Jumat, September 13, 2024

Makam Syaikh Abdurra'uf (Datu Nuraya).

 Makam Syaikh Abdurra'uf (Datu Nuraya).


Letak: Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.


Datu Nuraya atau Abdul Mu'in atau Abdurra'uf atau Abdul Jabbar adalah seorang datu yang terkenal di Kalimantan Selatan, beliau dikenal karena makamnya yang berukuran panjang kurang lebih 60 meter dan lebar kurang lebih 6 meter.


Di Pantai Munggu Karikil, tinggal seorang guru miskin namun sangat dalam dan tinggi ilmu Tasawwufnya, beliau adalah Datu Suban. Karena kemiskinannya, beliau dan istri hanya makan singkong setiap hari.


Pada saat lebaran hari raya, Datu Suban kedatangan 13 orang murid-muridnya, yaitu: Datu Murkat, Datu Taming Karsa, Datu Niang Thalib, Datu Karipis, Datu Ganun, Datu Argih, Datu Ungku, Datu Labai Duliman, Datu Harun, Datu Arsanaya, Datu Rangga, Datu Galuh Diang Bulan, dan Datu Sanggul.


Ketika sedang menikmati hidangan yang disediakan tuan rumah, tiba-tiba datang seorang yang bertubuh sangat besar. Serta-merta mereka terkejut dan segera mengambil tombak dan parang untuk menghadang orang tersebut.


"Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.", ucap orang besar tersebut sambil mendekat.


"Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.", jawab para datu.


Lalu Datu Suban berkata kepada murid-muridnya bahwa orang yang membari salam itu Insya Allah akan berniat baik dan tidak membahayakan.


Maaf, dengan saudara siapa dan darimana asal saudara serta apa maksud saudara? Tanya Datu Suban. Si raksasa hanya menjawab dengan ucapan laa ilaaha illallaah. Setiap kali Datu Suban bertanya selalu dijawabnya dengan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah, hingga 7 kali ditanya dan 7 kali dijawab dengan kalimat yang sama. Setelah 7 kali menjawab dengan kalimat tersebut, tiba-tiba raksasa itu ambruk. Lalu para Datu menghampiri dan memeriksanya, ternyata orang besar itu telah meninggal dunia, serempak mereka mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.


Melihat keadaan yang demikian, para datu yang berjumlah 13 orang tadi bingung bagaimana cara memandikan dan menguburkannya. Apalagi saat itu musim kemarau panjang, biasanya tanah sangat keras, sedang lubang untuk penguburan harus lebar dan panjang, dan untuk memandikannya juga diperlukan air yang sangat banyak.


Konon di tengah kebingungan para datu, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Dan ketika mereka mengangkat jenazah dengan mengerahkan semua tenaga, ternyata tubuh orang besar itu sangat ringan, hanya seperti segumpal kapas. Serentak mereka berseru subhaanallaah.


Sebelum mereka membersihkan jenazah itu, Datu Suban menemukan sebuah tas selempang dari dalam pakaiannya. Setelah membukanya, ternyata terdapat sebuah kitab yang akhirnya terkenal dengan sebutan Kitab Barencong.


Para datu mulai membagi tugas. Membersihkan jenazah ialah Datu Argih, Datu Niang Thalib, Datu Ganun, Datu Labai Duliman, dan Datu Ungku. Sedangkan Datu Karipis bertugas mencari batu nisan dari batu alam. Sedangkan yang lain membuat lubang kubur di Gunung Munggu Karikil dekat Munggu Tayuh.


Konon lubang yang digali tidak cukup untuk mengubur jenazah tersebut, terpaksa kakinya harus dilipat sehingga tubuhnya seperti huruf hamzah.


Pada hari ketujuh setelah meninggalnya raksasa itu, Datu Suban membuka kitab yang ditemukan pada jenazah tersebut di hadapan 13 muridnya sambil mengucap basmalah, ternyata kitab itu berisi bermacam-macam khasiat ilmu dunia dan akhirat.


Akhirnya orang besar atau raksasa tersebut diberi nama Nur Raya atau Nuraya karena beliau datang pada hari raya dan wafat pada hari itu juga dan sesuai dengan badannya yang raya (besar).


Nur Raya juga berarti pembawa cahaya yang sangat luas seperti raya, dengan panjang kuburnya kurang lebih 60 meter (dengan kaki dilipat, kalau tidak dilipat mungkin bisa sampai 100 meter) dan lebar kurang lebih 6 meter.


Setelah para datu meninggal, tidak ada yang mengetahui di mana letak makam Datu Nuraya. Namun beberapa tahun kemudian, penduduk Munggu Tayuh ketika malam hari sering melihat cahaya yang memancar dari tanah di sekitar Benteng Munggu Tayuh naik ke atas langit. Salah seorang penduduk yang penasaran berusaha mencari asal sumber cahaya tersebut, orang itu menemukan dua buah batu besar dengan jarak 45 meter lebih dan persis seperti batu nisan yang menghadap ke arah kiblat. Penduduk tersebut bernama Baseran yang bergelar Utuh Karikit.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari