Makam Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari.
Letak: Jalan Keramat, Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari atau Datu Fatimah adalah cucu dari Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan, beliau lahir dari pasangan Syarifah binti Datu Kalampayan dan Syaikh Abdul Wahab Bugis.
Datu Fatimah bersuami H. Muhammad Sa'id Bugis yang masih terhitung karabat dari ayahnya yaitu Syaikh Abdul Wahab Bugis, dari pernikahan ini Datu Fatimah dikaruniai dua orang anak bernama Abdul Ghani dan Halimah.
Datu Fatimah merupakan sosok ulama perempuan yang jarang disebut dalam khazanah intelektual ulama Nusantara. Meski demikian, peranannya banyak memberikan andil dalam sejarah pendidikan kaum perempuan di masa itu, terutama perempuan-perempuan di Dalam Pagar, Martapura.
Adalah hal yang wajar jika Datu Fatimah tumbuh dan berkembang menjadi perempuan yang shalihah, terdidik, dan terpelajar. Sebab selain uswah dan didikan dari kedua orangtuanya, Datu Fatimah pun dalam pengawasan kakeknya yaitu Datu Kalampayan.
Disebutkan di dalam Syajaratul Arsyadiyah bahwasanya Datu Fatimah dan saudara seibunya yaitu Mufti H. Muhammad As'ad menuntut ilmu kepada kakeknya yaitu Datu Kalampayan. Datu Fatimah dan Mufti H. Muhammad As'ad mendapatkan segala cabang ilmu Bahasa Arab, ilmu Tafsir, ilmu Hadits, ilmu Ushuluddin, ilmu Fiqih, dan lainnya.
Semangat Datu Fatimah digambarkan oleh Ahmad Basuni di dalam bukunya adalah sosok yang memperjuangkan pendidikan kaum perempuan. Jika saudaranya Mufti H. Muhammad As'ad mengajar, maka dengan persetujuan kakeknya beliau pun juga mengajar. Kakaknya itu sebagai penggerak semangat di hati para laki-laki, maka Datu Fatimah menyadarkan rasa beragama bagi kaum perempuan.
Datu Fatimah adalah penulis dan pengarang Kitab Parukunan Basar (Kitab Fiqih) yang disandarkan kepada paman beliau yakni Mufti H. Jamaluddin sehingga lebih dikenal dengan nama Kitab Parukunan Jamaluddin.
Ada beberapa spekulasi mengapa nama Datu Fatimah tidak disebutkan sebagai pengarang dari Kitab Parukunan Basar, tetapi alasan yang paling kuat menurut saya adalah pendapat dari Prof. Martin van Bruinessen yang menyatakan bahwa karya-karya perempuan diingkari dan diboikot pada masa itu karena adanya sebuah anggapan yang kuat di tengah masyarakat bahwa menulis kitab adalah pekerjaan khusus kaum laki-laki.
Hal ini sejalan jika kita kaitkan dengan penggambaran Ahmad Basuni yang sebelumnya mengatakan bahwa Datu Fatimah mendapat persetujuan dalam mengajar, ada semacam indikasi ruang ketat dalam tradisi mengajar bagi kaum perempuan, dan Datu Fatimah mampu mendapatkan akses tersebut pada saat itu.
Terlepas dari semua itu, kitab Datu Fatimah merupakan karya yang dibaca dan diajarkan tidak hanya di Tanah Banjar, tetapi sampai ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Burma (Myanmar). Kitab Parukunan Basar adalah Kitab Arab Melayu yang menandai adanya hubungan erat dengan Semenanjung Malaka, dan kitab ini pernah dicetak di Makkah Al Mukarramah.
Datu Fatimah adalah satu dari sekian banyak sejarah perjuangan perempuan dalam ruang pendidikan di Nusantara yang menjadi inspirasi bagi perempuan saat ini.
Al Fatihah...
رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari