Jumat, September 13, 2024

Makam Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail bin Ismail. Letak: Alkah Muslimin, Desa Mandingin, Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan (Seberang Stadion Murakata).

 Makam Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail bin Ismail.







Letak: Alkah Muslimin, Desa Mandingin, Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan (Seberang Stadion Murakata).


TUAN GURU H. ABDURRAHMAN ISMAIL, ULAMA PENUH JASA DALAM BIDANG PENDIDIKAN, SANG PELOPOR BERDIRINYA IAIN ANTASARI & UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT.


Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail berasal dari keluarga sederhana, putra seorang ulama sekaligus petani bernama Ismail dan ibundanya bernama Mariyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1914 M di Desa Mandingin, sekitar dua kilometer dari Kota Barabai, Kalimantan Selatan. Beliau putra satu-satunya dan tertua dari empat bersaudara. Konon sewaktu ibundanya hamil, suatu malam bermimpi kedatangan bulan, mungkin suatu isyarat bahwa bayi yang dikandungnya kelak menjadi seorang penerang yang memberi cahaya di tengah-tengah masyarakat.


Ketika berumur tujuh tahun, beliau dimasukkan oleh ayahnya pada sekolah Volkschool. Kemudian pada sore atau malam harinya, beliau belajar bahasa Arab dan pengetahuan agama, terutama dengan orangtuanya sendiri dan juga dengan ulama-ulama di desanya. Orangtuanya bercita-cita agar beliau dapat meneruskan pendidikannya ke Mesir dan untuk itu perlu diberi bekal pengetahuan agama khususnya bahasa Arab. Barangkali orangtuanya telah membaca sifat, bakat, kemauan, serta motivasinya dalam menuntut ilmu pengetahuan, kebetulan beliau pun memang seorang yang pandai dan rajin.


Semenjak mudanya, Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail termasuk anak yang rajin dan giat belajar ilmu-ilmu agama. Otaknya cerdas, pikirannya tajam, dan sikapnya tangkas. Keadaan fisik beliau berkulit putih bersih, tampan, dan berwibawa. Bersifat jujur dan ikhlas, halus budi bahasa, peramah, dan suka bergaul dengan siapa saja.


Mula-mula Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail menempuh pendidikannya pada sekolah Volkschool. Setamat Volkschool, beliau tidak melanjutkan sekolah lagi. Kemudian beliau memperdalam ilmu agama, terutama dengan orangtuanya sendiri dan para alim ulama lainnya.


Pada tahun 1927 M, beliau dikirim oleh orangtuanya ke Mesir. Beliau berangkat ke Mesir bersama-sama dengan H. Abdul Hamid Karim, H. Abdul Jalil, dan H. Mastur Zahri yang semuanya berasal dari Kalimantan Selatan. Sesampainya di Mesir, beliau dan rombongan disambut oleh teman-teman yang terdahulu seperti H. Zuhri Sulaiman, H. Manshur Ismail, H. Muhammad As'ad, dan H. Muhammad Rafi'i.


Di Mesir, beliau memasuki Al Azhar Kairo sejak dari pendidikan dasar, tingkat menengah, dan kesarjanaan. Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh teman seperjuangannya yakni Muhammad Zein Hasan dalam Panji Masyarakat sebagai berikut: Sebagai mahasiswa, almarhum seorang dari sedikit keluaran Al Azhar Kairo yang mengikuti pendidikan terlama yaitu sejak dari pendidikan dasar, tingkat menengah, dan kesarjanaan dengan memperoleh gelar kejuruan (Takhasus/MA).


Ijazah yang beliau dapat selama belajar di Al Azhar Kairo tersebut adalah:


• Ijazah Tsanawiyah pada tanggal 25 Juni 1934 M bertepatan dengan 13 Rabi'ul Awwal 1353 H.

• Ijazah Aliyah pada Januari 1943 M bertepatan dengan bulan Muharram 1362 H pada Fakultas Ushuluddin.

• Ijazah 'Alimiyah (MA) Al Azhar Kairo pada tanggal 26 Juli 1944 M bertepatan dengan 6 Sya'ban 1363 H.


✓ Kiprah Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail Pada Bidang Pendidikan


Setibanya di Tanah Air pada 1 Juni 1947 M, banyak organisasi atau perguruan yang memintanya agar aktif bersama mereka dan berpartisipasi dalam perguruan atau organisasi pendidikan mereka.


Permintaan organisasi atau masyarakat itu nampaknya disambut baik oleh beliau, namun beliau memenuhinya berupa kunjungan yang diisi dengan tabligh keagamaan. Sehingga dalam kurun waktu yang relatif singkat, semua masjid di Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah dikunjunginya untuk memotivasi dan menggembleng umat agar cakrawala berpikirnya lebih luas dan jauh ke depan.


Kiprah Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail yang pertama dalam dunia pendidikan setelah berada di Tanah Air ialah dengan membuka pengajian (majelis taklim) di rumah orangtuanya di Desa Mandingin, ternyata pengajian ini maju dengan pesatnya karena mendapat respon positif dari masyarakat, bahkan rumah orangtuanya tidak dapat menampung jumlah jamaah yang melimpah ruah. Atas bantuan seorang muslim keturunan Tionghoa bernama H. Abdul Hamid (Tjea Hai Po), didirikanlah sebuah gedung sekolah dengan lima buah lokal semi permanen lengkap dengan kursi dan meja serta peralatan sekolah lainnya.


Bangunan gedung sekolah itu selesai awal tahun 1948 M yang berfungsi ganda, yaitu sebagai tempat pengajian bagi masyarakat terutama untuk orang dewasa dan sebagai tempat belajar bagi para remaja. Sekolah itu bernama Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) Mandingin. Namun sekolah dan pengajian itu tidak dapat berlangsung lama karena meningkatnya revolusi fisik, sehingga pengajian dan sekolah itu ditutup.


Pada akhir tahun 1948 M, beliau terpilih sebagai anggota Dewan Banjar dan bermukim di Banjarmasin sampai dibubarkannya Dewan Banjar pada tahun 1950 M, beliau aktif membantu mengajar pada SMIP Sungai Jingah yang dikelola oleh Tuan Guru H. Muhammad Hanafie Gobit.


Setelah Dewan Banjar bubar, beliau kembali ke Barabai dan dipercaya memimpin Madrasah Mu'allimin mulai tanggal 3 Maret 1950 M sampai dengan diangkatnya beliau sebagai Kepala Penerangan Agama Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1957 M.


Cita-cita untuk mendirikan lembaga dan perguruan tinggi telah lama terpendam di dalam lubuk hatinya, ide ini lalu dikonsultasikan kepada teman-temannya, terutama dari kalangan ulama atau tokoh-tokoh pendidik. Ternyata terdapat kesamaan cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi Islam sebagai lembaga pendidikan yang bertarap universiter, kesamaan cita-cita itu akhirnya melahirkan pertemuan dan musyawarah para tokoh pendidikan dan ulama pada tanggal 28 Februari 1948 M di Kota Barabai. Tampaknya pertemuan tersebut di atas merupakan usaha umat Islam yang pertama di Kalimantan Selatan untuk merintis dan merealisir gagasan-gagasan mendirikan perguruan tinggi Islam di kawasan Kalimantan Selatan. Tercatat di antara tokoh-tokoh yang hadir dalam musyawarah itu sebagai berikut:


• Banjarmasin: H. Muhammad Hanafie Gobit dan H. Muhammad Nur Marwan.

• Kandangan: H. Abdus Sidik, H. Utsman, dan H. Muhammad Arsyad.

• Barabai: H. Mukhtar, H. Muhammad As'ad, H. Mansyur, Isma'il, H. Abdul Hamid Karim, dan H. Abdurrahman Ismail.

• Amuntai: H. Zuhri Sulaiman, H. Ahmad Hasan, dan H. Idham Khalid.


Selanjutnya diinformasikan pula usaha merealisir gagasan berdirinya perguruan tinggi Islam tersebut baru dapat direalisir pada tahun 1957 M yaitu dengan berdirinya Yayasan Hidayah, hal ini disebabkan revolusi fisik dan situasi pemerintah menghadapi pemberontakan-pemberontakan dalam negeri. Informasi A. A. Hamid Z mengatakan bahwa yayasan itu didirikan oleh H. Abdurrahman Ismail, H. Muhammad Hanafie Gobit, dan H. Mastur Zahri. Semula yayasan itu didirikan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam, namun karena situasi dan kondisinya belum memungkinkan, maka usaha awal yayasan ini mendirikan Sekolah Menengah Islam Atas (SMIA) Hidayah pada tahun 1957 M yang berlokasi di Sungai Mesa Darat.


Fisik atau gedung sekolah tersebut di atas adalah sumbangan seorang dermawan yang bernama Syahran Husin yang menyediakan tanah dan bangunannya berupa gedung semi permanen sebanyak tujuh lokal lengkap dengan meja dan kursi belajar para siswa-siswanya.


Sekolah tersebut di atas dalam perkembangan selanjutnya diresmikan menjadi Sekolah Persiapan IAIN Al Jami'ah Banjarmasin pada tahun 1963 M, dan pada tahun 1983 M diresmikan lagi menjadi Madrasah Aliyah Negeri Banjarmasin.


Cita-cita berdirinya sebuah perguruan tinggi Islam di Kalimantan Selatan itu baru terwujud pada tahun 1958 M dengan berdirinya Universitas Lambung Mangkurat yang salah satu fakultasnya adalah Fakultas Agama Islam.


Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail banyak berperan dalam melahirkan keberadaan Universitas Lambung Mangkurat, sehingga wajar bila beliau ditunjuk menjadi Pimpinan Fakultas Agama Islam pada universitas tersebut. Universitas Lambung Mangkurat diresmikan pada 21 September 1958 M dengan Fakultas Ekonomi, Sosial Politik, Hukum, dan Fakultas Agama Islam. Kemudian khusus Fakultas Agama Islam pada tanggal 1 Februari 1960 M diubah namanya menjadi Fakultas Islamologi, namun tetap di bawah lingkungan Universitas Lambung Mangkurat dan di bawah pimpinan Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail. Baru pada tanggal 15 Januari 1961 M, Fakultas Islamologi diresmikan menjadi Fakultas Syariah IAIN Al Jami'ah cabang Yogyakarta di Banjarmasin (SK. MAGRI No. 28 Th. 1960 tanggal 24 November 1960).


Dalam surat keputusan tersebut disebutkan pula sambil menunggu putusan resmi dari Presiden RI, Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail ditunjuk menjabat Dekan Fakultas Syariah yang diresmikan tersebut. Menurut tulisan Rahmawati, setelah berdiri Universitas Islam Antasari, maka dengan keputusan Menteri Agama No. 61 tahun 1964 tanggal 1 September 1964 ditetapkan bahwa Universitas Islam Antasari dinegerikan menjadi Institut Agama Islam Negeri Antasari. Dengan demikian, Fakultas Syariah Banjarmasin (ex cabang Yogyakarta) digabungkan.


Menurut versi H. Muhammad Yusran Asmuni, status Fakultas Syariah cabang Yogyakarta tersebut berlangsung sampai dengan tanggal 20 November 1964 M yaitu dengan berdirinya atau diresmikannya IAIN Antasari Banjarmasin (SK. MAGRI. No. 89 Th. 1964 tanggal 27 Oktober 1964), dan dalam Surat Keputusan sebelumnya (SK. No. 88 tanggal 27 Oktober 1964) ditetapkan pula pimpinan fakultas-fakultas di bawah lingkungan IAIN Antasari, yaitu:


• H. Abdurrahman Ismail: Dekan Fakultas Syariah Banjarmasin.

• H. Utsman: Dekan Fakultas Syariah Kandangan.

• H. Muhammad As'ad: Dekan Fakultas Tarbiyah Barabai.

• H. Abdul Wahhab Sya'rani: Dekan Fakultas Ushuluddin Amuntai.


Aktivitas lain di dalam bidang pendidikan ialah pada tahun 1970 M mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Pangeran Antasari, yayasan ini pada tahun 1971 M telah dapat mendirikan Sekolah Menengah Islam Pertama yang berlokasi di Jalan Pangeran Antasari dan sekolah ini lebih dikenal dengan SMIP-3. Gedung SMIP-3 sebanyak 12 lokal semi permanen dan berlantai dua itu dibangun di atas tanah milik, bangunannya adalah sumbangan seorang dermawan dan pengusaha bernama H. Mukri yang berasal dari Barabai dan telah menetap di Banjarmasin. Resminya sekolah ini dibuka pada tanggal 4 Januari 1972 M atau 34 hari sebelum beliau meninggal dunia.


Jabatan Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail dalam bidang pendidikan di lingkungan IAIN Antasari adalah Dekan Fakultas Syariah sejak diresmikan pada tahun 1961 M sampai akhir hayatnya tahun 1972 M. Di samping itu, mulai tahun 1965 M diangkat pula oleh Menteri Agama sebagai Wakil Rektor I IAIN Antasari Bidang Akademik dan Kemahasiswaan dengan SK. MAGRI. No. B. IV-16/1490 tanggal 10 Oktober 1965 M.


Pada tahun 1956 M, Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail mengirim murid-muridnya lulusan Madrasah Mu'allimin Barabai, di antaranya Muhammad Haziq Abduh (Mantan Pembantu Rektor II IAIN Antasari, dikirim ke Muara Tewe Kalimantan Tengah) dan Muhammad Asy'ari Husin (pensiunan Pegawai Negeri Sipil, dikirim ke Tumbang Sambak Kalimantan Tengah), masing-masing lebih dari satu tahun untuk mengajar agama dan dakwah.


Pada tahun 1968 M, beliau mendirikan sebuah langgar/mushalla di samping kediaman beliau. Menurut salah seorang keluarganya yaitu H. Basirun, langgar itu dibuat selain untuk shalat berjamaah, juga merupakan wadah atau tempat bagi mahasiswanya yang belum puas di bangku perkuliahan atau masyarakat umum yang ingin menimba ilmu pengetahuan agama pada beliau. Langgar ini diberi nama Darul Hijrah, karena penduduk di sekitar langgar ini pada umumnya adalah pendatang dari berbagai daerah atau pulau. Langgar ini semi permanen dengan ukuran 8 x 8 m, dibangun atas swadaya masyarakat sekitarnya.


Kegiatan lain yang bersifat gerakan dakwah Islamiyah secara nasional adalah berdirinya Dewan Dakwah Islamiyah di Kalimantan Selatan. Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail diminta oleh Muhammad Nashir (Ketua DPP Dewan Dakwah Islamiyah di Jakarta) untuk membentuk pengurus wilayah Kalimantan Selatan. Dalam kepengurusan Dewan Dakwah Kalimantan Selatan, Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail ditunjuk sebagai penasihat.


Pada tahun 1948 M, Pemerintah Kolonial Belanda melaksanakan pemilihan anggota Dewan Banjar dan Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail terpilih menjadi wakil dari daerah pemilihan Distrik Barabai dari kelompok Republiken. Wakil lainnya dari daerah Barabai adalah H. Abdul Hamid Karim.


Menurut H. Abdul Hamid Karim, selama menjadi anggota Dewan Banjar kurang lebih dua tahun, beliau tinggal menetap di Banjarmasin. Hal ini untuk menghindari kecurigaan Pemerintah Kolonial Belanda, namun beliau tetap aktif dalam gerakan gerilya, bahkan beliau diangkat menjadi Kepala Penerangan ALRI Divisi IV Kalimantan Selatan.


Organisasi yang pertama dimasuki beliau adalah Serikat Muslimin Indonesia yang disingkat Sermi, salah satu program dari Sermi adalah berusaha memperjuangkan masuknya Kalimantan ke dalam Republik Indonesia. Pada tahun 1950 M, Sermi mengadakan muktamar di Kota Barabai. Muktamar itu dihadiri oleh Pimpinan Pusat antara lain Muhammad Nashir, Sukiman, dan dari gerakan pemudanya antara lain Benyamin. Pada saat itulah muktamar memutuskan bahwa organisasi Sermi dibubarkan dan dilebur menjadi Masyumi Wilayah Kalimantan Selatan dan Dayak Besar.


Sebagai Ketua Masyumi yang baru dibentuk itu ditetapkan oleh muktamar ialah H. Hasan Basri (Ketua MUI) dan Abu Bakar Razi sebagai Sekretaris, sedangkan Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail terpilih sebagai penasihat.


