SEJARAH RINGKAS
AL ARIF BILLAH SYEKH WALIYULLAH MUHAMMAD DJAHARI MINTAR
Ulama Kharismatik & Mursyid Kamil Tarikat al Qadiriyah wan Naqsyabandiyah
NASAB
Muhammad Jahari (Sakman) bin Mintar (Mukhtar) bin Muhajir bin Abdullah bin Jamad bin Jinta bin Mas Bugel bin Mas Kun (RTB. Mahmud) bin Mas Nun (RTB. Wiranegara I) bin Mas Wi (Pangeran Wiraraja I) bin Pangeran Sunyararas (Tajul Arasy) bin Sulthan Maulana Hasanudin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon bin Syarif Abdullah Umdatuddin Raja Champa bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Azhmat Khan bin Abdul Malik bin Alwi (Ammul Faqih) bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Al Bashri bin Muhammad An Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja'far al Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Krw. + Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Jahari adalah gelar yang diberikan oleh seorang ulama Makkah, “Jahhar” suara yang lantang, menurut cerita, bahwa suatu ketika dalam perjalanan Haji di Jeddah Saudi Arabi telah terjadi perdebatan di tengah para ulama tentang salah satu perkara manasik haji, masing-masing ulama mempertahankan pendapatnya tanpa ada yang mau mengalah, dengan suara lantang beliau berkata: “Semua perbedaan pendapat ini tiada berguna satupun jika dalam pelaksanaan ibadahnya masih ada syirik dalam hati dan tidak ikhlas”, sejak saat itu beliau disebut dengan nama masyhur KH Muhammad Jahari.
KELAHIRAN & KEHIDUPAN
KH Muhamad Jahari dilahirkan di kampung Cirumpak, Kronjo, Tanggerang, Banten, pada hari Rabu tangal 23, R. Akhir tahun 1264 H betepatan dengan 29 Maret, tahun 1848M. dan wafat pada hari Senin, 23 R. Akhir 1393 H. bertepatan dengan 26 Mei, 1973 M. di Kampung Ceger, Muktiwari, Cibitung, Bekasi, jawa Barat.
Tahun 1800-an saat kekacauan mulai merajarela di Kesultanan Banten akibat campur tangan dan praktik politik adu domba yang dilancarkan Belanda semakin memuncak, ayah beliau Mintar bin Ajir keluar dari kampung halaman untuk mencari kehidupan juga menghindari fitnah besar di dalam keluarga kesultanan Banten.
Bermula beliau membuka lahan pertanian di Pesisir utara, kemudian melanjutkan ke arah timur. Maka pada tahun 1264 H / 1848 M. telah lahir anak pertama yang diberi nama Sakman. Kelak dikenal Kyai Jahari. Kemudian Kyai Mintar memutuskan hijrah dan menetap di Utan Salak, wilayah pertanian dan perkebunan kesultanan Banten, sekarang berada di daerah Bekasi Jawa Barat..
Di kampung Utan salak ini KH Jahari dibesarkan dan hidup dalam suasana kampung, pertanian dan perkebunan, beliau sejak kecil bekerja keras membantu pekerjaan ayahnya. Mintar seorang petani yang soleh dan ahli ibadah, dikenal sebagai tempat mengadu dan memohon do’a semua orang di sekitarnya, Ibunya juga seorang ahli Ibadah, solehah dan sangat wara. Sakman hidup di dalam rumah yang sangat sederhana tetapi penuh akhlak mulia, wara dan taat beribadah.
Kedua orangtuanya sangat mengharapkan putra sulungnya ini menuntut ilmu di pondok pesantren dan menjadi ulama besar, namun Sakman -betapapun ia juga sangat ingin ke pesantren, seperti kebanyakan anak-anak Banten- namun keadaan ekonomi keluarganya yang sangat sederhana membuat dia tidak ingin menyusahkan banyak orang, sebagai anak sulung ia terus bekerja keras membantu perekonomian orangtuanya. Namun dia tetap mengikuti pengajian alqur’an dan praktek ibadah di surau kepada para ulama setempat.
Di sela-sela kesibukan itu Sakman sempat mempelajari pencak silat dan ilmu bela diri Banten yang tengah marak dan trend pada saat perlawanan total rakyat Banten terhadap penajajahan dan kekacauan kesulthanan Banten. Ketekunan dan kesungguhan sakman tumbuh menjadi seorang pemuda yang pemberani, tangguh dan kuat namun dikenal jujur dan soleh, disegani kawan dan lawan, serta disayang oleh semua orang karena budi pekerti dan tutur bahasanya yang mulia.
PERJALANAN MENUNTUT ILMU
KH Jahari membaca Al Qur’an pada usia dini dari Ibunya dan belajar praktek ibadah dari beberapa ulama di kampungnya, kemudian setelah dewasa baru menuntut ilmu agama di pesantren. Di usia remaja dan di tengah-tengah pengembaraannya dalam berguru silat dan menguji kemampuannya, Sakman sering merasakan dalam hatinya keinginan menuntut ilmu agama itu timbul dan semakin kuat, terlebih apabila dia melewati pesantren dan melihat santri-santri sibuk mengaji di masjid, hatinya semakin hancur dan sedih.
Akhirnya pada usia 25 tahun Sakman tidak mampu lagi menahan keinginannya masuk pesantren, sementara pada saat itu rata-rata anak masuk pesantren bermula dari usia 13 tahun. Ayahnya mendengar hasratnya itu menangis gembira dan segera membawa ke pesantren Ketos Serang Banten pimpinan KH TB Abu Bakar. Di pesantren ini Sakman belajar seluruh ilmu agama; Sharaf, Nahwu, Fiqih, Tauhid, Tasawuf, Tafsir, Hadis dan lain-lain.
Sebagai santri yang berusia dewasa di banding santri lainnya, sakman tidak malu mengikuti semua pengajian pesantren dan mengabdi kepada sesama santri, bahkan Sakman sangat menghormati dan berkhidmat kepada gurunya, mulai membawakan kitab, sendal, memijit kyainya dan menyiapkan ruangan belajar, serta membantu ibu Nyai membersihkan rumah. Bahkan keinginan Sakman untuk bersedekah kepada keluarga gurunya, ia sanggup di sela-sela waktu kosong setiap hari pergi meminta-minta ke pasar, setiap mendatangi warung ia akan diberi barang jualan berupa sayuran dan buah-buahan, kemudian ia memilih yang paling bagus untuk disedekahkan kepada Ibu Nyai dan sisanya akan diberikan kepada semua kawan-kawan santri di pondoknya.
Ketika gurunya mengetahui bahwa semua pemberian sakman adalah hasil meminta-minta, gurunya menyuruh sakman berhenti bersedekah dan memanfaatkannya untuk dirinya sendiri, Sakman menangis terisak-isak seraya berkata; “Kyai saya orang miskin tidak mempunyai apapun, saya takut mati tidak punya amal kebaikan, mohon pemberian ini diterima”, gurunya menangis haru, kemudian mendoakan: “jika akhlak dan hatimu sebesih ini Insya Allah kamu akan menjadi orang besar kelak”.
Pada akhir abad 19 M banyak ulama Banten dan Jawa yang berdomisili di Makkah turun ke tanah jawa dan Nusantara berdakwah dan menyebarkan sanad keilmuan dan amal. Seperti Syeikh Nawawi Tanara, Syeikh Abdul Karim Tanara, Syeikh Abdul Salam Banten dan ulama Nusantara lainnya, Sakman pun tidak luput menghadiri majlis-majlis mereka untuk mengambil sanad ilmu, Sama kitab-kitab Hadis dan ilmu syariat lainnya,
Adapun dalam Tarikat Sufi, dalam usia 40 tahun Sakman mengambil bay’at dari syekh Mama agung Asnawi Caringin Banten, khalifah dari pamanda beliau yaitu Syeikh Abdul Karim Tanara seorang Mursyd Kamil dalam Tarikat al Qadiriyah wan Naqsyabandiyah yang berpusat di Makkah. Demikian itu atas perintah pamandanya, Sakman merasa kecil hati, malu dan tidak layak untuk menjadi murid langsung Syekh Abdul Karim, melihat kerendahan hati sakman, maka Syekh Abdul karim menitahkan khalifahnya untuk menerima bay’at dari keponakannya itu, dengan berpesan: “ajaklah lo Sakman ambil ba’at, tetapi dia itu muridku”.
Sejak tahun 1890 setelah perang geger Cilegon Sakman berada Di bawah bimbingan Syekh Asnawi Caringin, dengan penuh ta’dzim dan khidmat beliau mengikuti tarbiyah sufiyah belasan tahun, sehinga pada tahun 1909 Sakman diangkat menjadi khalifah. selanjutnya beliau mendirikan Pesantren, masjid dan tempat-tempat pengajian di kampung-kampung sekitarnya, Namun walaupun sudah menjadi khalifah dengan keluhuran akhlak dan ta’dzim kepada gurunya beliau baru mendirikan majlis dzikir di kampung Ceger Tambun Bekasi setelah wafat gurunya tahun 1937. Akhirnya dikenal sebagai ulama dan mursyd kharismatik di daerah Bekasi Jawa Barat.
Sejak saat inilah Kyai Sakman hampir setiap tahun kerap berziarah ke kota suci Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah serta menyempatkan diri menuntut ilmu dan mengambil sanad dari para ulama dan masyayekh di jaman itu. Sehingalah mendapat gelar ‘Jahari’ dan kemudian hinga akhir hayatnya lebih dikenal dengan nama KH Muhamad Jahari Ceger.
GURU-GURU NYA
Beliau belajar dan berguru kepada beberapa ulama
1. KH TB Abu Bakar Ketos Serang Banten
2. Syeikh Asnawi Caringin banten
3. Syeikh Nawawi Tanara Banten
4. Syeikh Abdul Karim Tanara Banten
5. Syeikh Abdus Salam Serang Banten
6. Syeikh Nawawi Mandaya Banten
7. Syeikh Abdullah Asyadzily Makkah
8. Syeikh Ahmad Alwy Al Maky Makkah
9. Para ulama dan masyayekh lain.
SIFAT-SIFAT DAN AKHLAKNYA
KH Jahari seorang ulama yang disukai dan terima oleh semua kalangan, di tengah masyarakat awam dikenal sebagai ulama yang memiliki do’a mustajab, pelayan umat yangpenyayang, dan penyantun; di depan para jawara sangat disegani sebagai ulama sakti dan pemberani, dimata penjajah sangat ditakuti karena kebaikan, ketegasan dan kejujurannya; dan di sisi ulama sangat diistimewakan sebagai ulama soleh, ahli ibadah, namun lantang menyuarakan hak dan berakhlak tinggi.
Secara umum KH M Jahari adalah seorang ulama dan Sufi yang rajin bekerja, kuat berdzikir serta berkhidmatkepada ummat, memiliki semua akhlak mulia; sabar, zuhud, wara’, pemalu, dermawan, mudah menangis di tengah malam, dan sangat tawadhu di hadapan para ulama dan masyayek lainnya.
Salah satu sifat tawadhu, beliau tidak pernah mau duduk di barisan depan jika berada dalam kumpulan para ulama walaupun dipaksa oleh siapapun. Sifat wara’ beliau sering tidak memakan makanan yang disuguhkan orang yang dirasa pemiliknya tidak berzakat, jika diberi hadiah oleh orang dari hasil haram berupa makanan beliau gantung di tiang sehingga membusuk, jika berupa barang maka dibiarkan di satu tempat sehinga rusak. Dan kisah akhlak mulia lainnya.
Sehingga akhir hayatnya sifat tawadhu beliau sangat melekat, dikenal dengan wasiatnya: “Saya berpesan agar kubur saya kelak tidak dijadikan tempat penziarahan umum seperti kuburan lainnya, biarkan yang mencintai saya dan setia yang datang berziarah”.
SILISLAH TARIKAT
Syekh Muhamad Jahari dari Syekh Asnawi Caringin dari Syekh Abdul Karim Tanara dari Syekh Ahmad Khatib al Sambas dari Syekh Syamsuddin dari Syekh Murad dari Syekh Abdul Fattah dari Syekh Usman dari Syekh Abdur Rahim dari Syekh Abu Bakar dari Syekh Yahya dari Syekh Hisyamuddin dari Syekh Waliyuddin dari Syekh Nuruddin dari Syekh Syarafuddin dari Syekh Syamsuddin dari Syekh Muhamad al Hattak dari Syekh Abdul Aziz dari Syekh Abdul Qadir Al Jailani Radiallahu ‘anhum aj main.
KELUARGANYA
KH M Jahari menikah pada usia 49 tahun dan hingga mempunyai 4 isteri dan 21 anak. Antara lain:
1. Nyai HJ Dara Aminah binti Sanusi mempunya anak 10 (5 lelaki dan 5 perempuan)
2. Nyai Hj Sana’ah binti Akmar mempunyai anak 7 (5 lelaki dan 2 perempuan)
3. Nyai Hj Ratu Rafi’ah binti TB Eli mempunyai anak 3 (1 lelaki an 2 perempuan)
4. Nyai Hj Rabi’ah Adawiyah binti Sajid mempunya anak 3 (2 lelaki dan 1 perempuan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari