Senin, September 30, 2024

Pandiran Warung: _"Kada sing akalan..."_*

*Pandiran Warung: _"Kada sing akalan..."_*


Ada satu cerita dari Diogones, seorang pemikir yang dikenal jenaka tetapi anekdot-anekdotnya memiliki hikmah. Suatu hari, Diogones berada di lingkungan istana dan sedang menyantap ubi. Kebetulan ubi itu rasanya tidak terlalu enak, tetapi Diagones nampak menikmatinya. Momen itu diperhatikan oleh Aristippos, seorang cendikia namun sekaligus juga penjilat Sang Raja. 


_"Kalau engkau mau belajar menghamba pada Raja, maka kau tidak perlu lagi makan sampah seperti ubi di tanganmu..."_ Ucap Aristippos dengan angkuh. 


Diagones dengan santai dan terus menikmati ubi di hadapannya, menyahut ucapan Aristippos; _"Jika engkau sudah belajar hidup dengan memakan ubi, engkau tidak perlu lagi menjilat raja..."_


Dari anekdot itu, nampaknya menggambarkan situasi yang kini jadi tontonan kita semua. Situasi di mana kekonyolan dan penghambaan pada jabatan, kedudukan, dan kekuasaan seakan hal biasa dan sampai pada level 'kewajaran'. Celakanya, cacat perilaku ini justru dipertontonkan oleh mereka yang notabene berpendidikan dan mengaku beragama. 


Kasus yang lagi ramai sahaja, misal, bagaimana fenomena akun medsos *fufufafa* menjadi tranding topik di berbagai media dan kesempatan. Selain tentu saja soal 'nebeng tidak nebeng' yang bahkan membuat salah seorang professor juga _kaya kada sing akalan_ di momen satu acara debat televisi atau lembaga sekelas KPK _kaya siput dipais._


Viralnya _fufufafa_ ini bukan apa, tapi perilaku yang ditunjukan si pemilik akun melalui kata dan kalimat postingannya di medsos jelas menunjukkan kekonyolan yang sampai pada batas yang bisa kita sebut pula _kada sing akalan._ Rasisme, pelecehan, penghinaan, nyinyir, bahkan sampai cabul di medsos adalah perilaku yang menyimpang atau lebih tepatnya cacat moral dan cacat mental.


Begitu akun tersebut diselidiki oleh banyak pihak, bukti-bukti yang ditemukan mengarah pada satu nama yang _(what a shame...)_ kini duduk sebagai orang nomor dua paling berkuasa di negeri ini. Begitu viralnya pembahasan soal akun *_fufufafa_* ini dengan jejak digitalnya yang cacat moral dan cacat mental tadi, tak akan meluas andai dilakukan oleh urang jaba. Tetapi banyak bukti, nyatanya, mengarah pada satu orang yang kini duduk sebagai wakil presiden. 


Jelas bagi kita (yang masih waras) _kada rigi_ dipimpin oleh orang yang tidak sekadar tak suka baca, tapi sudah _kada sing akalan._ Kita tentu tak bisa membayangkan akan bagaimana wajah bangsa ini di mata negara lain jika pemimpinnya secacat itu moral dan mentalnya. 


Sayangnya, kembali ke anekdot Diagones tadi, di tengah begitu banyaknya 'serangan' netizen dan para tokoh nasional yang mencela pemilik akun _fufufafa_ dan meyakini bahwa Gibranlah pemilik aslinya justru muncul para pencuci piring kotor. Bayangkan, sekelas menkominfo dengan yakinnya menyatakan akun _fufufafa_ bukan milik sang junjungan. Beberapa tokoh pejabat lain juga menyuarakan hal serupa meski sebagiannya bernada ragu. Pembelaan tak hanya soal cuci piring kotor, bahkan ada saja yang berusaha melakukan pembenaran dengan misal kalimat: 'tidak melanggar hukum, bukan kejahatan' dan kalimat senada lainnya.  


Bukankah selama satu dekade ini kita sudah terlampau muak dengan tontonan perilaku konyol di ruang-ruang publik. Apakah sudah separah ini akal dan moral kita hingga demi kekuasaan dan jabatan semua bisa dipertontonkan sebagai kewajaran. Rela menggadaikan kejujuran dan mempertaruhkan harga diri hanya agar dianggap sebagai bagian dari lingkaran kekuasaan atau menikmati remah-remah kekayaan atau jabatan. Akhirnya kita bertanya, _kita ah atau buhannya tu ah nang kada sing akalan?_


Terakhir, kabarnya respon yang diambil malah pelaporan hukum bagi yang melakukan 'tuduhan' dan 'penghinaan' pada pejabat negara. _Really? Are U serious?_


Sahutan Diagones pada rekannya Aristippos, meski terkesan bercanda tetapi hakikatnya tajam sekali. Menusuknya bukan hanya untuk Aristippos, tapi juga untuk kita. Ketika kejujuran dan kebersahajaan ditertawakan tetapi kecacatan moral dan akal dicari-carikan dalil pembenaran, maka di saat itulah kita paham bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. 


Typikal manusia sejenis Aristippos ini benar-benar menggejala ke segala tingkatan sosial sampai pada taraf sindrom. Maka, hidup adalah pilihan. Apakah memilih tetap bodoh _kada sing akalan_ meski perut kenyang atau memilih berada di barisan orang waras yang dituntut mampu mengelola rasa syukur lebih besar. 


_(Kayla untara, 30/09/2024)_

Guru M. Salman Jalil Guru Salman panggilan populer dari Tuan Guru H. M. Salman Jalil bin Syaja’ah (Abdul Jalil bin Amaq) binti Hj. Antung Aisyah binti Tuan Qadi H. Muhammad Amin bin Tuan Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Guru M. Salman Jalil




Guru Salman panggilan populer dari Tuan Guru H. M. Salman Jalil bin Syaja’ah (Abdul Jalil bin Amaq) binti Hj. Antung Aisyah binti Tuan Qadi H. Muhammad Amin bin Tuan Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.


Beliau dilahirkan di kampung Dalam Pagar pada malam Kamis bulan Safar 1335 H. Beliau termasuk salah seorang yang mempunyai himmah yang kuat dan kemauan keras untuk belajar dengan segala kedisiplinannya. Sedemikian kuat dan kerasnya kemauan beliau dalam belajar hingga beliau rela berpisah dengan kedua orangtua, meskipun masih belia demi mengikuti paman beliau Tuan Qadi H. M. Thaha pergi ke Pariaman, Sumatera Barat.


Setelah dewasa beliau pergi menunaikan ibadah haji ke Haramain (Makkah dan Madinah) sekaligus menuntut ilmu di sana. Lebih kurang 12 tahun beliau bermukim di Makkah bersama sepupu beliau Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail. Di antara guru-guru beliau sebelum ke Makkah adalah Tuan Qadi H. M. Thaha, Tuan Guru H. Ismail Khatib, Tuan Guru H. Abdullah, Tuan Guru H. Acil Lamak, Tuan Guru M. Anwar, Tuan Guru H. Bajuri, Tuan Guru H. Khalid, Tuan Guru H. Zawawi (Martapura) dan Sutan Darap (Pariaman).


Kemudian, di antara guru-guru beliau selama bermukim di Makkah adalah Syekh Umar Hamdan, Syekh Hassan Masysyath, Syekh Abdul Kadir Mandailing, Syekh Yasin Padang, Syekh Abdullah al-Bukhari, Syekh Jamal Lampung, Syekh Muhyiddin al-Bukhari, Syekh Hasan al-Yamani, Syekh Mukhtar Makhdum, Syekh Zakaria Bila, Syekh ‘Ishmah al-Bukhari, Syekh Ja’ far Kasiry, Syekh Muhammad al-‘Araby, Syekh Saifullah Turki, Syekh Ubaidillah Turki, Syekh Abdullah Fattah Rawa, Syekh Syafi’i, Syekh Idrus al-Baar, Syekh Abdul Kadir al-Baar dan Syekh Ba-akur al-Baar. Di sana juga beliau sempat belajar kepada Kiyai Falak, Tuan Guru H. Hanafi Gobet, Tuan Guru H. Abdussyukur (Mu’allim Syukur, Teluk Tiram), Tuan Guru H. Anang Sya’rani Arif, Syekh Abdul Kadir Taufiq Syalabi dan Tuan Guru H. Syarwani Abdan (Guru Bangil).



Kata Guru Sekumpul, beliau sudah mempunyai ilmu yang lengkap, baik ilmu keduniaan maupun ilmu keagamaan, ilmu politik, ilmu mantik, matematika, dan ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu lainnya, terutama ilmu falak yang menjadi keahlian beliau. Khusus ilmu Falak, kata Guru Sekumpul lagi, beliau ini nomor dua di Indonesia, sesudah nomor satunya adalah seorang ulama dari daerah Kudus (Jawa Tengah). Namun untuk di Kalimantan saat itu beliaulah ahli falak nomer satu bersama-sama Tuan Guru H. Hanafi Gobet.


Setelah pulang dari Haramain, beliau aktif mengajar sambil menjabat sebagai Kepala Pengawas Pengadilan Agama se Kalimantan. Selain mengajar di PP. Dalam Pagar, beliau mengajar pula di PP. Darussalam dan saat itu beliau dikenal sebagai Guru Falak, lantaran beliau sangat menguasai ilmu falak. Sekitar tahun 1970, beliau minta pensiun dari kegiatan mengajar dan beliau habiskan waktu untuk konsentrasi kembali untuk belajar terutama kepada kawan beliau menuntut ilmu di Makkah Tuan Guru H. Seman Mulya yang kelak menjadi menantu beliau, juga kepada Tuan Guru H. M. Zaini Ghani (Guru Sekumpul) mantan murid beliau sewaktu tsanawiyah di PP. Darussalam Martapura.


Beliau tak mengenal lelah demi menuntut ilmu walaupun umur beliau sudah tua dan sedang sakit yang menyebabkan badan beliau bengkak-bengkak, tetapi beliau tetap menyempatkan diri hadir menuntut ilmu di majelis pengajian Guru Sekumpul. Begitulah ketawadlu’an dan himmah beliau dalam menuntut ilmu karena beliau menghayati dan berpedoman pada Hadis Nabi Muhammad Saw: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat (kematian)”.



Di samping memperoleh kemuliaan dunia akhirat sebagai ulama, juga mendapat menantu seorang waliyullah yaitu Tuan Guru H. Seman Mulya (paman dari Abah Guru Sekumpul) dan pula diberikan anugerah berupa anak-anak yang saleh lagi alim yang menjadi tokoh ulama di Martapura saat ini yakni Tuan Guru H. Khatim Salman, Tuan Guru H. Wildan dan Tuan Guru H. Sa’dudin.


Beliau wafat 16 Rajab 1420H/2000M dan dimakamkan di Kubah Sekumpul. Jadi makam yang ada di Sekumpul sekarang adalah makam Tuan Guru H. Seman Mulya (Guru Seman) Tuan Guru H. M. Zaini Ghani (Guru Sekumpul) dan beliau Tuan Guru H. Salman Jalil (Guru Salman).


Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

di di posting ulang oleh :  

Kasarangan, Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan 



Al Faqir ;

Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I




Minggu, September 29, 2024

Maqam Tuan Guru Haji Manshur bin Haji Mukhtar, Walangku Kasarangan Labuan Amas Utara

Maqam  Tuan Guru Haji Manshur bin Haji Mukhtar 



Terletak di Komplek Kubur muslimin Desa Kasarangan (Walangku) Kecamatan Labuan Amas Utara 

jalan menuju maqam di terletak di samping Langgar Darul Muhibbah Walangku


Beliau termasuk salah satu ulama dan guru di Desa Walangku atau Kasarangan pada zamannya pernah menuntut ilmu di Makkah Al Mukarramah, di antara teman-teman beliau ketika belajar di Makkah adalah Haji Muhammad Saman bin H. Muhammad Ramli. (Mahang) Tuan Guru H. Hasbullah (Banua Kapayang). 


KH Mashur adalah salah satu murid dari KH.Muhammad Ramli bin KH Muhammad Amin bin Abdullah ayah dari KH Mahfudz Amin Muassis Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih 


Tabarukkan dari beliau, nama Pondok Pesantren Al Manshur oleh salah satu murid beliau yang juga Muassis Pondok Pesantren Al Manshur Walangku yaitu : KH Muhammad Yusuf bin Haji Kandil) diberikan nama Al Manshur atas pondok pesantren tersebut, maqam KH Muhammad Yusuf sendiri adalah memasuki jalan gang seberang Kantor PDAM Walangku Kasarangan 


Sekolah TK Al-Qur'an Al Mansur yang berada di samping mesjid Al Amin Walangku di ambil dari nama beliau


Tadi malam 29 September 2024 dilaksanakan Haul beliau di Mesjid Al Amin Walangku



Walangku, Kasarangan, 30 September 2024


Abah Rafli 










Muassis Pondok Pesantren Al Manshur Walangku yaitu : KH Muhammad Yusuf bin Haji Kandil) diberikan nama Al Manshur atas pondok pesantren tersebut, maqam KH Muhammad Yusuf sendiri adalah memasuki jalan gang seberang Kantor PDAM Walangku Kasarangan 




Ziarah ke Makam Pendiri Pondok Pesantren Al Manshur Walangku 30/10/2024


hari ini Abang Rafli bersama para Ustadzny ziarah ke Makam pendiri Pondok Pesantren Al Manshur Walangku 


Pondok Pesantren AL Mansyur didirikan tahun 1990 oleh KH Muhammad Yusuf bin Haji Kandil


Setelah Lima tahun berjalan, Tuan Guru Muhammad Yusuf meninggal dunia, lalu sempat vakum selama 10 tahun



“Kemudian ada seorang kiai yang berminat menghidupkan lagi ponpes ni, yaitu KH Akhmad Ansari, yang kemudian mengutus muridnya KH Abdu Samad dari Nagara, 


yang oleh KH Abdusamad 

disebut Pondok Pesantren Futuhatush Shamadaniah Ma'had Al Manshur, 

smpai tahun 2023 telah masuk 150 orang terdiri laki-laki dan perempuan.



Selama dipimpin KH Abdusamad hingga tahun 2023 telah melakukan tiga kali wisuda, dengan menghasilkan 87 alumni penghafal Al quran 30 juz.


KH. Abdussamad meninggal hari, senin, 04 September 2023 / 18 Shafar 1445 H, pada pukul :

14.25 WITA di RSUD Ulin Banjarmasin dan dimakamkan, pada Hari selasa, 05 September 2023

Pukul :11.00 WITA, dekat Zawiyah Nagara Daha, Hulu Sungai Selatan 


Pondok Pesantren Futuhatush Shamadaniyah Darul Qur'an Darul Huffazh Al-Manshuri Walanngku hingga kini terus membuka pendidikan Al-Qur'an untuk para Santri 


Kegiatan Takhassus Al-Qur'an setiap senin - kamis sore di PP Futuhatush Shamadaniyah Darul Qur'an Darul Huffazh Al-Manshuri Walangku



1. Takhassus Al-Qur'an Metode Tilawati

2. Tahfidz Al-Qur'an Metode Tilawati

3. Program menghafal Hadist Arba'in An-Nawawi Metode Imtiyaz

4. Pendidikan Formal PKPPS Ula, Wustha dan Ulya


Makam KH Muhammad Yusuf, berada di Komplek Pemakaman Keluarga jalan menuju makam berada di seberang Kantor PDAM unit Kasarangan, masuk ke arah jalan Gang sekitar 200 meter


Kasarangan, 01 November 2025

(Muhammad Edwan Ansari)

Rabu, September 25, 2024

Tuan Guru H. Muhammad Subki bin H. Muhammad Arsyad Al Banjari.

Tuan Guru H. Muhammad Subki bin H. Muhammad Arsyad Al Banjari.




Letak: Jalan Berlian, Desa Pasayangan Selatan, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.


Beliau adalah santri Pondok Pesantren Datuk Kalampayan (Bangil, Jawa Timur) angkatan tahun 1988 M, Syaikh H. Muhammad Syarwani Abdan Al Banjari (Guru Bangil) wafat di pangkuan beliau.


• Tuan Guru H. Muhammad Subki bin H. Muhammad Arsyad bin Hasyim bin Qadhi H. Abdussamad bin Mufti H. Jamaluddin bin Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.



SYEIKH AHMAD KHATTIB SAMBAS IBNU ABDUL GHOFFAR (1803-1875) , SANG GURU PARA ULAMA NUSANTARA -

 ==== SEKILAS SEJARAH SINGKAT ====


- SYEIKH AHMAD KHATTIB SAMBAS IBNU ABDUL GHOFFAR (1803-1875) , SANG GURU PARA ULAMA NUSANTARA -






Ahmad Khattib Sambas dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas, Kalimantan Barat, pada bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau (nomaden) memang masih menjadi bagian cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.


Ahmad Khattib Sambas menjalani masa-masa kecil dan masa remajanya. Di mana sejak kecil, Ahmad Khattib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad Khattib Sambas menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.


Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khattib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya Mekkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khattib Sambas pun berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad Khattib Sambas memutuskan menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875 M.


Guru-gurunya :

1. H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.

2. Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari

3. Syeikh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang bermukim di Mekkah)

4. Syeikh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah)

5. Syeikh Abdul hafidzz al-Ajami

6. Syeikh Ahmad al-Marzuqi

7. Syeikh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah.


Ketika kemudian Ahmad Khattib telah menjadi seorang ulama, ia pun memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan kehidupan keagamaan di Nusantara, meskipun sejak kepergiannya ke tanah suci, ia tidaklah pernah kembali lagi ke tanah air.


Masyarakat Jawa dan Madura, mengetahui disiplin ilmu Syeikh Sambas, demikian para ulama menyebutnya kemudian, melalui ajaran-ajarannya setelah mereka kembali dari Makkah. Syeikh Sambas merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk Syeikh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang di antara murid-murid Beliau yang berhasil menjadi ulama termasyhur.


Salah satunya adalah Syeikh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai Sulthanus Syeikh. Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan mengobarkan pemberontakan yang terkenal sebagai pemberontakan Petani Banten. Namun sayang, perjuangan fisiknya ini gagal, kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syeikh Ahmad Khattib Sambas.


Syeikh Ahmad Khattib Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan para Syeikh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syeikh Tholhah dari Cirebon, dan Syeikh Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.


Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syeikh Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam asti intelektual), yan g juga sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang pemimpin umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara.


Hal ini dikarenakan perkumpulan Thariqat Qadiriyyah wa Naqsabhandiyyah yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan tersebar luas hingga ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.


PERANAN DAN KARYANYA


Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah yang dipimpin oleh Syeikh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada perkumpulan Thariqoh yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khattib Sambas ini.


Thariqat Qadiriyyah wan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.


Ajarah Syeikh Ahmad Khattib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab FATHUL ARIFIN nang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.


Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khattib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.


Walaupun Syeikh Ahmad Khattib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun Beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.


Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid Beliau selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.


Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H. oleh Haji Ahmad bin Penggawa Nashir.


Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di dalamnya adalah nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.


Murid-Muridnya antara lain :

1. Syeikh Nawawi Al Bantani

2. Syeikh Muhammad Kholil Bangkalan Madura

3. Syeikh Abdul Karim Banten

4. Syeikh Tholhah Cirebon


Syeikh Nawawi Al Bantani dan Syeikh Muhammad Kholil selain berguru kepada Syeikh Ahmad Khattib Sambas juga berguru kepada Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafi'i di Masjidil Haram Mekkah.


Sepeninggal Syeikh Ahmad Khattib Sambas, Imam Nawawi Al Bantani ditunjuk meneruskan mengajar di Madrasah beliau di Mekkah tapi tidak diberi hak membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sedangkan Syeikh Muhammad Kholil, Syeikh Abdul Karim dan Syeikh Tholhah diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan dan membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.


Murid murid Syeikh Ahmad Khattib Sambas diatas adalah guru para Ulama-Ulama Nusantara generasi berikutnya yang dikemudian hari menjadi ulama yang mendirikan pondok pesantren dan biasa dipanggil dan digelari sebagai KYAI, Tuan Guru, Ajengan, dsb.


Sebagai contoh, Syeh Muhammad Kholil Bangkalan Madura mempunyai murid-murid antara lain :


1. KH. Hasyim Asy’ari : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Bahkan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional.

2. KHR. As’ad Syamsul Arifin : Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang santri.

3. KH. Wahab Hasbullah: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).

4. KH. Bisri Syamsuri: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.

5. KH. Maksum : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah

6. KH. Bisri Mustofa : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Beliau juga dikenal sebagai mufassir Al Quran. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang, berjudul “Al-Ibriz” sebanyak 3 jilid tebal berhuruf jawa pegon.

7. KH. Muhammad Siddiq : Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.

8. KH. Muhammad Hasan Genggong : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh penjuru Indonesia.

9. KH. Zaini Mun’im : Pendiri, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang cukup megah.

10. KH. Abdullah Mubarok : Pendiri, Pengasuh Pondok , kini dikenal juga menampung pengobatan para morphinis.

11. KH. Asy’ari : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso.

12. KH. Abi Sujak : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep.

13. KH. Ali Wafa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Temporejo, Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu nahwu dan sharaf.

14. KH. Toha : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata, Pamekasan.

15. KH. Mustofa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan

16. KH Usmuni : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep.

17. KH. Karimullah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso.

18. KH. Manaf Abdul Karim : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

19. KH. Munawwir : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.

20. KH. Khozin : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Buduran, Sidoarjo.

21. KH. Nawawi : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat.

22. KH. Abdul Hadi : Lamongan.

23. KH. Zainudin : Nganjuk

24. KH. Maksum : Lasem

25. KH. Abdul Fatah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Al Fattah, Tulungagung

26. KH. Zainul Abidin : Kraksan Probolinggo.

27. KH. Munajad : Kertosono

28. KH. Romli Tamim : Rejoso jombang

29. KH. Muhammad Anwar : Pacul Bawang, Jombang

30. KH. Abdul Madjid : Bata-bata, Pamekasan, Madura

31. KH. Abdul Hamid bin Itsbat, banyuwangi

32. KH. Muhammad Thohir jamaluddin : Sumber Gayam, Madura.

33. KH. Zainur Rasyid : Kironggo, Bondowoso

34. KH. Hasan Mustofa : Garut Jawa Barat

35. KH. Raden Fakih Maskumambang : Gresik

36. KH. Sayyid Ali Bafaqih : Pendiri, pengasuh Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali.

SEJARAH RINGKAS AL ARIF BILLAH SYEKH WALIYULLAH MUHAMMAD DJAHARI MINTAR Ulama Kharismatik & Mursyid Kamil Tarikat al Qadiriyah wan Naqsyabandiyah

 SEJARAH RINGKAS

AL ARIF BILLAH SYEKH WALIYULLAH MUHAMMAD DJAHARI MINTAR

Ulama Kharismatik & Mursyid Kamil Tarikat al Qadiriyah wan Naqsyabandiyah

 


 

NASAB

Muhammad Jahari (Sakman) bin Mintar (Mukhtar) bin Muhajir bin Abdullah bin Jamad bin Jinta bin Mas Bugel bin Mas Kun (RTB. Mahmud) bin Mas Nun (RTB. Wiranegara I) bin Mas Wi (Pangeran Wiraraja I) bin Pangeran Sunyararas (Tajul Arasy) bin Sulthan Maulana Hasanudin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon bin Syarif Abdullah Umdatuddin Raja Champa bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Azhmat Khan bin Abdul Malik bin Alwi (Ammul Faqih) bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Al Bashri bin Muhammad An Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja'far al Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Krw. + Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.

Jahari adalah gelar yang diberikan oleh seorang ulama Makkah, “Jahhar” suara yang lantang, menurut cerita, bahwa suatu ketika dalam perjalanan Haji di Jeddah Saudi Arabi telah terjadi perdebatan di tengah para ulama tentang salah satu perkara manasik haji, masing-masing ulama mempertahankan pendapatnya tanpa ada yang mau mengalah, dengan suara lantang beliau berkata: “Semua perbedaan pendapat ini tiada berguna satupun jika dalam pelaksanaan ibadahnya masih ada syirik dalam hati dan tidak ikhlas”, sejak saat itu beliau disebut dengan nama masyhur KH Muhammad Jahari.

 

KELAHIRAN & KEHIDUPAN

​KH Muhamad Jahari dilahirkan di kampung Cirumpak, Kronjo, Tanggerang, Banten, pada hari Rabu tangal 23, R. Akhir tahun 1264 H betepatan dengan 29 Maret, tahun 1848M. dan wafat pada hari Senin, 23 R. Akhir 1393 H. bertepatan dengan 26 Mei, 1973 M. di Kampung Ceger, Muktiwari, Cibitung, Bekasi, jawa Barat.

Tahun 1800-an saat kekacauan mulai merajarela di Kesultanan Banten akibat campur tangan dan praktik politik adu domba yang dilancarkan Belanda semakin memuncak, ayah beliau Mintar bin Ajir keluar dari kampung halaman untuk mencari kehidupan juga menghindari fitnah besar di dalam keluarga kesultanan Banten.

Bermula beliau membuka lahan pertanian di Pesisir utara, kemudian melanjutkan ke arah timur. Maka pada tahun 1264 H / 1848 M. telah lahir anak pertama yang diberi nama Sakman. Kelak dikenal Kyai Jahari. Kemudian Kyai Mintar memutuskan hijrah dan menetap di Utan Salak, wilayah pertanian dan perkebunan kesultanan Banten, sekarang berada di daerah Bekasi Jawa Barat..

Di kampung Utan salak ini KH Jahari dibesarkan dan hidup dalam suasana kampung, pertanian dan perkebunan, beliau sejak kecil bekerja keras membantu pekerjaan ayahnya. Mintar seorang petani yang soleh dan ahli ibadah, dikenal sebagai tempat mengadu dan memohon do’a semua orang di sekitarnya, Ibunya juga seorang ahli Ibadah, solehah dan sangat wara. Sakman hidup di dalam rumah yang sangat sederhana tetapi penuh akhlak mulia, wara dan taat beribadah. 

Kedua orangtuanya sangat mengharapkan putra sulungnya ini menuntut ilmu di pondok pesantren dan menjadi ulama besar, namun Sakman -betapapun ia juga sangat ingin ke pesantren, seperti kebanyakan anak-anak Banten- namun keadaan ekonomi keluarganya yang sangat sederhana membuat dia tidak ingin menyusahkan banyak orang, sebagai anak sulung ia terus bekerja keras membantu perekonomian orangtuanya. Namun dia tetap mengikuti pengajian alqur’an dan praktek ibadah di surau kepada para ulama setempat.

Di sela-sela kesibukan itu Sakman sempat mempelajari pencak silat dan ilmu bela diri Banten yang tengah marak dan trend pada saat perlawanan total rakyat Banten terhadap penajajahan dan kekacauan kesulthanan Banten. Ketekunan dan kesungguhan sakman tumbuh menjadi seorang pemuda yang pemberani, tangguh dan kuat namun dikenal jujur dan soleh, disegani kawan dan lawan, serta disayang oleh semua orang karena budi pekerti dan tutur bahasanya yang mulia.

 

PERJALANAN MENUNTUT ILMU

​KH Jahari membaca Al Qur’an pada usia dini dari Ibunya dan belajar praktek ibadah dari beberapa ulama di kampungnya, kemudian setelah dewasa baru menuntut ilmu agama di pesantren. Di usia remaja dan di tengah-tengah pengembaraannya dalam berguru silat dan menguji kemampuannya, Sakman sering merasakan dalam hatinya keinginan menuntut ilmu agama itu timbul dan semakin kuat, terlebih apabila dia melewati pesantren dan melihat santri-santri sibuk mengaji di masjid, hatinya semakin hancur dan sedih. 

​Akhirnya pada usia 25 tahun Sakman tidak mampu lagi menahan keinginannya masuk pesantren, sementara pada saat itu rata-rata anak masuk pesantren bermula dari usia 13 tahun. Ayahnya mendengar hasratnya itu menangis gembira dan segera membawa ke  pesantren Ketos Serang Banten pimpinan KH TB Abu Bakar. Di pesantren ini Sakman belajar seluruh ilmu agama; Sharaf, Nahwu, Fiqih, Tauhid, Tasawuf, Tafsir, Hadis dan lain-lain.

​  Sebagai santri yang berusia dewasa di banding santri lainnya, sakman tidak malu mengikuti semua pengajian pesantren dan mengabdi kepada sesama santri, bahkan Sakman sangat menghormati dan berkhidmat kepada gurunya, mulai membawakan kitab, sendal, memijit kyainya dan menyiapkan ruangan belajar, serta membantu ibu Nyai membersihkan rumah. Bahkan keinginan Sakman untuk bersedekah kepada keluarga gurunya, ia sanggup di sela-sela waktu kosong setiap hari pergi meminta-minta ke pasar, setiap mendatangi warung ia akan diberi barang jualan berupa sayuran dan buah-buahan, kemudian ia memilih yang paling bagus untuk disedekahkan kepada Ibu Nyai dan sisanya akan diberikan kepada semua kawan-kawan santri di pondoknya.

​Ketika gurunya mengetahui bahwa semua pemberian sakman adalah hasil meminta-minta, gurunya menyuruh sakman berhenti bersedekah dan memanfaatkannya untuk dirinya sendiri, Sakman menangis terisak-isak seraya berkata; “Kyai saya orang miskin tidak mempunyai apapun, saya takut mati tidak punya amal kebaikan, mohon pemberian ini diterima”, gurunya menangis haru, kemudian mendoakan: “jika akhlak dan hatimu sebesih ini Insya Allah kamu akan menjadi orang besar kelak”.

​Pada akhir abad 19 M banyak ulama Banten dan Jawa yang berdomisili di Makkah turun ke tanah jawa dan Nusantara berdakwah dan menyebarkan sanad keilmuan dan amal. Seperti Syeikh Nawawi Tanara, Syeikh Abdul Karim Tanara, Syeikh Abdul Salam Banten dan ulama Nusantara lainnya, Sakman pun tidak luput menghadiri majlis-majlis mereka untuk mengambil sanad ilmu, Sama kitab-kitab Hadis dan ilmu syariat lainnya, 

Adapun dalam Tarikat Sufi, dalam usia 40 tahun Sakman mengambil bay’at dari syekh Mama agung Asnawi Caringin Banten, khalifah dari pamanda beliau yaitu Syeikh Abdul Karim Tanara seorang Mursyd Kamil dalam Tarikat al Qadiriyah wan Naqsyabandiyah yang berpusat di Makkah. Demikian itu atas perintah pamandanya, Sakman merasa kecil hati, malu dan tidak layak untuk menjadi murid langsung Syekh Abdul Karim, melihat kerendahan hati sakman, maka Syekh Abdul karim menitahkan khalifahnya untuk menerima bay’at dari keponakannya itu, dengan berpesan: “ajaklah lo Sakman ambil ba’at, tetapi dia itu muridku”. 

Sejak tahun 1890 setelah perang geger Cilegon Sakman berada Di bawah bimbingan Syekh Asnawi Caringin, dengan penuh ta’dzim dan khidmat beliau mengikuti tarbiyah sufiyah belasan tahun, sehinga pada tahun 1909 Sakman diangkat menjadi khalifah. selanjutnya beliau mendirikan Pesantren, masjid dan tempat-tempat pengajian di kampung-kampung sekitarnya, Namun walaupun sudah menjadi khalifah dengan keluhuran akhlak dan ta’dzim kepada gurunya beliau baru mendirikan majlis dzikir di kampung Ceger Tambun Bekasi setelah wafat gurunya tahun 1937. Akhirnya dikenal sebagai ulama dan mursyd kharismatik di daerah Bekasi Jawa Barat.

Sejak saat inilah Kyai Sakman hampir setiap tahun kerap berziarah ke kota suci Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah serta menyempatkan diri menuntut ilmu dan mengambil sanad dari para ulama dan masyayekh di jaman itu. Sehingalah mendapat gelar ‘Jahari’ dan kemudian hinga akhir hayatnya lebih dikenal dengan nama KH Muhamad Jahari Ceger.

 

GURU-GURU NYA

​Beliau belajar dan berguru kepada beberapa ulama

1. KH TB Abu Bakar Ketos Serang Banten

2. Syeikh Asnawi Caringin banten

3. Syeikh Nawawi Tanara Banten

4. Syeikh Abdul Karim Tanara Banten

5. Syeikh Abdus Salam Serang Banten

6. Syeikh Nawawi Mandaya Banten

7. Syeikh Abdullah Asyadzily Makkah

8. Syeikh Ahmad Alwy Al Maky Makkah

9. Para ulama dan masyayekh lain.

 

SIFAT-SIFAT DAN AKHLAKNYA

​KH Jahari seorang ulama yang disukai dan terima oleh semua kalangan, di tengah masyarakat awam dikenal sebagai ulama yang memiliki do’a mustajab, pelayan umat yangpenyayang, dan penyantun; di depan para jawara sangat disegani sebagai ulama sakti dan pemberani, dimata penjajah sangat ditakuti karena kebaikan, ketegasan dan kejujurannya; dan di sisi ulama sangat diistimewakan sebagai ulama soleh, ahli ibadah, namun lantang menyuarakan hak dan berakhlak tinggi.

Secara umum KH M Jahari adalah seorang ulama dan Sufi yang rajin bekerja, kuat berdzikir serta berkhidmatkepada ummat, memiliki semua akhlak mulia; sabar, zuhud, wara’, pemalu, dermawan, mudah menangis di tengah malam, dan sangat tawadhu di hadapan para ulama dan masyayek lainnya.

​Salah satu sifat tawadhu, beliau tidak pernah mau duduk di barisan depan jika berada dalam kumpulan para ulama walaupun dipaksa oleh siapapun. Sifat wara’ beliau sering tidak memakan makanan yang disuguhkan orang yang dirasa pemiliknya tidak berzakat, jika diberi hadiah oleh orang dari hasil haram berupa makanan beliau gantung di tiang sehingga membusuk, jika berupa barang maka dibiarkan di satu tempat sehinga rusak. Dan kisah akhlak mulia lainnya.

​Sehingga akhir hayatnya sifat tawadhu beliau sangat melekat, dikenal dengan wasiatnya: “Saya berpesan agar kubur saya kelak tidak dijadikan tempat penziarahan umum seperti kuburan lainnya, biarkan yang mencintai saya dan setia yang datang berziarah”. 

 

SILISLAH TARIKAT

​Syekh Muhamad Jahari dari Syekh Asnawi Caringin dari Syekh Abdul Karim Tanara dari Syekh Ahmad Khatib al Sambas dari Syekh Syamsuddin dari Syekh Murad dari Syekh Abdul Fattah dari Syekh Usman dari Syekh Abdur Rahim dari Syekh Abu Bakar dari Syekh Yahya dari Syekh Hisyamuddin dari Syekh Waliyuddin dari Syekh Nuruddin dari Syekh Syarafuddin dari Syekh Syamsuddin dari Syekh Muhamad al Hattak dari Syekh Abdul Aziz dari Syekh Abdul Qadir Al Jailani Radiallahu ‘anhum aj main.

 

KELUARGANYA

​KH M Jahari menikah pada usia 49 tahun dan hingga mempunyai 4 isteri dan 21 anak. Antara lain:

1. Nyai HJ Dara Aminah binti Sanusi mempunya anak 10 (5 lelaki dan 5 perempuan)

2. Nyai Hj Sana’ah binti Akmar mempunyai anak 7 (5 lelaki dan 2 perempuan)

3. Nyai Hj Ratu Rafi’ah binti TB Eli mempunyai anak 3 (1 lelaki an 2 perempuan)

4. Nyai Hj Rabi’ah Adawiyah binti Sajid mempunya anak 3 (2 lelaki dan 1 perempuan)

Jejak Histori Riwayat KH. Ahmad Jauhari Umar (Penyebar Kitab Manakib Jawahirul Ma’ani)"

 "Jejak Histori Riwayat KH. Ahmad Jauhari Umar (Penyebar Kitab Manakib Jawahirul Ma’ani)"



Kitab Manaqib JAWAHIRUL MA'ANI adalah Manaqib (riwayat hidup yang menceritakan tentang Sulthonul Auliya' Syech Abdul Qodir Al Jaelani). Mulai dari kelahirannya, perjalanan beliau menuntut ilmu, karomah-karomahnya sampai pada wafatnya.


Kitab Manaqib ini di susun oleh seorang ulama Almarhum Almagfurillah KH. Ahmad Jauhari Umar. Dulu beliau pemimpin Pondok Pesantren Darus Salam, Pasuruan Jawa Timur.


KH. Ahmad jauhari umar mengajarkan dan ‘mengijazahkan’ manaqib ini kepada para murid-murid beliau. Dari murid-murid beliau inilah manaqib ini akhirnya tersebar luas ke seluruh nusantara bahkan mungkin sampai ke negara tetangga juga.


Di dalam kitab manaqib (pada halaman belakang) tersebut juga di jelaskan manfaat dari manaqib tersebut dan cara pengamalannya. Misalnya : Supaya bisa mendapatkan ilmu Laduni , luas rezki maka setiap hari membaca wirid Ya Badii’ 946x di lanjutkan membaca manaqib Jawahirul Ma’ani tersebut.


Syaikh Ahmad Jauhari Umar dilahirkan pada hari Jum’at legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 02.00 malam, yang keesokan harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Presiden Soekarno dan Dr. Muhammad Hatta. Tempat kelahiran beliau adalah di Dukuh Nepen Desa Krecek kecamatan Pare Kediri Jawa Timur. Sebelum berangkat ibadah haji, nama beliau adalah Muhammad Bahri, putra bungsu dari bapak Muhammad Ishaq. Meskipun dilahirkan dalam keadaan miskin harta benda, namun mulia dalam hal keturunan. Dari sang ayah, beliau mengaku masih keturunan Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati, dan dari sang ibu beliau mengaku masih keturunan KH Hasan Besari Tegal Sari Ponorogo Jawa Timur yang juga masih keturunan Sunan Kalijogo.


Pada masa kecil Syaikh Ahmad Jauhari Umar dididik oleh ayahanda sendiri dengan disiplin pendidikan yang ketat dan sangat keras. Diantaranya adalah menghafal kitab taqrib dan maknanya dan mempelajari tafsir Al-Qur’an baik ma’na maupun nasakh mansukhnya.


Masih diantara kedisiplinan ayah beliau dalam mendidik adalah : Syaikh Ahmad Jauhari Umar tidak diperkenankan berteman dengan anak-anak tetangga dengan tujuan supaya Syaikh Ahmad Jauhari Umar tidak mengikuit kebiasaan yang tidak baik yang dilakukan oleh anak-anak tetangga. Syaikh Ahmad Jauhari Umar dilarang merokok dan menonton hiburan seperti orkes, Wayang, ludruk dll, dan tidak pula boleh meminum kopi dan makan diwarung. Pada usia 11 tahun Syaikh Ahmad Jauhari Umar sudah mengkhatamkan Al-Qur’an semua itu berkat kegigihan dan disiplin ayah beliau dalam mendidik dan membimbing.


Orang tua Syaikh Ahmad Jauhari Umar memang terkenal cinta kepada para alim ulama terutama mereka yang memiliki barakah dan karamah. Ayah beliau berpesan kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar agar selalu menghormati para ulama. Jika sowan (berkunjung) kepada para ulama supaya selalu memberi uang atau jajan (oleh-oleh). Pesan ayahanda tersebut dilaksanakan oleh beliau, dan semua ulama yang pernah diambil manfaat ilmunya mulai dari Kyai Syufa’at Blok Agung Banyuwangi hingga KH. Dimyathi Pandegelang Banten, semuanya pernah diberi uang atau jajan oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar.


Sebenarnya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah menganut faham wahabibahkan sampai menduduki posisi wakil ketua Majlis Tarjih Wahabi Kaliwungu. Adapun beberapa hal yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar pindah dari faham wahabi dan menganut faham ahlussunahdiantaranya adalah sebagai berikut :

1. Beliau pernah bermimpi bertemu dengan kakek beliau yaitu KH. AbduLlah Sakin yang wafat pada tahun 1918 M, beliau berwasiyat kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar bahwa yang benar adalah faham ahlussunah.

2. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah bertemu dengan KH Yasin bin ma’ruf kedunglo kediri, pertemuan itu terjadi di warung / rumah makan Pondol Pesantren Lirboyo Kediri yang berkata kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar bahwa Syaikh Ahmad Jauhari Umar kelak akan menjadi seorang ulama yang banyak tamunya. Dan ucapan KH Yasin tersebut terbukti, beliau setiap hari menerima banyak tamu.

3. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah berjumpa dengan Sayyid Ma’sum badung Madura yang memberi wasiyat bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar banyak santrinya yang berasal dari jauh. Dan hal itu juga terbukti.

4. Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan KH Hamid AbdiLlah Pasuruan, beliau berkata bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar akan dapat melaksanakan ibadah haji dan menjadi ulama yang kaya. Dan terbukti beliau sampai ibadah haji sebanyak lima kali dan begitu juga para putera beliau.


Hal tersebutlah yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar menganut faham ahlussunah karena beliau merasa heran dan ta’jub kepada para ulamaahlussunah seperti tersebut di atas yang dapat mengetahui hal-hal rahasiaghaib dan ulama yang demikian ini tidak dijumpainya pada ulama-ulama golongan wahabi.


Dalam menghadapi setiap cobaan yang menimpa, Syaikh Ahmad Jauhari Umar memilih satu jalan yaitu mendatangi ulama. Adapun beberapa ulama yang dimintai do’a dan barokah oleh beliau diantaranya adalah :

1. KH. Syufa’at Blok Agung Banyuwangi.

2. KH. Hayatul Maki Bendo Pare Kediri.

3. KH. Marzuki Lirboyo Kediri.

4. KH. Dalhar Watu Congol Magelang.

5. KH. Khudlori Tegal Rejo Magelang.

6. KH. Dimyathi Pandegrlang Banten.

7. KH. Ru’yat Kaliwungu.

8. KH. Ma’sum Lasem.

9. KH. Baidhawi Lasem.

10. KH. Masduqi Lasem.

11. KH. Imam Sarang.

12. KH. Kholil Sidogiri.

13. KH Abdul Hamid AbdiLlah Pasuruan.


Selesai beliau mendatangi para ulama, maka ilmu yang didapat dari mereka beliau kumpulkan dalam sebuah kitab “Jawahirul Hikmah”.


Kemudian beliau mengembara ke makam – makam para wali mulai dari Banyuwangi sampai Banten hingga Madura. Sewaktu beliau berziarah ke makam Syaikh Kholil Bangkalan Madura, Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan Sayyid Syarifuddin yang mengaku masih keturunan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA. Kemudian Sayyid Syarifuddin memberikan ijazah kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar berupa amalan ‘MANAKIB JAWAHIRUL MA’ANY’ dimana amalan manakib Jawahirul Ma’any tersebut saat ini tersebar luas di seluruh Indonesia karena banyak Fadhilahnya, bahkan sampai ke negara asing seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Pakistan, tanzania, Afrika, Nederland, dll.


Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam segala hal. Bahkan ketika putera beliau masih berada di dalam kandungan, beliau diusir oleh keluarga isteri beliau sehingga harus pindah ke desa lain yang tidak jauh dari desa mertua beliau kira-kira satu kilometer. Ketika putera beliau berumur satu bulan, beliau kehabisan bekal untuk kebutuhan sehari-hari kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar memerintahkan kepada isteri beliau untuk pulang meminta makanan kepada orang tuanya. Dan Syaikh Ahmad Jauhari Umar berkata, “Saya akan memohon kepada Allah SWT”. Akhirnta isteri beliau dan puteranya pulang ke rumah orang tuanya.


Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat duha dan dilanjutkan membaca manakib Jawahirul Ma’any. Ketika tengah membaca Manakib, beliau mendengar ada orang di luar rumah memberikan ucapan salam kepada beliau, dan beliau jawab di dalam hati kemudian beliau tetap melanjutkan membaca Manakib Jawahirul Ma’any hingga khatam. Setelah selesai membaca Manakib, maka keluarlah beliau seraya membukakan pintu bagi tamu yang memberikan salam tadi.


Setelah pintu terbuka, tenyata ada enam orang yang bertamu ke rumah beliau. Dua orang tamu memberi beliau uang Rp 10.000, dan berpesan supaya selalu mengamalkan Manakib tersebut. Dan sekarang kitab manakib tersebut sudah beliau ijazahkan kepada kaum Muslimin dan Muslimat agar kita semua dapat memperoleh berkahnya. Kemudian dua tamu lagi memberi dua buah nangka kepada beliau, dan dua tamu lainnya memberi roti dan gula.


Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar selalu melaksanakan pesan tamu-tamu tersebut yang menjadi amalan beliau sehari-hari. Tidak lama setelah itu, setiap harinya Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah senanyak Rp. 1.500 hingga beliau berangkat haji untuk pertamakali pada tahun 1982.

Kemudian pada tahun 1983 Syaikh Ahmad Jauhari Umar menikah dengan Sa’idah putri KH As’ad Pasuruan. Setelah pernikahan ini beliau setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp 3.000 mulai tahun 1983 hingga beliau menikah dengan puteri KH. Yasin Blitar.


Setelah pernikahan ini Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp.11.000 sampai beliau dapat membanun masjid. Selesai membangun masjid, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 25.000 hingga beliau membangun rumah dan Pondok Pesantren.


Setelah membangun rumah dan Pondok Pesantren, Syaikh Ahmad Jauhari Umar tiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp.35.000 hingga beliau ibadah haji yang kedua kalinya bersama putera beliau Abdul Halim dan isteri beliau Musalihatun pada tahun 1993.


Setelah beliau melaksanakan ibadah haji yang kedua kalinya pada tahun 1993, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp 50.000 hingga tahun 1995 M. Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar melaksanakan ibadah haji yang ketiga kalinya bersama putera beliau Abdul Hamid dan Ali Khazim, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 75.000 hingga tahun 1997.


Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar menunaikan ibadah haji yang keempat kalinya pada tahun 1997 bersama putera beliau HM Sholahuddin, Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah setiap hari Rp. 200.000 hingga tahun 2002.


Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar berangkat haji yang ke limakalinya bersama dua isteri dan satu menantu beliau, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp. 300.000 sampai tahun 2003 M.


Di Pasuruan, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mendirikan Pondok Pesantren tepatnya di Desa Tanggulangin Kec. Kejayan Kab. Pasuruan yang diberi nama Pondok Pesantren Darussalam Tegalrejo.


Di desa tersebut Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi tanah oleh H Muhammad seluas 2.400 m2 kemudian H Muhammad dan putera beliau diberi tanah oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar seluas 4000m2 sebagai ganti tanah yang diberikan dahulu.


Sejak saat itu Syaikh Ahmad Jauhari Umar mulai membangun masjid dan madrasah bersama masyarakat pada tahun 1998. namun sayangnya sampai empat tahun pembangunan masjid tidak juga selesai. Akhirnya Syaikh Ahmad Jauhari Umar memutuskan masjid yang dibangun bersama masyarakat harus dirobohkan, demikian ini atas saran dan fatwa dari KH. Hasan Asy’ari Mangli Magelang Jawa Tengah (Mbah Mangli – almarhum), dan akhirnya Syaikh Ahmad Jauhari Umar membangun masjid lagi bersama santri pondok. AlhamduliLlah dalam waktu 111 hari selesailah pembanginan masjid tingkat tanpa bantuan masyarakat. Kemudian madrasah-madrasah yang dibangun bersama masyarakat juga dirobohkan dan diganti dengan pembangunan pondok oleh santri-santri pondok.


Maka mulailah Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengajar mengaji dan mendidik anak-anak santri yang datang dari luar daerah pasuruhan, hingga lama kelamaan santri beliau menjadi banyak. Pernah suatu hari Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengalami peristiwa yang ajaib yaitu didatangi oleh Syaikh Abi Suja’ pengarang kitab Taqrib yang mendatangi beliau dan memberikan kitabtaqrib dengan sampul berwarna kuning, dan kitab tersebut masih tersimpan hingga sekarang. Mulai saat itu banyak murid yang datang terlebih dari Jawa Tengah yang kemudian banyak menjadi kiyai dan ulama.


Silsilah Syaikh Ahmad Jauhari Umar :


a. Dari ayah beliah adalah sbb :

1. Syaikh Ahmad Jauhari Umar bin

2. H. Thohir/Muhammad Ishaq bin

3. Umarudin bin

4. Tubagus Umar bin

5. AbduLlah Kyai Mojo bin

6. Abu Ma’ali Zakariya bin

7. Abu Mafakhir Ahmad Mahmud Abdul qadir bin

8. Maulana Muhammad Nasiruddin bin

9. Maulana Yufus bin

10. Hasanuddin Banten bin

11. HidayatuLlah Sunan Gunung Jati bin

12. AbduLlah Imamuddin bin

13. Ali Nurul ‘Alam bin

14. Jamaluddin Akbar bin

15. Jalaluddin Syad bin

16. AbduLlah Khon bin

17. Abdul Malik Al-Muhajir Al-Hindi bin

18. Ali Hadzramaut bin

19. Muhammad Shahib Al-Mirbath bin

20. Ali Khola’ Qasim bin

21. Alwi bin UbaidiLlah bin

22. Ahmad Al-Muhajir bin

23. Isa Syakir bin

24. Muhammad Naqib bin

25. Ali Uraidzi bin

26. Ja’far As-Shadiq bin

27. Muhammad Al-Baqir bin

28. Imam Ali Zainal Abidin bin

29. Imam Husain bin

30. Sayyidatina Fatimah Az-Zahra binti

31. Sayyidina Muhammad RasuluLlah SAW.


b. Silsilah Syaikh Ahmad Jauhari Umar dari Ibu :


1 Syaikh Ahmad Jauhari Umar bin

2 KH Thahir bin/Moh Ishaq bin

3 Umarudin bin

4 Tuba bin

5 H. Muhammad Nur Qesesi bin

6 Pangeran Bahurekso bin

7 Syeh Nurul Anam bin

8 Pangeran Cempluk bin

9 Pangeran Nawa bin

10 Pangeran Arya Mangir bin

11 Pangeran Pahisan bin

12 Syekh Muhyidin Pamijahan bin

13 Ratu Trowulan bin

14 Ratu Ta’najiyah bin

15 Pangeran Trowulan Wirocondro bin

16 Sulthan AbduRrahman Campa bin

17 Raden rahmat Sunan Ampel bin

18 Maulana Malik Ibrahim bin

19 Jalaluddin bin

20 Jamaludin Husen bin

21 AbduLlah Khon bin

22 Amir Abdul Malik bin

23 Ali Al-Anam bin

24 Alwi Al-Yamani bin

25 Muhammad Mu’ti Duwailah bin

26 Alwi bin

27 Ali Khola’ Qasim bin

28 Muhammad Shahib Al-Mirbath bin

29 Ali Ba’lawi bin

30 Muhammad Faqih Al-Muqaddam bin

31 AbduLlah AL-Yamani bin

32 Muhammad Muhajir bin

33 ‘Isa Naqib Al-basyri bin

34 Muhammad Naqib Ar-Ruumi bin

35 Ali Uraidzi bin

36 Ja’far Shadiq bin

37 Muhammad Al-baqir bin

38 Ali Zainal Abidin bin

39 Husein As-Sibthi bin

40 Sayyidatinaa Fatimah Az-Zahra bin

41 Sayyidina Muhammad RasuluLlah SAW.


Meskipun beliau telah berpulang ke Rahmatullah semoga Beliau mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya, dan berkah beliah selalu mengalir kepada kita semua….Amin

MENGENANG & MENGENAL LEBIH DEKAT ABUYA KH.UCI TURTUSI (MURSYID TQN) BIN ABUYA DIMYATI CILONGKOK BANTEN"

 "MENGENANG & MENGENAL LEBIH DEKAT ABUYA KH.UCI TURTUSI (MURSYID TQN) BIN ABUYA DIMYATI CILONGKOK BANTEN"



KH. Uci Turtusi atau yang kerap disapa dengan panggilan Abuya Uci Turtusi lahir di Pondok Pesantren Al Istiqlaliyah, di Kampung Cilongok, Pasar Kemis, Tangerang, Banten. Beliau merupakan putra dari Abuya Dimyathi al-Bantani.


PENDIDIKAN


KH. Uci Turtusi memulai pendidikannya dengan belajar langsung kepada ayahnya, Abuya Dimyathi al-Bantani. Setelah selesai belajar dengan ayahnya, beliau melanjutkan pendidikannyan dengan belajar kepada 32 orang guru di berbagai pesantren, yang beliau tempuh selama 32 tahun.


Ketika beliau belajar di pesantren, beliau termasuk orang yang sering pindah-pindah. Paling lama waktu belajar, beliau tempuh selama 3 tahun lebih bahkan ada yang hanya 1 hari kemudian beliau pindah lagi. Hal tersebut dikarenakan ketika pengasuh pesantren mengetahui bahwa beliau adalah anak Abuya Dimyathi al-Bantani, maka kebanyakan para kiai justru tidak berani menerimanya sebagai murid.


PENGASUH PESANTREN


Setelah wafat ayahandanya, Abuya Dimyathi al-Bantani, kepengasuhan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah yang berdiri sejak tahun 1957 M dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Uci Turtusi.


Pondok pesantren tersebut berada di kampung Cilongok, Desa Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 ha.


Saat ini, di lingkungan komplek pesantren terdapat empat masjid, tiga masjid berada di dalam pesantren dan satu lagi berada di luar pesantren. Dengan berdirinya empat masjid, menjadi hal menarik karena pondok pesantren ini berbeda dari pondok pesantren pada umumnya, yang hanya memilik satu masjid.


MAJELIS AKBAR KH. UCI TURTUSI


Setiap hari Ahad ba’da Subuh, Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah selalu mengadakan majelis akbar bagi masyarakat luas yang langsung dipimpin oleh KH. Uci Turtusi.


Tradisi ini telah berlangsung lama sejak masa kepemimpinan Abuya Dimyathi al-Bantani. Jumlah jamaah yang mengikuti pengajian inipun sangat banyak, tidak kurang dari 5.000 orang datang dari sekitar wilayah Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan juga Jakarta.


Pada majelis akbar tersebut, materi yang diberikan lebih mengarah kepada bimbingan kerohanian, etika keagamaan dan nasehat-nasehat yang menenangkan bagi masyarakat. Hal ini menjadi kebutuhan spiritual bagi masyarakat luas terutama di wilayah Tangerang.


Tidak hanya sekedar untuk mengaji, kehadiran masyarakat pada saat majelis akbar tersebut juga tidak lepas dari kebesaran sosok Abah Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenal memiliki kedalaman ilmu agama dan keberkahan sebagai seorang ulama.


Tidak jarang setelah pengajian selesai, para tamu yang hadir meminta keberkahan untuk didoakan dan menyampaikan persoalan-persoalan mereka untuk diberi bimbingan dan jalan keluar oleh Abah Uci.


Selain acara pengajian mingguan, ada beberapa acara besar yang diselengarakan tahunan, yaitu acara Maulid Nabi, Haul Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Zaelani. Acara tersebut dihadiri ratusan jamaah, para pejabat, Alm Gus Dur (semasa hidup), Bupati, para ulama di luar pulau jawa, ulama dari mancanegara, para Habaib dan para tokoh besar lainnya.


TEMAN BAIK PRESIDEN KE-4


Almarhum Gus Dur dan Habib Luthfi bin Yahyamerupakan sahabat dekat dari KH. Uci Turtusi, Sebelum Almarhum Gus Dur Meninggal beliau ditanya oleh KH. Uci Turtusi, "Gus apa yang paling diinginkan oleh Gus apa? Baik di kala jadi presiden atau setelah lengser jadi presiden," jawaban Gus Dur "Saya inginkan adalah ketika saya wafat, istri, anak, teman-teman dan sekitarnya mengirimkan Al Fatihah buat saya," kata Abuya menirukan Gus Dur.


KAROMAH


KH. Uci Turtusi adalah tokoh ulama besar yang sangat dihormati dan disegani oleh semua kalangan masyarakat, beliau sangat berjasa besar karena telah mengharumkan bangsa Indonesia terutama Kabupaten Tangerang Banten. Dengan ke istimewaan dan karomah yang diberikan Allah SWT kepada KH. Uci Turtusi, hati umat islam merasa rindu untuk bertemu dan silaturahmi dengan sosok sang ulama ini, dengan kepiawaiannya menyampaikan dan mengajarkan ilmu agama dengan ikhlas, sehingga tausiyah yang disampaikan sangat jelas dan mudah dipahami oleh para jamaah.


أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ


"SEPENGGAL KISAH ABUYA UCI TURTUSI 

ANTARA BANTEN BANYUWANGI & PURWAKARTA"


beberapa hari sebelum meninggal yang di ceritakan oleh seorang kiyai dari banyuwangi jawa timur, beliau berkunjung ke cilongok pasar kemis tangerang untuk sowan kepada alm abuya uci. beliau bersilaturahmi dengan tujuan meminta do'a agar berkah dan meminta di bimbing agar merasakan kenikmatan ibadah. namun abuya hanya tersenyum dan berkata jangan ke saya, kalo sama saya enggak bakalan beres soalnya saya nanti mau pergi, nanti kiyai berenti tengah jalan kan susah ya sambil tertawa tersenyum.

Tetapi sang kiyai tetap memaksa agar bisa di bimbing oleh abuya, lalu abuya terdiam sejenak dan terus berbicara : ini saya kasih do'a ya cara nya gini gini gini (tidak di jelaskan oleh kiyai), tapi kalo nanti kiyai  ngelanjutin lagi terus enggak ketemu saya berarti lagi pergi. nanti kiyai lanjutin saja dan cari /temui santri saya yang ada di purwakarta jawa barat namanya habib faisal aljufri. orang nya biasa saja cuma tukang son sama pakaian juga enggak rapi, kan banyak ya orang pakaian nya rapi tapi kerjaan nya korupsi melulu sambil abuya tertawa. jangan lihat dzohir saja kiyai nanti susah jadi wali nya sambil abuya tersenyum. iya pokonya nanti kiyai cari aja di purwakarta ya nanti juga ketemu. enggak usah jauh jauh kesini.

Lalu kiyai pun melanjutkan ngobrol dan di akhiri dengan pamitan.

Dan satu hari kemudian kiyai tersebut beranjak dari hotel tempat kiyai menginap dan melanjutkan perjalanan ke kota PURWAKARTA untuk mencari HABIB sang murid dari ABUYA tersebut. sesampainya di kota purwakarta kiyai tersebut kebingungan harus ke arah mana melanjutkan perjalanan, lalu kiyai tersebut beristirahat di sebuah masjid sehingga tertidur lelap, dalam tidurnya kiyai tersebut bermimpi berjumpa dengan abuya dan abuya berkata coba cari makam mama sempur dan berziarah lah disana. sehingga kiyai tersebut terbangun dan langsung tergesa gesa bertanya kepada orang orang dimana makam mama sempur, lalu kiyai tersebut pergi menuju makam mama sempur dan berziarah disana.


Ada beberapa KEANEHAN ketika berziarah di makam MAMA SEMPUR, seketika terlihat bayangan ABUYA UCI didepan saya seperti memimpin berziarah dan terdengar bisikan jalankan ZUHUD yang benar, dan sebentar lagi akan bertemu dengan SANTRI SAYA. salamkan saya kepadanya !


 sesudahnya berziarah lalu kiyai tersebut nampak masih kebingungan mencari HABIB sang murid ABUYA. dan kiyai kembali beristirahat di sebuah warung makan sehingga melihat ada beberapa anak santri sedang ngopi dan bertanya kepada mereka, nak apakah kalian ada yang tau di purwakarta katanya ada habib tukang son terus juga murid ABUYA UCI?

lalu mereka menjawab setau kami ada sih pak di daerah sukatani namanya HABIB FAISAL ALJUFRI beliau punya son pak, suka ada pengajian malam kamis pak. itu juga tau habib yang itu tau bukan, tapi setiap HABIB ngaji suka nyebut nyebut nama ABUYA UCI. lalu kiyai tersenyum bahagia karena menemukan apa yang di tuju nya, dan kiyai pun meminta bantu ke anak santri tersebut agar diantar menuju tempat tujuan tersebut. sehingga sampailah kiyai tersebut ke tempat tujuan dan bertemu dengan sang habib benar saja hanya berpakaian biasa masih muda dan sedang mengotak atik sebuah son. dan kiyai tersebut langsung mengucap salam lalu di suruh masuk ke rumah dan kiyai pun berkata bahwa saya di suruh kesini atas arahan abuya uci, dan habib pun langsung tertunduk dan meneteskan air mata hanya berkata ABAH UCI guru ku mau berangkat jauh 😥 waktu itu sang kiyai belum memahami ucapan sang habib. namun sang kiyai baru memahami ketika dua hari kemudian ada kabar duka bahwa abuya t'lah pergi meninggalkan kita semua 😭

ketika kiyai tersebut sowan dan ngobrol kesana kemari dengan sang habib barulah mendapatkan kemantapan untuk melangkah kepada sesuatu hal (tidak bisa disebutkan)

Lalu sang habib berkata : kiyai coba sebelum pulang ke banyuwangi ziarah dulu ke cianjur, namanya GENTUR

Kiyai : saya enggak tau bib dimana cianjur gentur

Habib : lah nanti juga ketemu kok, kan ulama sekarang pada punya android, sambil tertawa

Kiyai : oh iya sudah saya pamit

Habib : iya kiyai, do'akan saya juga ya biar berkah manfa'at, saya kan cuma tukang son sambil tertawa.

Kiyai : iya amin bib, tukang son juga beda kelas


Ketika perjalanan ke cianjur saya bingung harus ziaraha ke siapa, saking cape nya saya kembali tertidur didalam mobil lalu bermimpi bertemu abuya uci dan berkata ziarah lah lah ke picung. kemudian saya terbangun sambil kebingungan dan akhir nya hampir disetiap perempatan jalan saya seperti melihat abuya memberikan arah jalan dan alhamdulillah saya sampai di tujuan lanjut berziarah kemudian tengah malam pulang menuju saya kembali

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan, namun saya baru sekarang mendapatkan sesuatu yang begitu istimewa diluar dugaan saya. semoga abuya selalu membimbing kita walaupun tak terlihat oleh mata dzohir

🤲


mungkin hanya sekilas cerita ini, tidak bisa di ceritakan semuanya.

tetapi ada hikmah di balik semua ini

diantaranya bahwa benar beliau alm abuya uci turtusi adalah ahli zuhud, tidak sia-sia kita berguru kepada ahli alloh. dan ada ikatan batin antara murid dan guru, semoga kita semua diakui menjadi murid beliau.

dan jangan selalu memandang seseorang hanya dari pandangan mata dzohir saja 😓

yang jadi pr adalah bagaimana cara kita agar diakui menjadi murid beliau? seorang ulama besar dari kota tangerang. maka ikuti jejak langkah murid muridnya yang sudah di akui🤲


Mintalah do'a kepada para ulama, habaib & kiyai, ikutilah jejak langkah sang wali. ketika sang wali secara dzohir sudah tidak nampak maka akan ada penerus dari ulama & wali wali tersebut


Kejadian ini saya alami skitar 2/3 hari sebelum abuya meninggal

اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ


الهمجئل قبرهم رودلتا من رياضيل جينان


Nasab dan silsilah  


Abah Uci nasabnya sampai Sunan Gunung Jati dari Maulana Hasanudin Banten.


Silsilah Abah Uci Turthusi


Silsilah Abah Uci yang bersambung dengan Nabi Muhammad S.A.W

Berikut ini adalah Silsilah beliau yang kami dapatkan dari keluarga beliau 

Oleh Hasanudin. B


34. K.H. Uci Turtusi (Cilongok Pasar Kemis)

33. K.H. Dimyati

32. K.H Romli

31. K.H. Ahmad Khaerun

30. Raden Cimang

29. Raden Data Saen

28. Tumenggung Kamil (Wulung Cilik)

27. Pangerang Surya Bajra (Pangeran Surya Ningrat)

26. Pangeran Yuda Negara

25. Sultan Maulana Hasanuddin (Banten)

24. Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati – Cirebon)

23. Abdullah (Raja Cempa Aceh)

22. Ali Nur’alam (Syam)

21. Jamaluddin Husein

20. Ahmad Jalaluddin

19. Abdullah

18. Abdul Malik

17. Alwi (Amil Faqih)

16. Muhammad Shohib Marbad

15. Ali Khola’ Ghosam

14. Alwi

13. Muhammad

12. Alwi Alawiyyin

11. Ubaidillah

10. Ahmad Al-Muhajir

9. Isa Arumi

8. Muhammad An-Naghieb

7. Ali Uraidy

6. Ja’far Shodiq

5. Muhammad Al-Baghir

4. Ali Zainal Abidin

3. Sayyidina Husein

2. Sayyidati Fatimah Az-Zahro dan Sayyidina Ali Karromallahu wajhah

1. Nabi Muhammad S. A. W


Alfatihah untuk beliau.......

Biografi singkat KH. Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri (Mama Sempur)

 🍂 Biografi singkat KH. Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri (Mama Sempur)



KELAHIRAN


KH. Tubagus (Tb)  Ahmad Bakri lahir pada tahun 1259 H atau bertepatan dengan tahun 1839 M, di Citeko, Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Beliau merupakan putra pertama dari pasangan KH. Tubagus Sayida dan Umi, selain KH.Tubagus Ahmad Bakri dari pasangan ini juga lahir Tubagus Amir dan Ibu Habib.


KH. Tubagus (Tb) Ahmad Bakri, lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur. Mama merupakan istilah bahasa sunda yang berasal dari kata rama artinya Bapak. Di kalangan masyarakat Jawa Barat, kata Mama ini biasanya disematkan kepada Ajengan atau Kiai sehingga sebutannya menjadi Mama Ajengan atau Mama Kiai. Sementara Sempur adalah sebuah Desa yang ada di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat.


NASAB


Dari jalur ayahnya, silsilah KH. Tubagus Ahmad Bakri sampai kepada Rasulullah saw sebagaimana dapat dilihat dalam karyanya yang berjudul Tanbihul Muftarin (h. 22), sebagaimana berikut KH. Tb. Ahmad Bakri bin KH. Tb. Saida bin KH. Tb. Hasan Arsyad Pandeglang bin Maulana Muhammad Mukhtar Pandeglang bin Sultan Ageng Tirtayasa (Abul Fath Abdul Fattah) bin Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir Kenari bin Maulana Muhammad Ing Sabda Kingking bin Sultan Maulana Yusufbin Sultan Maulana Hasanudin bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Sultan Syarif Abdullah bin Sultan Maulana Ali Nurul Alam bin Maulana Jamaluddin al-Akbar bin Maulana Ahmad Syah Jalal bin Maulana Abdullah Khon Syah bin Sultan Abdul Malik bin ‘Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath bin  Ali Kholi’ Qosam bin ‘Alwi bin Muhammad bin ‘Alwi bin Sayyidina Ubaidillah bin Imam al-Muhajir ila Allah Ahmad bin ‘Isa an-Naqib bin Muhammad an-Naqib bin ‘Ali al-‘Aridl bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Sayyidina wa Maulana Husain bin Saidatina Fatimah az-Zahra binti Rasulillah SAW.


Ayah KH. Tubagus Sayida yang juga kakeknya KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah KH. Tubagus Arsyad, ia seorang Qadi Kerajaan  Banten, namun KH. Tubagus Sayida nampaknya tidak berminat untuk menjadi Qadi Kerajaan Banten menggantikan posisi ayahnya dan dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Banten.


Perjalanan Syekh Tubagus Arsyad dari Banten membawanya sampai ke daerah Citeko, Plered, Purwakarta, di tempat inilah Tubagus Sayida bertemu dan menikah dengan Umi hingga berputra Tubagus Ahmad Bakri pada tahun 1839 Masehi.


WAFAT


Mama Sempur wafat pada Malam Senin, 27 Zulkaidah 1395 H bertepatan dengan 1 Desember 1975 M.


PENDIDIKAN

Keluarga KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah keluarga yang taat beragama, ayahnya pun merupakan salah satu ulama kharismatik, sehingga pendidikan agama KH. Tubagus Ahmad Bakri di usia dini diperoleh melalui ayahnya. Adapun Ilmu-ilmu yang dipelajari oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri meliputi Ilmu tauhid, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Hadits dan Tafsir.