Pada tahun 1955 M, Pemerintah Indonesia melaksanakan pemilihan umum anggota konstituante dan hasilnya Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail terpilih menjadi anggota konstituante calon dari Partai Masyumi untuk daerah pemilihan Kalimantan Selatan.


Kegiatan beliau dalam bidang kemasyarakatan antara lain mendirikan yayasan dan mendirikan rumah yatim piatu. Aktif mendirikan Rumah Yatim Piatu Sentosa di Jalan Belitung Banjarmasin dan mendirikan Baitul Mal yang hasilnya antara lain berdirinya pesantren di samping Masjid Jami' Banjarmasin, informasi ini hasil wawancara H. Muhammad Yusran Asmuni dengan H. Abdul Hadi, teman karib beliau.


Pada tahun 1956 M sewaktu Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail masih menjabat sebagai Kepala Madrasah Mu'allimin Barabai, Menteri Agama meminta beliau agar bersedia menjadi Kepala Penerangan Agama Provinsi Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin.


Maka dengan SK. Menteri Agama No. B/V/K/1573 tanggal 5 Juni 1956 M, beliau diangkat menjadi Kepala Penerangan Agama Provinsi Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin. Dan setelah Kalimantan menjadi empat provinsi, beliau tetap menjadi Kepala Penerangan Agama untuk Provinsi Kalimantan Selatan.


Menjelang berakhirnya jabatan Rektor IAIN Antasari Banjarmasin (Zafry Zamzam), beliau oleh sidang lengkap Senat IAIN Antasari dicalonkan dan diusulkan sebagai calon tunggal yang akan menduduki jabatan Rektor IAIN Antasari. Tetapi belum lagi SK Pengangkatan diterima, beliau lebih dahulu berpulang ke rahmatullah.


Mungkin karena kesibukan beliau yang selalu mencurahkan perhatiannya untuk pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan politik yang selalu beliau padukan dengan dakwah dan kesibukan kesehariannya dalam tugas rutin menyebabkan beliau tidak sempat menulis buku ilmiah untuk dicetak.


Sebagian besar karya tulis Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail hanya untuk konsumsi mahasiswa, umumnya dalam rangka perkuliahan berupa diktat terutama dalam bidang ilmu Tafsir.


Karya tulis beliau dalam majalah ilmiah ditemukan dalam Majalah Ilmu Pengetahuan Al Jami'ah Yogyakarta No. 2 tahun 1962 M dengan judul Bid'ah dan Sunnah, tampaknya beliau mengambil jalan tengah atau menjembatani polemik yang terjadi di kalangan umat Islam dalam hal bid'ah.


Menurut informasi dari H. Abdul Hamid Karim, spesialisasi keilmuan Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail adalah ilmu Dakwah, namun ilmu Alat seperti ilmu Nahwu, Sharaf, dan Balaghah benar-benar beliau kuasai pula.


Drs. H. Busyra Badri mengatakan bahwa pada tahun 1959 M, PTAIN (sekarang IAIN) Yogya telah mencantumkan nama Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail pada jadwal perkuliahan dalam ilmu Dakwah di tingkat Doktoral.


Mengenai keahlian beliau dalam berbahasa yang telah dituturkan oleh Muhammad Zein Hasan (Mantan Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Timur Tengah) agaknya memberikan pengakuan secara khusus. Ungkapan yang pada dasarnya menunjukkan kekaguman itu bukanlah sesuatu yang dilebih-lebihkan, melainkan sesuatu yang objektif, yaitu sebagai berikut:


"Saya sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Timur Tengah yang berpusat di Mesir, banyak sekali mendapat bantuan dari H. Abdurrahman Ismail selaku Sekretaris Panitia Persiapan Kemerdekaan tersebut, karena ketinggian mutu karangannya dan kefasihan lidahnya dalam berbahasa Arab, bahasa Al Qur'an. Di samping itu, H. Abdurrahman Ismail giat menterjemahkan berita-berita di dalam negeri ke dalam bahasa Arab".


Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail berpulang ke rahmatullah di Banjarmasin pada hari Senin tanggal 7 Februari 1972 M atau bertepatan dengan 21 Dzulhijjah 1391 H dalam usia kurang lebih 58 tahun dan dimakamkan di Desa Mandingin.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari