Minggu, November 27, 2022

Kisah si miskin dan si munafik

Pada masa Rasulullah ﷺ, terdapat seorang sahabat bernama Abu Dujanah. Setiap usai menjalankan ibadah shalat berjama'ah shubuh bersama Baginda Nabi, Abu Dujanah selalu tidak sabar. Ia terburu-buru pulang tanpa menunggu pembaca'an do'a yang dipanjatkan Rasulullah selesai.


Ada satu kesempatan, Rasulullah ﷺ mencoba meminta klarifikasi pada pria tersebut. 


"Hai, apakah kamu ini tidak punya perminta'an yang perlu kamu sampaikan pada Allah sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdo'a. Kenapa kamu buru-buru pulang begitu? Ada apa?" Tanya Nabi. 


Abu Dujanah menjawab, ""Anu Rasulullah, kami punya satu alasan."


"Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!" Perintah Baginda Nabi. 


"Begini," kata Abu Dujanah memulai menguraikan jawabannya. "Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah kami."


"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Sa'at anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai shalat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di rumah, lalu kami haturkan kepada pemiliknya. 


Satu sa'at, kami agak terlambat pulang. Ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam."


Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana. Kami katakan, 'Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.' Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan. 


Wahai Baginda Nabi, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak’."


Pandangan mata Rasulullah ﷺ sontak berkaca-kaca, lalu butiran air mata mulianya berderai begitu deras.


Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah dalam kisah yang ia sampaikan di atas. Abu Dujanah pun kemudian menjelaskan, pohon kurma tersebut adalah milik seorang laki-laki munafik. 


Tanpa basa-basi, Baginda Nabi mengundang pemilik pohon kurma. Rasul lalu mengatakan, "Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada." Begitu tawar Rasulullah ﷺ.


Pria yang dikenal sebagai orang munafik ini lantas menjawab dengan tegas, "Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan."


Tiba-tiba Abu Bakar As-Shiddiq رضي الله عنه datang. Lantas berkata, "Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya)."


Si munafik berkata kegirangan, "Oke, ya sudah, aku jual."


Abu Bakar menyahut, "Bagus, aku beli." Setelah sepakat, Abu Bakar menyerahkan pohon kurma kepada Abu Dujanah seketika. 


Rasulullah ﷺ kemudian bersabda, "Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu."


Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik berlalu. Ia berjalan mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kisah yang baru saja terjadi. "Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun."


Malamnya, sa'at si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Dan seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Ia keheranan tiada tara. 


Dalam kisah ini, dapat kita ambil pelajaran, betapa hati-hatinya sahabat Rasulullah ﷺ tersebut dalam menjaga diri dan keuarganya dari makanan harta haram. Sesulit apa pun hidup, seberat apa pun hidup, seseorang tidak boleh memberikan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya dari barang haram. 


Kisah di atas disarikan dari kitab I'anatuth Thâlibîn (Beirut, Lebanon, cet I, 1997, juz 3, halaman 293)


والله اعلم



Kasarangan, 27 November 2022

Editor : Muhammad Edwan Ansari

Jumat, November 25, 2022

Tidak perlu kita menyamakan hidup kita ini dengan kehidupan orang lain , walau memang kita berpijak di bumi yang sama, tapi toh kita menjalani atas takdir yang berbeda. . Selama kita berjalan dalam tatanan syariat yang di benarkan, maka hendak lah menjalani dengan syukur dan sabar " ------🔙--------------------@-------- Melihat orang baisi mutur harat, kita kada punya, jangan mutur, sabiji ban nya haja kada kawa manukar, Tapi ada baisi kendaraan buruk. Naah itu ai dahulu di syukuri.. Malihat kawan baulah rumah sing ganalan. Langkap pakakas parabot nya kursi mangursi.. tivi wan kulkas segala macam..radio ada jua Kita kada baisi rumah , badiam di rumah sewaan. tujuh tahun sudah menyewa empat kali pindah mencari yang tamurah. Sabar, syukur ja, baik jua kawa bayar tiap bulan sewaannya.. . Malihat sapupu manukar hayam, kada seikungan pang..tapi sapupu. Kita makan iwak sapat karing tarus.. Syukuri ai.. Ada urang kada tapi makan ,paling sekali sehari cuma guguduh batilanjang lawan pisang bajarang di makan bisukanan kamarian. Syukur dan sabar.. Nasib kada sama ,,jangan pernah menyimpan dengki di hati ,dan senantiasa selalu kita berdoa . Semoga memberi kita akan kesehatan, keselamatan serta kebahagian di dunia dan di Akhirat nanti . Aamiiin (Edwan Ansari) #MarkazKhadimulUmmat

Tidak perlu kita menyamakan hidup kita ini dengan kehidupan orang lain , walau memang kita berpijak di bumi yang sama, tapi toh kita menjalani atas takdir yang berbeda.

.

Selama kita berjalan dalam tatanan syariat yang di benarkan, maka hendak lah menjalani dengan syukur dan sabar "


------🔙--------------------@--------


Melihat orang baisi mutur harat, kita kada punya, jangan mutur, sabiji ban nya haja kada kawa manukar,

Tapi ada baisi kendaraan buruk.

Naah itu ai dahulu di syukuri..


Malihat kawan baulah rumah sing ganalan. Langkap pakakas parabot nya kursi mangursi.. tivi wan kulkas segala macam..radio ada jua


Kita kada baisi rumah , badiam di rumah sewaan. tujuh tahun sudah menyewa empat kali pindah mencari yang tamurah. 


Sabar, syukur ja, baik jua kawa bayar tiap bulan sewaannya.. 

.

Malihat sapupu manukar hayam, kada seikungan pang..tapi sapupu.

Kita makan iwak sapat karing tarus..

Syukuri ai.. Ada urang 

kada tapi makan ,paling sekali sehari cuma guguduh  batilanjang lawan pisang bajarang di makan bisukanan kamarian.


Syukur dan sabar..


Nasib kada sama ,,jangan pernah menyimpan dengki di hati ,dan senantiasa selalu kita berdoa

.


Semoga memberi kita akan kesehatan, keselamatan serta kebahagian di dunia dan di Akhirat nanti 

.

Aamiiin


(Edwan Ansari)

#MarkazKhadimulUmmat

Senin, Oktober 31, 2022

Habib Ibrahim Al Habsyi , Nagara Hulu Sungai Selatan

Jaringan ulama Hadramaut memainkan peran penting penyebaran Islam di Indonesia. Dari Yaman, Habib Ibrahim Al Habsyi diutus gurunya untuk berdakwah ke Indonesia. Pertama ia singgah di Ampel, Surabaya. Lalu pindah ke Banjarmasin dan Martapura, hingga akhirnya wafat di Nagara, Hulu Sungai Selatan (HSS). Peninggalannya adalah Masjid Jami Ibrahim di tepian sungai Nagara


Senin(31/10/2022) pagi, saya beserta istri dan kedua putra kami berangkat berkendara sejauh puluhan  kilometer dan jika ditotal mungkin Ratusan Kilometer dari Kasarangan, Kecamatan Labuan Amas Utara  Kabupaten Hulu Sungai Tengah menuju Nagara, Kami menikmati perjalanan ini. Pemandangan tanah rawa di samping kanan dan kiri jalan sungguh luar biasa. Sampai batas garis horison, yang terlihat hanyalah rawa. Bunga teratai tumbuh subur. Sementara petani menerabas semak untuk membuat jalaur tikus yang bisa dilewati jukung.


jalur keberangkatan kami dari Kasarangan Pamangkih lewat jalur Alabio-Nagara- Muning- Kandangan-Pantai Hambawang


Salah satu tujuan kami hari ini adalah Mesjid Jami Ibrahim yang berada di Desa Sungai Mandala, Kecamatan Daha Utara. Dipisahkan sungai Nagara, di seberang masjid adalah Pasar Nagara, kawasan perdagangan


Bagi peziarah yang ingin ke Masjid Jami Ibrahim dan kebetulan belum pernah ke Nagara, mereka tidak bakal tersesat. Dari kejauhan kubah emas masjid ini sudah terlihat.


Konstruksi masjid ini beton dengan kubah-kubah besar ala Timur Tengah. Dindingnya warna krem dengan kubah dicat warna emas. Masjid ini sudah tiga kali dipugar dan kehilangan arsitektur aslinya. “Dulu serba ulin, bentuknya persis seperti Masjid Jami di Sungai Jingah demikian informasi yang ulun dapat


Sebelum ke mesjid, kami berziarah ke kubah makam Habib Ibrahim Al Habsyi. Berada di belakang masjid, sekitar 300 meter. Di luar kubah berdiri tegak tiang ulin yang dikerangkeng besi. Tiang ini potongan dari tiang soko guru (tiang utama) Masjid Jami Ibrahim. Pemotongan dan pemindahan tiang ini terjadi pada pemugaran terakhir masjid


dan sebagian potongan tiang utama di letakkan di depan kubah pada 17 Oktober tahun 2014


Hanya berjarak satu rumah dari makam tinggal Habib Umar Al Habsyi, cucu Habib Ibrahim. Sayang, ulun gagal menemui beliau, tetangga beliau mengatakan Habib Umar sedang berpergian.


Ulun (saya) lantas mencari tempat istirahat dan menunggu adzan Dzuhur tiba. Pengalaman membuktikan, ketika meliput masjid bersejarah, narasumber akan berkumpul dengan sendirinya saat adzan berkumandang. Singkat kata, usai shalat Dzuhur berjamaah, Ulun bisa berbincang bincang dengan  jamaah.


Tidak diketahui tanggal lahir Habib Ibrahim, pastinya ia lahir di Siwun, Hadramaut. Di usia muda ia sudah hafal Al Quran dan 12 ribu matan hadits. Oleh gurunya, Habib Ali Al Habsyi ia diutus berdakwah ke Nusantara. Habib Ali dikenal memiliki banyak murid dan senang mengutus mereka ke berbagai negara. Habib Ibrahim berlayar ditemani anaknya, Habib Muhammad yang kemudian dimakamkan di Keramat Manjang, Barabai.. (nanti akan ulun ceritakan di post berikutnya)


Di Nagara, Habib Ibrahim menikah dan berdakwah. Sekitar tahun 1950-an,


Di daerah Nagara, Kab. Hulu Sungai Selatan, Ada seorang habaib yang sangat alim, hafal Qur'an dan 12. 000 matan hadis. Beliau bernama Al Habib Ibrahim Al Habsyi.


Semula, beliau tinggal di Banjarmasin dan Martapura. Namun kemudian menetap di Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.


Selama di Nagara, Habib Ibrahim membangun sebuah Masjid Jami yang kemudian diberi nama Masjid Jami Ibrahim di Sungai Mandala, Nagara. Tidak saja menyumbang tenaga dan materi, beliau juga membimbing umat dengan menggelar majelis. Di antara kitab yang beliau ajarkan adalah di bidang tasawuf: Al-Adzkar karya Imam Nawawi, Syarah Ibnu Qasim, dan Mukhtashar Al Hadhramiyyah.


Dalam catatan sejarah, 

Beliau dilahirkan di Siwun, Hadramaut. Ketika ke Indonesia, beliau bersama anak beliau yang bernama Al Habib Muhammad Al Habsyi. Beliau meninggalkan seorang saudara di Hadramaut yang bernama Al Habib Musa bin Umar Al Habsyi.


salah satu cerita yang masyhur dikalangan jamaah adalah cerita Habib Ibrahmin dan Pena


Sebagaimana diceritakan Habib Ibrahim berniat pulang ke kampung halaman di Hadramaut, dan menghabiskan umur di sana. Namun setibanya di kampung halaman, beliau menyadari sebuah pena yang bukan milik beliau ikut terbawa ke Hadrmaut.


Karena itulah, Habib Ibrahim pun memutuskan kembali menempuh perjalanan jauh dari Hadramaut Yaman ke Nagara, Kalimantan Selatan, Indonesia, hanya untuk mengembalikan pena yang ternyata milik panitia masjid.


Tak lama dari kedatangan beliau, Habib sudah berfirasat, mengetahui kapan waktu kewafatannya. Sehingga beliau menunjuk orang-orang yang akan memandikan jenazah beliau bila sudah wafat.


Hal itu diucapkan beliau sebelum shalat Jumat 14 Safar 1354 H. Dan setelah shalat Jumat digelar, Habib Ibrahim benar-benar pun pulang ke Rahmatullah


Kasarangan, 

Senin, 31 Oktober 2022


Muhammad Edwan Ansari


**dikutip dari berbagai sumber





Sabtu, September 24, 2022

Mun di banding bahari jaman kakanakan, kadada alasan kada basyukur. Bahari makan haja hintalu basanga sabigi babagi sapadangsanakan, itu gen bahanu hintalunya dicampur nyiur sakira harakat. Sanunuh makan ba iwak kada bulih puluk/humpal, paribasa urang bahari bagi para'id sapadangsanakan, handak banyak makan iwak, jar kawitan kaina bacacing ujah parut, padahal dasar duit nukar iwak nang kada tapi ada. Handak balajar basampida, sampidanya ganal lawan panggarnya tinggi, jadi tapaksa mangujak bacaluk mudil kaya palintinu russi tikungan. Salawar sakulah sabubutingannya ba isi, tutu gin bakas ampun dangsanak, katuhukan duduk buritnya batambal handiplas. Sipatu sakulah bangangaan kaya buhaya handak makan. Sandal suwalau bacukbaju, baju bahanu labihan dangsanak nang dipakai, jadi bahanu liwir gulunya, ba ulanja kd tapi kawa, tapaksa bacari rambai, katapi, mundar, palipisan, asam buluh, gitaan, jambu, sangkuang, bahanu himbawang masam gen dimakan. Nang manyadihakan banar mun di ingat, bila kawan makan mie bakaring lalu haja mainta bakasnya nang masih ada uyahnya. Makanya wahini banyaki basyukur haja lagi. biar kada sugih kaya urang tapi alhamdulillah kawa haja anak babaju silawar kaya di urang.

 Mun di banding bahari jaman kakanakan,  kadada alasan kada basyukur. Bahari makan haja hintalu basanga sabigi babagi sapadangsanakan, itu gen bahanu hintalunya dicampur nyiur sakira harakat. Sanunuh makan ba iwak kada bulih puluk/humpal, paribasa urang bahari bagi para'id sapadangsanakan, handak banyak makan iwak, jar kawitan kaina bacacing ujah parut, padahal dasar duit nukar iwak nang kada tapi ada. 


Handak balajar basampida, sampidanya ganal lawan panggarnya tinggi, jadi tapaksa mangujak bacaluk mudil kaya palintinu russi tikungan.

Salawar sakulah sabubutingannya ba isi, tutu gin bakas ampun dangsanak, katuhukan duduk buritnya batambal handiplas. Sipatu sakulah bangangaan kaya buhaya handak makan. 


Sandal suwalau bacukbaju, baju bahanu labihan dangsanak nang dipakai, jadi bahanu liwir gulunya, ba ulanja kd tapi kawa, tapaksa  bacari rambai, katapi, mundar, palipisan, asam buluh, gitaan, jambu, sangkuang, bahanu himbawang masam gen dimakan. 



Nang manyadihakan banar mun di ingat, bila kawan makan mie bakaring lalu haja  mainta bakasnya nang masih ada uyahnya.


Makanya wahini banyaki basyukur haja lagi. biar kada sugih kaya urang tapi alhamdulillah kawa haja anak babaju silawar kaya di urang.

Selasa, September 20, 2022

R. SOSRODIHARAJO

 R. SOSRODIHARAJO


Lahir (15 Juni 1873 – 18 Mei 1945) adalah seorang guru di Surabaya dan ayah dari presiden pertama Indonesia Soekarno.


Ia diangkat sebagai guru pada bulan Agustus 1898 di Surabaya. Tanggal ini berdasarkan tulisan ia yang bersumber dari buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, karya Cindy Adam. Soekemi sebagai guru pemerintah Kolonial Belanda tinggal di kampung Pandean, dan sungai Kali Mas masih berfungsi sebagai jalur transportasi.


Pada tanggal 28 Desember 1901, Soekemi menerima besluit untuk di pindah tugas ke kecamatan Ploso di Jombang sebagai Mantri Guru. Lingkungan Ploso pada masa itu masih sangat desa sekali. Selanjutnya pada tanggal 23 November 1907, ia menerima besluit dari Kementrian Pendidikan Kolonial Belanda di Batavia untuk di pindah tugas ke Sidoarjo kota kecil pada waktu itu yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Surabaya.


Pada tanggal 22 Januari 1909, Soekemi menerima besluit lagi untuk di pindah tugas ke Mojokerto, selanjutnya di pindah tugas lagi ke Blitar sebagai guru di Normaalschool berdasarkan besluit tertanggal 2 Februari 1915 dari Batavia.




Pada saat ke Jakarta merupakan perjalanan yang terakhir dari Soekemi, pada saat itu ia diminta datang ke Jakarta oleh putranya Soekarno untuk melihat kelahiran Cucunya yang pertama Guntur, saat berjalan-jalan menghirup hangatnya udara Jakarta, Soekemi terjatuh dan sakit keras sampai meninggal pada tanggal 18 Mei 1945.


Sumber, Foto Istimewa wikipedia

Selasa, September 13, 2022

Rinjing Wasi Balah, Wajan Asli untuk Membuat Apam Badangkak

 Rinjing Wasi Balah, Wajan Asli untuk Membuat Apam Badangkak. 





Di daerah hulu sungai sudah terkenal jenis kuliner makanan ringan yang bernama apam badangkak. Jenis apam ini biasanya ada yang menyebut apam serabi ada juga yang menyebut apam batil. 


Apam batil ini dimakan dengan kuah gula merah. Cara memasaknya cukup mudah, adonan yang sudah siap tinggal dituangkan ke permukaan wajan yang panas. Adonan yang sudah dituang lalu ditutup. Kemudian ditunggu beberapa saat sampai keluar pori-pori dari adonan. Setelah dirasa sudah cukup kering, maka apam yang masak sudah bisa diangkat. 


Yang unik dari pembuatan apam ini adalah jenis wajan yang digunakan. Apam yang asli dari hulu sungai memakai bekas wajan besar yang dibelah-belah. Karena itu dinamakan 'Rinjing wasi balah' atau wajan besi belah. 


Bentuk wajannya menyerupai segitiga tetapi ada lengkungan karena sebelumnya berupa wajan kawah besar yang terbuat dari besi. Untuk sumber apinya lebih baik menggunakan kayu bakar dengan tungku 'dapuran' atau tungku yang terbuat dari tanah. Inilah keunikan dari alat memasak apam khas Banjar. 


Meskipun sekarang banyak wajan modern dan kompor gas yang sama fungsinya, tetap tidak bisa menyaingi keunikan memasak apam badangkak memakai rinjing wasi balah. 


Sumber photo: (fb Hatmiati Masy'ud)

Minggu, Agustus 14, 2022

 Ditulis ulang oleh : 

Editor :

Muhammad Edwan Ansari, S.Pd.I

COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari 


BIOGRAFI PENGARANG KITAB JURUMIYAH ( IBNU AJURRUM )

 BIOGRAFI PENGARANG KITAB JURUMIYAH ( IBNU AJURRUM ) 


Nama lengkap Syeikh Ibnu Ajurrûm adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Shinhâji, dengan mengkasrahkan huruf Shod, bukan dengan memfathahkannya seperti yang sering disebutkan oleh sebagian kalangan.


Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hamîdi, kalimat Al-Shinhâji ini dinisbatkan kepada salah satu kabilah yang berada di Negeri Maroko yaitu kabilah Shinhâjah. Nama ini kemudian dikenal sebagai Ibnu Ajurrûm.


Kata Ajurrûm menurut Ibnu ‘Imad Al-Hanbaly dalam kitab Syudzurut Al-Dzahab formulasinya dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro.


Syeikh Shalih Al-Asmary telah menyebutkan dalam kitabnya “Idhôh Al- Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”, bahwa kata Ajurrûm ini setidaknya memiliki lima aksen yang berbeda dalam memformulasikan kelima huruf Hijaiyah ini.


Pertama, riwayat Ibnu ‘Anqô’ yang dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam Bughyat Al-Wu’ât yaitu dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro, dibaca Ajurrûm.


Kedua, aksen yang diriwayatkan dari Al-Jamal Al-Muthoyyib yaitu dengan memfathahkan huruf Jim, jadi dibaca Ajarrûm.


Ketiga, pendapat yang dinukil oleh Ibnu Ajurrûm sendiri yang ditulis oleh Ibnu Al-Hajjaj dalam kitab “Al-Aqdu Al-Jauhary” dengan formulasi huruf Hamzah tanpa dipanjangkan yang difathahkan, huruf Jim yang disukunkan dan huruf Ro tanpasyiddah jadi dibaca Ajrûm.


Keempat, Aksen yang ditulis oleh Ibnu Maktum dalam Tadzkirohnya yaitu Akrûm, bukan dengan huruf Jim melainkan dengan huruf Kaf.


Kelima, yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ bahwa banyak orang membacanya dengan menghapus huruf Hamzahnya sehingga dibaca Jurrûm.


Kata Ajurrûm ini, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ dan dikuatkan oleh Imam Shuyuthi dan Ibnu Al-Hâj, berasal dari bahasa Barbarian -sebuah bangsa yang mayoritas kabilahnya menempati pegunungan di wilayah Afrika bagian selatan- yang berarti Al-Faqîr Al-Shûfy.


Ibnu Ajurrûm dilahirkan di kota Fasa -sebuah kota besar di Negara Maroko– pada tahun 672 H dan wafat di kota itu pada hari Senin ba’da Dzuhur, 20 Shafar 723 H.


Beliau menimba ilmu di Fasa, hingga pada suatu hari beliau bermaksud untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika melewati Mesir, beliau singgah di Kairo dan menuntut ilmu kepada seorang ulama nahwu termasyhur asal Andalusia, yaitu Abû Hayyân -pengarang kitab Al-Bahru Al-Muhith- sampai mendapat restu untuk mengajar dan dinobatkan sebagai salahsatu imam dalam ilmu gramatikal bahasa arab atau ilmu nahwu.


Selain terkenal sebagai ulama nahwu, beliau juga terkenal sebagai ahli fikih, sastrawan dan ahli matematika, di samping itu beliau menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid. Karya yang dipersembahkannya berupa kitab-kitab yang ia karang dalam bentuk arjuzah, bait-bait nadzam dalam ilmu qiro’at dan lain sebagainya. Dua diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Farâ’id Al-Ma’âni fî Syarhi Hirzi Al-Amâni dan kitab “Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”.


Identitas Kitab


Dalam penamaannya kitab ini dikenal dengan nama yang dinisbatkan kepada pengarangnya, sehingga kitab ini dikenal dengan nama Al-Ajurrûmiyyah atau Al-Jurmiyyah. Sebagaimana tatacara penisbatan dalam gramatikal bahasa arab bahwa murokkab idhofi (kata kompleks) yang disandarkan seperti kata Ibnu Ajurrûm pada bab nisbat biasanya dihapus awal katanya dan dinisbatkan pada kata kedua. (lihat Alfiah Ibnu Malik, Bab Nasab bait 870-871).


Kitab ini dikenal juga dengan nama Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah atau Muqaddimah Ibnu Ajurrûm. Dinamakan Muqaddimah karena bentuk karangannya adalah muqaddimah atau dalam bahasa indonesianya bentuk karangan prosa bukan berupa bait-bait nadzam.


Selain tidak memberi nama khusus pada kitabnya, Ibnu Ajurrûm juga tidak menyebutkan kapan kitab ini dikarang sehingga para penulis biography tidak mengetahui secara pasti kapan kitab ini disusun. Hanya saja Ibnu Maktum yang sejaman dengan Ibnu Ajurrûm dalam Tadzkirahnya menyebutkan bahwa kitab itu dikarang sekita tahun 719 H.


Adapun tempat penulisan kitab ini, Al-Râ’i, Ibnu Al-Hâj dan Al-Hamîdy meriwayatkan bahwa Ibnu Ajurrûm mengarang kitab ini sepanjang perjalanan beliau menuju Makkah. Imam Suyuthy dalam Bughyat Al-Wu’ât menyebutkan bahwa Ibnu Ajurrûm berkiblat pada ulama Kufah dalam karangan nahwunya. Hal ini dibuktikan dalam pembahasan asma’ al-khamsah yang merupakan pendapat ulama Kufah, sedang ulama Bashrah menambahkannya menjadi asma’ al-sittah. Hal lain yang mengindikasikan ke-Kufah-annya adalah dengan memasukan “kaifama” dalam jawazim, adalah hal yang ditentang oleh ulama Bashrah.


Kitab ini mendapat apresiasi yang sangat besar baik dari kalangan para ulama maupun para murid. Bentuk apresiasi ini terlihat dari munculnya para ulama yang menciptakan bait-bait nadzam, syarah dan komentar dari kitab ini. Pengarang kitab “Kasyfu Al-Dzunûn” menyebutkan bahwa diperkirakan lebih dari sepuluh kitab yang menjadi nadzam, syarah, dan komentar dari kitab ini.


Diantara yang menciptakan bait-bait nadzam dari kitab ini adalah Abdul Salam Al-Nabrâwy, Ibrahim Al-Riyâhy, ‘Alâ Al-Dîn Al-Alûsy dan yang paling terkenal adalah kitab “Matnu Al-Durrah Al-Bahiyyah” karangan Syarafuddin Yahya Al-‘Imrîthy.


Adapun yang menjadi syarah kitab ini diantaranya adalah;


1.Kitab “Al-Mustaqil bi Al-Mafhumiyyah fi Syarhi Alfadzi Al-Ajurrûmiyyah” yang dikarang oleh Abi Abdillah Muhammad bin Muhammad Al-Maliky yang dikenal sebagai Al-Ra’î Al-Andalusy Al-Nahwy Al-Maghriby.


2.Kitab “Al-Durrah Al-Nahwiyyah fî Syarhi Al-Ajurrûmiyyah” karangan Muhammad bin Muhammad Abi Ya’lâ Al-Husainy Al-Nahwy.


3.Kitab “Al-Jawâhir Al-Mudhiyyah fî halli Alfâdz Al-Ajurrûmiyyah” karangan Ahmad bin Muhammad bin Abdul Salam.


Al-Hamidy dalam hasyiahnya menceritakan bahwa Ibnu Ajurrûm setelah selesai mengarang kitab ini, beliau melemparkan kitabnya ke laut dan berkata: “Jika kitab ini murni karena mengharap ridha Allah maka ia tidak akan basah”, dan kitab itu tetap kering.Semoga bwermanfaat…..


ditulis Ulang: Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I


editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I



COPYRIGHT ©Catatan Edwan Ansari, Kalimantan Selatan

Sabtu, Agustus 13, 2022

Datu Labah bernama asli Haji Gusti Saaluddin bin Gusti Maleh diperkirakan lahir sekitar tahun 1821.

 Makam wali Allah yang satu ini mulai dikenal masyarakat umum. Makam Datu Labah, tidak jauh tempatnya dengan keluarga dan pusara salah satu gurunya yaitu Syekh Ahmad bin H. Muhammad As’ad di Balimau.


Datu Labah bernama asli Haji Gusti Saaluddin bin Gusti Maleh diperkirakan lahir sekitar tahun 1821. Ayahnya seorang Pangeran di Kesultanan Kotawaringin yang bergelar Pangeran Adipati Antakesuma 2.


Haji Gusti Saaluddin yang bergelar Datu Labah atau Datu Sulabah atau Datu Labai sejak kecil berada dalam lingkungan keluarga berkecukupan dan taat beragama. Ayahnya seorang Pangeran Adipati di Kesultanan Kotawaringin.


Masa mudanya dihabiskan menuntut ilmu agama di kota Martapura, kota yang kala itu terkenal sebagai gudangnya ulama-ulama terkemuka, para dzuriyyatnya Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang merupakan benteng aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah pada masa itu dan sampai sekarang.


Haji Gusti Saaluddin adalah keturunan bangsawan banjar yang dikenal berjiwa ksatria dan sangat mencintai rakyatnya. Saat diangkat menjadi penghulu, Haji Gusti Saaluddin bertekad menunaikan tugas dan kewajibannya itu dengan sebaik-baiknya yang didasari kecintaan dan baktinya kepada tanah leluhur datu-datunya.





Sumber:https://suarindonesia.com/makam-datu-labah-di-balimau-1/amp/

Source:  @nurkhaadijah #Kalseltoday



ditulis Ulang: Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I


editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I



COPYRIGHT ©Catatan Edwan Ansari, Kalimantan Selatan

Kamis, Agustus 11, 2022

MENGENAL LEBIH DEKAT KITAB FATHUL MUIN

 MENGENAL LEBIH DEKAT KITAB FATHUL MUIN


Kitab “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah kitab “Qurrotu Al-‘Ain” atau yang memiliki nama lengkap “ Qurrotu Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din”. Karena itulah pengarang memberi nama lengkap untuk “Fathu Al-Mu’in” dengan sebutan “Fathu Al-Mu’in Bisyarhi Qurroti Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din” (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين). Kitab ini rampung ditulis pada tahun 982 H.


Pengarang kedua kitab tsb bernama Zainuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Aziz Al-Malibari yang bisa disingkat Zainuddin Al-Malibari. Malabar adalah sebuah daerah di India dimana beliau lahir. Lokasi lebih adalah kota Chombal di dekat kota Mahe daerah Kannur, di wilayah utara Kerala atau yang dikenal dengan sebutan Malabar tadi. Beliau lahir ditahun 938 H. 


Guru Al-Malibari banyak, di antaranya yang terpenting adalah sang muhahrir besar fase kedua yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H). Jika Al-Malibari menyebut “syaikhuna” (شيخنا) dalam kitab “Fathu Al-Mu’in”, maka yang dimaksud adalah Ibnu Hajar Al-Haitami ini. Gurunya yang lain adalah Ibnu Ziyad (975 H). Dalam kitab “Fathu Al-Mu’in” biasanya Al-Malibari menyebutnya ‘Syaikhuna Ibnu Ziyad” (شيخنا ابن زياد). Selain itu beliau juga berguru pada Az-Zamzami (w. 976 H), Ash-Shiddiqi (w. 994 H) dan sejumlah ulama yang lain.


Jika dilihat dari sejarahnya, kitab “Fathu Al-Mu’in” ini ditulis setelah masa penulisan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Artinya, kitab ini bisa dipahami sebagai cerminan ringkasan fase kematangan mazhab Asy-Syafi’i. Bisa dikatakan juga “Fathu Al-Mu’in” menghimpun dua kecenderungan dua syaikh besar sebelumnya yaitu kecenderungan Ibnu Hajar Al-Haitami dan kecenderungan Syamsuddin Ar-Romli.


Karena ketinggian nilai kitab ini, menjadi wajar jika pengaruh dan daya sebarnya sangat luas. Di Malabar; India, negeri asal pengarang, kitab ini diajarkan. Bukan hanya di India saja di ajarkan, tetapi juga diajarkan di Mesir, Mekah, Madinah, Suriah, Damaskus, Somalia, Srilangka, Kurdistan, Yaman, Hadhromaut, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.


kitab “Fathu Al-Mu’in’ adalah kitab yang berkualitas, tidak heran banyak ulama memberikan perhatian terhadapnya dengan membutkan manzhumah, mukhtashor, hasyiyah, syarah, taqrir, dan ta’liqot untuknya.


Di antara yang menazhomkannya adalah Al-Fadhfari dalam karya berjudul “An-Nazhmu Al-Wafiyy”. Adapula yang membuatkan mukhtashornya seperti yang dilakukan Abdurrahman Bawa dalam karya berjudul “Khulashotu Fath Al-Mu’in” atau “Khulashotu Al-Fiqhi Al-Islami”. Ada juga yang membuatkan hasyiyah untuknya, dan ini adalah bagian terbesarnya. Di antara hasyiyah untuk “Fathu Al-Mu’in” adalah “Hasyiyah Bashobrin” karya Ali Bashobrin (w. 1304 H), “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof (w. 1335 H). Di antara sekian banyak hasyiyah, syarah, taqrir dan ta’liq ini, yang paling terkenal dan telah dicetak ada tiga yaitu, “Hasyiyah Bashobrin” karya Bashobrin, “I’anatu Ath-Tholibin” karya As-Sayyid Al-Bakri dan “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof. Dll


Adapun tahun wafat Al-Malibari, ada sejumlah perbedaan pendapat. Abdul Mun’im An-Namir dalam kitabnya, “Tarikh Al-Islam Fi Al-Hind” menyebut wafatnya tahun 991 H. Jurji Zaidan. Pendapat yang lebih kuat terkait waktu wafat Al-Malibari adalah tahun 1028 H sebagaimana ditegaskan sejarawan Malabar; Muhammad Ali dalam kitabnya, “Tuhfatu Al-Akhyar Fi Tarikhi ulama- Malibar” yang didasarkan bukti tulisan makam dan catatan lain


ditulis Ulang: Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I


editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I



COPYRIGHT ©Catatan Edwan Ansari, Kalimantan Selatan

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji,

 Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M).

 

Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut: “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji.

 

Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar. Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.” Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M). Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar.

 

 

 Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj. Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far. Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya. Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah. Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri. Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.

 

Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau. Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha.



Kamis, Agustus 04, 2022

Syeikh Ibrahim al-Bajuri

 Syeikh Ibrahim al-Bajuri

Syeikh Ibrahim al-BajuriNama al-Bajuri merupakan nama yang tak asing lagi di kalangan para pelajar Mazhab Syafii. Hal ini karena salah satu kitab fiqih yang menjadi kurikulum menengah adalah Hasyiah al-Bajuri syarah dari Matan Ghayah wa Taqrib. Di Dayah Salafiyah di Aceh khususnya, kitab ini biasanya di pelajari di pada kelas 2. Bagaimana lengkapnya profil Syeikh Ibrahim al-Bajuri ini. Untuk lebih lengkapnya simak di bawah ini.


Nama beliau adalah Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri bin Syeikh Muhammad al-Jizawi bin Ahmad. Beliau di lahirkan di desa Bajur dari propinsi al-Munufiya Mesir tepat pada tahun 1198 H/1783 M. Sejak kecil beliau telah hidup dalam kalangan orang shaleh karena orang tua beliau juga merupakan seorang ulama yang alim dan shaleh. 


Tahun 1212 H beliau berangkat ke al-Azhar untuk mengambil ilmu dari para syeikh-syeikh di Universitas tertua tersebut. Pada tahun 1213 H/1798 M Perancis telah menduduki Mesir sehingga membuat beliau keluar dari al-Azhar dan tinggal di Jizah selama beberapa tahun, dan akhirnya kembali lagi ke al-Azhar pada tahun 1216 H ( 1801 M ) setelah Perancis keluar dari Mesir.


Diantara guru-guru beliau di al-Azhar adalah :

al-Allamah Syeikh Muhammad al-Amir al-Kabir al-Maliki, beliau seorang ulama terkenal di mesir, seluruh ulama mesir ketika itu mengambil ijazah dan sanad kepada beliau, dari beliau, Syeikh al-Bajuri mendapat ijazah seluruh yang ada dalam kitab tsabat beliau.

al-Allamah Abdullah asy-Syarqawi, beliau merupakan ulama yang alim dan terkenal di Mesir dan di dunia islam, karangannya yang banyak membuat nama beliau meroket di seantero dunia, terlebih lagi beliau mendapat jabatan memimpin al-Azhar dan menjadi Syeikhul Azhar (kedudukan yang tertinggi di al-Azhar ). Di antara karangan beliau yang terkenal dan di pakai di Pesantren adalah Hasyiah Syarqawi `ala Tahrir, Hasyiah Syarqawi `ala Hudhudi dan Hasyiah `ala Hikam.

Syeikh Daud al-Qal`i, beliau merupakan ulama yang bijak dan arif.

Syeikh Muhammad al-Fadhali, beliau seorang ulama al-Azhar yang alim dan sangat mempengaruhi jiwa Syeiikh Ibrahim al-Bajuri.

Syeikh al-Hasan al-Quwisni, beliau adalah seorang ulama yang hebat sehingga di beri tugas untuk menduduki kursi kepemimpinan al-Azhar dan dilantik menjadi Syeikhul azhar pada masanya.Beliau memiliki semangat yang besar dalam belajar dan mengajar. Beliau menghabiskan waktu dari pagi hari hingga waktu isya malam hanya bersama pelajar mengajar mereka dan menulis kitab. Setelah itupun beliau masih menyempatkan untuk membaca al-quran dengan suara beliau yang merdu sehingga banyak orang yang datang untuk mendengarkannya.

Karangan Imam Ibrahim Al-Bajuri

Dalam masa yang begitu muda beliau telah mampu menghasilkan beberapa buah karya yang begitu bernilai, hal ini tentu saja disebabkan kepintaran dan keberkatan ilmu beliau, diantara kitab - kitab yang beliau karang adalah :

asyiyah Ala Risalah Syeikh al-Fadhali, merupakan ulasan dan penjelasan makna " La Ilaha Illa Allah ", kitab ini merupakan kitab yang pertama sekali beliau karang, ketika itu umur beliau sekitar dua puluh empat tahun.

Hasyiyah Tahqiqi al-Maqam `Ala Risalati Kifayati al-`Awam Fima Yajibu Fi Ilmi al-Kalam, kitab ini selesai pada tahun 1223 H.

Fathu al-Qaril al-Majid Syarh Bidayatu al-Murid, selesai di karang pada tahun 1224 H.

Hasyiyah Ala Maulid Musthafa Libni Hajar, selesai pada tahun 1225 H.

Hasyiyah `Ala Mukhtasor as-Sanusi (ummul Barahain) , selesai pada taun 1225 H.

Hasyiyah `Ala Matni as-Sanusiyah fil mantiq, selesai pada tahun1227 H.

Hasyiah `ala Matn Sulama fil mantiq

Hasyiah `ala Syarh Sa`ad lil aqaid an-Nasafiyah

Tuhfatu al-Murid `Ala Syarhi Jauharatu at-Tauhid Li al-Laqqani, selesai pada tahun 1234 H.

 Tuhfatu al-Khairiyah `Ala al-Fawaidu asy-Syansyuriyah Syarah al-Manzhumati ar-Rahabiyyah Fi al-Mawarits, selesai pada tahun 1236 H.

ad-Duraru al-Hisan `Ala Fathi ar-Rahman Fima Yahshilu Bihi al-Islam Wa al-Iman, selesai pada tahun 1238 H.

Hasyiyah `Ala Syarhi Ibni al-Qasim al-Ghazzi `Ala Matni asy-Syuja`i, selesai di tulis pada tahun 1258 hijriyah, kitab ini merupakan kitab yang di pelajari di al-Azhar Syarif dan seluruh pesantren di Nusantara sampai sekarang. Kitab ini beliau tulis di Makkah tepat di hadapan Ka`bah dan sebagiannya di Madinah tepat di samping mimbar Rasulullah dalam masjid Nabawi.

Fathul Qarib Majid `ala Syarh Bidayah Murid fi ilmi Tauhid, selesai beliau karang tahun 1222 H

Manh al-Fattah `ala Dhau’ al-Mishabah fin Nikah

Hasyiah `ala Manhaj, tidak sempat beliau sempurnakan

Hasyiah `ala Mawahib Laduniyah `ala Syamail Muhammadiyah Imam Turmuzi

Tuhfatul Basyar, ta`liqat `ala Maulid Ibnu Hajar al-Haitami

Ta`liqat `ala tafsir al-Kisyaf

Hasyiah `ala Qashidah Burdah

Hasyiah `ala Qashidah Banat Sa`ad bagi Ka`ab bin Zuhair

Hasyiah `ala Matn Samarqandiyah fi ilmi Bayan

Fathul Khabir Lathif fi ilmi Tashrif

Durar Hisan `ala fath Rahman fima Yahshulu bihi Islam wal Iman

Hasyiah `ala maulid ad-dardir

Risalah fi ilmi Tauhid yang kemudian di syarah oleh ulama Nusantara, Syeikh nawawi al-bantani dengan nama kitab beliau Tijan ad-dadari.

Hasyiah `ala Qashidah Burdah lil Bushiry

dll


Menjadi Grand Syeikh Al-Azhar

Setelah Imam al-Bajuri mendapatkan ilmu yang banyak dari para gurunya pada akhirnya beliau diangkat menjadi seorang tenaga pendidik di al-Azhar asy-Syarif, dengan tekun dan keikhlasan beliau memulai kehidupannya dengan mengajar dan belajar, hingga pada akhirnya beliau mendapat posisi yang tinggi di al-Azhar, pada tahun 1263 H/1847 M beliau diangkat menjadi Syeikhul al-Azhar ke Sembilan belas menggantikan Syaikh Ahmad al-Shafti yang telah meninggal. Pada saat itu pemimpin Mesir Abbas I beberapa kali mengikuti pengajian beliau di al-Azhar dan mencium tangan beliau.


Di zaman pemerintahan Said Pasha, Syaikh Ibrahim al-Bajuri jatuh sakit. Beliau kerepotan mengurus al-Azhar. Kemudian beliau mewakilkan urusan administrasi al-Azhar kepada empat orang, yaitu Syaikh Ahmad al-adawi, Syaikh Ismail al-halabi, Syaikh Khalifah al-Fasyni dan Syaikh Musthafa al-Shawi. Empat orang syaikh tersebut kemudian mengangkat seorang ketua yaitu Syaikh Musthafa al-Arusi. Al-Azhar tidak mengangkat Syeikh Al-azhar lain sehingga beliau wafat.


Setelah menebarkan ilmunya kepada generasi selanjutnya, akhirnya Imam Ibrahim al-Bajuri menghembuskan nafas terakhirnya meninggalkan dunia yang fana menghadap Allah s.w.t. dengan tenang dan ridha. beliau meninggal duani pada hari kamis tanggal 28 dzulqa`idah tahun 1276 H bertepatan pada 19 juli 1860 M, beribu pelayat hadir untuk menyalatkan Imam besar Ibrahim al-Bajuri, beliau di shalatkan di Masjid al-Azhar asy-Syarif dan di kuburkan di kawasan Qurafah al-Kubra masyhur dengan sebutan al-Mujawarin.


Pemegang teguh Aqidah Asya`irah

Pada masa hidupnya Syeikh Bajuri mazhab `Asy`ari berkembang begitu pesat, tidak berbeda dengan masa masa pemerintahan Mamalik yang menebarkan manhaj `Asy`ariyyah, begitu juga pada masa al-Ayyubiyyah dari masa pemerintahan Salahuddin al-Ayyubi sampai hilangnya al-Ayyubiyyah dan bertukar menjadi pemerintahan Mamalik.

Mazhab `Asya`irah merupakan mazhab ahlussunnah yang berkembang dari negeri barat didaerah Maroko sampai negeri Indonesia, pada masa Ibrahim al-Bajuri sudah mulai terdengar dan hidup mazhab yang berbeda dari mazhab ahlussunnah Wal Jama`ah, yaitu mazhab Wahabi di bahagian timur negeri Hijaz, ketika itu mereka belum dapat menguasai semenanjung Arab, aqidah mereka sangat bertentangan dengan mazhab Ahlusunnah Wal Jama`ah ang di bawa oleh ulama-ulama terdahulu, mereka berpendapat ulama-ulama Ahlussunnah yang bermanhaj `Asya`irah adalah sesat lagi menyesatkan dan mesti dibasmi habis, tetapi wazhab wahabi ketika itu belum bisa berkembang di sebabkan adanya kekhalifahan Utsmaniyah yang menjaga mazhab ahlussunnah Wal Jama`ah al-`Asya`irah.


Diantara hasil tulisan Imam al-Bajuri yang membicarakan tentang tauhid didalam minhaj al-`Asy`ariyah adalah:

Hasyiyah Kifayatu al-`Awam yang di beri nama Tahqiqul al-Maqam, kitab Kifayatu al-`Awam merupakan karangan guru Imam al-Bajuri yaitu Syeikh Muhammad al-Fadhali, kitab ini di pelajari oleh pelajar-pelajar al-Azhar dan di pondok-pondok pesantren dan dayah-dayah di Nusantara. Kitab ini menjelaskan sifat dua puluh yang wajib bagi Allah, dua puluh sifat yang mustahil bagi Allah, dan satu sifat yang boleh bagi Allah, kemudian di terangkan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan boleh bagi para Rasul-Rasul Allah, kitab ini sangat bagus sekali di pelajari bagi pelajar ilmu tauhid tingkat pemula.

al-Fathu al-Qarib Majid Syarah Bidayat al-Murid, kitab ini adalah karangan al-Imam as-Siba`i, didalamnya memuat tauhid aqidah al-`Asya`irah, Imam Ibrahim mencoba mensyarah dan menjelaskan isi kitab ini agar mudah di fahami oleh para pelajar.

Hasyiyah `Ala Matni as-Sanusiyah, kitab Matan as-Sanusiyah di karang oleh Imam Sanusi, seorang ulama mazhab Maliki yang teguh berpegang kepada mazhab Asy`ari dalam aqidah. Beliau mengarang tiga kita tauhid yang terkenal : shughra yang di kenal dengan nama ummul Barahain, wushta (kemudian beliau syarah sendiri) dan kubra. Matan Sanusi yang di syarah oleh Imam Ibrahim al-Bajuri adalah Shughra yang juga banyak di syarah oleh ulama lain, seperti al-Hudhudi (kemudian di beri hasyiah oleh Syeikh Abdullah Syarqawi dan menjadi kitab pelajaran aqidah di Dayah di Aceh setelah mengkhatamkan kitab Syeikh al-Bajuri, Hasyiah Kifayatul Awam). Kitab Matn as-Sanusi ini menjadi bahan pelajaran kelas pemula di berbagai lembaga pendidikan Ahlussunnah Wal Jama`ah, baik di negeri arab maupun di Indonesia, Malaysia dan Tailand.

Tuhfatu al-Murid `Ala Syarah Jauharatu at-Tauhid, kitab ini merupakan Syarah dari matan manzhumah Jauharatu at-Tauhid yang sangat terkenal di kalangan para penuntut ilmu agama, hasil karya Syeikh Ibrahim al-Laqqani, beliau merupakan seorang ahli didalam ilmu hadis dan tauhid, kitab ini memuat sebanyak 144 bait sya`ir, banyak dikalangan ulama yang telah mensyarahkan kitab ini diantaranya Imam al-Bajuri.


Imam al-Bajuri mencoba menumpukan segala kemampuannya dan keahliannya untuk mensyarahkan kitab ini, dengan cara mengulas dan memutuskan mana yang tepat dan rajih dikalangan ulama Ahlussunnah, beliau juga mengisinya dengan dalil naqal dan akal, kemudian beliau juga menyebutkan perbedaan pendapat diantara `Asya`irah dan Maturidiyyah didalam sebahagian permasalahan.


Dari keempat kitab Imam Ibrahim al-Bajuri didalam ilmu tauhid dapat kita simpulkan bahwa beliau seorang ulama `Asya`irah yang kuat dan memiliki peranan dalam mengembangkan mazhab `Asyairah, keahlian beliau bukan saja didalam tauhid bahkan didalam segala disiplin ilmu agama seperti Fiqih, Tafsir, Hadis, Bayan, Mantiq, Fara`idh dan lain-lainnya.


Disebutkan dalam manaqibnya, Syeikh Ibrahim Al-Bajuri adalah seorang ulama yang amat mencintai dzurriyah Rasul SAW. Ia rajin mengunjungi dan berziarah kepada para ahli bait, baik yang masih hidup mau­pun yang sudah wafat. Salah satu bukti kecintaannya itu bisa kita lihat pada ba­gian akhir dari salah satu karyanya, Ha­syiyah ‘Ala Syarh Ibn Qasim. Al-Bajuri menampakkan kecintaannya dan semangatnya bertabarruk dengan ahlul bayt Nabi SAW dan ulama salaf shalih, khususnya Sayyid Ahmad Al-Badawi. 

Dalam kitab karyanya tersebut, secara khusus ia menyarankan kepada siapa pun yang mengkhatamkan kitab tersebut itu untuk membacakan hadiah Fatihah bagi Sayyid Ahmad Al-Badawi karena beliau mengkhatamkan penulisan kitab tersebut tepatnya pada hari haul maulid Sayyidi Ahmad al-Badawi.



ditulis Ulang: Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I


editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I



COPYRIGHT ©Catatan Edwan Ansari, Kalimantan Selatan

Rabu, Juli 27, 2022

MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN

  MANAQIB GURU KAPUH KANDANGAN

Jelang haul pertama 30 juli 2022



Guru Kapuh merupakan sebutan populer dari Tuan Guru H. Ridwan binti Jauhariyah binti Tuan Guru H. Athaillah bin Tuan Guru H. Abdul Qadir bin Syekh Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti Syekh Muhammad As'ad binti Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan). Beliau lahir sekitar tahun 1966 dari isteri keempat Tuan Guru H. Hasan Basri yang bernama Jauhariyah dari desa Kapuh, Wasah, Kandangan. Beliau waktu kecil sering dibonceng ayahnya naik sepeda ketika sang ayah ceramah keliling dan bertemu sesama tuan guru hingga kelak beliau banyak dikenal murid dan teman-teman ayah beliau. Berarti sejak kecil beliau sudah dididik dan digembleng oleh ayah beliau sendiri sebagai ulama sekaligus aktivis dan pejuang. Perlu diketahui, ayah beliau cukup lama mondok di PP. Gontor, Ponorogo dan PP. Darussalam, Martapura bahkan dia menjadi murid kesayangan Tuan Guru H. Husin Qaderi_.


Selesai sekolah Tsanawiyah beliau melanjutkan menuntut ilmu mondok ke Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo memenuhi pesan ayahnya. Selesai di Gontor beliau belajar mendalami agama dengan Abah Guru atau Guru Sakumpul sambil mengajar di MAPK dan SMIH di Martapura. Di sini beliau belajar kitab kuning dengan cermat hingga sampai menjadi salah satu murid terkasih Abah Guru. Beliau mengatakan bahwa bersekolah di Gontor membuat kita paham secara aktif berbahasa Arab, sedang belajar kepada Abah Guru Sekumpul membuat kita memahami kitab kuning dan berbagai cabang ilmu keislaman. Suatu perpaduan yang bisa saling mengisi, saling melengkapi dan saling menguatkan satu sama lain.


Sebenarnya sebelum Abah Guru wafat beliau sudah diizinkan untuk membuka majlis di kampung beliau, tapi beliau baru berani membuka majlis setelah Abah Guru wafat pada tanggal 5 Rajab 1426H/2005M. Beliau berupaya membuka majlis yang mirip dengan majlis Abah Guru baik suasana, tempat maupun metode mengajar dan materi kitab yang dibaca hingga jamaah pengajian seperti berada di Sakumpul atau seperti kelanjutan majlis di Sakumpul belaka. Rupanya harapan beliau itu  jadi kenyataan, pengajian beliau banyak didatangi jamaah yang tadinya setia mengaji di Sakumpul baik dari Hulu Sungai maupun Banjarmasin. Nama majlis beliau adalah Majlis Ta'lim Al-Hidayah yang rutin memberikan tausiyah dua kali seminggu tiap hari Minggu dan Jum'at. Pada hari lainnya beliau mengabulkan hajat orang banyak baik menghadiri undangan salamatan, baarwahan, tasmiyah, walimahan maupun ceramah bahkan beliau menjabat sebagai Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) tingkat Kabupaten Hulu Sungai Selatan. 


Majlis ini hari demi hari berkembang pesat hingga Desa Kapuh yang dulu sepi menjadi sangat ramai terutama pada hari-hari beliau melakukan tausiyah. Bisa dikatakan Kapuh menjadi pusat pendidikan Islam di kota Kandangan sekaligus pusat bertumbuhnya ekonomi kerakyatan tempat peredaran dan perputaran uang yang demikian menggairahkan. Kebesaran Majlis Ta'lim Al-Hidayah sudah jauh-jauh hari diprediksi (diramal) oleh guru beliau Abah Guru Sakumpul yang menyatakan bahwa di daerah ini, akan muncul majlis pengajian yang besar melebihi besarnya majlis pengajian terdahulu yakni Majelis Pengajian Tuan Guru H. Muhammad Arifin bin Tuan Guru H. Atha'illah bin Tuan Guru H. Abdul Qadir bin Syekh Sa'duddin (Datu Taniran), Paman beliau sendiri, saudara dari ibu beliau. Prediksi Abah Guru Sakumpul ini, berlangsung saat beliau masih aktif mengaji di Sakumpul, Martapura. 


Tidak sampai di situ, beliau juga telah membangun pesantren yang sangat megah di sekitar desa Kapuh, tepatnya berada persis berseberangan dengan Majlis dan rumah beliau. Pesantren ini, penanganannya beliau serahkan pada anak beliau sendiri yang telah lulus dari salah satu pesantren terkenal di Jawa dan sudah berkeluarga.


Masyarakat Bumi Antaludin berduka. Seorang ulama kharismatik di HSS tutup usia

Al-Mukarram KH. Muhammad Riduan ( Guru Kapuh) , Meninggal Hari Rabu , 2 Muharram 1443 H / 11 Agustus 2021 M, sekitar pukul 09.05 Wita

Semoga Almarhum Mendapat Keampunan dari Allah dan Segala Amal Ibadahnya diterima Oleh Allah SWT dan dikumpulkan beserta Guru-Guru beliau didalam Surganya, beliau adalah tergolong orang-orang yang Shaleh, Aamiin



Ditulis ulang oleh : 


COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari 

Editor :

Muhammad Edwan Ansari, S.Pd.I


Dokumentasi Terlampir:


dukung terus syiar kami untuk ummat



Selasa, Juli 26, 2022

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Lebih dikenal dengan sebutan Habib Nasir Al Habsyi sebagai pemimpin dan salah satu pendiri Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah, Ia dan Muhammad Edwan Ansari bersama beberapa orang lainnya mendirikan Khadimul Ummat

Khadimul Ummat adalah organisasi kerelawanan yang menisbatkan diri untuk melayani ummat dalam dibidang Dakwah, Sosial, kemanusiaan serta Pendidikan bukan partai politik atau underbow partai politik manapun, Ia bersifat independen

Habib Nasir Al Habsyi memulai pendidikan dari sekolah tingkat dasar hingga sekolah menengah atas.

Habib Nasir Al Habsyi melanjutkan belajar di Ma'had Al Khairat Bekasi Timur, yang diasuh oleh Al Habib Muhammad Naqib bin Syaikh Abi Bakar bin Salim, .

Adapun ilmu-ilmu yang di dalaminya antara lain: Ilmu Fiqh (Hukum ibadah), Ilmu Tafsir Al Quran, Ilmu Hadits, Ilmu Nahwu, Ilmu Sejarah, Ilmu Sastra arab, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf dan Ilmu dakwah.

Habib Nasir Al Habsyi menimba ilmu kepada beberapa habaib di antaranya Al Ustadz Al Habib Nagib bin Syekh Abubakar bin Salim (Pesantren Al-Khairat)

Guru yang sangat berpengaruh bagi beliau adalah Al Ustadz Al Habib Nagib bin Syekh Abubakar bin Salim (Pesantren Al-Khairat)

ditulis : Tim Humas Relawan Khadimul Ummat


Senin, Juli 25, 2022

MENGENAL KH MAHFUZ AMIN, SOSOK PENDIRI PONPES IBNUL AMIN PAMANGKIH

MENGENAL KH MAHFUZ AMIN, SOSOK PENDIRI PONPES IBNUL AMIN PAMANGKIH



KH. Mahfuz Amin putra tuan Guru H. Muhammad Ramli putra Tuan guru H. Muhammad Amin. Ia adalah putra pertama dari Sembilan bersaudara, pasangan Tuan guru H. Muhammad Ramli dan Hj. Malihah, Hj. Rapiah dan terakhir Tuan guru H. Muhammad Zuhdi. Mahfuz Amin dilahirkan di Pamangkih pada malam selasa tanggal 23 Rajab 1332 (sekitar tahun 1914 M)



"Beliau pertama kali dididik dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang religius, sebab orang tuanya yang bernama H. Muhammad Ramli adalah ulama berpengaruh dan dikenal mempunyai ilmu agama yang dalam. Tidak heran kalau di Pamangkih, orang tua dari Tuan guru H. Muhammad Ramli yakni Tuan guru H. Muhammad Amin di sebut Tuan guru besar, sedangkan Tuan guru H. Muhammad Ramli dikenal dengan Tuan guru Tuha, karena ditangannyalah kata putus dalam berbagai persoalan, baik yang menyangkut bidang agama maupun problem sosial kemasyarakatan lainnya." tutur Wakil Pengasuh Ponpes Ibnul Amin, H Muhammad Arsyad pada saat pembacaan manaqib perinagatan Haul ke 20 KH Mahfuz Amin, Rabu (15/10).


Dalam usia 6 tahun, KH Mahfuz Amin sudah belajar al-Qur’an tahap pertama, di bawah pengajaran langsung orang tuanya. Pendidikan formal ia tempuh di volk School selama tiga tahun di Pamangkih yang kemudian dilanjutkan ke Vervolk School selama 2 tahun di Desa Banua Kupang.


Selain itu beliau tidak pernah belajar di sekolah formal lainnya. Untuk selanjutnya ia menempuh pendidikan nonformal berupa pengajian agama yang diberikan oleh orang tuanya sendiri disamping mengikuti pengajian dengan Tuan guru Muda H. Hasbullah putra H. Abdur Rahim di dekat Mesjid Jami’ Pamangkih. Selain itu ia juga belajar dengan Tuan guru H. Muhammad Ali Bayangan dan Tuan guru H. Mukhtar di Desa Negara.


Tahun 1938, saat berusia 24 tahun ia berangkat ke tanah suci mekkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji seraya memperdalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama.Setelah 3 tahun menimba ilmu pengetahuan di Tanah Suci, ia pulang ke tanah air dan tepat pada tanggal 8 Oktober 1941 tiba kembali di kampung kelahirannya. 


20 tahun berkecimpung dimasyarakat, bermacam pengetahuan dan pengalaman telah diperoleh, pahit manisnya kehidupan telah dilalui, namun cita-cita ingin menyebarkan dan ingin meninggikan agama Allah tidak pernah padam. Hingga pada saatnya pada tahun 1958, fajar cita-cita yang diidamkan mulai tebit bersinar di Desa Pamangkih. Lembaran-lembaran kitab kuning yang mulai siran kembali cerah dengan berdirinya sebuah pondok pesantren yang bernama “Ibnul Amin” .Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun1975 ia juga membangun pondok pesantren Ibnul Amin Putri untuk mencetak kader-kader muslimah yang shalehah.


Selama 37 tahun berjuang untuk membangun serta membina pondok pesantren Ibnul Amin dan santri-santrinya, dari hari kehari lembaran hidupnya dihabiskan untuk lii’laai Kalimaatillaah hingga usai senja.,Pada hari Minggu, jam 08.45 tanggal 21 Dzulhijjah 1415 H/21 Mei 1995 beliau menghembuskan nafasnya yang  terakhir dalam pangkuan anak istri dan murid-murid beliau dalam usia 82 tahun 4 bulan 28 hari karena sakit paru-paru.


Semoga kita mendapatkan barokah dari beliau dari para guru-guru kita.. aamiin


 Ditulis ulang oleh : 

Editor :

Muhammad Edwan Ansari, S.Pd.I

COPYRIGHT © Catatan Edwan Ansari 


Senin, Juli 18, 2022

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Habib Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Ketua Umum Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah

Muhammad Nasir bin Usman Al Habsyi, Lebih dikenal dengan sebutan Habib Nasir Al Habsyi sebagai pemimpin dan salah satu pendiri Khadimul Ummat Hulu Sungai Tengah, Ia dan Muhammad Edwan Ansari bersama beberapa orang lainnya mendirikan Khadimul Ummat

Khadimul Ummat adalah organisasi kerelawanan yang menisbatkan diri untuk melayani ummat dalam dibidang Dakwah, Sosial, kemanusiaan serta Pendidikan bukan partai politik atau underbow partai politik manapun, Ia bersifat independen

Habib Nasir Al Habsyi memulai pendidikan dari sekolah tingkat dasar hingga sekolah menengah atas.

Habib Nasir Al Habsyi melanjutkan belajar di Ma'had Al Khairat Bekasi Timur, yang diasuh oleh Al Habib Muhammad Naqib bin Syaikh Abi Bakar bin Salim, .

Adapun ilmu-ilmu yang di dalaminya antara lain: Ilmu Fiqh (Hukum ibadah), Ilmu Tafsir Al Quran, Ilmu Hadits, Ilmu Nahwu, Ilmu Sejarah, Ilmu Sastra arab, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf dan Ilmu dakwah.

Habib Nasir Al Habsyi menimba ilmu kepada beberapa habaib di antaranya Al Ustadz Al Habib Nagib bin Syekh Abubakar bin Salim (Pesantren Al-Khairat)

Guru yang sangat berpengaruh bagi beliau adalah Al Ustadz Al Habib Nagib bin Syekh Abubakar bin Salim (Pesantren Al-Khairat)

ditulis : Muhammad Edwan Ansari


Jumat, Juli 15, 2022

Keberkahan bukan diukur dari seberapa besar penghasilan kita tapi bagaimana cara kita dalam mencari nya dan mensyukurinya

Keberkahan bukan diukur dari seberapa besar penghasilan kita tapi bagaimana cara kita dalam mencari nya dan mensyukurinya



Kita kadang terlalu terobsesi menjadi orang hebat, menjadi orang yang paling terdepan dan selalu beranggapan bahwa untuk jadi orang hebat maka kita mesti punya status.


Padahal tidak selalu seperti itu..

Kadang hal hal kecil pun manfaatnya bisa sangat besar bila dilakukan dengan baik dan totalitas.


Jika hari ini kita mendapatkan pekerjaan kecil yang dimata manusia itu remeh, janganlah hal itu sampai membuat kita merasa tidak berguna dan merasa minder. Sebab bukan besar kecilnya yang penting, tapi seberapa ikhlas kita menjalankan pekerjaan kita itu.


Buat apa kita jadi pejabat kalau tidak punya etika? Buat apa kita jadi manager perusahaan kalau semuanya dilakukan dengan tidak amanah dan korupsi? Buat apa kita punya pekerjaan dengan gaji yang sangat besar kalau semuanya kita dapatkan dari mengambil hak hak orang lain?


Bukan jabatan yang akan membuat kita dipandang Allah, tapi apa yang ada di dalam hati yang akan menjadikan Allah sayang pada kita..


Selama semuanya dilakukan dengan hati senang, niat yang ikhlas dan totalitas dalam bekerja, kenapa malu dengan pekerjaanmu?


Semoga yang hari ini masih merendahkan pekerjaan orang lain bisa sadar bahwa justru dengan memandang orang lain rendah maka saat itu kitalah yang lebih remeh dan lebih rendah.




di Buncu Palatar, Sambil Mambaiki Mesin Banyu yg Balum Baik



Sabtu, 16 Juli 2022

-Edwan Ansari-

Rakyat Merdeka

Rabu, Juli 13, 2022

Ini adalah makam Ayahanda dari guru sekumpul(SYEKH Abdul Ghani) di keraton. Meskipun baru tinggal di kampung Keraton, namun keluarga Abdul Ghani, tidak merasakan sebagai orang baru disini, karena memang kebanyakan penduduk kampung ini adalah kerabat dan famili. Bahkan menurut cerita, Abdul Ghani sendiri di lahirkan di kampung Keraton ini. Dan kepindahan mereka ketempat baru ini bukan berarti mereka menempati tempat tinggal atau rumah yang baru. Tapi mereka justru menempati rumah yang cukup tua dan lapuk, dengan kondisi tanpa kamar dan memiliki atap yang bocor dan bolong-bolong. Dengan keadaan yang sangat memprihatinkan itu, jika hujan turun, lantai rumah itu nyaris banjir dengan air, yang jatuh dari atap yang bolong itu. Dan mau tidak mau nyenyaknya tidurpun seringkali terganggu dengan turunnya hujan. Tidak jarang Abdul Ghani harus berdiri dan melebarkan badannya untuk melindungi anak istrinya dari terkena tetesan air hujan, atau mereka sama-sama berdiri di pojok rumah untuk menghindari air yang jatuh dari atap yang bolong. Sungguh suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, dan ini dirasakan keluarga Abdul Ghani selama bertahun-tahun, tanpa sedikitpun ada keluhan dan sangat pantang untuk diketahui oleh orang lain. BERLALUNYA MASA PENJAJAHAN JEPANG Masa penjajahan Jepang pun telah berlalu, dan kini tiba masa Kemerdekaan. Usia Zaini muda pun kini beringsut menjadi seorang bocah periang, namun nampaknya tidak terlalu hobi bermain. Meskipun demikian, sesekali ia mencoba bermain juga disekitar rumahnya yang sederhana itu. Tetapi selalu tidak lama, apalagi hingga larut, ia selalu bergegas pulang. Zaini muda memang lebih banyak tinggal dirumah, bersama kedua orang tuanya dan neneknya Salbiyah. Lebih-lebih kini ia telah punya adik baru, yaitu Siti Rahmah. *Catatan : Siti Rahmah adalah ibunda dari H. Ahmad. ( keponakan dari Abah Guru Sekumpul ) H. Ahmad adalah yang biasa membaca Qasidah / Syair menggiringi Abah guru Sekumpul. ( sekarang bertambah dengan adanya Ustadz Tamami & Ustadz Fahmi ( Kakak beradik ) Hari-harinya memang lebih banyak ia pergunakan untuk membantu ayahnya, yang berprofesi sebagai penggosok intan, sambil meringankan beban orang tuanya. Nampaknya, meskipun berprofesi sebagai penggosok intan, namun karena hanya sebagai tenaga upahan, usaha Abdul Ghani ini seringkali tidak mencukupi untuk keperluan sehari-hari seluruh keluarga. Tidak ada pilihan lain, keluarga ini harus merasakan pahit getirnya hidup dalam serba kekurangan. Lebih-lebih bagi Zaini muda yang saat itu masih bocah, tentu sikap ketabahan dan kesabarannya di uji, hidup ditengah-tengahkeluarga miskin diawal-awal masa Kemerdekaan. Dan sungguh hal yang tidak lazim terjadi pada keluarga ini... Tidak kurang dari 14 tahun makan sayur yang dibikin dari "gedabung pisang" ( sejenis bongkahan yang ada ditengah batang pisang ), dan sekitar 8 tahun makan nasi bungkus, yang mana nasi bungkus itu dimakan satu bungkus oleh 4 orang. Subhanallah... Satu kondisi yang boleh jadi tidak pernah di rasakan oleh keluarga lain di masa itu. Meski demikian, walau kondisi semiskin ini, tidaklah membuat mereka mengeluh, apalagi meminta-minta. Seluruh keluarga nampaknya telah konsensus dengan 3 aturan yang tidak tertulis yaitu : 1. Tidak boleh sekali-kali mengeluh 2. Pantang segala musibah di ketahui oleh orang lain 3. Dan dilarang untuk berhutang Melihat kondisi memprihatinkan ini, Abdul Ghani sebagai penopang utama kondisi ekonomi rumah tangga juga tidak tinggal diam. Beliau akhirnya mencoba mengadu nasib, dengan harapan di masa depan ekonomi rumah tangganya akan meningkat, dengan mengembara ketanah Jawa. Tujuan kepulau Jawa ini untuk mencari pekerjaan yang cukup layak dan halal. Beberapa lama kampung Keraton ia tinggalkan. Namun, meski sudah kemana-mana mencoba peruntungan, tapi mujur belum berpihak kepadanya. Kepergiannya itu tidak menghasilkan apa-apa seperti yang diharapkan. Justru sepulangnya dari Jawa, Abdul Ghani di uji lagi dengan cobaan yang cukup berat, putera bungsu kesayangannya yang sedang rame-ramenya ditimang, bernama Ahmad Ghazali meninggal dunia. *Catatan : Ahmad Ghazali dimakamkan di samping Kubah ayahnda'nya di Keraton ( tapi tidak dimakamkan di dalam kubah, melainkan di luar kubah, karena saat itu belum ada Kubah seperti sekarang ) Nisannya seukuran untuk Nisan anak kecil. Semoga Allah SWT selalu merahmatinya. Aamiin. Sekembalinya Abdul Ghani dari pulau Jawa, ia kembali menekuni usahanya semula, yaitu menjadi buruh penggosok intan, yang selalu dibantu oleh Zaini muda ini. Pekerjaan ini meski tidak mencukupi kebutuhan keluarga, tapi apa boleh buat, pekerjaan lain yang cukup layak juga tidak ada. Kondisi prihatin ini terus berlanjut, seakan ujian ini tidak ingin berhenti untuk terus bersama keluarga Abdul Ghani. ZAINI MUDA MULAI BERSEKOLAH - DAN SERINGKALI DI EJEK DAN DI LECEHKAN OLEH SEBAGIAN KAWAN-KAWANNYA Dan ini juga dirasakan oleh Zaini muda hingga memasuki usia sekolah bahkan sampai berumah tangga. Di usia sekolah, efek dari kondisi miskin ini, Zaini muda seringkali di ejek dan di lecehkan oleh sebagian kawan-kawannya. Dengan pakaian yang lusuh, dan cuma selembar dibadan, dengan sarung yang sudah kadaluarsa/tidak layak pakai, ditambah sandal terompah yang terbuat dari kayu menjadi bahan ejekan dari kawan-kawannya. Tidak jarang anak-anak itu meledeknya, sambil berucap : "ASSALAMU'ALAIKUM YA WALIYYALLAH". DIDIKAN DISIPLIN DAN AKHLAK YANG SANGAT KETAT Salah satu yang berperan paling penting dalam membentuk karakter dan kepribadian Al-'Alimul Allamah Syekh Muhammad Zaini sehingga beliau menjadi orang besar, adalah ayahnda beliau sendiri yaitu Abdul Ghani. Betapa tidak, Abdul Ghani memang merupakan pribadi yang dikenal Sholeh, sangat peramah, pemurah, suka menolong dan baik hati. Namun dalam mendidik anak, yang diharapkan menjadi anak yang Sholeh, beliau senantiasa bersikap tegas, disiplin dan sangat ketat dalam membimbing akhlak anak-anaknya, terutama terhadap putera kesayangannya satu-satunya ini. Ini dibuktikan saat Zaini muda masih belajar Al-Qur'an kepada Guru Hasan di Keraton, dari mulai berangkat mengaji menuju rumah Guru Hasan, *Catatan : Pada saat belajar ini lah, seperti yang Abah Guru sering sampaikan di Pengajian beliau, bahwa walaupun keadaan keluarga beliau juga sangat kekurangan pada waktu itu, akan tetapi ayahnda dan ibunda beliau selalu menyangui Zaini muda, apabila Zaini muda ingin mengaji dengan ( membawakan ) minyak tanah yang di masukkan kedalam botol kecil sebagai hadiah kepada Guru beliau di waktu itu. SubhanaLLah..! Hingga pulang, waktunya selalu di hitung dan di teliti. Jika lebih dari waktu yang semestinya, sepulangnya pasti ditanya, kenapa pulangnya terlambat. Begitu pula saat pulang lebih cepat, pasti ditanyakan alasannya. Suatu ketika Zaini muda bersama kawan-kawan beliau pulang lebih cepat dari biasanya, lalu sang ayah bertanya kenapa? Zaini menjelaskan kepada ayah beliau bahwa mereka di beritahu anak Guru, bahwa pengajian libur karena Guru ada kesibukan. Apa kata Abdul Ghani? : "KALU NANG MAMADAHAKAN LAIN GURU, MAKA KADA ASI, AYU MANGAJI, NYAWA BEBULIK!" ( kalau yang memberitahukan bahwa libur adalah bukan Guru langsung, maka jangan langsung di percaya, ayo belajar, kamu kembali ) *Catatan : Abdul Ghani mendidik Zaini muda langsung dengan praktek di lapangan, apabila kamu mendengar suatu kabar yang belum pasti akan kebenarannya, maka janganlah kamu langsung percayai. Gali informasi yang sebenarnya terlebih dahulu langsung ke tempat berita itu dikhabarkan. Agar terhindar hati dari berprasangka yang tidak-tidak ( haqqul yakin ) Kata sang ayah menyuruh anaknya Zaini, kembali kerumah Gurunya, padahal pengajian memang sedang di liburkan. Di kesempatan lain, ketika itu Zaini muda sedang sendirian dirumah, tiba-tiba beliau kedatangan tamu, famili dari Kandangan. Melihat tamu yang datang ini, lebih-lebih ini dari jauh, sedang yang disuguhkan tidak ada. Maka Zaini muda pun berinisiatif untuk berhutang atau meminjam kopi kepada tetangga. Sepulangnya tamu itu, tidak berapa lama, Abdul Ghani pulang dari bekerja dan melihat ada cangkir kopi diruang tamu. Beliau langsung menanyakan tentang siapa yang datang dan hal ihwal kopi itu, padahal dirumah itu tidak ada persediaan kopi. Zaini muda menjelaskan seadanya bahwa kopi itu adalah berhutang kepada tetangga. Sang ayah merasa terkejut dan dengan bijak menasehati : "BUKANNYA AKU MENGHARAMKAN BERHUTANG, TAPI DALAM BERHUTANG ITU ADA DUA KESALAHAN, PERTAMA : MENG'ANGGAP TUHAN KADA CUKUP ( TIDAK CUKUP ) MEMBERI RIZKI, KEDUA : SEAKAN DIA ( YANG BERHUTANG ) PASTI BERUMUR PANJANG". Zaini muda tentu sangat mafhum ( faham ) dengam nasehat itu, dan beliau meminta maaf dan ampun kepada ayahnda beliau. Di saat yang lain, ketika Zaini muda masih di usia anak-anak, seorang teman mengajak beliau jalan-jalan. Mereka berdua lalu sepakat untuk kepasar. Sesampainya di pasar, tanpa diduga teman itu memaksa Zaini muda untuk masuk kedalam bioskop. Semula Zaini sudah mengelak, namun tidak bisa, Zaini terpaksa masuk. Namun saat masuk, tiba-tiba listrik padam, sehingga pemutaran film berhenti seketika. Sepulang dari pasar, ternyata ayahnda beliau sudah tau ( kasyaf ) apa yang terjadi dengan Zaini. Zaini muda lalu di hukum dengan di ikat di tiang rumah, sambil di dekatkan sebuah pedupaan yang dinyalakan kemuka beliau, sehingga terasa panas. Pada saat yang sama tiba-tiba diluar terjadi angin ribut, angin bertiup sangat kencang. Nenek Salbiyah melihat cucunya mendapat hukuman seperti itu, merasa kasihan dan meminta Abdul Ghani untuk menyudahi hukuman itu. Hukuman itupun di hentikan, dan seketika itu pula angin ribut itu berhenti. Dari beberapa kejadian itu menunjukkan bahwa didikan disiplin dan akhlak dari orang tua Guru Zaini memang sangat ketat, sehingga sangat membekas dalam jiwa dan kepribadian beliau. Apalagi sejak belia, Guru Zaini hidup dan bergaul selalu ditengah orang-orang yang Sholeh, yang sangat kuat dan fanatik dalam memegang prinsip-prinsip agama. Sejak kecil Guru Zaini hidup bersama ayah bundanya, juga neneknya Salbiyah, ditambah pula dengan paman beliau Al-'Allamah Al-Arif Billah Syekh Muhammad Semman Mulia. Dari rumah tangga yang sederhana namun penuh dengan keberkahan, empat figur itulah yang senantiasa mempengaruhi jiwanya, menaburkan benih-benih Akhlakul Karimah, ilmu, hikmah, dan ma'rifah kedalam rohnya. Waktu dan keseharian Guru Zaini lebih banyak di isi dengan bergaul bersama mereka, sehingga hampir tidak ada kesempatan untuk bermain atau berbuat hal yang sia-sia. Begitulah, memang seakan-akan Guru Zaini telah di iming-iming dan di persiapkan untuk menjadi orang besar dan mulia sejak dini. Sehingga tidak berlebihan, jika suatu saat Al-Mukarram Al-'Allamah KH. Zainal Ilmi, Dalam Pagar mengatakan dengan Mukasyafah-nya yang tajam kepada Salbiyah : "DIRUMAH PUN, SAIKUNG PUN, JAGAILAH" ( dirumah puun, ada seorang puun, jaga lah dia ) *Pun artinya penekanan kata dengan perasaan ta'dzhim dalam bahasa Banjar. *Catatan : Maksudnya dirumah nenek Salbiyah ada seseorang yang memiliki maqam dan menjadi pilihan Allah atau Waliyullah. KH. Zainal Ilmi ini diyakini sebagai Ulama yang Kasyaf, berbagai kejadian menunjukkan hal itu. Beliau merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dan masih sepupu dengan nenek Salbiyah, seorang murid dari Syekh Abdurrahman Siddiq Sapat, Riau. Di saat yang lain, ada orang bertanya kepada Al-'Allamah Syekh Muhammad Semman, : SIAPA DI ANTARA KEMANAKAN PIAN NANG CAGAR JADI ULAMA BESAR?" ( siapa di antara keponakan anda yang akan jadi Ulama besar nantinya? ) Dijawab oleh beliau : "ANANG" ( maksudnya Guru Zaini ). Salah seorang Ulama besar Martapura bahkan menyebutkan saat Guru Zaini masih sangat muda : "ORANG INI KAENA JADI ORANG BESAR, BESAR BANAR". ( orang ini nantinya akan jadi orang besar, sangat besar sekali ) Buku : "Figur Kharismatik - Abah Guru Sekumpul". Tulisan oleh : KH. M. Anshary El-Kariem. Ditulis ulang ke FB oleh : Aulia Rahman Al-Banjari.

 Ini adalah makam Ayahanda dari guru sekumpul(SYEKH  Abdul Ghani) di keraton.


Meskipun baru tinggal di kampung Keraton, namun keluarga Abdul Ghani, tidak merasakan sebagai orang baru disini, karena memang kebanyakan penduduk kampung ini adalah kerabat dan famili.


Bahkan menurut cerita, Abdul Ghani sendiri di lahirkan di kampung Keraton ini. 


Dan kepindahan mereka ketempat baru ini bukan berarti mereka menempati tempat tinggal atau rumah yang baru. Tapi mereka justru menempati rumah yang cukup tua dan lapuk, dengan kondisi tanpa kamar dan memiliki atap yang bocor dan bolong-bolong.


Dengan keadaan yang sangat memprihatinkan itu, jika hujan turun, lantai rumah itu nyaris banjir dengan air, yang jatuh dari atap yang bolong itu. Dan mau tidak mau nyenyaknya tidurpun seringkali terganggu dengan turunnya hujan. Tidak jarang Abdul Ghani harus berdiri dan melebarkan badannya untuk melindungi anak istrinya dari terkena tetesan air hujan, atau mereka sama-sama berdiri di pojok rumah untuk menghindari air yang jatuh dari atap yang bolong.


Sungguh suatu kondisi yang sangat memprihatinkan, dan ini dirasakan keluarga Abdul Ghani selama bertahun-tahun, tanpa sedikitpun ada keluhan dan sangat pantang untuk diketahui oleh orang lain.


BERLALUNYA MASA PENJAJAHAN JEPANG


Masa penjajahan Jepang pun telah berlalu, dan kini tiba masa Kemerdekaan. Usia Zaini muda pun kini beringsut menjadi seorang bocah periang, namun nampaknya tidak terlalu hobi bermain.


Meskipun demikian, sesekali ia mencoba bermain juga disekitar rumahnya yang sederhana itu. Tetapi selalu tidak lama, apalagi hingga larut, ia selalu bergegas pulang. Zaini muda memang lebih banyak tinggal dirumah, bersama kedua orang tuanya dan neneknya Salbiyah. Lebih-lebih kini ia telah punya adik baru, yaitu Siti Rahmah. 


*Catatan : Siti Rahmah adalah ibunda dari H. Ahmad. ( keponakan dari Abah Guru Sekumpul ) H. Ahmad adalah yang biasa membaca Qasidah / Syair menggiringi Abah guru Sekumpul. ( sekarang bertambah dengan adanya Ustadz Tamami & Ustadz Fahmi ( Kakak beradik )


Hari-harinya memang lebih banyak ia pergunakan untuk membantu ayahnya, yang berprofesi sebagai penggosok intan, sambil meringankan beban orang tuanya. Nampaknya, meskipun berprofesi sebagai penggosok intan, namun karena hanya sebagai tenaga upahan, usaha Abdul Ghani ini seringkali tidak mencukupi untuk keperluan sehari-hari seluruh keluarga. Tidak ada pilihan lain, keluarga ini harus merasakan pahit getirnya hidup dalam serba kekurangan. 


Lebih-lebih bagi Zaini muda yang saat itu masih bocah, tentu sikap ketabahan dan kesabarannya di uji, hidup ditengah-tengahkeluarga miskin diawal-awal masa Kemerdekaan. Dan sungguh hal yang tidak lazim terjadi pada keluarga ini...


Tidak kurang dari 14 tahun makan sayur yang dibikin dari "gedabung pisang" ( sejenis bongkahan yang ada ditengah batang pisang ), dan sekitar 8 tahun makan nasi bungkus, yang mana nasi bungkus itu dimakan satu bungkus oleh 4 orang.


Subhanallah... 


Satu kondisi yang boleh jadi tidak pernah di rasakan oleh keluarga lain di masa itu. Meski demikian, walau kondisi semiskin ini, tidaklah membuat mereka mengeluh, apalagi meminta-minta.


Seluruh keluarga nampaknya telah konsensus dengan 3 aturan yang tidak tertulis yaitu :


1. Tidak boleh sekali-kali mengeluh

2. Pantang segala musibah di ketahui oleh orang lain

3. Dan dilarang untuk berhutang


Melihat kondisi memprihatinkan ini, Abdul Ghani sebagai penopang utama kondisi ekonomi rumah tangga juga tidak tinggal diam. Beliau akhirnya mencoba mengadu nasib, dengan harapan di masa depan ekonomi rumah tangganya akan meningkat, dengan mengembara ketanah Jawa.


Tujuan kepulau Jawa ini untuk mencari pekerjaan yang cukup layak dan halal. Beberapa lama kampung Keraton ia tinggalkan. Namun, meski sudah kemana-mana mencoba peruntungan, tapi mujur belum berpihak kepadanya. Kepergiannya itu tidak menghasilkan apa-apa seperti yang diharapkan. Justru sepulangnya dari Jawa, Abdul Ghani di uji lagi dengan cobaan yang cukup berat, putera bungsu kesayangannya yang sedang rame-ramenya ditimang, bernama Ahmad Ghazali meninggal dunia.


*Catatan : Ahmad Ghazali dimakamkan di samping Kubah ayahnda'nya di Keraton ( tapi tidak dimakamkan di dalam kubah, melainkan di luar kubah, karena saat itu belum ada Kubah seperti sekarang ) Nisannya seukuran untuk Nisan anak kecil. 


Semoga Allah SWT selalu merahmatinya. Aamiin.


Sekembalinya Abdul Ghani dari pulau Jawa, ia kembali menekuni usahanya semula, yaitu menjadi buruh penggosok intan, yang selalu dibantu oleh Zaini muda ini. Pekerjaan ini meski tidak mencukupi kebutuhan keluarga, tapi apa boleh buat, pekerjaan lain yang cukup layak juga tidak ada. Kondisi prihatin ini terus berlanjut, seakan ujian ini tidak ingin berhenti untuk terus bersama keluarga Abdul Ghani.


ZAINI MUDA MULAI BERSEKOLAH - DAN SERINGKALI DI EJEK DAN DI LECEHKAN OLEH SEBAGIAN KAWAN-KAWANNYA


Dan ini juga dirasakan oleh Zaini muda hingga memasuki usia sekolah bahkan sampai berumah tangga. Di usia sekolah, efek dari kondisi miskin ini, Zaini muda seringkali di ejek dan di lecehkan oleh sebagian kawan-kawannya. Dengan pakaian yang lusuh, dan cuma selembar dibadan, dengan sarung yang sudah kadaluarsa/tidak layak pakai, ditambah sandal terompah yang terbuat dari kayu menjadi bahan ejekan dari kawan-kawannya. 


Tidak jarang anak-anak itu meledeknya, sambil berucap : "ASSALAMU'ALAIKUM YA WALIYYALLAH".


DIDIKAN DISIPLIN DAN AKHLAK YANG SANGAT KETAT


Salah satu yang berperan paling penting dalam membentuk karakter dan kepribadian Al-'Alimul Allamah Syekh Muhammad Zaini sehingga beliau menjadi orang besar, adalah ayahnda beliau sendiri yaitu Abdul Ghani. Betapa tidak, Abdul Ghani memang merupakan pribadi yang dikenal Sholeh, sangat peramah, pemurah, suka menolong dan baik hati. Namun dalam mendidik anak, yang diharapkan menjadi anak yang Sholeh, beliau senantiasa bersikap tegas, disiplin dan sangat ketat dalam membimbing akhlak anak-anaknya, terutama terhadap putera kesayangannya satu-satunya ini.


Ini dibuktikan saat Zaini muda masih belajar Al-Qur'an kepada Guru Hasan di Keraton, dari mulai berangkat mengaji menuju rumah Guru Hasan,


*Catatan : Pada saat belajar ini lah, seperti yang Abah Guru sering sampaikan di Pengajian beliau, bahwa walaupun keadaan keluarga beliau juga sangat kekurangan pada waktu itu, akan tetapi ayahnda dan ibunda beliau selalu menyangui Zaini muda, apabila Zaini muda ingin mengaji dengan ( membawakan ) minyak tanah yang di masukkan kedalam botol kecil sebagai hadiah kepada Guru beliau di waktu itu. 


SubhanaLLah..!


Hingga pulang, waktunya selalu di hitung dan di teliti. Jika lebih dari waktu yang semestinya, sepulangnya pasti ditanya, kenapa pulangnya terlambat. Begitu pula saat pulang lebih cepat, pasti ditanyakan alasannya.


Suatu ketika Zaini muda bersama kawan-kawan beliau pulang lebih cepat dari biasanya, lalu sang ayah bertanya kenapa? Zaini menjelaskan kepada ayah beliau bahwa mereka di beritahu anak Guru, bahwa pengajian libur karena Guru ada kesibukan. Apa kata Abdul Ghani? :


"KALU NANG MAMADAHAKAN LAIN GURU, MAKA KADA ASI, AYU MANGAJI, NYAWA BEBULIK!"


( kalau yang memberitahukan bahwa libur adalah bukan Guru langsung, maka jangan langsung di percaya, ayo belajar, kamu kembali )


*Catatan : Abdul Ghani mendidik Zaini muda langsung dengan praktek di lapangan, apabila kamu mendengar suatu kabar yang belum pasti akan kebenarannya, maka janganlah kamu langsung percayai. Gali informasi yang sebenarnya terlebih dahulu langsung ke tempat berita itu dikhabarkan. Agar terhindar hati dari berprasangka yang tidak-tidak ( haqqul yakin )


Kata sang ayah menyuruh anaknya Zaini, kembali kerumah Gurunya, padahal pengajian memang sedang di liburkan.


Di kesempatan lain, ketika itu Zaini muda sedang sendirian dirumah, tiba-tiba beliau kedatangan tamu, famili dari Kandangan. Melihat tamu yang datang ini, lebih-lebih ini dari jauh, sedang yang disuguhkan tidak ada. Maka Zaini muda pun berinisiatif untuk berhutang atau meminjam kopi kepada tetangga.


Sepulangnya tamu itu, tidak berapa lama, Abdul Ghani pulang dari bekerja dan melihat ada cangkir kopi diruang tamu. Beliau langsung menanyakan tentang siapa yang datang dan hal ihwal kopi itu, padahal dirumah itu tidak ada persediaan kopi. 


Zaini muda menjelaskan seadanya bahwa kopi itu adalah berhutang kepada tetangga. Sang ayah merasa terkejut dan dengan bijak menasehati :


"BUKANNYA AKU MENGHARAMKAN BERHUTANG, TAPI DALAM BERHUTANG ITU ADA DUA KESALAHAN, 


PERTAMA : MENG'ANGGAP TUHAN KADA CUKUP ( TIDAK CUKUP ) MEMBERI RIZKI, 


KEDUA : SEAKAN DIA ( YANG BERHUTANG ) PASTI BERUMUR PANJANG".


Zaini muda tentu sangat mafhum ( faham ) dengam nasehat itu, dan beliau meminta maaf dan ampun kepada ayahnda beliau.


Di saat yang lain, ketika Zaini muda masih di usia anak-anak, seorang teman mengajak beliau jalan-jalan. Mereka berdua lalu sepakat untuk kepasar. Sesampainya di pasar, tanpa diduga teman itu memaksa Zaini muda untuk masuk kedalam bioskop. Semula Zaini sudah mengelak, namun tidak bisa, Zaini terpaksa masuk. Namun saat masuk, tiba-tiba listrik padam, sehingga pemutaran film berhenti seketika.


Sepulang dari pasar, ternyata ayahnda beliau sudah tau ( kasyaf ) apa yang terjadi dengan Zaini. Zaini muda lalu di hukum dengan di ikat di tiang rumah, sambil di dekatkan sebuah pedupaan yang dinyalakan kemuka beliau, sehingga terasa panas.


Pada saat yang sama tiba-tiba diluar terjadi angin ribut, angin bertiup sangat kencang. Nenek Salbiyah melihat cucunya mendapat hukuman seperti itu, merasa kasihan dan meminta Abdul Ghani untuk menyudahi hukuman itu. Hukuman itupun di hentikan, dan seketika itu pula angin ribut itu berhenti.


Dari beberapa kejadian itu menunjukkan bahwa didikan disiplin dan akhlak dari orang tua Guru Zaini memang sangat ketat, sehingga sangat membekas dalam jiwa dan kepribadian beliau. Apalagi sejak belia, Guru Zaini hidup dan bergaul selalu ditengah orang-orang yang Sholeh, yang sangat kuat dan fanatik dalam memegang prinsip-prinsip agama.


Sejak kecil Guru Zaini hidup bersama ayah bundanya, juga neneknya Salbiyah, ditambah pula dengan paman beliau Al-'Allamah Al-Arif Billah Syekh Muhammad Semman Mulia. Dari rumah tangga yang sederhana namun penuh dengan keberkahan, empat figur itulah yang senantiasa mempengaruhi jiwanya, menaburkan benih-benih Akhlakul Karimah, ilmu, hikmah, dan ma'rifah kedalam rohnya. 


Waktu dan keseharian Guru Zaini lebih banyak di isi dengan bergaul bersama mereka, sehingga hampir tidak ada kesempatan untuk bermain atau berbuat hal yang sia-sia.


Begitulah, memang seakan-akan Guru Zaini telah di iming-iming dan di persiapkan untuk menjadi orang besar dan mulia sejak dini. Sehingga tidak berlebihan, jika suatu saat Al-Mukarram Al-'Allamah KH. Zainal Ilmi, Dalam Pagar mengatakan dengan Mukasyafah-nya yang tajam kepada Salbiyah :


"DIRUMAH PUN, SAIKUNG PUN, JAGAILAH"


( dirumah puun, ada seorang puun, jaga lah dia )


*Pun artinya penekanan kata dengan perasaan ta'dzhim dalam bahasa Banjar.


*Catatan : Maksudnya dirumah nenek Salbiyah ada seseorang yang memiliki maqam dan menjadi pilihan Allah atau Waliyullah. KH. Zainal Ilmi ini diyakini sebagai Ulama yang Kasyaf, berbagai kejadian menunjukkan hal itu. Beliau merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dan masih sepupu dengan nenek Salbiyah, seorang murid dari Syekh Abdurrahman Siddiq Sapat, Riau.


Di saat yang lain, ada orang bertanya kepada Al-'Allamah Syekh Muhammad Semman, :


SIAPA DI ANTARA KEMANAKAN PIAN NANG CAGAR JADI ULAMA BESAR?" ( siapa di antara keponakan anda yang akan jadi Ulama besar nantinya? )


Dijawab oleh beliau : "ANANG" ( maksudnya Guru Zaini ).


Salah seorang Ulama besar Martapura bahkan menyebutkan saat Guru Zaini masih sangat muda :


"ORANG INI KAENA JADI ORANG BESAR, BESAR BANAR". ( orang ini nantinya akan jadi orang besar, sangat besar sekali )



Buku : "Figur Kharismatik - Abah Guru Sekumpul".

Tulisan oleh : KH. M. Anshary El-Kariem.

Ditulis ulang ke FB oleh : Aulia Rahman Al-Banjari.

Senin, Juli 11, 2022

Biografi singkat Muhammad Edwan Ansari sang Aktivis Kalimantan Selatan

Biografi Muhammad Edwan Ansari





Muhammad Edwan Ansari

Seorang Aktivis yang berpikir kritis bertindak Demokratis kata Aktivis Sosial dakwah pantas disematkan kepada Muhammad Edwan Ansari (Bang Edwan ), seorang aktivis pejuang demokrasi yang dengan teguh membela hak-hak rakyat kecil, Berbekal keberanian serta pemikiran kritisnya, ia menentang penindasan yang ada di Banua (sebutan untuk Kalimantan Selatan dalam kebiasaan masyarakat dalam bahasa Banjar) bersama kawan-kawan aktivisnya dan belakangan ini ia lebih memfokuskan diri pada aktivitas sosial kemanusiaan, Pendidikan dan dakwah


Pendiri Relawan Semut Pemburu  Berkah ini merupakan seseorang yang aktif dalam bidang aktivitas sosial, kemanusiaan dakwah dan salah satu orator ulung di panggung Parlemen Jalanan istilah kalimat yang sering di sematkan untuk aksi unjuk rasa maupun demonstrasi yang sering Ia lakukan



Sebelum menjalani pendidikan sebagai mahasiswa Sarjana Pendidikan Agama Islam di STAI Al Washliyah Barabai, Edwan sempat memperdalam ilmu di Agama di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Ilung pada tahun 2004, yang Setelah tahun 2006 Pondok Pesantren Darul Muttaqin berganti nama menjadi Pondok Pesantren Nurul Muhibbin Hingga Sekarang, sebelum memulai usahanya sendiri Ia lebih banyak menghabiskan waktu bekerja di salah satu perusahaan Provider Telekomunikasi di bagian Marketing dan Promo


Sambil Bekerja Ia tetap melakukan aktifitas sosial kemanusiaannya, 


Setelah Lulus Sekolah Menengah Atas dan Sambil Terus Belajar di Pondok Pesantren Darul Muttaqin dari Tahun 2004 Edwan Aktif mengajar Al-Qur'an di TK TPA Al-Qur'an Dhiyaul Abidin Unit 008, di tahun 2004 sampai 2010, ia pernah menjadi Pengurus Keluarga Besar Ustadzt/ustadzah BKPRMI Kecamatan Batang Alai  dimana di tahun 2007 ia juga menjadi Pengurus Karang Taruna Tunas Jaya Ilung Pasar Lama dan pada Tahun 2009 Ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Pembinaan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Cabang  Barabai Selain di HMI ia juga pernah menjadi Ketua atau waktu itu disebut Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa STAI Al Washliyah Barabai di Tahun 2010, pada Tahun 2017 Ia mendirikan Sebuah Gerakan Sosial Bernama Gerakan Masyarakat Peduli Murakakata (GEMPUR) dimana lewat GEMMPUR ini salah satunya dia sering melakukan aksi-aksi kritis terhadap pemerintah daerah, lewat panggung demonstrasi ia menyuarakan pemikiran kritisnya, yang pada aksi di tahan 2017 ia mampu  menurunkan Ribuan Masyarakat Hulu Sungai Tengah untuk Melakukan Aksi Damai penolakan Armada Besar melintas di  Jalan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan isu Meratus, pada Tahun 2019 Ia mendirikan Sebuah Gerakan Relawan Sosial Relawan Semut Pemburu Berkah dilandasi keinginan dan kepedulian dirinya pada sosial kemanusiaan dan pada 2020 edwan yang merupakan Salah satu Founder Relawan Khadimul Ummat yang terkenal sangat banyak melakukan gerakan sosial kemanusiaan dan dakwah yang ia sendiri menjadi Sekretaris Umumnya


Sebagai seorang intelektual, Edwan memiliki pemikiran yang tajam dan berani, tidak hanya memiliki pemikiran kritis, ia juga seringkali bergabung untuk turut menjadi barisan terdepan dalam gerakan perubahan sosial. 

Dia seringkali menanyakan masalah kebijakan pembangunan, kemiskinan, ketidakadilan dan terabaikannya hak asasi manusia terhadap masyarakat kecil. 

Pemikiran Edwan Ansari seringkali menjadi referensi para rekanannya, para mahasiswa dan relasi yang dimilikinya cukup luas bukan hanya pergaulannya namun juga dalam bidang pendidikan. Edwan sering menjadi pembicara Latihan Kader dan forum ilmiah dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Seminar dan diskusi lainnya karena sosoknya yang kritis dan produktif


Edwan Ansari dikenal sebagai aktivis yang aktif  yang tak gentar memperjuangkan demokrasi dan membela kaum marjinal. Semasa hidupnya ia merupakan seorang aktivis tulen atau dalam artian tidak pernah mendekati dan menginginkan kekuasaan 



Edwan merupakan sosok aktivis yang dikenal dengan keberaniannya menentang ketidakadilan di Banua 


Keterlibatannya dalam aksi-aksi melawan pemerintah ia lakukan demi membela rakyat-rakyat kecil agar tidak tertindas oleh penguasa. Telah banyak jasa yang ia torehkan di banua ini semata-mata untuk memberantas ketidakadilan.


dan belakangan dari tahun 2019 Ia lebih Fokus ke Bidang Sosial Kemanusiaan, pendidikan dan dakwah tetapi tidak menghilangkan sikap Kritisnya terhadap keadaan sosial masyarakat itu terlihat dari beberapa steatmen Ia di media-media berita online yang dilakukannya mengkritisi kinerja pemerintahan


Sang Singa yang selalu berdiri di depan membela Kaum Tertindas


Biografi beliau lainnya

https://edwanansari.