bertindak sesuai dengan perintah-perintah Tuhan di satu sisi dengan kemakmuran disisi lain atau dalam bahasa modernnya, hubungan antara distribusi yang adil dengan peningkatan produksi, yakni bahwa tidak akan terjadi kekurangan produksi dan kemiskinan bila distribusi yang adil dilaksanakan. Dengan kata lain distribusi yang adil akan mendongkrak kekayaan dan meningkatkan kemakmuran sebagai bukti “berkat dari langit dan bumi” telah tercurahkan. Dengan persfektif yang demikian inilah selanjutnya akan melahirkan kesadaran kemanusiaan yang tinggi sebagai bentuk manifestasi dari pengabdian serta kecintaan kita kepada Allah SWT. Disamping itu, guna menegakkan nilai keadilan sosial dan ekonomi dalam tataran praktis diperlukan kecakapan yang cukup. Orang-orang yang memiliki kualitas inilah yang layak memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial. Lebih jauh lagi, negara dan pemerintah sebagai bentuk yang terkandung didalamnya adalah untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan, baik berupa keadilan sosial maupun keadilan ekonomi. Dan hanya setelah terpenuhinya pra-syarat inilah negara ideal sebagai dicita-citakan bersama (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) dapat diwujudkan. Tidak diragukan lagi dari kajian yang komprehensif dan holistik dapat mengantar kita pada satu kebenaran rasional ideologi (syariat) Islam yang telah mengajarkan akan persaudaraan, keadilan dan kesamaan hak untuk diamalkan oleh setiap kaum muslimin khususnya, sampai kepada sektor-sektor produksi sosio-ekonomi dan pembagian kekayaan. Atau hukum-hukum yang lebih bersifat spesifik menyangkut hal-hal yang memerlukan rincian, seperti pemanfaatan lahan pertanian, penggalian mineral, sewa-menyewa, bunga, zakat, khumus (yakni mengeluarkan 20-30% dari keuntungan bersih) dan pembelanjaan umum dan lain sebagainya yang dikelola langsung oleh negara, atau lembaga sosial di bawah kontrol masyarakat dan negara yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan. BAB VIII: SAINS ISLAM Sains dalam sejarah perkembangan seringkali dinaturalisasikan sebagai sebuah upaya pencocokan terhadap nilai-nilai budaya, agama atau pandangan - pandangan tertentu suatu masyarakat. Asimilasi dan akulturasi inilah yang kemudian menjadi bentuk baru (khas) sebuah peradaban, rasionalisme di yunani dan positivisme di Eropa adalah contoh-contahnya. Naturalisasi terhadap sains itu sendiri dilakukan sebab sains diakui memiliki kekuatan yang ambigu. Disatu sisi ia dapat mengembangkan suatu masyarakat karena kemampuannya mengatasi masalah-masalah praktis dan prakmatis manusia serta kemampuannya yang dapat merubah konstruk berfikir manusia itu sendiri sehingga membawa mereka ke arah peradaban baru yang lebih maju, disisi lain dengan kemampuan yang sama, ia juga memiliki sifat destruktif untuk menghancurkan atau merombak nilai-nilai budaya, agama maupun spiritualitas suatu masyarakat. Positivisme misalnya merupakan hasil sebuah naturalisasi sains didunia masyarakat Eropa dan telah dipandang sebagai kebenaran. Sains ini (positivisme) adalah sebuah sains yang memiliki watak atau karakter yang bersifat materealistik yaitu sains yang menolak hal - hal yang bersifat metafisis, spiritual maupun mistis, karenanya dalam karakternya yang demikian sains ini dapat menghancurkan atau melunturkan konsep-konsep teologi dan nilai - nilai keagamaan lainnya. Sehingga bukanlah hal yang berlebihan bila beberapa pemikir muslim melakukan islamisasi sains terhadap sains-sains modern (sains positivisme) sebagai sebuah bentuk keseriusan mereka dalam menjawab hal ini dan sekaligus sebagai wujud dari naturalisasi sains didunia Islam, sehingga pengaruhnya yang negatif terhadap gagasan metafisis (Teologi dan Ekskatologi) dan nilai-nilai agama Islam lainnya dapat dihindari. Hasil dari upaya islamisasi sains inilah yang kita sebut sains islam. Islamisasi sains atau sains Islam dapat dimulai dengan menggagas untuk meletakkan dasar bagi landasan epistimologinya yaitu dengan membuat klasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan basis ontologinya serta metodologinya yang sesuai dengan semangat (Spirit) Islam itu sendiri, yakni teologi (Tauhid), Ekskatologi (Ma’ad), serta Kenabiaan. Islamisasi sains dengan pelabelan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits yang dipandang sesuai dengan penemuan sains mestilah dihindari, karena kebenaran-kebenaran al-Qur’an bersifat abadi dan universal, sementara kebenaran-kebenaran sains modern selain bersifat temporer dan hanya benar dalam lingkup ruang dan waktu tertentu, sains ini juga bersifat materealistik atau positivistik. Pendekatan demikian akan mengalami jalan buntu dengan berubahnya teori-teori sebelumnya dengan ditemukannya teori-teori baru. Dengan demikian ayat-ayat yang tadinya dipandang relevan dengan teori-teori sebelumnya, alau menjadi dipertanyakan relevansinya. Begitupula islamisasi sains tidak dengan upaya mendengungkan ayat-ayat al-Qur’an tentang kewajiban berilmu pengetahuan ke telinga generasi muslim. Hal ini karena upaya tersebut berkaitan dengan sumberdaya manusia (SDM) muslim yang mayoritas telah atau akan berkembangg tidak sesuai dengan sains islam. Namun pendekatan yang mesti dilakukan adalah dengan membuat klasifikasi ilmu pengetahuan dengan menetapkan status dan basis ontologinya, sebab ia merupakan basis bagi sebuah epistimologi. Perbedaan dalam menetapkan status ontologis meniscayakan perbedaan pada status epistimologi berikut metodologinya. Perbedaan ini dapat terlihat pada epistimologi modern dengan epistimologi yang telah dicanangkan oleh para filosof muslim yang telah ditinggalkan oleh mayoritas kaum muslim itu sendiri. Epistimologi barat berbasis pada status ontologi materealistik dan menolak adanya realitas (ontologi) metafisis. Epistimologi ini hanya memusatkan perhatiannya pada objek fisik. Adapun sains islam bukan hanya berbasis kepada status ontologis alam materi (objek-objek fisika) tetapi lebih dari itu ia tetapkan pula bahwa selain status ontologi alam materi terdapat pula objek ontologi alam mitsal (objek-objek matematika) dan objek ontologi alam akal (objek-objek metafisika). Berdasarkan klasifikasi sains seperti ini, sains Islam menawarkan beberapa metodologi ilmiahnya sesuai dengan status ontologinya, yaitu; intuisi dan penyatuan jiwa (metode kaum irfan), untuk mengetahui objek-objek nonmateri murni atau objek-objek metafisika dengan cara langsung, deduksi rasional untuk mengetahui objek metafisika secara tidak langsung maupun objek-objek matematika dan Induksi (Observasi dan eksperimen) untuk mengetahui objek-objek fisika. Sains metafisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya bersifat nonmateri murni yang tidak dipengaruhi oleh materi dan gerak. Seperti Teologi, Kosmologi, Ekskatologi. Sains matematika mengkaji objek-objek atau wujud yang meskipun bersifat nonmaterial namun berhubungan dengan materi dan gerak. Seperti aretimetika, geometri, optika, astronomi, astrologi, musik, ilmu tentang gaya, keteknikan dan lain sebagainya. Sains fisika mengkaji objek-objek atau wujud yang secara niscaya terkait dengan materi dan gerak. Seperti unsur-unsur (atom-atom), mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia (secara fisik). Dalam klasifikasi sains islam karena status objek-objek metafisika merupakan realitas ontologis yang berada dipuncak (yang paling tertinggi) yang menjadi sebab segala sesuatu dibawahnya, dimana objek-objek fisika merupakan objek realitas terbawah dan terendah dari hirarki objek ontologi, maka secara berturut-turut sains metafisika merupakan sains tertinggi dan sains fisika merupakan sains terendah setelah sains matematika.