Mengingat sejarah pejuang SARIGADING Putera Sulawesi yg berjuang di Tanah Banua
Masih edisi kemerdekaan
Mengenal salah satu pejuang HST SARIGADING ( SAWERIGADING )
Berawal dari keberangkatan H.Damanhuri menuju Balikpapan (Kaltim) untuk mencari senjata dan mengembangkan perjuangan serta mencari hubungan agar Gerakan Pemuda Indonesia (GERPINDOM/TRI MN 1001) di Birayang ini mempunyai kekuatan yang mampu menghadapi Belanda. H.Damanhuri telah melaksanakan tugasnya dengan berhasil membawa sepasukan pejuang yang bersenjata lengkap dengan kekuatan 25 orang menuju Birayang yang dipimpin oleh John Massel dan salah satu dari ke 24 anak buahnya adalah Sarigading.
Sebelum sampai di Birayang, John Massel disambut oleh H. Mansyur, Cakra dan pejuang lainnya di Lok Batu Batumandi. Disinilah AR HAKA dan H. Aberani Sulaiman mula-mula bertemu dan mengadakan perundingan dengan John Massel dan anak buahnya. Pertemuan ini terjadi sekitar bulan Maret 1947. Salah satu hasil perundingan adalah merencanakan penculikan spion Belanda di Libaru/Kahakan. Ketika sampai di kampung Kumpang Maligung(daerah Aluan) mereka istirahat dan disambut pejuang disana yaitu Tarmum, Asnawi dan pejuang lainnya.
Di Kumpang Maligung inilah pasukan John Massel dan kawan-kawan mengalami serangan dari pihak Belanda dengan para penghianat-penghianat bangsa, sehingga mengalami kehancuran dan buyarnya serta hilangnya sejumlah senjata. Hal ini dikarenakan ulah penghianat bangsa. Dalam serangan ini John Massel tidak mengatur strategi pertempuran karena tidak mengetahui medan pertempuran. Pimpinan pasukan John Massel, M Thaher, Sarigading dan pasukan lainnya dapat meloloskan diri.
Sarigading sebagai seorang pasukan yang sama sekali tidak mengenal daerah Hulu Sungai Tengah, dengan terjadinya peristiwa di Kumpang Maligung dia dapat menyelamatkan diri lari ke daerah Banua Binjai. Di daerah inipun dia tidak berani tinggal di perkampungan penduduk, oleh karena itu dia tinggal sendirian di persawahan masyarakat yang disana terdapat sebuah pondok. Beberapa hari disana dia tidak berani tidur karena tidak mengenal sepenuhnya masyarakat setempat. Tidurnya hanya di padang-padang rumput yang tebal dan dibawah pepohonan. Dalam kesehariannya dia diberi makan oleh seorang anggota masyarakat yang berjiwa pejuang, yaitu anggota MTKI markas seksi Banua Binjai. Namun pada suatu hari ada seorang yang berpura-pura sebagai pejuang untuk berupaya menemani dan juga sering membawakan makanan tetapi dengan tujuan yang sangat bertentangan dengan jiwa perjuangan, karena dia sebagai kaki tangan Belanda.
Pada saat Sarigading ingin pulang untuk menjenguk keluarganya, dia menawarkan jasa baiknya dengan mencarikan mobil penumpang untuk pergi ke Banjarmasin. Tetapi karena segalanya telah diatur oleh kaki tangan Belanda, maka dalam perjalanan tepatnya ketika sampai di Pantai Hambawang dia dicegat dan ditangkap oleh polisi militer Belanda, dan dibawa kembali ke Desa Banua Binjai untuk diintrogasi. Selama diintrogasi dia disiksa dengan kejamnya dengan tidak mengenal perikemanusiaan. Pada waktu itu telah ditemukan sejumlah senjata disebuah lobang penyimpanan dan diketahui bahwa Sarigading adalah sebagai Pasukan Tentara Republik Indonesia (TRI). Dengan demikian dia langsung dijatuhi hukuman tembak.
Sebelumnya dia minta izin untuk melaksanakan shalat sunat dua rakaat, Setelah itu dia langsung dibawa oleh polisi militer Belanda kelokasi sebuah kebun dibelakang rumah penduduk di Banua Binjai. Dengan sikap yang tegar dan dengan posisi yang tegap dia menghadap algojo dan kaki tangan penjajah. Akhirnya polisi Belanda memuntahkan beberapa butir peluru dari senjata laras panjang pada tubuh Sarigading. Pejuang kemerdekaan itupun jatuh tersungkur dipersada ibu pertiwi hingga meninggal dunia sebagai Kesuma Bangsa. Dia sengaja datang ke Kalimantan meninggalkan sanak dan keluarganya di kampung halamannya di Sulawesi, ikut bergabung membantu dan memberikan dorongan kepada para gerilyawan kita yang sedang berjuang untuk kemerdekaan, namun akhirnya dia harus menerima kematian karena penghianat bangsa kita sendiri.
Untuk mengenang jasa Sarigading sekarang diabadikan menjadi nama salah satu jalan yang ada di Barabai. Yaitu. Jl. Sarigading. Dan makamnya ada di Makam Pahlawan Kesuma Bangsa di Kec. Batu Benawa.
Dan dari peristiwa di Kumpang Maligung, dianggap masa kritis sehingga markas GERPINDOM/TRIPS MN 1001 dipindahkan dari simpang tiga Birayang ke Gua Kudahaya....
........
Sarigading tidak banyak disinggung dalam sejarah lokal. Meski begitu namanya dikenang oleh masyarakat Hulu Sungai Tengah (HST). Sebuah bukit dan jalan di HST dinamai seperti namanya.
Sosok Sarigading sendiri masih misteri. Cerita yang beredar dia merupakan pahlawan yang ikut berperang ketika revolusi fisik Kalimantan Selatan tahun 1945-1949 di Barabai.
Sarigading konon bukan asli Banjar. Dia merupakan seorang pejuang dari Sulawesi bernama asli Sawerigading. Dia merantau dari Sulawesi ke Kalimantan Timur, kemudian ikut berperang di Barabai. Untuk memudahkan pemanggilan nama, masyarakat kerap memanggil Sarigading.
Kala itu, Komandan Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka (Gerpindom) Adbdurrahman Karim di Birayang pada tanggal 10 Agustus 1945, memerintahkan pejuang Damanhuri untuk pergi ke Kalimantan Timur.
Dia diutus untuk mencari senjata dan melebarkan sayap perjuangan. Damanhuri kembali ke Birayang dengan membawa pasukan sebanyak 25 orang lengkap dengan persenjataannya. Dari 25 orang tersebut, Sarigading salah satunya. Pasukan ini dipimpin oleh John Masael.
Pasukan ini menembus hutan belantara untuk menuju pusat komando Gerpindom di Birayang. Saat pasukan ini sedang istirahat di wilayah Lokbatu (nama sebuah desa di Balangan saat ini) tiba-tiba polisi militer belanda menyerang.
Serangan itu datang dari segala arah dengan kekuatan yang besar. Pasukan John Masael terpaksa menghindar menyelamatkan diri sambil mengadakan perlawanan, pasukan pun terpecah. Beberapa prajurit terpaksa menyelamatkan diri.
Setelah penyerangan itu, di sini lah awal mula hancurnya pasukan yang dipimpin John Masael. Beberapa prajurit meninggal dan tertangkap. Kala itu Sarigading berhasil lolos, dia bersembunyi di dalam hutan. Sarigading menjadi buronan polisi Belanda.
Menurut cerita yang berkembang, Pada suatu waktu Sarigading keluar dari hutan untuk menuju Banjarmasin. Namun sesampainya di Pantai Hambawang, perjalanan Sarigading terhenti oleh pasukan Belanda, kemudian Sarigading ditangkap dan dibawa ke kampung Banua Binjai.
Sarigading dihukum tembak oleh Polisi KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) artinya Tentara Kerajaan Hindia Belanda.
Konon jenazah Sarigading dimandikan disebuah sumur di wilayah Desa Banua Budi. Sampai sekarang sumur tersebut dinamakan Sumur Sarigading. Jenazahnya dimakamkan di Wilayah Banua Budi.
Namun untuk memberikan penghormatan kepada Sarigading atas jasanya saat melawan Belanda di Barabai, jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa. Di batu nisannya tercatat Sarigading meninggal usia 30 tahun pada tanggal 16 Mei 1947.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari