Makam Habib Alwi bin Abdullah Al Habsyi (Kapten Arab).
Letak: Jalan Masjid Jami', Gang Mesjid 1, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Turbah Alawiyyin Sungai Jingah).
Kapten Arab atau dalam Bahasa Belanda disebut Kapitein der Arabieren adalah suatu jabatan pada masa Kolonial Hindia Belanda yang diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan tugas mengepalai orang-orang etnik Arab-Indonesia yang tinggal dalam suatu wilayah.
Habib Alwi bin Abdullah Al Habsyi lahir di Hauthah, Hadhramaut, Yaman. Menurut anak beliau yang bernama Habib Abdullah, Habib Alwi lahir pada tahun 1865 M.
Habib Alwi dari Hadhramaut memilih Barabai sebagai tempat tinggal tetap setelah sempat bermukim beberapa tahun di Banjarmasin. Habib Alwi menikah pertama kali di Banjarmasin dengan Syarifah Raguan binti Syekh Al Habsyi. Dengan istrinya, Habib Alwi masih bersaudara dekat karena mereka sama-sama cucu dari Habib Alwi bin Syekh Al Habsyi. Ketika tinggal di Banjarmasin, Habib Alwi tinggal di kawasan Ujung Murung dan menjabat sebagai Kapten Arab menggantikan Habib Hasan bin Idrus Al Habsyi (Habib Ujung Murung). Habib Alwi pindah ke Barabai setelah menikah di sana dengan seorang perempuan asal Banua Kupang bernama Hj. Masrah, belakangan Habib Alwi juga menikah dengan perempuan asal Kandangan bernama Masja.
Sejak melepaskan kedudukan sebagai Kapten Arab, Habib Alwi berdomisili di Barabai. Namun masyarakat tetap memperlakukannya sebagai orang istimewa karena latar belakang dan jasa-jasanya, jasa terbesar Habib Alwi bagi daerah Hulu Sungai terutama Barabai adalah kepeloporan beliau dalam membangun perkebunan karet secara besar-besaran di Barabai. Habib Alwi memiliki kebun karet di Desa Manggasang, Hantakan, Barabai. Bibit karet diperoleh Habib Alwi dari Bogor melalui perantaraan Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu beliau juga berperan besar dalam pembangunan rumah sakit, pasar batu, gedung Syarikat Islam, dan sanatorium untuk pengobatan terutama penderita penyakit paru-paru (Tuberkulosis) di Hantakan.
Pada tahun 1953 M, Presiden Soekarno pernah berkunjung ke Barabai, masyarakat di sana sepakat menunjuk Habib Alwi untuk mewakili mereka menyambut Sang Proklamator Indonesia tersebut. Pada pertemuan itu terjadi perbincangan antara Habib Alwi dan Presiden Soekarno.
Presiden bertanya: Siapa nama Tuan? Habib Alwi Al Habsyi, jawab Habib Alwi. Presiden bertanya lagi: Habib berasal dari Arab kah? Habib Alwi menjawab: Iya, saya lahir di Hadhramaut, Yaman.
Lebih lanjut Presiden bertanya: Mengapa orang Arab seperti Habib mau membantu perjuangan rakyat Indonesia? Dijawab oleh Habib Alwi: Karena saya seorang Muslim dan rakyat Indonesia juga Muslim, jadi saya membantu. Inilah persaudaraan sesama orang Islam.
Mendengar jawaban Habib Alwi tersebut, Presiden Soekarno merasa terpukau. Ternyata rakyat Indonesia tidak berdiri sendiri dalam berjuang, masih banyak orang-orang Islam yang teguh memegang ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam memahami konsep persaudaraan Islam secara global seperti Habib Alwi ini.
Presiden lalu mengundang Habib Alwi untuk datang ke Istana Negara di Jakarta, namun Habib Alwi wafat lebih dulu dan belum sempat memenuhi undangan Presiden.
Habib Alwi mempunyai seorang sahabat dekat di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang bernama Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya (Pangeran Noto Igomo), keduanya mempunyai kedudukan terhormat di wilayahnya masing-masing. Habib Muhammad tinggal di Tenggarong selaku Penasihat Sultan Kutai, sementara Habib Alwi adalah seorang Kapten Arab berkedudukan di Barabai. Mereka sudah saling mengenal sejak sama-sama tinggal di Hadhramaut, Yaman. Habib Alwi sejak di Hadhramaut sudah mengakui keluasan pengetahuan dan kealiman Habib Muhammad, Habib Muhammad kelahiran tahun 1844 M. Walau tinggal di daerah yang berbeda dan dipisahkan jarak cukup jauh, persahabatan Habib Muhammad dan Habib Alwi tetap terjalin mesra. Habib Muhammad menyumbang batu dan semen ketika Habib Alwi membangun Pasar Batu, Pasar Batu adalah bangunan beton pertama di Hulu Sungai yang merupakan tempat pasar gatah (karet). Suatu ketika kedua sahabat ini bertemu di Samarinda, dalam pertemuan tersebut mereka tidak lupa berfoto bersama dengan gaya masing-masing. Habib Muhammad mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih, sementara Habib Alwi memakai busana baju safari dan celana panjang. Persamaan mereka ada pada kopiah yang dikenakan serta masing-masing memakai tongkat.
Habib Alwi bin Abdullah Al Habsyi wafat di Banjarmasin pada tahun 1967 M dalam usia 102 tahun, sementara Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya telah mendahului beliau 20 tahun sebelumnya dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Kelambu Kuning, Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Al Fatihah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari