Makam Aluh Idut (Siti Warqiyah binti H. Muhammad Hafif).
Letak: Jalan Aluh Idut, Kelurahan Kandangan Utara, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.
Aluh Idut atau yang bernama asli Siti Warqiyah dilahirkan di Desa Parincahan pada tahun 1905 M, beliau anak pertama dari pasangan H. Muhammad Hafif dan Siti Murah. Orangtuanya memiliki empat orang anak, yaitu Siti Warqiyah atau Aluh Idut, Mushaffa Hafif, Masuardi, dan Basiun Hafif. Berdasarkan cerita orangtuanya, nama Aluh Idut berasal dari fisiknya yang lebih besar dan subur dibanding wanita kebanyakan. Karena itulah beliau mendapatkan julukan Aluh (galuh) Idut (gendut).
Aluh Idut sebagai anak sulung dari empat orang bersaudara dibesarkan di lingkungan semangat nasionalisme yang tinggi. Sejak dari kecil, Aluh Idut bersama saudaranya sering diceritakan riwayat perjuangan rakyat melawan penjajah khususnya tentang Perang Banjar, Perang Amuk Hantarukung, dan peristiwa perang lainnya.
Pada tahun 1916 M, Aluh Idut mengenyam pendidikan di Verfolk School (sekolah rakyat) selama lima tahun dan berhasil menyelesaikannya. Selesai sekolah, beliau pun mengakhiri masa remajanya pada tahun 1922 M setelah menikah dengan seorang pemuda bernama Utuh Kaderi yang merupakan seorang supir angkutan. Namun sayangnya, Aluh Idut tidak memiliki keturunan dan meminta cerai ketika sang suami menikah lagi.
Sejak tahun 1932 M, Aluh Idut bergabung dengan organisasi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) Cabang Kandangan dan menjadi satu-satunya perempuan dari Kandangan. PBI inilah yang kemudian melebur menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya) tahun 1935 M, dan tahun 1936 M menjadi anggota-anggota Parindra (Partai Indonesia Raya) Cabang Kandangan.
Pada tahun 1937 M bersama Hj. Saniah dan H. Rafa'i, Aluh Idut diutus menjadi delegasi cabang Kandangan dalam kongres Parindra di Bandung. Kemudian tahun 1938 M, Aluh Idut menduduki jabatan Ketua Pengurus Besar Jami'atun Nisa (bagian keputrian) di lingkungan Pengurus Musyawaratutthalibin di Kandangan.
Selanjutnya pada tahun 1940 M, Aluh Idut menjadi anggota Panitia Kongres Wanita Kalimantan yang dilaksanakan di Kandangan. Pada tahun 1943-1949 M dalam masa penjajahan Jepang, Aluh Idut juga bergabung dalam Fujingkai, bagian propaganda tentang persatuan dan kebangsaan Indonesia.
Kemudian tahun 1945 M, karena termotivasi dari penurunan bendera merah-putih oleh tentara NICA di Kandangan, Aluh Idut memasuki Barisan Pelopor Pemberontakan Kalimantan-Indonesia (BPPKI) sebagai anggota penghubung dan penyelidik. Aluh Idut memberikan senyalemen dan senjata ke pedalaman.
Baru pada tahun 1946 M, Aluh Idut menjadi anggota Partai Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) Cabang Kandangan dan tahun 1947 M menjadi anggota ALRI Divisi IV A Pertahanan Kalimantan untuk daerah X 18.
Aluh Idut yang mensuplai senjata ke pedalaman dan membuka dapur umum kerap dicurigai keterlibatannya dalam berbagai organisasi perjuangan. Tepat jam 11.00 WITA hari Jum'at bulan November tahun 1948 M, Aluh Idut ditangkap bersama menantu angkatnya bernama Lamri oleh dua orang reserse Belanda. Aluh Idut ditangkap karena ada pengkhianatan dari seorang pejuang yang sudah dijanjikan NICA Belanda akan mendapatkan kekayaan.
Belanda pun menyiksa Aluh Idut, pukulan dan tendangan sampai disetrum dengan listrik pernah dialami Aluh Idut, bahkan beliau sampai pingsan beberapa kali. Tetapi Aluh Idut masih mampu bertahan dan konsisten tidak membeberkan rahasia perjuangan. Tekad beliau sebagai pejuang tetap pantang mundur, tidak mau menyerah, waja sampai kaputing.
Derita dan hukuman masih dialami saat republik baru merdeka. Intimidasi terhadap Aluh Idut dihentikan setelah Perundingan Munggu Raya pada 2 September 1949 M, di mana para gerilyawan pejuang yang tergabung dalam ALRI Divisi IV diakui secara resmi sebagai anggota Angkatan Perang Republik Indonesia. Aluh Idut pun dibebaskan dari tahanan.
Setelah ALRI Divisi IV Kalimantan diakui secara resmi pada September tahun 1949 M, Aluh Idut kemudian ditugaskan oleh Gubernur Militer ALRI Divisi IV yakni H. Hasan Basri untuk mengadakan pembinaan dan kontak dengan gerilyawan pejuang yang masih tersebar di banyak tempat Kalimantan Tengah guna menginformasikan adanya persetujuan gencatan senjata yang sudah disepakati.
Dalam penugasan sebagai duta keliling tersebut, Aluh Idut sempat pula meresmikan beberapa markas gerilya yang selanjutnya berfungsi menjadi alat pemerintah Gubernur Tentara ALRI Divisi IV.
Dalam misi tersebut, fisiknya sudah kurang menguntungkan, Aluh Idut pun jatuh sakit. Bahkan sebelum meninggal dunia, beliau berencana menunaikan ibadah haji, tapi tidak terwujud karena kondisinya tidak memungkinkan dan sempat dirawat di rumah sakit umum di Banjarmasin.
Kemudian pada 5 Februari 1958 M, Aluh Idut meninggal dunia di Kandangan. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Presiden Panglima Tertinggi ABRI pada 10 November 1958 M memberikan bintang gerilya. Dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 12 Agustus 1958 M nomor 175/1959, Aluh Idut diangkat sebagai Letnan I Anumerta.
Al Fatihah...
رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari