Makam Datu Haji Abdullah (Panglima Perang Banjar).
Letak: Jalan Veteran, Desa Jumba RT. 04, Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan.
ولا تقولوا لمن يقتل في سبيل الله أموات بل أحياء ولكن لا تشعرون.
Dan janganlah kamu mengatakan orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, sebenarnya ia hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah ayat 154)
Haji Abdullah, Pertempuran Sungai Malang 1860 M.
Setelah proklamasi 11 Juni 1860 M tentang penghapusan Kesultanan Banjar diumumkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, maka wilayah-wilayah Kesultanan Banjar mulai dikuasai penjajah termasuk Amuntai di Hulu Sungai Utara.
Karena rakyat Amuntai masih setia kepada Kesultanan Banjar, maka sering terjadi gangguan, cegatan, dan penghancuran terhadap konvoi kendaraan Belanda yang berani berpatroli di sekitar Amuntai.
Salah satu pimpinan perlawanan yang terkenal adalah Haji Abdullah, seorang alim ulama dan ahli menggerakkan aksi massa. Beliau sering menggelorakan semangat perang sabil agar jangan menyerah dari masjid ke masjid di sekitar Amuntai.
Saat itu Belanda sudah sangat kewalahan menghadapi aksi pencegatan oleh pasukan Haji Abdullah. Pada suatu penyergapan di Sungai Banar, Haji Abdullah tertembak peluru Belanda di bagian paha dan terpaksa seluruh pasukannya mundur ke Kampung Sungai Malang.
Asisten Residen Van Oijen mengetahui informasi ini dan mengirimkan tiga peleton tentara bersenjata lengkap ke Sungai Malang. Ketiga peleton ini dipimpin oleh perwira Belanda yang berpengalaman yaitu Letnan Von Ende, Letnan Verspyck, dan Letnan Van Der Wijck.
Tiga peleton berangkat dari Amuntai menuju Sungai Malang tidak dengan rombongan tambur dan terompet, tetapi mengendap diam-diam. Tiga orang Letnan Belanda hanya didampingi beberapa tentara sedangkan sisanya berpencar dengan formasi sembunyi.
Pada tanggal 15 September 1860 M bertepatan 27 Shafar 1277 H, mereka sampai di rumah Haji Abdullah di Sungai Malang, Rombongan Belanda ditemui anak Haji Abdullah, Haji Yusip, dan Sungit. Saat itu Letnan Von Ende mengatakan hanya ingin melihat keadaan tokoh ulama Haji Abdullah dan menawarkan bantuan untuk dibawa ke Amuntai dan dirawat dokter, tetapi Haji Abdullah tidak percaya karena Belanda sudah sangat sering melakukan tipu daya. Sementara itu, tiga peleton Belanda secara diam-diam sudah mengepung rumah Haji Abdullah.
Haji Abdullah berfirasat kurang enak mengenai niat Belanda ini dan segera menyiagakan 19 orang pasukannya untuk berjaga di seluruh rumah. Letnan Von Ende memaksa untuk membawa tandu Haji Abdullah keluar rumah, dijawab oleh Haji Abdullah, "baik, bulih cuba bawa, kalau kawa!".
Von Ende dengan pedang di tangan dan 15 orang tentara Belanda memaksa masuk rumah, tidak berapa lama terdengar teriakan Haji Abdullah, "fi sabilillah! Subhanallah! Allahu Akbar!". Mendengar seruan itu, 19 orang anak buah Haji Abdullah merapatkan barisan dengan parang bungkul terhunus dan langsung menyerang pasukan Belanda.
Seketika terjadi pertempuran jarak dekat, dari luar rumah keluar tiga peleton Belanda yang telah mengepung dan ikut dalam pertempuran, Letnan Von Ende tewas beserta lima orang tentara Belanda lainnya. Karena pasukan Haji Abdullah harus menghadapi jumlah musuh yang lebih besar, maka mereka semua akhirnya gugur dalam pertempuran termasuk empat orang pejuang wanita yaitu Aisyah, Khadijah, Kalimah, dan Bulan.
Seluruh pasukan Haji Abdullah gugur dalam medan perang pada peristiwa di Sungai Malang. Haji Abdullah dan para syuhada dimakamkan di Desa Jumba, Amuntai Selatan, Hulu Sungai Utara.
Al Fatihah...
رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari