Makam Ahmad Jamaluddin bin Kamaruddin.
Letak: Gang Jamaluddin, Desa Tanjung Rema RT. 01, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Ahmad Jamaluddin bin Kamaruddin adalah santri Pondok Pesantren Darussalam yang merantau dari Sulawesi Selatan ke Kota Martapura untuk menuntut ilmu, beliau wafat di usia 29 tahun setelah dianiaya oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Ahmad Jamaluddin merupakan anak sulung dari pasangan Kamaruddin dan Suhada, beliau memilik lima orang saudara yaitu Rafi'uddin, Nurliati, Basmawati, Arifuddin, serta adik bungsunya yang keenam yang meninggal sewaktu kecil dan belum sempat diberi nama.
Ahmad Jamaluddin berasal dari sebuah desa terpencil yaitu Desa Parasanganberu, Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan.
AWAL MULA MUNCUL NIAT MENUNTUT ILMU KE PONDOK PESANTREN DARUSSALAM
Ahmad Jamaluddin tadinya bersekolah di Pondok Pesantren Darud Da'wah Wal Irsyad (DDA) Pare-Pare, kurang lebih 150 kilometer dari Kota Makassar. Dulu ada seorang santri DDA asal Kotabaru Kalimantan Selatan membawa kalender Pondok Pesantren Darussalam, di kalender tersebut terpampang foto guru-guru besar Pondok Pesantren Darussalam. Sejak saat itulah Ahmad Jamaluddin bertekad menuntut ilmu ke Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan.
AHMAD JAMALUDDIN DIFITNAH, KEMUDIAN DISIKSA
Selain menjadi santri Pondok Pesantren Darussalam, Ahmad Jamaluddin juga berprofesi sebagai tukang bangunan kayu untuk membiayai sekolahnya.
Senin tanggal 15 September 1975 M, beliau diminta mengerjakan pemasangan kosen jendela rumah milik seorang anggota polisi bernama Bago di Jalan Pangeran Hidayatullah, Keraton, Martapura tepatnya sekarang belakang Rumah Dinas Bupati Banjar.
Ketika itu beliau diminta mengerjakan pemasangan kosen jendela dengan upah Rp. 1.500, jumlah yang besar pada masa itu.
Setelah pemasangan kosen jendela selesai, beliau bermaksud ingin mengambil upah kepada Bago, namun upah yang diminta tidak dibayar. Akhirnya beliau membongkar kembali kosen jendela yang sudah terpasang tersebut. Sewaktu membongkar, beliau diteriaki maling.
Kemudian pada malam harinya bertepatan dengan 10 Ramadhan 1395 H, Ahmad Jamaluddin pergi dari rumah menuju Masjid Agung Al Karamah untuk melaksanakan shalat Isya dan Tarawih. Tepat di lokasi SPBU Martapura (sekarang Terminal Angkutan Kota), sekitar simpang empat lampu merah arah Pasar Martapura, Ahmad Jamaluddin dihadang sekelompok makelar taksi, kemudian tanpa basa-basi langsung mengeroyok. Salah seorang yang ikut memukul bernama Muas, tetapi Ahmad Jamaluddin punya keahlian bermain silat sehingga pengeroyok sulit untuk merobohkan. Lalu dari arah belakang, seorang di antara mereka memukul dengan kayu balok panjang sehingga membuat Ahmad Jamaluddin roboh.
Setelah roboh, Ahmad Jamaluddin bukannya dibawa ke rumah sakit malah dibawa ke kantor polisi. Sampai di kantor polisi, Ahmad Jamaluddin disiksa oleh oknum-oknum polisi termasuk Bago.
Adik beliau yaitu Rafi'uddin menunggu di rumah, namun sampai keesokan harinya beliau tidak kunjung pulang.
Selasa pagi, Rafi'uddin melintas di Jalan Sasaran, Keraton, Martapura. Di tempat wantilan papan (pedagang papan), dia bertemu dengan Bago. Kemudian Bago memanggilnya dan bertanya: Di mana kaka ikam? Rafi'uddin berpikir, kenapa dia tahu.
Lalu Rafi'uddin berbincang sebentar dan Bago memberitahukan bahwa kakaknya ditangkap polisi karena mengamuk di pasar.
Rafi'uddin bergegas menuju kantor polisi pada Selasa pagi itu. Melintas di depan rumah sakit, dia melihat dua orang polisi sedang membawa Ahmad Jamaluddin, dia mengenali sarung asli Bugis yang dikenakan. Rafi'uddin bertanya: Ini sarung kakak saya, kenapa dia? Kenapa dibawa ke rumah sakit? Kedua polisi itu tidak bisa menjawab.
AHMAD JAMALUDDIN WAFAT
Selasa menjelang Maghrib tanggal 16 September 1975 M atau 10 Ramadhan 1395 H, Ahmad Jamaluddin menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Ratu Zalecha. Rafi'uddin meninggalkan Ahmad Jamaluddin di rumah sakit kemudian mengabarkan kejadian itu kepada Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan di Pondok Pesantren Darussalam, Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan lalu memberitahukan kepada Tuan Guru H. Badruddin (Guru Ibad), karena waktu itu Guru Ibad menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Pondok Pesantren Darussalam.
Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan sempat kaget mendegar Ahmad Jamaluddin meninggal, beliau bertanya kepada Rafi'uddin: Kenapa?
Berikutnya jenazah Ahmad Jamaluddin diminta Guru Ibad untuk dikerjakan di Aula Pondok Pesantren Darussalam, kemudian jenazah dimandikan dan dikafankan di Aula Pondok Pesantren Darussalam lalu dishalatkan di Masjid Agung Al Karamah. Yang memandikan jenazah Ahmad Jamaluddin adalah Guru Ijai (Abah Guru Sekumpul) dan Guru Ibad.
Usai dimandikan, Guru Ibad mengirim dua utusan kepada Rafi'uddin untuk meminta dirinya datang melihat jenazah terakhir Ahmad Jamaluddin sebelum dimakamkan. Kata utusan Guru Ibad kepada Rafi'uddin: Ikam jangan menangis, mun menangis kada kutamuakan lawan jenazah kaka ikam.
KARAMAH AHMAD JAMALUDDIN MUNCUL DI MALAM RAMADHAN
Tadinya lokasi Makam Ahmad Jamaluddin di Desa Tanjung Rema RT. 01, Gang Jamaluddin berada di tengah semak, hanya disertai jalan setapak di samping pabrik padi.
Setelah satu minggu dimakamkan, Rafi'uddin dipanggil Guru Ibad. Dia disuruh pada hari Jum'at ke Makam Ahmad Jamaluddin. Guru Ibad berucap kepada Rafi'uddin: Apa yang dilihat, itulah kebenaran.
Pagi Jum'at, Rafi'uddin ke Makam Ahmad Jamaluddin dan melihat peziarah yang sangat banyak. Saking banyaknya peziarah, dia tidak mengenali makam kakaknya lagi. Para peziarah sedang mengerumuni makam yang tertutup kain kuning dan kembang. Rafi'uddin sampai kebingungan, lalu dia bertanya kepada salah seorang peziarah untuk mencari makam kakaknya: Di mana makam anak Darussalam yang meninggal minggu kemarin? Lalu dijawab: Ya ini makamnya. Rafi'uddin pun terperanjat seakan tidak percaya.
Selain itu, ada karamah lain yang muncul dari cerita warga sekitar makam. Dikatakan bahwa selama bulan puasa makam ini terang, warga sering mendengar suara orang mengaji pada malam Ramadhan namun tidak ada orangnya.
Mengalami hal itu, Rafi'uddin teringat pesan Abah Guru Sekumpul saat mau memakamkan: Kita akan seperti ini jua, cuma waktunya haja belum tahu. Nanti Tuhan menunjukkan haja kebenaran.
Setelah membaca talqin, Guru Ibad juga berpesan kepada Rafi'uddin: Ikam anakku, kaka ikam ini anak kesayanganku jua. Mudahan ikam sabar, nanti Tuhan akan menunjukkan kebenaran.
KABAR UNTUK KELUARGA DI SULAWESI SELATAN
Pasca wafatnya Ahmad Jamaluddin, Rafi'uddin mengabarkan kabar duka kepada keluarga di Sulawesi Selatan. Seminggu kemudian barulah kabar tersampaikan karena hanya menggunakan surat.
Kasus penganiayaan awalnya didiamkan, namun Guru Ibad meminta agar pihak kepolisian mengusut tuntas kejadiannya. Bahkan sejumlah anggota Brimob ada yang menaruh simpatik dan mencari para pelaku. Sampai-sampai oknum polisi yang terlibat penyiksaan dipindahtugaskan ke daerah lain.
PENGANIAYA SERING MASUK PENJARA HINGGA MENINGGAL
Setelah kejadian penganiayaan tersebut, otak penganiayaan yaitu Bago dikabarkan sering dirawat di rumah sakit dan berurusan dengan pihak kepolisian sehingga sering masuk penjara. Dan dikabarkan bahwa Bago meninggal dunia di dalam penjara.
Sumber: Rafi'uddin (adik kandung Ahmad Jamaluddin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari