Selasa, Desember 24, 2019

Sahabat Edwan Ansari

Sahabat Edwan Ansari
Jika dihina kita tidak akan menjadi sampah
Jika dipuji kita tidak akan menjadi bulan
Maka jangan risau dengan cacian dan hinaan orang sebab setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda

  • Terus melangkah ke jalan yang benar meskipun kebaikan tidak selalu dihargai









Sahabat Edwan Ansari


Editor : Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © Sahabat Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan

Meratus

Kita pasti rancak mandangar kalimat "mencegah lebih baik dari pada mengobati", dan kalimat nia rancak kita baca atau kita dangari sagan masalah nang takait lawan masalah kasihatan. Ma injam istilah nang sama ulun mamakai "mencegah lebih baik dari pada mangobati" sagan masalah lingkungan. Mencegah bancana alam. Kadada alasan sagan kita untuk kada ba syukur, sabab banua kita tamasuk jarang dapat bancana kataguri ganal, jadi biar ada jua, kada saganal musibah nang tarjadi di banua banua urang, nang ma akibatakan kurban jiwa lawan harta nang liwar banyak. Tapi biar kaya dintu kita tatap harus sadar bahwa bancana alam nang ganal tutu bisa tarjadi dimana haja atawa pabila haja. Tarmasuk banua kita. Apa lagi amun ka saimbangan alam sudah samakin rusak di tambahi pulang manusianya katuju babuat maksiat atawa gawian nang di murkai Allah. Maka siap-siap haja jua kita manarima bancana alam. Baik tutu banjir, gempa, kabut asap nang bakapanjangan, kakaringan dll. Dan kaya apa cara ikhtiar kita sakira kawa mancegah bancana alam tadi. Pandapat ulun ada tiga: 1. Selalu ba Do'a dan ma inta partulungan lawan Allah swt agar banua tahindar dari bancana alam. 2. Ba usaha manggawi nang diparintahkan Allah dan mahindari manggawi nang dilarang Allah. 3. Menjaga kelestarian alam sehingga keseimbangan alam tatap terjaga. Wallahu'alam.

Editor : Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © Sahabat Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan

Sejarah sarung

Sarung! Asal-Muasal Kain Sarung Sarung tangan dengan ciri khas masyarakat muslim di Indonesia. Walau sebenarnya pemakain sarung tangan tak menunjuk pada identitas agama tertentu. Karena sarung juga digunakan oleh berbagai suku di berbagai suku yang ada. Sarung pakaian lebar yang dikenakan dibungkuskan untuk menutupi bagian bawah tubuh. Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung tangan sangat luas, untuk bersantai di rumah untuk penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu. Menurut catatan sejarah, sarung tangan dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah. Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma'awis.Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa. Sarung tangan pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 14, dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Dalam perkembangan selanjutnya, sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. "Tekstil merupakan industri pelopor di era Islam," ungkap Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Teknologi Islam: An Illustrated History. Pada zaman itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Tak heran, jika industri tekstil di era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat. Dalam Ensiklopedia Britanica, pakaian, sarung telah menjadi pakaian tradisonal masyarakat Yaman. Sarung disetujui telah diluncurkan dan digunakan masyarakat tradisional Yaman sejak zaman dulu. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman. Orang-orang yang berkunjung ke Yaman Biasanya tidak membeli sarung tangan untuk para kerabatnya. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung dari Yaman yang berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, diberikan model assafi, al-kada, dan annaqshah. Sebenarnya di dunia Arab, sarung pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung tangan tidak pantas dikenakan ke masjid maupun untuk keperluan acara-acara resmi dan penting lainnya. Di Mesir, pakai sarung tidur yang hanya dipakai saat tidur. Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian besar masyarakat Indonesia sering mengenakan sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, demikian pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat. Identitas bangsa saat jaman perang Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya Barat yang dibawa para penjajah. Para santri di zaman kolonial Belanda menggunakan sarung sebagai simbol menentang terhadap budaya Barat yang dibawa kaum penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling banyak menggunakan sarung di mana kaum nasionalis abangan telah meninggalkan sarung. Gunakan sarung tangan yang dijalankan oleh salah seorang pejuang Muslim Nusantara yaitu KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang tokoh sentral di Nahdhatul Ulama (NU). Suatu saat, Abdul Wahab pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk melengkapi dengan jas dan dasi. Namun, saat upacara pembukaan kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Sementara orang biasa memakai jas panjang. Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap menggunakan sarung tangan sebagai simbol pertanggungannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah. Ciri khas sarung Indonesia Yang membedakan sarung Indonesia dengan sarung negara lain adalah sarung yang terbuat dari kain tenun, songket, dan tapis. Masing-masing jenis sarung tangan tersebut berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia. Bahan yang dibuat dari tenun, lebih dikenal dari daerah Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Bali. Sementara songket, sangat identik dengan ciri khas adat Minangkabau dan Palembang. Sementara tapis, kita kenal bahan ini berasal dari Lampung. Sarung tradisional tidak bermotif kotak-kotak. Sarung yang dibuat dari tenun, dibuat paling sederhana. Lebih cenderung bermain warna, lebih dari motif yang 'ramai'. Sementara tapis dan songket, sekilas akan terlihat sama. Hanya, motif tapis memiliki unsur alam, seperti flora dan fauna. Sementara songket motif, terlihat lebih meriah dengan motif yang mengisi seluruh isi bahan. Ada yang membantunya tapis dan songket, yaitu terbuat dari benang emas dan perak. Mengapa motif sarung kotak-kotak? Nilai filosofis motif sarung kotak-kotak mengartikan, setiap melangkah baik ke kanan, kiri, atas atau bawah, akan ada konsekuensinya. Lihat papan catur papan catur seperti sarung bali. Saat kita berada di titik putih, melangkah ke manapun, perbedaan menghadang. Sementara cara amannya adalah melewati arah ke arah diagonal. Munculkan, mencoba maju ke depan malahan menjauhi target. Jadi orang yang berjuang menghadang cobaan adalah orang yang akan cepat menuai harapannya


Editor : Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © Sahabat Edwan Ansari, Barabai,  Kalimantan Selatan

Edwan Ansari, Duan Ilung, Muhammad Edwan Ansari, M Edwan Ansari, M.Edwan Ansari

Edwan Ansari, Duan Ilung, Muhammad Edwan Ansari, M Edwan Ansari, M.Edwan Ansari









Editor : Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © Sahabat Edwan Ansari Kalimantan Selatan

HUT HARI JADI KABUPATEN HST KE 60

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 5 Desember 1959 Nomor: Des-575-1-9 pada tanggal 23 Desember 1959 dilaksanakan serah terima antara Pejabat Bupati Hulu Sungai Selatan dengan Daerah Swatantra Tingkat II Hulu Sungai Tengah.

Sejak tanggal 24 Desember 1959 itulah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah berdiri sendiri, terpisah dari Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan di Kandangan.

Dengan dasar pertimbangan riwayat maka ditetapkanlah tanggal 24 Desember 1959 merupakan Hari Lahirnya Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah yang melaksanakan otonomi secara penuh sampai sekarang.

SELAMAT HARI JADI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH YANG KE - 60.

#SaveMeratus





Penulis : Rahimah
Editor : Muhammad Edwan Ansari

COPYRIGHT © 2019 Sahabat Edwan Ansari Kalimantan Selatan