Dalam kitab Idlah al-Karatoniyyah Fi Ma Yata’allaqu Bidlalati al-Wahhabiyyah (halaman. 27), Mama Sempur menyebutkan guru-gurunya sebagaimana berikut :


Sunda


Syekh Raden Haji Muhammad Roji Goyam – Tasikmalaya (talmidz: Syekh Umar asy-Syami dan Syekh Ahmad al-Khoyyath)


Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi – Gentur, Cianjur

Syekh Muhammad Bashri bin Abdillah (talmidz: Sayyid Utsman dan Syekh Raden Haji Muhammad Roji Goyam)

Jawa


Syekh Syaubari

Syekh Sholih bin Umar (Sholeh Darat) – Semarang

Syekh Ma’shum bin Salim – Semarang (mualif: Tasywiqul Kholan)

Syekh Ahmad Dahlan bin Abdillah (akhi: Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi)

Betawi


1. Tuan Syekh Habib Utsman


Pengembaraan di dunia intelektual tidak membuat Mama Sempur merasa puas. Untuk itu akhirnya ia memutuskan untuk berangkat menuntut ilmu ke Mekkah.


Mekkah


Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Ahmad Zaini Dahlan

Syekh Sa’id Babshil

Syekh Umar bin Abi Bakar Bajunaidi

Sayyid Abdul Karim ad-Daghustani

Syekh Sholih Bafadhol al-Hadhromi

Syekh Sholih al-Kamal (mufti: al-Hanafi)

Syekh Ali Al-Kamal al-Hanafi

Syekh Jamal al-Maliki

Syekh Ali bin Husain al-Maliki

Sayyid Hamid (qodi: Jiddah) asal (mufti: al-Hanafi fil Makatil Musyarofah)

Syekh Ahmad Khotib asy-Syambasi

Syekh Sa’id al-Yamani

Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi

Syekh Mukhtar bin Athorid

Syekh Muhammad Marzuq al-Bantani.

MENDIRIKAN PESANTREN

Pada tahun 1911 Masehi pulang ke tanah air, KH. Ahmad Bakri mendirikan sebuah pesantren dengan nama Pesantren As-Salafiyyah di Darangdang, Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Pesantren ini dinilai sebagai pesantren tertua di daerah tersebut. Demikianlah untuk selanjutnya ia mengelola pondok pesantren dan menjadi guru penyebar Tarekat Naqsabandiyah di daerah tersebut. Pemikirannya Untuk mengungkap pemikirannya  dapat dilacak sejumlah catatan kecil yang ditulisnya, ceramah-ceramah serta kandungan kitab yang ditulisnya.


Dalam Cempaka Dilaga, misalnya, KH. Ahmad Bakri menjelaskan beberapa prinsip hidup yang harus dilakoni oleh umat Islam. Yaitu keharusan berbuat baik terhadap tetangga agar kita dapat hidup di dunia dengan aman, terutama aman dalam ibadah dan mengabdi kepada Allah. Di bagian lain kitab ini, ia berpendapat bahwa seorang muslim hendaknya patuh dan menaati pemerintah, bahkan terhadap pemerintah yang lalim sekalipun, selama pemerintah tidak memerintahkan rakyatnya untuk menyalahi perintah Allah atau melarang untuk berbakti kepada Allah SWT.


Selain itu, KH. Ahmad Bakri menjelaskan bahwa dalam mengambil keputusan, seorang muslim hendaknya pada prinsip-prinsip Ushul Fikih. Misalnya ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak dapat dihindari, maka menurutnya orang tersebut hendaknya memilih perbuatan yang paling sedikit mudaratnya (akhaf al-dlaruryn). Ia juga menganjurkan agar seseorang mendahulukan untuk menolak mafsadah daripada melakukan pekerjaan yang mendatangkan manfaat. Menurutnya, menghindari mafsadah lebih utama ketimbang mencari manfaat.


KH. Ahmad Bakri juga memperbincangkan perilaku manusia yang sangat mendasar, yaitu makan. Menurutnya, makan merupakan kewajiban, dan oleh karenanya makan termasuk bagian dari ajaran agama Islam. Karena makan merupakan salah sendi yang dapat menguatkan manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, dan melakukan perintah-perintah-Nya. Lebih lanjut KH. Ahmad Bakri menjelaskan bahwa seseorang sejatinya mengetahui etika makan. Dengan demikian, seseorang dapat mencapai manfaat makan sehingga makan dapat dinilai sebagai ibadah.


MURID-MURID


Beberapa santri KH. Tubagus Ahmad Bakri yang menjadi ulama terkemuka diantaranya KH. Abuya Dimyati Banten, KH. Raden Ma’mun Nawawi Bekasi, KH. Raden Muhammad Syafi’i atau dikenal dengan Mama Cijerah Bandung, KH. Ahmad Syuja’i atau Mama Cijengkol, KH. Izzuddin atau Mama Cipulus Purwakarta.


AHLI TAREKAT

Tarekat yang Syekh Sempur pegang adalah Tarekat Ngaji, sebagaimana ia ungkapkan dalam karyanya yang berjudul Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Thoriqoh pada (halaman. 47-49):


"Ari anu pang afdhol-afdholna tarekat dina zaman ayeuna, jeung ari leuwih deukeut-deukeutna tarekat dina wushul ka Allah Ta`ala eta nyatea tholab ilmi, sarta bener jeung ikhlash". (Tarekat yang paling utama pada zaman sekarang dan tarekat yang paling dekat dengan wushul kepada Allah yaitu thalab ilmi, benar, dan ikhlas)


Pernyataan Syekh Tubagus Ahmad Bakri tersebut dikutip dari jawaban seorang Mufti Syafiiyah Syekh Muhammad Sayyid Babashil yang mendapat pertanyaan seputar tarekat dari Syekh Ahmad Khatib. Dialog kedua Ulama tersebut dikutip oleh Mama Sempur dalam Kitab Idzharu Zughlil Kadzibin halaman 61.


Selain itu, dalam kitab Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Thoriqoh (halaman 32) seraya mengutip pernyataannya Syekh Muhammad Amin asy-Syafi'i an-Naqsyabandi, Syekh Tubagus Ahmad Bakri menyatakan bahwa hukum masuk dalam salah satu tarekat mu'tabarah bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan yang sudah mukallaf adalah fardlu'ain. Sehingga menurut salah satu riwayat, Syekh Tubagus Ahmad Bakri pun tetap menganut tarekat mu'tabarah. Adapun tarekat yang dianutnya adalah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.


Sementara mengenai Tarekat Ngaji, KH. Mu'tamad (salah satu murid Syekh Sempur, pengasuh Pondok Pesantren an-Nur Subang) Menuturkan :


Setiap pukul empat pagi, Mama Sempur sudah bersila dan berdzikir di dalam Masjid, mendirikan Salat Subuh berjamaah, wiridan dan kembali berzikir sampai waktu dhuha melaksanakan Salat Dhuha, dilanjutkan dengan mengajar ngaji santri sampai pukul 11.00 WIB. Usai mengajar ngaji santri, jadwal pengajian selanjutnya adalah mengajar ngaji para Kiai sekitar kampung yang dilanjutkan dengan Salat Zuhur berjamaah.


Kemudian pulang ke rumah dan istirahat, namun ia tak pernah bisa istirahat sepenuhnya karena sudah ditunggu para tamu sampai waktu ashar. Selepas Salat Ashar Mama Sempur kembali mengaji bersama para santri hingga menjelang maghrib. Setelah Salat Maghrib ia istirahat sejenak dan Salat Isya, kemudian mengajar santri kembali hingga pukul 23.00 WIB. Bahkan menurut satu riwayat, kebiasaan Mama Sempur yang pernah diketahui oleh santrinya adalah dia tidak pernah batal wudu sejak Isya sampai Subuh dan tidak pernah terlihat makan.


TELADAN

Mama Sempur merupakan salah satu ulama yang pada saat itu menentang dan menolak paham Wahabi, menurut beliau Muhammad bin Abdul Wahab (pendiri Wahabi) merupakan musuh Rasulullah SAW. Hal tersebut beliau sampaikan dalam salah satu kitabnya, yaitu Idhah al-Karataniyyah fi Ma Yata’allaqu bi Dhalat al-Wahabiyah.


Beliau juga menulis kitab yang menjelaskan tentang prinsip hidup, bisnis dan etos kerja yang harus diamalkan oleh kaum muslimin, yaitu kitab Cempaka Dilaga. Diantaranya ialah berisi tentang keharusan berbuat baik pada tetangga, kepatuhan seorang muslim terhadap pemerintah, dan cara pengambilan keputusan.


Mama Sempur juga menjelaskan pentingnya seorang muslim berpegang teguh pada prinsip-prinsip usul fikih. Misalnya ketika dihadapkan pada dua pilihan yang tak dapat dihindari, maka menurut beliau hendaknya mengambil pilihan yang paling sedikit mudharatnya. Mendahulukan untuk menolak mafsadah daripada melakukan pekerjaan yang mendatangkan manfaat.


KARYA-KARYA

KH. Tubagus Ahmad Bakri atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur bisa dikatakan cukup produkif dalam menulis kitab, dari tangannya telah lahir lebih dari 50 judul kitab yang berserakan di berbagai tempat.


Dari puluhan kitab tersebut kami hanya berhasil menemukan 18 judul kitab saja. Sebagaimana umumnya ulama nusantara, kitab-kitab karya Mama Sempur ini ditulis emnggunakan aksara pegon. dari beberapa kitab ini ada yang saling terkait dalam arti bahwa ada beberapa pemikiran-pemikiran KH. Tubagus Ahmad Bakri yang terdapat di satu kitab, namun terdapat juga di kitab lainnya, adapun kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:


1. Cempaka Dilaga


Judul lengkapnya adalah Cempaka Dilaga; Mertelakeun Perihal Wajib Usaha, Dari 18 kitab yang didapatkan penulis, Cempaka Dilaga ini merupakan satu-satunya kitab yang judulnya menggunakan bahasa Sunda, kitab ini membahas tentang bisnis dan etos kerja dalam pandangan Islam, proses penulisan kitab yang berjumlah 24 halaman ini dilakukan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada tahun 1378 H dan jika dikonversi ke dalam tahun Masehi Senin 8 Dzulhijah 1378 H diperkirakan berbarengan dengan tanggal 15 Juni 1959 M.


2. Kitab Maslakul Abror


Judul lengkap kitab ini adalah Kitab Muslakul Abror tarjamat nadzam `iqdud dar, kitab yang mempunyai ketebalan 11 halaman ini merupakan terjemahan dari kitab iqdarud duror, terdiri dari enam pasal yang berisi kumpulan nadzaman berbahasa Sunda dan materi pembahasannya tentang tauhid, dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak menyebutkan tempat dan waktu penulisan kitab.


3. Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Thariqah


Kitab ini menjelaskan tentang tasawuf yang dispesifikan dalam thariqah, dalam kitab yang mempunyai ketebalan 53 halaman ini membahas seputar dunia thariqah seperti syarat menjadi guru thariqah (mursyid), kewajiban menjalankan syariat, kecaman terhadap penganut thariqah yang meninggalkan syariat dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis pada bulan Shafar tahun 1358 atau diperkirakan bertepatan dengan bulan April 1939.


4. Fawaid al-Mubtadi


Menjelaskan tentang materi pengajaran yang wajib dajarkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, dalam kitab ini juga dibahas tentang faidah (kegunaan) mencari ilmu yang bermanfaat dan juga tata cara mencari ilmu yang bermanfaat. Kitab yang tebalnya 49 halaman ini selesai ditulis pada hari rabu tanggal 25 Ramadhan 1371 H atau bersamaan dengan tanggal 18 Juni 1952.


5. Maslahat al-Islamiyyah Fi Ahkami at-Tauhiddiyyah


Judul lengkap kitab yang terdri dari lima pasal ini adalah Maslahat al-Islamiyyah Fi Ahkami at-Tauhiddiyyah, menjelaskan tentang konsep tauhid yang ada dalam ajaran agama Islam. Kitab yang mempunyai ketebalan 36 halaman ini selesai ditulis pada tanggal 1 Muharram 1373 H atau berbarengan dengan tanggal 10 September 1953.


6. Ishlah al-Balid Fi Tarjamati Qaul al-Mufid


Kitab yang tebalnya 15 halaman ini merupakan kitab terjemah dari kitab Qaul al-Mufid, materi pembahasan dalam kitab ini adalah seputar dunia tasawuf yang tetap mengedepankan syariat. Kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad bulan Shafar tahun 1372 H atau berbarengan dengan bulan Oktober 1953.


7. Risalah al-Waladiyyah


Kitab ini merupakan kitab nadzaman karya KH. Tubagus Ahmad Bakri berupa terjemah dari kitab al-Kharidah al-Bahiyyah  karangan Syaikh Ahmad Dardir. Kitab ini yang membahas tentang tauhid ini mempunyai ketebalan 15 halaman dan selesai ditulis pada tanggal 3 bulan Rabiul Awwal 1357 H atau berbarengan dengan tanggal 4 Mei 1938.


8. Maslak al-Hal


Kitab ini menjelaskan tentang mu`amalah antar manusia seperti bekerja, walimah, akhlak dan sebagainya, kitab yang tebalnya 24 halaman ini mempunyai beberapa kesamaan dengan kitab Cempaka Dilaga. Mama Dalam kitab yang terdiri dari tujuh pasal ini tidak ditemukan tempat dan tanggal penulisan kitab.


9. Tanbihul Ikhwan


Kitab ini merupakan kritik atas pemikiran Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo yang berpendapat bahwa pintu ijtihad dibuka selebar-lebarnya, dalam kitab yang terdiri dari 8 pasal ini KH. Tubagus Ahmad Bakri membahas tentang konsep ijtihad yang menurutnya tidak semudah yang dinyatakan oleh ketiga pemikir itu, selain itu juga tidak sembarangan dilakukan oleh seorang muslim karena ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid sepereti memahami ilmu nahwu, sharaf, bayan, badi`, faham semua ilmu syariat dan sebagainya, sebaliknya bagi muslim yang belum memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut maka mereka diwajibkan untuk bertaqlid kepada ulama, dalam kitab yang berjumlah 32 halaman ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak mencantumkan tanggal atau pun tahun penulisan kitab.


10. Roihatul Wardiyah


Kitab ini membahas tentang adabul basyariyah, yaitu tata krama yang mesti dilakukan oleh manusia khususnya umat Islam yaitu dengan kebaikan hatinya, kebaikan pekerjaannya dan kebaikan perangainya serta menjalani peraturan yang sudah ditentukan oleh agama dan adat kebiasaan sebuah negeri, salah satu poin yang ada dalam kitab yang berjumlah 21 halaman ini dinyatakan bahwa jika perbuatan baik ini bisa dilakukan maka akan menghasilkan kebaikan untuk dirinya sendiri  serta dijauhkan dari segala kejahatan. KH. Tubagus Ahmad Bakri berhasil  menyelesaikan kitab yang terdiri dari 13 pasal ini pada tanggal 26 Romadlan 1347 H H dan jika dikonversi ke tanggal masehi diperkirakan berbarengan dengan tanggal 8 Maret 1929.


11. Tanbihul Muftarin


Judul lengkap kitab ini adalah Tanbihul Ikhwan Fir Roddi `Ala Mazhabid Dlalalah wat Tufyan. Kitab ini membahas tentang larangan untuk mencela kepada dua orang sahabat Nabi yaitu Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib karena kedua orang ini adalah orang mulia di sisi Rasulullah, selain itu dalam kitab yang terdiri dari 8 pasal dan berjumlah 31 halaman ini juga dibahas tentang tentang akhlakul karimah seperti anjuran untuk segera membayar hutang agar hutangnya tidak menggunung, memilih wanita shalihah untuk dijadikan sebagai istri, kefardluan mencari ilmu yang manfaat terlebih bagi keturunan Rasulullah dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari selasa tanggal 15 Ramadlan 1349 atau berbarengan dengan tanggal 3 Februari 1931.


12. Nashaihul awam


Judul lengkap kitab ini adalah Nashaihul awam fii tafqiqil Islam, kitab ini terdiri dari 19 pasal dan 34 halaman yang isinya merupakan ajaran-ajaran agama Islam yang dikutip oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri dari Alquran, hadits dan pendapat para ulama diantaranya adalah bahwa pokok ajaran islam adalah saling menasehati dalam kebaikan tujuannya adalah agar kelak umat islam menjadi husnul selain itu KH. Tubagus Ahmad Bakri juga menyampaikan tentang tidak layaknya membangun masjid di tempat yang populasinya tidak pernah melaksanakan sholat, anjuran untuku segera bertaubat dan seterusnya. Kitab ini selesai ditulis oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada malam Jum`at tanggal 21 Dzilhijjah 1352 atau bertepatan dengan tanggal 6 April 1934.


13. Risalatul Muslihat


Judul lengkap kitab ini adalah Risalatul Muslihat fi bayani fardlil maakulat wal masnunat wal makruhat wal muharromat, sesuai dengan judulnya, kitab ini membahas hukum fiqh yang difokuskan kepada makan, sebagaimana layaknya fiqh yang mempunyai sifat relatif dan dinamis, KH. Tubagus Ahmad Bakri membahas tentang relatifitas hukum makan, yakni makan dalam keadaan wajib, sunat, makruh, dan juga haram. Kitab yang berjumlah 17 halaman ini diselesaikan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari Ahad tanggal 30 Jumadil Awal 1353 atau bertepatan dengan tanggal 9 September 1934 M.


14. Tabshiratul Ikhwan


Judul lengkap kitab ini adalah Tabshiratul Ikhwan Fii Bayani Tasywiqil Khallan, dan dari 17 kitab yang didapatkan kitab ini yang paling tebal jumlah halamannya yakni terdiri dari 7 pasal dan 82 halaman, pembahasan kitab ini tentang seputar aqidah dan sufisme, diantara pelajaran yang disampaikan KH. Tubagus Ahmad Bakri dalam kitab ini adalah ungkapan yang ia kutip dari Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Fathu Robbani mengatakan bahwa perang ada dua macam, yaitu perang dzahir dan perang batin, perang dzahir adalah memberantas kaum kafir yang membenci Allah dan Rasul-Nya dengan mengangkat senjata pedang, panah dan lainnya, sementara perang batin adalah memerangi nafsu, syahwat dan tabi`at buruk yang melenceng dari aturan agama, serta memerangi godaan syaitan, dan dari kedua perang ini yang paling berat adalah perang batin. KH. Tubagus Ahmad Bakri menyelesaikan kitab ini pada hari Ahad tanggal 3 Ramadlan 1352 atau diperkirakan bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1933 M.


15. Ihyaul Mayyit


Judul lengkap kitab ini adalah Ihyaul Mayit Fi Bayani Fadhli Ahli Bait, terdiri dari 8 pasal dan 37 halaman, sesuai dengan judulnya, kitab ini membahas tentang keutamaan keturunan Rasulullah, Saw., sehingga umat islam semestinya memulyakan mereka, namun demikian, jika ada keturunan Rasulullah yang melenceng dari ajaran agama Islam maka wajib untuk segera diluruskan karena tidak pantas jika ada keturunan Rasulullah atau ahli bait yang akhlaknya tidak sesuai dengan Rasulullah. Kitab ini diselesaikan oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri pada hari Rabu tanggal 11 Shafar 1346 atau bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1935.


16. Saif adl-Dlarib


Kitab yang terdiri dari delapan pasal ini menjelaskan tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat, baik itu kiamat Shugra maupun kiamat Kubra, kitab yang mempunyai ketebalan 30 halaman ini juga menceritakan tentang ramalan Syaikh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tentang delapan tanda akan datangnya hari kiyamat, yaitu (1) cuaca atau musim hujan dan musim kemarau sudah tidak bisa diprediksi, (2) banyaknya perpecahan antar manusia disertai meninggalkan syariat agama, (3) berusaha mengurangi kelahiran manusia dan banyak perselingkuhan, (4) menjual ilmu dengan dunia dan pegawai negara mudah disogok (gratifikasi), (5) dibuatkan gedung mewah untuk prostitusi dan perjuadian serta orang gila dijadikan tempat `bertanya` dan orang berilmu malah disingkirkan, (6) Meletusnya perang dunia antara Timur dan Barat Selatan, namun akhirnya tidak ada yang menjadi pemenang, (7) Masyarakat tidak taat hukum sehingga tatanan masyarakat menjadi kacau dan (8) masyarakat meninggalkan ajaran agama dan hanya mengedepankan nafsunya saja. Kitab ini selesai ditulis pada hari ahad Rabi`utsani 1341 H atau berbarengan dengan bulan Desember 1922 M.


17. Manhajul Ibad Fi Bayani Daf`il Fasad


Kitab yang terdiri dari 8 pasal dan 22 halaman ini membahas tentang faidah dan keutamaan-keutamaan yang mesti dilakukan oleh umat Islam, diantaranya adalah faidah ziarah qubur kepada makam para nabi, para wali dan orang tua, menurut KH. Tubagus Ahmad Bakri anjuran ziarah qubur sudah ada dalam Alquran dan hadits serta ulama 4 mazhab, seraya mengutip pendapat Syaikh Sayyid Alwi KH. Tubagus Ahmad Bakri mengungkapkan bahwa ziarah ke makam orang tua sangat dianjurkan bahkan hal itu diumpamakan seperti melaksanakan ibadah haji, selain itu KH. Tubagus Ahmad Bakri pun membahas tentang larangan ta`ashub, yaitu sulit menerima kebenaran agama padahal sudah diberikan dalil-dalil tentang kebenaranna. Dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak mencatat tanggal penulisan kitab. KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak meninggalkan catatan tanggal dan tahun pembuatan kitab ini.


18. Idlahul Karatoniyah


Judul lengkap kitab ini adalah Idlahul Karatoniyah Fima Yata`allaqu bid Dlalaltil Wahabiyah, sesuai dengan judulnya, kitab yang terdiri dari 8 pasal dengan tebal 47 halaman ini membahas tentang pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dan aliran Wahabi yang dianggap melenceng dari ajaran Islam, dalam kitab ini KH. Tubagus Ahmad Bakri mengutip dari beberapa kitab yang mempunyai kecenderungan untuk menyatakan bahwa Wahabi telah melenceng dari ajaran Islam, diantara kitab-kitab yang ia kutip adalah Durarus Saniyyah Fiir Roddi ‘alal Wahabiyah karya seorang mufti Syafi`i Syaikh Ahmad Dahlan, Kitab Showa`iqul Muhriqot karya Ibnu Hajar Al-Haitami dan lainnya, diantara pembahasan yang disoroti oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah tentang penguatan tradisi keagamaan Islam Ahlus Sunnah wal Jama`ah seperti dalil Ziarah qubur, Tawasul, perintah mencari ilmu kepada ulama-ulama dan tidak mencari ilmu melalui koran (mungkin jika dikaitkan dengan perkembangan zaman seperti sekarang) dan juga internet. KH. Tubagus Ahmad Bakri tidak meninggalkan catatan tanggal dan tahun pembuatan kitab ini.