Kamis, Oktober 17, 2024

Datu Taniran Syekh H. Sa'duddin/ H.M. Thoyyib. Syekh Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti Syekh Muhammad As'ad binti Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).

 Ziarah di Makam Datu Taniran Syekh H. Sa'duddin/ H.M. Thoyyib.




Syekh Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti Syekh Muhammad As'ad binti Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).

"Nama beliau adalah Tuan Guru H.Muhammad Thayyib / H.Sa’duddin (Datu Taniran) bin Haji Muhammad As’ad bin Puan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).

Beliau dilahirkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 1194H bertepatan tahun 1774M. Beliau juga sempat hidup dan bertemu dengan datuknya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).

Beliau merupakan anak ke lima(5) dari dua balas(12) orang bersaudara dari keturunan Haji Muhammad As,ad, yaitu:

1.Al 'Alimul 'Allamah H.Abu Talhah-Wafat dan dimakamkan di Tenggarong, Kutai-Kalimantan Timur.

2.Al 'Alimul 'Allamah H.M.Abu Hamid-Wafat dan dimakamkan di Ujung Pandaran, Sampit-Kalimantan Tengah.

3.Al 'Aimul 'Allamah H.Ahmad-Wafat dan dimakamkan di Balimau, Kandangan-Kalimantan Selatan.

4.Al 'Alimul 'Allamah H.Muhammad Arsyad-Wafat dan dimakamkan di Pagatan, Tanah Bumbu-Kalimantan Selatan.

5.Al 'Alimul 'Allamah H.Muhammad Thayyib / H.Sa'duddin (Datu Taniran)- Wafat dan dimakamkan di kampung Taniran Qubah, Kandangan- Kalimantan Selatan.

6.Saudah.

7.Rahmah.

8.Saidah.

9.Shalehah.

10.Sunbul.

11.Limir.

12.Afiah.

Sejak kecil dia telah mendapat pendidikan langsung dari ayahnya sendiri, yaitu: Haji Muhammad As’ad, yang ketika itu menjabat sebagai Mufti di kerajaan Banjar. Dia selalu berkhidmat dan melayani kakaknya Mufti Haji Muhammad Arsyad (Mufti Lamak). Dimanapun dan kemanapun Mufti Haji Muhammad Arsyad berada, dia selalu berada disampingnya.

Setelah tampak pertumbuhan bakat dan kecerdasannya, terutama dalam bidang pemahaman agama Islam. Maka oleh orang tuanya di usia beliau 25 tahun, beliau diberangkatkan ke Tanah Suci Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji serta memperdalam ilmu pengetahuan agama dengan belajar kepada guru-guru besar atau para ulama besar di kota Mekkah saat itu.

Di usia 35 tahun, setelah bermukim dan menimba ilmu di Tanah Suci Mekkah selama 10 tahun, beliau kembali ke tanah air dengan membawa ilmu pengetahuan yang sarat dan luas serta gelar Al-'Alim Al-'Allamah. Sekembalinya dari berhaji dan menuntut ilmu di tempat sumbernya, beliau tidak langsung berdakwah namun ia langsung berkhadam kepada orang tuanya, yaitu: Mufti Haji Muhammad As’ad dan juga selalu mengikuti saudara-saudaranya yang berdakwah ke berbagai daerah.

Dua(2) tahun setelah sekembalinya dari berhaji dan menimba ilmu di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka pada tahun 1812M beliau berhijrah dari kampung Dalam Pagar, Martapura menuju kampung Taniran, Angkinang, Hulu Sungai Selatan-Kalimantan Selatan. Ia menetap di kampung Taniran adalah untuk menjadikan kampung tersebut sebagai tempat untuk mengajar dan sebagai pusat atau basis penyiaran agama Islam untuk daerah Banua Enam.

Adapun penyebab kedatangan dan berhijrahnya ia ke Taniran adalah karena kedatangan tokoh masyarakat kampung Taniran pada masa itu kepada Mufti Haji Muhammad As’ad, serta bermohon kepada orang tuanya agar dapat berkenan mengirim seorang guru agama ke kampung Taniran guna memberikan pendidikan agama dan memantapkan keyakinan agama Islam serta pengamalannya, dan bermohon agar guru agama tersebut bersedia untuk tinggal menetap di kampung Taniran.

Demi mengetahui hal yang demikian, maka Haji Muhammad As’ad selaku seorang ulama yang berkewajiban menyampaikan dimana pun juga dan selaku Mufti Kerajaan Banjar merasa bertanggung jawab atas pendidikan agama diwilayah kekuasaan kerajaan Banjar, maka dengan senang hati dan dengan penuh keikhlasan ia menunjuk dan mengutus anaknya sendiri, yang baru saja pulang dari berhaji dan menuntut ilmu di tanah suci mekkah, yaitu: Haji Muhammad Thayyib (Datu Taniran), karena beliau dianggap mampu dan sanggup untuk melaksanakan tugas tersebut.

Dimasa itu kampung Taniran dipimpin oleh oleh seorang pambakal yang bernama Abah Saleh. Pambakal dan seluruh masyarakat kampung Taniran sangat gembira demi mengetahui kesediaan Tuan Mufti untuk mengutus seorang guru agama guna memimpin masyarakat kampung Taniran dalam masalah keagamaan, lebih-lebih lagi mereka sangat bersyukur karena akan memperoleh seorang guru agama dari keturunan Tuan Mufti sendiri yang akan membawa mereka untuk meningkatkan keyakinan beragama dan meningkatkan amaliah.

Segera setelah kabar gembira itu diterima, masyarakat kampung Taniran segera mengatur penjemputannya ke kampung Dalam Pagar, Martapura-Kalimantan Selatan. Penjemputannya dilakukan melalui perjalanan sungai Nagara (Daha) menggunakan perahu yang khusus didatangkan dari kampung Taniran, yaitu: perahu bagiwas, lengkap dengan awak serta juru mudi yang bernama Su Salum.

Untuk menyatakan rasa syukurnya, masyarakat kampung Taniran menghibahkan tanah perkebunan kelapa kepadanya seluas kurang lebih sepuluh borongan (28,900M). Tanah tersebut dipergunakannya untuk komplek pengajian dan perumahan. Di tanah itulah sekarang berdiri Masjid As-Sa’adah, yang didirikan pada tahun 1923M, beserta rumah tempat tinggal beberapa dzuriyatnya.

Pemerintah Belanda menawarkan kepadanya jabatan Mufti yang kosong setelah ditinggal wafat kakaknya Mufti Haji Muhammad Arsyad. Namun, ia menolak untuk menjadi pejabat pemerintah dan lebih memilih kedudukan Non Formal sebagai tokoh masyarakat, suatu pilihan yang sangat berani dan tepat disaat mana pemerintah Belanda dengan gigihnya tengah memperkuat kedudukannya.

Di kampung Taniran inilah awal bermula tempat pendidikan agama atau basis Haji Muhammad Thayyib / Haji Sa’duddin (Datu Taniran), dimana setiap harinya didatangi orang untuk belajar selain dari masyarakat Taniran sendiri, juga berasal dari berbagai daerah dan tempat di Hulu Sungai seperti dari Barabai, Nagara, Amuntai, dan sebagainya.

Haji Muhammad Thayyib / Haji Sa’duddin (Datu Taniran), seorang ulama cicit dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan), yang berkiprah sebagai generasi penerus datuknya, berjuang tanpa pamrih dalam membina masyarakat dan mencetak kader-kader ulama di Hulu Sungai, khususnya di Taniran.

Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang wara’, qana’ah, lemah lembut, pemurah, tawadhu', adil, kasih sayang, berani dalam menegakkan yang hak dan memberantas kebatilan. Beliau juga seorang ulama yang terkenal dengan tingkah laku yang menjadikan pelajaran kepada murid yang tanggap melihatnya (bilhal), sehingga bagi murid-muridnya yang selalu berada disampingnya serta banyak bergaul dengannya secara tidak langsung dapat memetik atau mengambilnya terus-menerus ilmu yang ia berikan.

Dalam ketelitian beliau menjaga diri dan memelihara hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak sifat-sifat terpuji (mahmudah) yang melekat pada diri beliau, maka setiap kali beliau akan mandi, ia tidak mau membuka bajunya, karena menjaga agar badannya jangan sampai terbuka sehingga auratnya tampak kelihatan orang lain. Karena itu apabila beliau mandi selalu dengan pakaiannya yang melekat pada badannya waktu itu.

Disamping itu, dalam kebiasaanya melaksanakan selamatan atau haul atau jamuan makan, maka setiap kali ia membeli ayam atau kambing dan sebagainya, ia tidak mau langsung menyembelihnya, namun ia pelihara dulu beberapa waktu dengan memberi makanan atau umpan yang ia sediakan sendiri sehingga ternak itu makanannya dijamin tidak memakan makanan yang mungkin memakan tumbuh-tumbuhan milik orang atau lainnya, selain itu ia juga tidak mau membeli ayam atau itik di pasar melainkan di kampung-kampung, dalam arti kata langsung dari pemiliknya.

Demikian bilhal Haji Muhammad Thayyib / Haji Sa’duddin (Datu Taniran) yang merupakan pelajaran yang sangat mahal nilai dan artinya dalam kita menjalani hidup dan kehidupan ini. Ia adalah seorang ulama yang selalu menyukai khalwat sehingga jika ingin melihat atau bertemu dengannya hanyalah pada saat ia mengajar atau shalat di masjid. Apalagi sejak kakaknya Mufti Haji Muhammad Arsyad berpulang ke Rahmatullah di Pagatan pada hari Sabtu, 23 Rabiul Awwal 1275H. Maka Haji Muhammad Thayyib / Haji Sa’duddin lebih banyak menyendiri, dan khalwat dan jarang sekali ke Martapura, karena kakak yang selalu dikunjungi sudah tidak ada lagi.

Haji Muhammad Thayyib / H.Sa’duddin (Datu Taniran) menikah di Amawang, Kandangan dengan Puan Halimah (Gelar Diyang Gunung) memperoleh enam(6) orang anak, lima(5) putera dan seorang puteri, yaitu:

1.Aisyah.

2.Muhammad Nashir.

3.Haji Abdul Ghani.

4.Haji Abdul Jalil.

5.Haji Abdul Qadir.

6.Haji Muhammad Sa’id.

Kemudian beliau menikah lagi di Amuntai dengan Puan Angka dan mendapatkan lima(5) orang anak, dua(2) orang putera dan tiga(3) orang puteri, yaitu:

1.Haji Muhammad Thaher.

2.Zainab.

3.Kamaliyyah.

4.Haji Abdurrasyid.

5.Hasanah.

Lebih kurang 45 tahun guru besar (Haji Muhammad Thayyib / Haji Sa'duddin (Datu Taniran) ini mencurahkan darma baktinya terhadap agama, bangsa, dan umatnya, setelah berhasil mencetak ulama-ulama penerus yang tersebar di sekitar Hulu Sungai tempo dulu, maka pada tanggal 5 Shafar 1278H atau sekitar tahun 1858M, beliau berpulang ke Rahmatulah dalam usia 84 tahun.

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un...

Makam beliau di Taniran,berdekatan dengan Mesjid As Sa'adah.

# Sekilas Cerita Tentang Wafatnya Tuan Guru H.Muhammad Thayyib / H.Sa'duddin (Datu Taniran):

"Tiga(3) hari menjelang ke wafatannya, beliau mencuci kain kafan. Salah seorang sahabat beliau yang bernama Ninggal mengatakan bahwa tuan akan pulang. Menurut penuturan orang-orang tua yang sambung bersambung di kampung Taniran, pada waktu jenazah Almarhum dishalatkan, banyak sekali orang yang turut melaksanakannya dan di antaranya ada terlihat tiga(3) orang yang cukup menarik perhatian, tetapi tidak seorang pun mengetahui dari mana mereka dan datang dan bagaimana cara mereka pergi, selesai shalat dan pemakaman jenazah tersebut. Setelah pemakaman, berdatanglah segala jenis burung dan selama tiga(3) hari berturut-turut burung itu mengerumuni dahan dan ranting pepohonan disekitar kubur Almarhum seakan-akan turut memberikan ta'ziah dan menzirahi makam seorang mujahid dakwah, yang telah menunaikan tugasnya seraya mengucapkan selamat sejahtera atas seorang hamba yang baik sejak ia dilahirkan, hingga ia wafat dan ketika nanti ia di bangkitkan kembali.

Subhanallah...

Semoga menambah kecintaan kita semua kepada Rasulullah, dzuriyat Rasulullah, para Auliya Allah, para Ulama, dan Orang-orang sholeh,khususnya kepada Tuan Guru Syekh H.Muhammad Thayyib / H.Sa’duddin (Datu Taniran) bin Haji Muhammad As’ad bin Puan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan). Mendapat berkah & syafaat beliau, diampuni segala dosa, dikabulkan segala hajat, panjang umur, sehat badan, murah rezeki, dan Allah mudahkan kita semua untuk selalu istiqamah dalam berbuat kebaikan, menuntut ilmu agama, dan taat beribadah kepada Nya. serta mendapat keselamatan dunia akhirat dan mendapat keridhaan Allah SWT. Aamiin...



Semoga kita semua mendapatkan keberkahan dan keberuntungan dunia dan akhirat dan dikumpulkan dengan Abah Guru kita, kedua orang tua kita, Guru-guru kita, Keluarga dan orang yang kita cinta semua di dalam surga di bawah payungnya Baginda Rasulullah ﷺ dan diberi Dzurriyyat yang Sholeh dan Sholehah mencintai Allah dan Rasulullah juga Ahlul Bait dan Aulia Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari