Makam Syaikh Sayyid Sulaiman (satu jasad dua kubur).
Letak: Desa Pakacangan, Kecamatan Amuntai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan.
Syaikh Sayyid Sulaiman adalah seorang tokoh agama dari Desa Padang Basar, Kecamatan Amuntai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Selain sebagai tokoh agama, beliau juga dikenal sebagai pejuang yang sangat gigih dalam mengusir penjajah Belanda. Beliau diberi Allah SWT banyak sekali kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai orang awam lainnya, di antaranya tersebutlah sebuah kisah ketika beliau masih berusia 6 tahun, diceritakan bahwa beliau pernah shalat di atas daun jagung dan daun jagung itu jangankan patah, lentur saja pun tidak. Pernah juga suatu hari beliau sedang bermain dengan teman-teman seusianya, permainan yang disukai pada saat itu adalah permainan petak umpat. Di saat beliau yang jaga atau yang harus mencari teman-temannya yang bersembunyi, beliau hanya cukup memejamkan mata dan berteriak menyebut masing-masing nama teman-temannya dan juga tempat lokasi masing-masing yang bersembunyi, ketika itu semua teman-temannya menyerah keluar dari tempat persembunyiannya masing-masing, padahal tempat mereka bersembunyi cukup jauh dari beliau. Di saat teman-teman beliau giliran jaga, maka sangat sulit sekali menemukan persembunyian beliau. Akhirnya setelah lama tidak menemukan di mana keberadaan beliau bersembunyi, maka semua teman-teman beliau sepakat untuk menyerah. Pada saat itu juga terdengar dengan jelas suara beliau, lalu mereka menoleh ke arah suara tersebut tetapi tidak menemukan beliau. Yang ada hanya tanaman-tanaman jagung di sekitar mereka. Mereka kembali berteriak, maka beliau keluar dari persembunyiannya. Dan ternyata beliau bersembunyi di dalam kembang jagung di tempat mereka bermain.
Keanehan lainnya terjadi di dalam permainan bakukudaan, dalam permainan ini siapa yang kalah suit atau pingsut, maka dia yang mengusung atau mahambin temannya yang menang. Saat beliau yang menang, maka teman-temannya mengusung beliau dengan senang dan riang karena mereka tidak merasakan adanya beban berat di punggung mereka karena sangat ringan, padahal badan beliau yang paling besar di antara mereka. Tetapi di saat beliau yang kalah, maka mereka yang menaiki punggung beliau secara aneh tidak diketahui penyebabnya dari hidung dan mulutnya keluar darah. Setelah kejadian itu mereka tidak berani lagi untuk menaiki punggung beliau.
Tersebut juga dalam kisah apabila beliau ingin makan ikan, beliau pergi ke sungai. Ikan-ikan menghampirinya, sehingga beliau tinggal memilih ikan mana yang beliau sukai. Setelah beliau dewasa di saat penjajah Belanda menyerang Desa Padang Basar, beliau dibantu teman-temannya membentangkan tali ke seberang Sungai Tabalong. Ketika kapal penjajah Belanda mendekati dan bersiap menyerang Desa Padang Basar, mereka buru-buru membatalkan penyerangan karena yang mereka lihat adalah Sungai Tabalong tertutup dengan hutan belukar yang sangat angker dan menakutkan.
Menurut cerita dari salah seorang keturunan Datu Burung (Datu Burung adalah ayah angkat dari Syaikh Sayyid Sulaiman) yaitu Tuan Guru Mu'alim H. Asmuri dari Desa Cakru, bahwa orangtua beliau konon masih menyimpan peninggalan dari Syaikh Sayyid Sulaiman berupa rambut beliau yang disimpan dalam bumbung yang terbuat dari tanaman buluh atau bambu. Dahulu pada zaman revolusi, banyak para pejuang dari Hulu Sungai atau daerah Amuntai yang bermarkas di Danau Terate Desa Padang Basar meminta rambut Syaikh Sayyid Sulaiman tersebut untuk dijadikan babasal atau azimat dengan niat untuk mengusir para penjajah. Konon orang-orang yang memakai babasal dari rambut Syaikh Sayyid Sulaiman itu tidak mempan oleh senjata tajam atau mortir. Saking banyaknya pejuang yang meminta rambut peninggalan beliau, rambut tersebut saat ini sudah tidak tersisa lagi.
Syaikh Sayyid Sulaiman sangat suka bersilaturahmi dan bermudzakarah masalah ilmu-ilmu agama, termasuk mengenai Allah atau ilmu Makrifat. Konon suatu ketika beliau bermudzakarah, beliau memberikan hidangan kepada mereka semua yang hadir. Dan hidangan tersebut mengawali cerita satu jasad dua kubur ini. Hidangan yang dihidangkan beliau adalah masakan khas daerah Amuntai khususnya Padang Basar, masakan tersebut diberi nama Gangan Asam. Di saat beliau menyantap makanan tersebut, ternyata dipiring atau mangkuk beliau terdapat biji katapi (kecapi) sehingga beliau ambil dan taruh dahulu di samping beliau duduk. Setelah semua selesai makan, maka beliau mengambil biji katapi tersebut dan berkata: Ini biji katapi nanti akan aku tanam dan akan tumbuh, apabila pohon itu nanti besarnya seperti batang pohon kapuk, maka ajalku akan sampai dan tanam (kubur) aku di situ juga. Dan juga buatkan aku peti mati dari pohon katapi tersebut.
Wasiat ini sangat diperhatikan sekali oleh teman-teman, dzuriyat, dan saudara-saudara angkat beliau. Sehingga pada suatu ketika beliau wafat dalam usia kurang lebih 31 tahun, beliau meninggal malam Senin tanggal 13 Rajab, dan seluruh keluarga segera melaksanakan wasiat tersebut. Pohon katapi ditebang dan dibuat peti mati atau dalam bahasa Banjar disebut tabala, lalu digali lubang di samping pohon katapi yang ditebang tersebut. Maka di saat itulah tersiar kabar sampai ka Banua atau sekarang disebut Kota Amuntai bahwa Syaikh Sayyid Sulaiman telah meninggal dunia, dan kabar berita ini juga sampai kepada para petinggi atau pejabat Negeri pada waktu itu. Para petinggi Negeri bermufakat bahwa Syaikh Sayyid Sulaiman harus dikubur di Banua, karena mereka semua berpendapat tidak pantas rasanya seorang yang sangat dihormati dan disegani bahkan dengan banyak karamah dari kecil hingga dewasa serta dipercaya dan dianggap bukan orang awam melainkan seorang Wali Allah dikubur di Desa Padang Basar yang masih berupa hutan belantara, apalagi beliau juga seorang pejuang yang gigih dalam mengusir penjajah Belanda.
Maka diutuslah beberapa utusan untuk menjemput jenazah Syaikh Sayyid Sulaiman dengan menggunakan perahu putih, utusan pertama langsung ditolak oleh seluruh keluarga beliau sehingga utusan ini pulang dan melaporkan kepada petinggi Negeri bahwa mereka ditolak. Lalu diutus lagi utusan yang kedua dan hasilnya pun tetap sama, namun para petinggi Negeri Amuntai tetap bersikeras agar jenazah Syaikh Sayyid Sulaiman dikubur di Banua. Maka diutus lagi utusan yang ketiga, di tengah perjalanan para utusan tersebut dikejutkan oleh suara gemuruh angin yang sangat kencang seakan-akan pohon-pohon di sekitar mau tumbang dan kilat sambar-menyambar disertai hujan turun dengan derasnya dan mengakibatkan Sungai Tabalong meluap seketika. Perahu putih yang ditumpangi oleh para utusan kandas menabrak tabur atau batu sungai dan bocor sehingga mereka tidak bisa meneruskan perjalanan dan mereka pun pulang dengan laporan tersebut. Namun sekali lagi para petinggi Negeri pada waktu itu tidak putus harapan, dengan alasan-alasan yang kuat mereka mengirim lagi utusan yang keempat, konon dalam utusan ini ditambah lagi dengan orang-orang yang berpengaruh dan perahu pun dicari yang lebih baik dan besar dengan harapan mudah-mudahan utusan yang keempat ini bisa membuat keluarga Sang Waliyullah tersebut luluh hatinya dan mengizinkan membawa jenazah beliau. Sesampainya mereka di tempat jenazah atau Desa Padang Basar, dengan membawa berbagai macam alasan yang masuk akal akhirnya keluarga sepakat mengizinkan dan mereka berpikir mungkin ini sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa, cukup sudah tiga kali mereka mempertahankan wasiat Syaikh Sayyid Sulaiman. Dengan izin itu kemudian jenazah Syaikh Sayyid Sulaiman dibawa dan dikuburkan di Banua tepatnya di Desa Pakacangan.
Setelah beberapa waktu, warga Desa Pakacangan suatu malam mereka sedang tertidur dan dikejutkan oleh adanya suara orang bertahlil dan bertakbir serta adanya sinar atau cahaya yang sangat terang. Dan setelah diselidiki, suara beserta cahaya tersebut berasal dari makam Syaikh Sayyid Sulaiman. Setelah beberapa waktu, cahaya yang disertai suara takbir itu berjalan dan terbang ke arah hulu, sehingga orang-orang yang menyaksikan menjadi bingung dan penasaran. Mereka kemudian mengikuti ke mana arah cahaya dan suara itu pergi, ternyata cahaya dan suara itu pergi menuju Desa Padang Basar dan jatuh di tempat lubang kubur yang pernah beliau wasiatkan. Konon lubang kubur itu belum sempat ditutupi karena adanya beberapa kali perundingan dengan para utusan. Setelah kejadian pada malam tersebut, lubang itu tertutup dengan sendirinya layaknya sebuah kuburan baru.
Dengan kejadian tersebut, penduduk sekitar dan warga yakin bahwa itu adalah kuburnya Syaikh Sayyid Sulaiman. Berita ini pun sangat cepat beredar di tengah-tengah masyarakat, bahwa Syaikh Sayyid Sulaiman kembali berkubur di Desa Padang Basar. Orang-orang yang dekat dengan beliau setelah mendengar kabar tersebut yakin bahwa itu adalah memang benar kubur Syaikh Sayyid Sulaiman. Itu tidaklah aneh menurut mereka, karena kata mereka lebih banyak hal yang lebih aneh yang dilakukan beliau sejak kecil hingga dewasa. Tetapi bagi orang-orang yang tidak terlalu kenal dengan beliau dan kurang yakin hal ini, maka akan menjadi buah bibir mereka. Mereka tidak yakin dan tidak percaya dan bertanya-tanya manakah kubur beliau yang sebenarnya. Jasad beliau dikubur di Desa Pakacangan, sedangkan dengan kejadian malam itu sebagian orang-orang mengatakan bahwa kubur Syaikh Sayyid Sulaiman ialah yang ada di Desa Padang Basar yang baru muncul. Dengan adanya perbedaan keyakinan di antara masyarakat tentang kubur Syaikh Sayyid Sulaiman tersebut, maka dengan izin Allah SWT dan mungkin ini adalah salah satu karamah Syaikh Sayyid Sulaiman yaitu ketika keluarga serta teman-teman beliau ada yang sedang tidur, ada yang sedang berkhalwat (berdzikir kepada Allah), dan yang lebih aneh lagi ada yang sedang sadar atau tidak tidur didatangi oleh beliau secara zhahir atau nampak dan beliau berkata: Amun ikam dangsanakku, keluarga-keluargaku, cucu-cucuku kaina handak bailang atau ziarah kepadaku, iya di sini aku (Desa Padang Basar) dan di situ aku jua (Desa Pakacangan).
Menurut penuturan tujuh orang ulama pada saat itu bahwa orang yang memiliki hajat atau nazar terhadap makam Syaikh Sayyid Sulaiman seumpama ziarah di Pakacangan ke Padang Basar ataupun ziarah ke Padang Basar tapi tidak ke Pakacangan, maka hajat atau nazar tersebut sudah dilunasi. Tetapi menurut mereka lagi lebih afdhal ziarah kedua-duanya yaitu ziarah ke makam beliau yang zhahir (jasad) di Pakacangan dan makam beliau yang batin (nur) di Padang Basar.
Al Fatihah...
رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.
di post ulang
Muhammad Edwan Ansari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari