Sabtu, April 26, 2025

Hama pengerek batang

 "Hama pengerek batang "




Penggerek batang padi adalah hama yang merusak tanaman padi dengan cara menggerek atau menggali batang, sehingga menyebabkan pucuk layu, mengering, dan mati, serta menyebabkan malai putih. Serangan ini dikenal sebagai sundep atau beluk oleh petani, yang menyebabkan anakan kerdil atau gabah hampa. 


Gejala Serangan:


Fase Vegetatif:

 Larva penggerek batang menggerek bat

ang padi, menyebabkan pucuk layu, mengering, dan mati. 

Fase Generatif:

 Serangan menyebabkan malai muncul putih. 

Sundep dan Beluk: Anakan kerdil atau gabah hampa akibat serangan penggerek batang. 

Jenis Penggerek Batang Padi:

Penggerek batang padi kuning, Penggerek batang padi putih, Penggerek batang padi bergaris, Penggerek batang padi merah jambu. 

Pengendalian:

Pengaturan Pola Tanam: Waktu tanam yang tepat dapat membantu menghindari serangan.

Lampu Perangkap: Lampu perangkap dapat digunakan untuk menangkap hama penggerek batang.

Parasitoid: Pemanfaatan parasitoid dapat membantu mengendalikan populasi penggerek batang.

Pengendalian Kimiawi: Penggunaan insektisida dapat membantu mengendalikan serangan, namun harus digunakan dengan hati-hati. 

Penyebab Sundep dan Beluk:

Mati bagian pangkal tanaman yang digerek oleh larva penggerek batang.

Kematian anakan atau tanaman muda akibat serangan pada fase vegetatif. 

Catatan:

Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama yang dapat menyebabkan kehilangan hasil panen yang signifikan. 

Penyebab utama sundep dan beluk adalah serangan penggerek batang pada fase vegetatif dan generatif. 

Pengendalian penggerek batang padi dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik secara non-kimiawi maupun kimiawi.

Kamis, April 17, 2025

KH. MUHAMMAD SARNI

 KH. MUHAMMAD SARNI


   










KH. Muhammad Sarni bin H. Jarmani bin H. Muhammad Shiddiq al-Alabi.  Lahir di Alabio, Amuntai, 1921 M (1339 H). Masa kecil bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun, setelah itu sempat menempuh pendidikan di Normal Islam Rantau.


Pada masanya beliau membuka majelis taklim di rumah beliau sendiri. Adapun yang diajarkan adalah masalah ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf, dan juga ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu nahwu dan tasrif, ilmu tajwid dan lain-lain. Di samping bertani beliau juga diangkat sebagai Pembantu Petugas Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk (P3 NTR). Tugas sebagai Petugas P3NTR atau “Pangulu” beliau emban kurang lebih sepuluh tahun, yaitu sejak tahun 1960 sampai 1970-an.


Karena luasnya keilmuan beliau, maka beliau sering diminta oleh masyarakat untuk memberikan ceramah pada kegiatan-kegiatan tertentu, tidak saja oleh masyarakat setempat tapi juga oleh masyarakat di luar kota Amuntai. Beliau pernah diminta mengajarkan ilmu Tasawuf di Tamban, Kabupaten Barito Kuala (Batola) pada tahun 1973. Setelah sebelumnya juga pernah diminta untuk mengajarkan ilmu tasawuf di Sampit, Kalimantan Tengah selama lebih kurang lima tahun.


 


Beliau mengarang beberapa kitab diantaranya :


-         “al-Bahjatuh al-Mardhiyah fi al akhlaq al-Diniyah” (Banjarmasin : Murni)


-         “Fath al ‘arifin fi Bayan a’mal al Salikin wa al washilin ila Allah Ta’ala”


-         “Mabady ilmu al-Figh”


-         “Mabady ilmuTasawuf” (Banjarmasin : TB. Murni)


-         “Tuhfah ar Raghibin fi Bayani Thariqi al-Salikin” (Banjarmasin : Tb. Murni)


-          “Hidayat al-Mubtadiien”,   


-         “Tuhfah al-Ikhwan “, dan


-         “Penuntu Cara Berhilah”


 

       Beliau telah berpulang ke rahmatullah pada malam Jum’at,  21 Juli 1988 ( bertepatan dengan 6 Zulhijjah 1408 H). Makam di Sungai Tabukan Alabio. 


Diantara kalam beliau:


“Tidak dibenarkan seseorang itu memperhambakan diri kepada Allah sebelum mengetahui ilmu tauhid, maka oleh karena itu pelajarilah akan dia sampai mengerti, tuntutlah dengan bersungguh-sungguh kepada ahlinya hingga menjadi pengetahuan yang yaqin (ilmu yaqin), keimanan yang bertambah kuat, tidak bergoyang ditimpa sesuatu”  (Dipetik dari kitab “Tuhfah al-Ikhwan” karangan KH. Muhammad Sarni bin H. Jarmani bin HM. Shiddiq, Penerbit : Toko Buku “Murni”, Pasar Sukaramai, Banjarmasin)


- Semut Pemburu Berkah

Rabu, April 16, 2025

Paket Pupuk untuk Padi...

Paket Pupuk untuk Padi...

Kebiasaan petani setelah melihat serangan hama dan penyakit, kemudian baru mencari obat untuk mengatasinya. Petani juga perlu persiapan tuk mengatasi serangan hama & penyakit.


1. AMBITION 

    Merupakan Zat Aktivator Tanaman (ZAT) Ambition dari Bayer mengandung asam amino, asam fulvat, dan unsur mikro. Cocok untuk semua fase, baik fase Vegetatif maupun fase Generatif. Masa Vegetatif untuk meningkatkan jumlah anakan padi dan masa Generatif untuk meningkatkan pengisian bulir padi.


2. SAPPORO 

    Merupakan Insektisida dgn kandungan bahan aktif Emamektin Benzoat 52 g/l yg bersifat racun kontak dan lambung., Insektisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan hama ulat grayak, penggerek batang, pelipat daun dll


3. TANDEM

     Merupakan Fungisida mengandung 2 bahan aktif azoksistrobin 200 g/l dan difenokonazol 125 g/l. Tandem 325 SC adalah fungisida sistemik yang dapat mengendalikan berbagai penyakit jamur pada tanaman padi, spt bercak daun, kresek, busuk leher dan memiliki zat pengatur tumbuh untuk memaksimalkan pengisian bulir padi. Fungisida ini hanya cocok untuk masa Generatif.


4. MKP (Nomo Kalium Fosfat)

    Pupuk MKP Pak Tani sangat cocok untuk fase Generatif yg mengandung 52% fosfat (P2O5) dan 34% kalium oksida (K2O). Pupuk ini membantu merangsang pertumbuhan akar, pembungaan, dan mencegah kerontokan bunga dan buah sehingga pengisian bulir padi menjadi maksimal hinga pangkal malai.


5. ULTRADAP 

    Pupuk Ultradap Pak Tani sangat cocok untuk masa Vegetatif mengandung 12% Nitrogen (N) dan 60% Phosphate (P2O5), dapat mempercepat pertumbuhan akar sehingga mempercepat kesuburan padi dan meningkatkan anakan padi.


6. JAVA GREEN 

     Pupuk Java Green merupakan pupuk mikro dgn kandungan unsur mikro, seperti magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), dan tembaga (Cu), dgn ketersediaan unsur hara yg seimbang sehingga dapat meningkatkan kesuburan dan daya tahan padi dari penyakit.

Selasa, April 15, 2025

Usman Menantu Datu Kalampayan

 Usman Menantu Datu Kalampayan



Usman adalah suami pertama Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan). Berarti ia menantu pertama dari Datu Kalampayan, karena mengawini anak pertamanya dengan Puan Bajut. Kurang diketahui identitis Usman ini, apakah keturunan orang biasa saja atau keturunan bangsawan atau zuriat Nabi Muhammad Saw yang dikenal sebagai Syarif dan Sayyid. Entahlah, yang jelas dari hasil perkawinannya dengan Syarifah memperoleh anak yang bernama Mufti H. As’ad yakni Mufti pertama dari Kesultanan Banjarmasin yang mewarisi ilmu kakeknya Datu Kalampayan, terutama dalam ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu Tasawuf dan hapal Alqur’an.


Usman tidak diketahui kemana perginya atau dimana rimbanya setelah terjadi atas pemasakhan perkawinannya dengan Syarifah. Ceritanya, Syarifah setelah dewasa dinikahkan oleh keluarganya dan keluarga kerajaan dengan Usman atas nama wali hakim karena ayahnya berada di tempat jauh dan pada waktu itu tak mungkin dihubungi atau dikontak sama sekali. Sementara ayahnya, Datu Kalampayan di Makkah juga menikahkannya dengan Syekh Abdul Wahab Bugis atas nama wali mujbir (boleh memaksa). Kedua pernikahan tersebut sah pada tempatnya masing-masing. Pernikahan yang di Martapura sah hukumnya dan pernikahan yang di Makkah sah juga hukumnya sesuai syarat dan rukunnya yang ditentukan. Suatu kejadian yang sangat pelik, yang harus segera diselesaikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena kalau tak dituntaskan secepatnya banyak hati yang akan terluka dan banyak pula yang merasa berdosa sebab kemungkinan telah melakukan perkara menyimpang dari ajaran agama.


Di sini Datu Kalampayan, mendemonstrasikan keahliannya bukan hanya dalam bidang ilmu Fiqih tapi juga ilmu Falaq demi kepastian hukum, keadilan dan fairplay sehingga hasilnya melegakan semua pihak dan sesuai dengan Syariat Islam. Singkat ceritera, seusai menghitung waktu pernikahan antara yang di Martapura dan yang di Makkah ternyata persis sama tahun, bulan, minggu hari dan jamnya, hanya saja yang berbeda pada menitnya. Pernikahan di Makkah terlebih dahulu beberapa menit daripada pernikahan di Martapura. Dengan demikian pernikahan di Martapura tidak bisa dilanjutkan meskipun sudah mempunyai anak, batal demi hukum dan sekaligus mengukuhkan pernikahan yang di Makkah untuk diteruskan. Dalam ilmu Fiqih, perkara yang seperti ini disebut sebagai Fasakh, meskipun penyebabnya beda-beda. Mau tidak mau kedua belah pihak menerima putusan yang bernas itu, Usman harus melepaskan Syarifah dengan ikhlas dan menyerahkannya kepada Syekh Abdul Wahab Bugis.


Sebaliknya, Syekh Abdul Wahab Bugis harus menerima Syarifah dengan lapang dada, meskipun sudah dicampuri atau bekas Usman. Menurut Tuan Guru H. Irsyad Zen tak berapa lama dari kejadian tersebut Usman menghilang, pergi jauh, berangkat merantau untuk madam di daerah Palembang, Sumatera Selatan. Di Palembang sekarang terdapat daerah yang juga bernama Martapura seperti di Kalimantan Selatan, yang kemungkinan besar menjadi tempat madamnya Usman.


Kemudian, Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman kawin dengan Hamidah di Balimau, Kandangan memperoleh anak dua belas orang yakni 1. H. Abu Thalhah 2. H. Abu Hamid 3. H. Ahmad 4. Mufti H. M. Arsyad 5. H. Sa’duddin 6. Saudah 7. Rahmah 8. Sa’diyah 9. Shalihah 10. Sunbul 11. Limir 12 ‘Afiat. Hanya dari 1-6 yang mempunya keturunan, sedangkan dari 7-8, tidak mempunyai keturunan.


Syekh H. Abu Thalhah bin Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman yang berkubah di Tenggarong (Kalimantan Timur) banyak menurunkan anak, cucu dan zuriat di Tanah Laut, Tanah Bumbu (Pagatan, Sungai Danau, Batulicin), Kotabaru (Kalimantan Selatan) dan Tenggarong (Kalimantan Timur).

Syekh H. Abu Hamid bin Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman yang berkubah di Samuda, Sampit (Kalimantan Tengah), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Pontianak, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sampit (Kalimantan Tengah).

Syekh H. Ahmad (Datu Balimau) bin Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman yang berkubah di Balimau, Kandangan (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak. cucu dan zuriat di Balimau, Wasah, Amuntai, Banjarmasin, Barabai, Rantau, Martapura, Kelumpang, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Bangil (Jawa Timur), Yogyakarta, Cibadak (Jawa Barat),

Manado (Sulawesi Utara), Sapat, Tembilahan (Riau), Pulau Pinang (Bangka-Belitung), Padang (Sumatera Barat) dan Kuala Tungkal (Jambi).

Mufti H.M. Arsyad (Mufti Lamak) bin Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman yang berkubah di Pagatan, Tanahbumbu (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Amuntai, Martapura, Pagatan (Kalimantan Selatan), Mojokerto,Jember, Tulung Agung, Surabaya (Jawa Timur), Sapat, Tambilahan (Riau) dan Kuala Tungkal (Jambi).

Syekh H. Sa’duddin (Datu Taniran) bin Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman yang berkubah di Taniran, Kandangan (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Kapuh, Bamban, Wasah, Kandangan, Lok Bangkai, Karias, Amuntai, Barabai, Sungai Seluang, Gambut, Nagara, Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Tembilahan (Riau) dan Makkah (Timur Tengah).

Saudah binti Mufti H. Muhammad As’ad bin Usman, banyak menurunkan anak, cucu zuriyatnya di Riao, Sambas, Pontianak (Kalimantan Barat), Makassar, Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), Palu (Sulawesi Tengah), Kendari (Sulawesi Tenggara), Bruko, Manado (Sulawesi Utara), Gorontalo, Mandar (Sulawesi Barat) dan Martapura (Kalimantan Selatan).

Terlihat dari zuriyat Usman ini nyaris tersebar di seluruh Kalimantan bahkan ada hampir di seluruh Sulawesi, sebagian Sumatera dan Jawa serta di Makkah dan Madinah. Allah Yarham.


Foto ziarah Senin 14 April 2025.

Komplek pemakaman Sulthan Adam,Martapura.

Senin, April 14, 2025

Makam Tuan Guru H. Muhammad Khalid & Hj. Ummi Hani, orangtua dari Pahlawan Nasional KH. Dr. Idham Khalid.

 Makam Tuan Guru H. Muhammad Khalid & Hj. Ummi Hani, orangtua dari Pahlawan Nasional KH. Dr. Idham Khalid.





Tuan Guru H. Muhammad Khalid adalah seorang guru agama, penghulu, khatib, dan pendakwah yang banyak mengislamkan masyarakat primitif di pedalaman Kalimantan. Selain itu, beliau merupakan seorang pendekar yang ahli dalam ilmu bela diri.
Adapun secara nasab, beliau keturunan dari Khatib Dayan, seorang pendakwah asal Demak pada masa awal berdirinya Kesultanan Banjar. Meskipun memiliki garis nasab yang mulia, beliau selalu mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa kemuliaan seseorang tidak terletak pada darahnya, melainkan pada amal perbuatan dan darma baktinya.
Beliau wafat pada malam Jum'at tanggal 12 Muharram 1374 H bertepatan dengan 9 September 1954 M.
Letak makam di Desa Patarikan, Kecamatan Banjang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
لهم الفاتحة...🤲🏻

Minggu, April 13, 2025

Tuan Guru H. Jamaluddin bin H. Muhammad Hanafiah Al Banjari.

 Makam Tuan Guru H. Jamaluddin bin H. Muhammad Hanafiah Al Banjari.





Letak: Desa Taniran Kubah, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.


Tuan Guru H. Jamaluddin bin H. Muhammad Hanafiah bin H. Abdul Ghani bin Syaikh H. Muhammad Thayyib bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Syarifah binti Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau yang biasa dipanggil Mu'allim dilahirkan di Desa Taniran Kubah pada hari Kamis tanggal 7 Jumadil Awwal 1356 H bertepatan dengan 15 Juli 1937 M, beliau merupakan Pendiri Pondok Pesantren Ibnu Sa'id.


Tuan Guru H. Jamaluddin adalah alumni Pondok Pesantren Darussalam Martapura tahun 1960 M, menekuni pekerjaan sebagai guru agama, dan pernah menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Dakwah Islam Taniran periode pertama. Pekerjaan yang beliau tekuni dalam bidang pendidikan sebenarnya cukup banyak, namun yang paling menonjol ada dua yaitu Pengurus Madrasah Tsanawiyah Sullamus Sa'adah Taniran Kubah dan Pimpinan Pondok Pesantren Ibnu Sa'id Taniran Kubah periode pertama.


Dalam bidang dakwah, beliau mengasuh beberapa majelis taklim, antara lain:


1. Majelis Taklim As Sa'adah.

2. Majelis Taklim Al Abrar (Sungai Kudung).

3. Majelis Taklim Langgar Darul Lathif (Taniran).

4. Majelis Taklim Tawia.


Pengajian yang beliau sampaikan ialah mengenai ilmu Fiqih, Tauhid, dan Tasawwuf.


Semasa hidupnya, beliau hanya menikah dengan satu orang perempuan bernama Hj. Marhamah. Dari pernikahan itu, beliau dikaruniai delapan orang anak, yaitu:


1. Husnul Muttaqim.

2. Siti Aisyah.

3. Tuan Guru H. Muhammad Muhsin.

4. Hasanah.

5. Tuan Guru H. Fadhil Ihsan.

6. Nur Shalihah.

7. Rabiatul Adawiyah.

8. Muhammad Nur.


Tuan Guru H. Jamaluddin berpulang ke rahmatullah pada hari Kamis tanggal 25 Rabi'ul Akhir 1421 H bertepatan dengan 27 Juli 2000 M dalam usia 63 tahun, dimakamkan di samping Masjid As Sa'adah Taniran Kubah.


Semboyan hidup beliau: 𝘏𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘣𝘢𝘥𝘢𝘩.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.



ULTRADAP dan AMBITION

 ULTRADAP dan AMBITION sama-sama sebagai penyubur tanaman.



Namun keduanya memliliki perbedaan yang memang tidak bisa dibandingkan antara satu dan lainnya, ULTRADAP dan AMBITION memiliki kandunga yang berbeda yang berperan masing-masing.
ULTRADAP
adalah pupuk yang mengandung unsur hara makro seperti nitrogen, phospat dan kalium yang bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan akar, mencegah kerontokan bunga serta mempercepat pertumbuhan tunas baru.
AMBITION
adalah zat aktivator tanaman yang mengandung asam amino dan unsur hara mikro yang bermanfaat untuk membantu pertumbuhan tunas baru dan membantu pembentukan bunga dan buah.
ULTRADAP dan AMBITION memiliki kandungan yang berbeda yang memiliki peran masing-masing, maka dari itu tidak bisa dibandingkan. Semuanya bagus sesuai peran kandungannya.
Demikianlah penjelasan tentang perbedaan ULTRADAP dan AMBITION. Semoga bermanfaat

Makam Datu H. Bukhari.

 Makam Datu H. Bukhari.


Letak: Desa Pamangkih, Kecamatan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan.


Datu H. Bukhari memiliki nama asli Raden Kusumaningrat, beliau berasal dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus Kerajaan Mataram Islam. Menurut Guru Abdul Aziz bin Tuan Guru H. Ahmad Sam'ani, Datu H. Bukhari datang ke Pamangkih dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan salah satu tetua Pamangkih kepada penulis. Tuan Guru H. Ahmad Sam'ani (Basirih) bernasab kepada Datu H. Bukhari melalui silsilah ibu beliau.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.



Sabtu, April 12, 2025

Tuan Guru Qadhi H. Abdullah Shiddiq Al Banjari & Tuan Guru Qadhi H. Ghazali Al Banjari.

Makam Tuan Guru Qadhi H. Abdullah Shiddiq Al Banjari & Tuan Guru Qadhi H. Ghazali Al Banjari.






Letak: Desa Taniran Kubah, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.


Tuan Guru Abdullah Shiddiq dilahirkan di Kampung Wasah Ilir, Kecamatan Simpur (Kandangan) pada tanggal 10 Oktober 1895. Ayahnya bernama Muhammad Sa'id merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Ayahnya adalah anak dari Datu Taniran (Tuan Guru Sa’duddin bin Mufti Muhammad As’ad bin Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari).


Sebagai keturunan ulama besar dan hidup di tengah keluarga yang agamis, Abdullah Shiddiq sejak kecil telah dididik pengetahuan keagamaan baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah dan pengajian yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Tidak puas hanya belajar di kampungnya, Abdullah Shiddiq muda juga belajar ke beberapa daerah. Selain di Wasah Ilir (Kandangan), beliau juga belajar ke Amuntai, Nagara, Martapura (Dalam Pagar) dan Banjarmasin. Di Wasah Ilir ia belajar pada Tuan Guru Abbas selama 3 tahun, di Taniran ia belajar dengan Tuan Guru Ghazali selama 2 tahun, di Nagara ia belajar dengan Tuan Guru Muhammad Said selama 2 tahun, di Amuntai ia belajar dengan Tuan Guru Abdussamad selama 2 tahun, di Martapura ia belajar dengan Tuan Guru Ismail Khatib Dalam Pagar selama 2 tahun, dan di Banjarmasin ia belajar dengan Mufti Jamaluddin Sungai Jingah selama 4 tahun. Rata-rata guru beliau yang ada di sejumlah daerah itu adalah ulama yang merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Tampaknya ini merupakan bagian dari tradisi di kalangan zuriat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari untuk belajar kepada ulama atau tuan guru yang merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari juga.


Setelah Abdullah Shiddiq belajar agama dengan sejumlah ulama berpengaruh di Kalimantan Selatan pada masanya, beliau kemudian berangkat ke Timur Tengah untuk menuntut ilmu di Timur Tengah (Makkah). Bersama dengan sejumlah penuntut ilmu dari Kalimantan Selatan, beliau belajar dengan sejumlah ulama besar di Makkah di antaranya Syekh Ali al-Maliki, Syekh Jamal al-Maliki, Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari, Syekh Said Syaththa asy-Syafi’iy, dan Syekh Abbad Abdul Jabbar al-Hanafiy. Dengan beberapa ulama besar ini, beliau belajar selama 5 tahun. Setelah memperdalam dan memperluas pengetahuan keislamannya di Timur Tengah beliau kemudian kembali ke tanah air.


Setelah tiba di kampung halamannya, Abdullah Shiddiq aktif mengajar agama dan mengikuti organisasi Islam yang ada di daerahnya. Aktivitasnya di bidang pendidikan adalah mengajar di beberapa tempat. Beliau pernah mengajar di Sekolah Islam Wasah Ilir (1925-1927), di Lokpaikat Kandangan (1927-1929), di Taniran (1930-1933) dan di Sekolah Pandai Kandangan Kota (1934-1937). Di bidang hukum, peradilan dan pemerintahan, beliau pernah menjadi anggota Lid Banjar Raad di Banjarmasin (1938-1941), Mufti Kandangan (1938-1946), Menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Hulu Sungai Selatan (1950-1953), ketua Kerapatan Qadhi Kandangan, Rantau dan Nagara (1953-1976). Meski beliau telah pensiun sebagai PNS pada tahun 1959, namun masyarakat masih menganggap dan menyebut beliau sebagai qadhi, sehingga gelar Qadhi Tuha Kandangan tetap melekat pada diri beliau hingga wafat. Di bidang organisasi, beliau pernah menjadi ketua Djamiah Islamiyah daerah Hulu Sungai di Kandangan (1941-1945), menjadi Pengurus besar Musyawaratuthalibin, menjadi ketua MUI Hulu Sungai (1947 hinga wafat), dan pernah pula menjadi Ketua Yayasan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Di bidang politik, beliau pernah menjadi anggota Dewan Daerah Banjar (1947-1948) dan pernah pula menjadi anggota DPRD Kalsel sebagai perwakilan dari ulama.


Sebagai ulama berpengaruh, beliau tidak hanya dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat, tetapi juga disegani oleh penjajah Belanda dan Jepang. Penguasaan dan keahliannya di bidang fiqih membuatnya menjadi rujukan masyarakat dalam masalah-masalah keagamaan. Tidak mengherankan jika kemudian beliau diangkat sebagai mufti, qadhi, dan kemudian menjadi ketua MUI di daerahnya. Posisinya sebagai qadhi tetap diakui hingga akhir hayatnya.


Tuan Guru Abdullah Shiddiq wafat pada tanggal 16 Juni 1976. Beliau meninggalkan 16 orang anak, yaitu H. Hilmi, Hj. Hamiah, Hj. Halimah, H. M. Siraj, H. Tabrani Adzanys, Hj. Faizah, Hj. Nurhaiyah, H. Marzuki, H. Rif’ah, M. Thaha, M. Ridwan, M. Syahrani, Abdul Mu’thi, Abdul Hadi, Mursyidah dan Abdul Halim.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.


ditulis ulang : Muhammad Edwan Ansari

Senin, April 07, 2025

Tuan Guru H. Hasbullah bin Syaikh H. Ismail Al Allabi.

 Makam Tuan Guru H. Hasbullah bin Syaikh H. Ismail Al Allabi.






Letak: Kuburan Muslimin, Desa Alat, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan (Depan SDN 2 Alat).


Tuan Guru H. Hasbullah merupakan guru sekaligus kakak kandung dari Tuan Guru H. Ahmad Mughni atau Ayah Nagara. Menurut cerita, beliau inilah yang dahulu menjadi tulang punggung membiayai adik-adiknya menuntut ilmu.


Tuan Guru H. Hasbullah adalah anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Syaikh H. Ismail dan Hj. Fatimah, adapun saudara-saudara beliau, yaitu:


1. Hj. Sa'diyah, kawin dengan H. Tuh Halus, melahirkan Tuan Guru Mu'allim H. Muhammad Suni.

2. Tuan Guru Abdul Wahab, wafat di Kuala Tungkal, Jambi. Banyak memiliki anak di antaranya H. Muhammad Ali Abdul Wahab, Tuan Guru H. Abdullah Abdul Wahab, dan lainnya.

3. Kumala, melahirkan Muhammad Ghazali, anak tunggal.

4. Tuan Guru H. Hasbullah, bertempat tinggal dan wafat di daerah Hantakan, Barabai. Memiliki anak yang bernama Tuan Guru Muhammad Ramli.

5. Aluh Acil, dikawinkan dengan murid Syaikh H. Ismail yang alim bernama Tuan Guru H. Kaderi dan memiliki anak bernama H. Muhammad Saleh Fauzi (Banjarmasin).

6. Tuan Guru H. Ahmad Mughni atau Ayah Nagara, di antara anak beliau yaitu Tuan Guru H. Muhammad Bakhiet dan Tuan Guru H. Abdussalam.

7. Tuan Guru Muhammad Syibli, memiliki anak yang bernama Tuan Guru H. Zainal Abidin, Tuan Guru Muhammad Nadhlah (Barabai), dan Ustadz Muhammad Zain (Kuala Tungkal).


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.


ditulis ulang oleh: Muhammad Edwan Ansari


Senin, Maret 24, 2025

Sholat fardu kifayah (Mualim Syukur Teluk Tiram BJM) Yang di Imami Yang Mulia Abah Pengasuh Pendiri Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih KH Mahfuz Amin Bin KH Muhammad Ramli Bin KH Muhammad Amin.

 Sholat fardu kifayah (Mualim Syukur Teluk Tiram BJM) Yang di Imami Yang Mulia Abah Pengasuh Pendiri Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih KH Mahfuz Amin Bin KH Muhammad Ramli Bin KH Muhammad Amin.


Semoga yg cinta kepada Ulama yg Mahabbah kepada Wali Wali Allah.

Allah jadikan anak dan keturunannya Wali Wali Allah Juga. Amin Ya Rabbal Alamiinn



Makam Tuan Guru H. Muhammad Zuhdi bin Tuan Guru H. Muhammad Ramli.

 Makam Tuan Guru H. Muhammad Zuhdi bin Tuan Guru H. Muhammad Ramli.



beliau adalah adik dari KH Mahfudz Amin Muassis Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih 

Letak: Desa Pamangkih, Kecamatan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan.


Beliau adalah Pengarang Kitab Tangga Pelajaran Ibadah.

Selasa, Februari 04, 2025

Nasrullah bin Masdi atau yang akrab di panggil Paman Kaum Nasrullah dikenal sebagai marbot yang setia dan tekun menjaga kebersihan masjid Al Amin , Walangku Kasarangan

Nasrullah bin Masdi atau yang akrab di panggil Paman Kaum Nasrullah dikenal sebagai marbot yang setia dan tekun menjaga kebersihan masjid. 

Beliau adalah alumni Pondok Pesantren Al Manshur walangku, 




Paman Kaum, sebutan kaum itu adalah panggilan familiar dalam bahasa Banjar yg  berarti  Marbot Mesjid, 

Marbot, adalah istilah yang diberikan kepada seorang yang bertanggungjawab mengurus keperluan atau masjid, terutama yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan tempat ibadah tersebut.


Kaum Nasrullah yang dengan ketekunannya dalam menjaga kebersihan masjid. sosok yang sangat humble

kepada siapa saja, dalam bahasa Banjar disebut "parawaan" 


Kaum " yang semasa hidupnya rutin puasa Sunnah Senin Kamis ini telah mengabdikan diri menjadi Marbot Mesjid Al Amin (Walangku) Kasarangan lebih dari puluhan tahun, 


begitu mendadak beliau meninggalkan kami semua, hingga di pagi hari Selasa itu banyak teman-teman Alumni Pondok Pesantren Al Manshur dan warga seakan tidak percaya ketika kabar meninggalnya beliau tersebar di grup Messenger WhatsApp Alumni, 

Hinga Siaran melalui Pengeras suara mesjid berkhabar bahwa beliau telah meninggal dunia


baru tadi malam kata salah satu alumni aku berbarengan dengan beliau pulang dari Majelis Nurul Muhibbin Barabai pimpinan KH Muhammad Bakhiet di Kitun, 


warga Jiran Mesjid mengatakan baru tadi tadi subuh menjadi Iman Shalat Fardhu Subuh, 


anak saya Rafli yang sekolah TK Al-Qur'an Al Manshur yang sekolannya berdekatan dengan Mesjid mengatakan 


"Hanyar samalam ulun bapandir lawan Kayi Kaum"


Almarhum memang senang menyapa anak-anak TK Al-Qur'an, 


Salah satunya anak saya Rafli, 


dalam beberapa kali kesempatan Almarhum pernah meminta Rafli untuk Mengumandangkan Iqamah, 

pada saat shalat Ashar


tapi kata Rafli " Ulun supan"


kerena memang masih banyak anak-anak yang lebih tua umurnya dari Rafli yang juga ingin mengumandangkan Iqamah, 


"Ulun Hanyar kalas satu Kayi, supan Ulun"


Itulah jawaban Rafli kala itu


Bah" Hanyar samalam bah ai, Ulun bapandir lawan Kayi kaum"

Kata Rafli " Kayi Batakun "Kelas berapa, Jilid berapa sudah? di TK Al-Qur'an dan di Tahfidz Al Manshur


lalu Rafli bilang Kelas 1, Sudah Al Qur'an baru juz 3 ngaji nya, kalau di Tilawati di Tahfidz masih mahafal Juz 30


dan macam-macam ai lagi Bah ai "

cerita Rafli ketika kami tanya, 


tiga Jum'at yang lalu Terakhir seluruh Jamaah Shalat Fardhu Jum'at mendengar beliau Menjadi Bilal/ Muazin shalat Jum'at


Al Faqir sendiri terakhir bersalaman berjabat tangan dengan beliau ketika Jum'at kemarin, bahkan ketika banjir kemarin, pada saat beberapa hari sebagian halaman mesjid tergenang air,  beliau sangat sibuk bebersih Mesjid hingga kedepannya, saat sore ketika Al faqir membonceng anak saya Rafli untuk jalan sore melihat orang-orang, anak-anak yang bermain air di jalanan yang berair dan di halaman mesjid 


saya melihat Paman Nasrullah sedang membersihkan Selokan dengan Memakai Jaring kecil di tangan dan di samping beliau ada arco gerobak dorong untuk tempat menampung sampah yg beliau kumpulkan


dengan sambil tersenyum, Al faqir menyapa beliau


"Paman"......


dengan senyum beliau menjawab senyum saya dan sambil melanjutkan bebersih Selokan di depan mesjid


Banyak cerita yang tidak bisa di rangkai dan di tulis, 

 Marbot masjid termasuk dalam golongan fisabilillah yaitu orang yang berjuang di jalan Allah. Pengertian berjuang di jalan Allah ini tidak terbatas pada berjuang secara fisik (perang), namun memelihara dan menjaga tempat ibadah (masjid/mushola) juga termasuk dalam berjuang di jalan Allah.


Kemarin Ribuan orang turut hadir dan menshalatkan Almarhum, yang memang almarhum juga adalah anggota Syarikat Majelis Al  Musthafal Amin yang anggotanya ribuan orang, 



pagi itu juga Al faqir berikan kabar ke salah satu Dewan Guru di Pondok Pesantren Dhiyaul Amin Pamangkih pimpinan KH Ahmad Junaidi, 

mengabarkan bahwa beliau Paman Nasrullah telah berpulang ke Rahmatullah, untuk nantinya Tahlilan dihadiahkan kepada almarhum,  dimana setiap minggunya para santri melaksanakan shalat fardhu Jum'at di Masjid Al Amin, Walangku


shalat Fardhu Kifayah dilakukan sebanyak tiga kali, 


satu kali sebelum shalat ashar dan satu kali setelah ashar dan satu kali bersama Jamaah anggota Majelis


Kini sosok yang murah senyum itu telah pergi, semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik untuk Almarhum,  menerima seluruh amal ibadah dan kebaikannya, mengampuni segala dosa-dosanya


Kasarangan, 

Rabu, 05 Februari 2025

Minggu, Februari 02, 2025

KISAH DATU LANDAK , SANG PENDIRI MESJID KERAMAT AL KAROMAH MARTAPURA

 KISAH DATU LANDAK , SANG PENDIRI MESJID KERAMAT AL KAROMAH MARTAPURA



Julukan “Datu Landak” didapat Syekh Muhammad Afif bukan karena memelihara landak, sebagaimana sahabat Rasulullah SAW yang Abdurrahman bin Sakhr Ad Dausi yang bergelar “Abu Hurairah” karena memelihara banyak kucing.


Syekh Muhammad Afif atau Tuan Guru H Muhammad Afif adalah ulama berpengaruh di zamannya. Gelar Landak yang disematkan masyarakat pada diri beliau bukanlah gelar sembarangan.

 


Sebagaimana diceritakan Tuan Guru H Syaifuddin Zuhri (ulama keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari), Syekh Muhammad Afif bergelar ‘Datu Landak’ dikarenakan mantapnya beliau dalam berzikir.


“Jika beliau berzikir, bulu di badan beliau berdiri, menembus baju yang dikenakan,” ujar ulama sepuh Banjarmasin itu.


Bulu berdiri tegak di setiap Syekh Muhammad Afif ketika berzikir tersebut diibaratkan masyarakat seperti bulu landak. Sehingga masyarakat menjulukinya dengan Datu Landak.


Datu Landak selain dikenal sebagai seorang ulama, beliau juga dikenal memiliki ‘kesaktian’. Riwayat berdirinya masjid Al karomah Martapura adalah salah satu bukti nyata kekeramatan Datu Landak.


Sebagaimana diceritakan dalam buku “Datu-Datu terkenal Kalimantan Selatan”, pada tahun 1896 M/1314 H masyarakat Martapura ingin mendirikan Masjid Jami. Inisiatif tersebut disambut baik dari kalangan ulama dan hartawan. Di antaranya yang mendukung dibangunnya masjid tersebut adalah Haji Muhammad Taher (Kampung Pesayangan) yang dikenal dengan sebutan Datu Kaya dan Haji Muhammad Natsir di kampung Melayu Martapura.


Datu Landak terpilih sebagai orang yang mencari kayu besar untuk dijadikan tiang masjid, bersama dengan Haji Muhammad Khalid bin Yahya, Haji Muhammad Idris, dan M Khottah (tukang pijat). Tiga orang yang menemani Datu Landak adalah keponakan beliau sendiri.


Maka berangkatlah mereka berempat ke pedalaman hutan di tepian Sungai Barito. Di perjalanan mereka sempat bertemu dengan orang-orang suku dayak yang menghuni hutan tersebut.


Diceritakan, sempat beradu sakti antara Datu Landak dengan tokoh suku dayak, karena mereka meminta dikalahkan terlebih dulu, jika ingin membawa pohon kayu mereka.


Dari adu sakti tersebut, Datu Landak dapat mengalahkan kesaktian mereka, hingga mereka mengaku kalah dan mengikat tali persahabatan. Orang-orang dayak itu kemudian ikut membantu pencarian kayu yang dimaksud Datu Landak.


Sesampainya di hutan yang dihuni pohon-pohon besar, Datu Landak menghidupkan perapian dengan membakar sesuatu yang menebar wewangian. Setelah asap menebar dan wewangian menjalar, Datu Landak beraksi di luar akal sehat. Beliau mencabuti pohon-pohon besar itu layaknya mencabut rumput saja.


Sekitar 41 batang pohon terkumpul, 4 batang di antaranya adalah kayu yang berukuran lebih besar. 2 kayu cendana dan 2 batang lainnya adalah kayu gaharu.


Lokasi tempat pohon-pohon dicabut itu kemudian menjadi danau. Di tengah danau terdapat serumpan bamban yang berputar, sekarang disebut dengan Bamban Beredar.


Ketika menyeret pohon ke sungai, pohon-pohon besar yang diseret Datu Landak menimbulkan bekas yang cukup besar, hingga menjadi anak sungai. Peristiwa itu kemudian diabadikan dengan nama sungai tersebut, yakni Sungai Landak.


Di lokasi lain, kayu-kayu ditarik itu tidak hanya memberi bekas dengan terbongkarnya tanah, tapi juga mengeluarkan intan permata. Oleh Datu, permata itu disimpan kembali ke dalam tanah, yang beliau beri pagar dari rumpun bamban. Tempat itu kemudian dikenal dengan “loa bamban”.


41 batang kayu itu pun kemudian dibentuk seperti rakit (dengan kayu pelampung) di sungai dan ditarik sebuah kapal.


Kayu pelampung itu di di antaranya dimanfaatkan menjadi beduk Masjid Al Karomah Martapura.


Sesampainya di Martapura, Datu landak dan ketiga keponakannya disambut dengan suka cita. Puluhan sinoman Hadrah ramai menyambut kedatangan beliau.


Pada malam hari, obor dan lilin dinyalakan di lanting untuk menerangi perjalanan kapal yang membawa kayu tersebut.


Pada Minggu 10 Rajab 1315 H/1897 M tepat di jam 09.099 pagi didirikanlah ke empat tiang (soko guru) yang menjadi penopang utama masjid. Proses ganjil juga terjadi selama pendirian.


Sebagaimana disebutkan dalam buku yang sama (Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan), Datu landak hanya menepuk tanah dan 4 batang pohon itu berdiri di tempat yang sudah ditentukan. 

 Dimasa depan  renovasi diadakan pada mesjid ini, seorang tukang kayu diminta untuk memindahkan tiang soko guru, pada saat tukang kayu berada di atas tiang untuk menggergaji, maka muntah darahlah tukang tersebut, akhirnya batal dipindahkan dan berdiri tegak sampai sekarang.

Mesjid  al karomah merupakan saksi perjuangan rakyat banjar dalam melawan penjajahan belanda, mesjid ini sempat dibakar, namun tetap berdiri tegak di tempatnya. Mesjid ini adalah tempat bersemayam ruh para aulia pendirinya dan para syuhada syahid seperti demang lehman yang digantung di pohon beringin besar pekarangannya.


Datu Landak diketahui wafat pada usia 90 tahun pada 1916 M, dan dimakamkan di desa Kelampayan. Tak jauh dengan makam datuknya, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.


ILAA HADDROTIN_Nabiyil Musthafa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ~ WAILAA HADDROTI_Syekh Muhammad Afif Bin Anang Mahmud ~ AL_FATIHA...•...


Mudah"an Berkat kita membaca kisah beliau dan berkat menghadiahkan pahala surat Al-Fatiha ini kita semua mendapat Rahmat dari Allah Swt dan mendapat Aliran Barokah dari pada Datuk Landak

امین یارب العالمین


Allahumma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Annabiyil Ummi Wa'Ala Alihi Washahbihi Wasallim


.

Jumat, Januari 17, 2025

Mengenang Guru Danau Termasuk Salah Satu Murid Abah Guru Sekumpul.. 🔜 RIWAYAT 🔙 KH. ASMUNI (Guru Danau)

  Mengenang Guru Danau Termasuk Salah Satu Murid Abah Guru Sekumpul..


🔜 RIWAYAT 🔙

KH. ASMUNI (Guru Danau)


Guru Danau panggilan akrab bagi Tuan Guru Asmuni. Nama “Danau” yang dilekatkan pada dirinya sebenarnya merupakan nama singkat dari tempat kelahiran dan tempat tinggalnya, Danau Panggang. Danau Panggang merupakan salah satu Kecamatan di daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak sekitar 24 km dari kota Amuntai.


Guru Danau dilahirkan pada tahun 50-an di Danau Panggang. Ada yang menulis tahun 1951, tahun 1955, dan adapula yang menulis 1957 sebagai tahun kelahirannya. Ayahnya bernama Haji Masuni dan ibunya bernama Hajjah Masjubah. Dia merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara. Ayahnya berasal dari daerah Danau Panggang sedang ibunya berasal dari daerah Marabahan yang pindah ke Danau Panggang.


Guru Danau hidup di lingkungan keluarga yang sederhana dan taat beragama. Orang tuanya dahulu bekerja sebagai buruh kapal atau buruh angkut dengan pendapatan yang pas-pasan. Pendapatan yang pas-pasan itu tidak menghalangi semangat orangtuanya untuk membiayai pendidikan anaknya.


Guru Danau menempuh pendidikan tingkat dasar di Madrasah Ibtidaiah di lingkungan Pesantren Mu’alimin Danau Panggang dan Madrasah Tsanawiyah Pesantren Mu’alimin Danau Panggang. Setelah itu dia meneruskan studinya di tingkat atas (aliyah/ulya) di Pesantren Darussalam Martapura. Selama belajar di Pesantren Darussalam, Guru Danau juga belajar dengan sejumlah ulama berpengaruh (tuan guru) yang bertebaran di wilayah Martapura, diantaranya adalah Tuan Guru Semman Mulya, Tuan Guru Royanidan Tuan Guru Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Ijai. Bahkan setelah memilik pengajian dan pesantren sendiri, secara rutin Guru Danau tetap mengikuti pengajian Guru Ijai di Martapura baik ketika masih di Keraton (Langgar Darul Aman) maupun setelah pindah ke Sekumpul (Langgar Arraudah). Guru Danau terus mengikuti pengajian Guru Ijai sampai sang guru meninggal dunia pada tahun 2005.


Setelah tamat di pesantren Darussalam, Guru Danau sempat pulang ke kampung halamannya. Tidak lama kemudian, pada tahun 1978, atas anjuran Guru Ijai dia kembali belajar di Pesantren Datuk Kalampaian Bangil di Jawa Timur. Di sini dia belajar dengan ulama Kharismatik keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yaitu Kyai Haji Muhammad Syarwani Abdan (w. 1989). Dengan ulama besar ini, Guru Danau mendapat bimbingan spiritual (suluk) dan belajar secara khusus dengan Guru Bangil dalam waktu tertentu.


Selain ke Bangil, Guru Danau juga berkunjung kesejumlah wilayah di Pulau Jawa seperti Pasuruan, Jember, Malang, Wonosobo, Purwokerto, Solo, dan Yogyakarta menemui ulama dan habaib yang ada di sana. Di antara ulama atau haba`ib yang beliau datangi adalah KH. Hamid Pasuruan, Habib Saleh al-Hamid Jember, Mbah Malik Purwokerto, Kyai Syakur Wonosobo, Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih Malang, Habib Anis al-Habsyi Solo, Habib Ahmad Bafaqih Tempel Yogyakarta. Dengan ulama dan haba`ib ini, Guru Danau belajar sejumlah ilmu, amalan dan mengambil tarekat tertentu. Kegiatan bersilaturahmi dan belajar singkat dengan sejumlah ulama dan haba`ib di Jawa ini dilakukan oleh Guru Danau untuk mendapat berkah ilmu dengan bertemu dan belajar kepada mereka.


Pada tahun 1980, Guru Danau menikah dengan Hj. Jamilah binti Maskur yang berasal dari Bitin. Dari perkawinannya itu, beliau memperoleh tiga belas orang anak (tujuh putra dan enam putri). Nama anak-anaknya adalah Wahid, Ladaniah, Musanna, Mufidah, Muktiah, Noor’Ainah, Noorhasanah, Haudi, Syahli, Mujiburrahman, Mujahidah, Syamsuddin dan M. Naseh.


Guru Danau membuka pengajian agama di Desa Bitin pada tahun 1980 dan mengajar di Pesantren Salatiah. Pada tahun 1981, dia kembali membuka pengajian di kampung halamannya sendiri, Danau Panggang. Guru Danau menceritakan, ketika ingin membuka pengajian, Guru Danau terlebih dahulu meminta izin kepada Guru Ijai. Sang Guru mengizinkan dengan syarat tidak boleh bapintaan (meminta dana dari masyarakat), harus memakai halat (dinding) yang memisahkan laki-laki dan perempuan, dan harus ikhlas. Agar seorang guru dapat ikhlas mengajar, dia harus memiliki kemandirian ekonomi. Dengan kemandirian ini, seorang guru dapat berkonsentrasi mengajar dan berdakwah tanpa mengharap imbalan uang.


Pada tahun-tahun awal, peserta pengajian Guru Danau di Bitin dan Danau Panggang tidak banyak. Namun lama kelamaan jumlahnya semakin meningkat hingga mencapai ribuan orang. Pengajian di Bitin dan Danau Panggang dihadiri jamaah sekitar 3 hingga 6 ribuan. Pengajian di Bitin dilaksanakan pada Sabtu malam (malam Minggu) sedang di Danau Panggang dilaksanakan pada Senin Malam. Di Bitin, pusat pengajian bertempat di rumah Guru Danau di sekitar Pasar Bitin. Karena tidak ada lapangan yang luas, ribuan jamaah pengajian menempati teras dan halaman rumah penduduk sekitar. Banyak dari mereka yang duduk berbaris di pinggir-pinggir jalan hingga mencapai beberapa kilometer. Hal serupa juga terjadi pada pengajian di Danau Panggang. Pusat pengajian bertempat di Mushalla Darul Aman (nama yang sama dengan Langgar Darul Aman tempat Guru Ijai mengajar) yang tepat berada di samping rumah Guru Danau.


Selain mengasuh kedua pengajian besar di atas Guru Danau juga mendirikan dan membina beberapa pesantren. Pada tahun 1982, ia mendirikan pesantren Darul Aman di Kecamatan Babirik (Hulu Sungai Utara). Nama Darul Aman sendiri mengikuti nama Langgar Darul Aman di Keraton tempat Guru Ijai mengajar. Guru Danau juga menamai mushalla di samping rumahnya dengan nama Darul Aman, sama dengan nama langgar gurunya di Keraton Martapura. Pesantren lain yang dibinanya adalah Pesantren Raudatus Sibyan di Desa Longkong Kecamatan Danau Panggang dan Pesantren Ar Raudah I di Jaro Tabalong dan Ar Raudah II di Pangkalanbun.


Pada dekade 1990-an (sekitar 1998), seiring dengan semakin meluasnya pengaruh dan popularitasnya, Guru Danau kembali membuka pengajian di Mabuun Tanjung (Kabupaten Tabalong). Menurut cerita Guru Danau, pada awalnya, Mabuun merupakan sarang pelacuran dan perjudian. Guru Danau berusaha memberantas penyakit sosial ini dengan cara menghubungi pihak-pihak berwenang untuk menutupnya. Namun usaha ini tidak berhasil. Dia mengubah strategi. Dia tidak lagi mengharapkan aparat, tetapi membuka pengajian di tempat itu. Dengan adanya pengajian yang dihadiri oleh ribuan jamaah ini, praktik pelacuran dan perjudian itu tidak mendapat tempat dan berhenti dengan sendirinya. Dengan cara ini, lokasi yang asalnya menjadi tempat maksiat berubah menjadi komplek pengajian.


Pengajian di Mabuun, pengajian ketiga yang diasuh oleh Guru Danau, kemudian menjadi pengajian Guru Danau yang terbesar karena dihadiri oleh puluhan ribu jamaah, ada yang menyebutnya mencapai 40 ribuan jamaah. Kuantitas jamaah yang hadir di tempat ini jauh lebih besar dibanding pengajian di Danau Panggang dan Bitin. Hal ini didukung oleh Komplek pengajian Guru Danau di Mabuun yang memiliki area yang lebih luas kondisinya dibanding pengajian di Bitin dan Danau Panggang sehingga memungkinkan menampung puluhan ribu jamaah. Dengan kuantitas jamaah yang mencapai puluhan ribu jamaah ini, Pengajian Guru Danau di Mabuun disebut-sebut sebagai pengajian terbesar di kawasan Banua Anam.


Pengajian di Mabuun dilaksanakan pada malam Rabu setiap setengah bulan sekali. Guru Danau menyatakan, jarak setengah bulan sekali dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada jamaah pengajian untuk mengumpulkan uang untuk keperluan transportasi mendatangi tempat pengajian. Jamaah yang bertempat tinggal di kawasan Amuntai, Paringin, atau yang berada di kawasan Kalimantan Tengah memiliki persiapan yang lebih luas untuk menghadiri pengajian di Mabuun. Jarak waktu pengajian yang ditetapkan oleh Guru Danau ini cukup membantu sebagian jamaah pengajiannya yang merupakan orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Bagi murid-muridnya yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, mendatangi pengajian di Mabuun bukan merupakan persoalan karena mereka memiliki kendaraan pribadi yang dapat digunakan setiap saat. Karena itu, tidak mengherankan, jika sekitar pengajian Guru Danau di Mabuun berjejer mobil dengan jumlah mencapai ratusan buah.


Materi pengajian yang disampaikan oleh Guru Danau di beberapa pengajiannya meliputi materi tauhid, fiqih, tasawuf, hadis, tafsir, kisah-kisah dan lainnya. Dari beberapa kitab yang dikaji, materi tasawuf tampaknya lebih dominan. Beberapa kitab yang pernah diajarkan oleh Guru Danau di pengajiannya, diantaranya adalah Irsyad al-‘Ibad (Zainuddin al-Malibari), Nasha`ih al-‘Ibad (Nawawi al-Bantani), Muraqi al-‘Ubudiyyah (Nawawi al-Bantani), Risalah al-Mu’awanah (Abdullah al-Haddad), Nasha`ih al-Diniyyah (Abdullah al-Haddad), Tuhfah al-Raghibin (Muhammad Arsyad al-Banjari), Syarah Sittin (Ahmad Ramli), Tanqih al-Qawl (Nawawi al-Bantani). Dilihat dari daftar kitab yang digunakan, Guru Danau lebih banyak menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab daripada kitab Arab-Melayu. Walaupun begitu, pengajiannya tetap mudah diikuti oleh jamaah karena isi kitab-kitab itu diterjemahkan dan diberi penjelasan yang ‘ringan’ oleh Guru Danau.


Cara penyampaian Guru Danau dalam pengajian maupun ceramahnya cukup unik. Guru Danau termasuk ulama yang sangat humoris. Dalam setiap ceramah atau pengajiannya dia selalu menyampaikan cerita-cerita lucu, jokes, pantun-pantun, dan singkatan yang diplesetkan yang memancing tawa. Bahkan, Guru Danau tidak segan bercanda dengan murid-muridnya yang berada pada baris depan. Baginya, humor itu penting disisipkan dalam ceramah pengajian agar orang awam dan orang tua dapat terus mengikuti pengajian tanpa merasa bosan dan berat.


Dalam menyajikan isi kitab pengajian, Guru Danau hanya membaca beberapa baris saja. Tetapi penjelasannya cukup luas dan terkadang tidak selalu terfokus dan relevan dengan substansi kitab atau teks yang dibaca karena banyak disisipi oleh cerita, humor, ilustrasi, canda dan sebagainya. Teknik seperti ini tampaknya sangat disukai oleh jamaahnya. Selain mendapat tuntunan, mereka juga mendapat ‘hiburan’ yang menyenangkan. Teknik ini merupakan salah satu daya tarik orang untuk menghadiri pengajian Guru Danau.


Cara penyampaian Guru Danau juga didukung oleh bahasa yang dominan digunakannya, yaitu bahasa Banjar. Bahasa ini merupakan bahasa yang digunakan mayoritas jamaahnya. Penggunaan bahasa lokal ini kemudian dibumbui dengan contoh-contoh dan Ilustrasi-ilustrasi yang pas dengan kondisi lokalitas sosiobudaya dan keseharian masyarakat sekitar sehingga isi ceramahnya sangat merakyat. Dengan cara seperti ini materi yang disampaikannya mudah dipahami oleh jamaahnya yang berasal dari berbagai lapisan sosial.


Walaupun penyampaian materi dakwahnya sederhana dan mudah dipahami tidak lantas dia dinilai sebagai ulama biasa. Sebagai ulama yang lahir dari lulusan pesantren ternama seperti Pesantren Darussalam yang diakui kualitasnya dalam memproduksi ulama, dia juga merupakan produk dari sejumlah ulama besar, seperti Guru Ijai dan Guru Bangil yang otoritas keulamaannya diakui dan memiliki pengaruh besar. Apalagi, Guru Danau sendiri merupakan salah satu murid Guru Ijai yang dikader untuk meneruskan tradisi keulamaan gurunya di kawasan Hulu Sungai. Karena itu, tidaklah mengheran jika beberapa gaya berceramah dan tradisi pengajian Guru Danau seperti pembacaan Maulid al-Habsyi menjelang pengajian merupakan hasil ‘peniruan’ dari tradisi Guru Ijai. Ketika Guru Ijai wafat, para jamaah pengajiannya di kawasan Hulu Sungai segera mendapat figur pengganti yang mewarisi sebagian kharisma Guru Ijai, yaitu Guru Danau.


Meski mengasuh 3 pengajian besar dan 4 pesantren, dan sibuk berdakwah di mana-mana, Guru Danau bukanlah tuan guru yang hanya terpaku pada aktivitas mengajar dan berdakwah. Guru Danau merupakan sosok ulama yang aktif bekerja dan berbisnis. Sejak muda ia sudah sibuk bekerja. Berbagai usaha telah beliau lakukan, seperti bertani, berdagang dan bisnis lainnya. Dengan kegigihannya berbisnis, beliau dikenal juga sebagai ulama yang memiliki kekayaan dan penghasilan besar dari beberapa usaha bisnisnya. Dari beberapa bisnis Guru Danau yang terpenting adalah usaha emas dan sarang burung walet di daerah Tanjung. Usaha ini terutama usaha sarang burung walet mendatangkan keuntungan besar. Dari usaha sarang burung walet Guru Danau dapat meraih keuntungan milyaran rupiah. Usaha burung walet ini dipelajarinya dari seorang habib di Jawa. Usaha lainnya adalah membeli tanah sebagai investasi. Tanah itu bisa dijual suatu saat.


Dengan pendapatan yang besar dari bisnisnya, wajar jika Guru Danau menjadi orang kaya. Dia memiliki banyak rumah dan memiliki beberapa mobil mewah (Alphard). Dengan mobil Alphard yang dimilikinya, dia dapat bepergian ke mana-mana dengan nyaman. Walaupun memiliki ini semua, Guru Danau tetap berpenampilan sederhana dan bersahaja. Rezeki yang cukup berlimpah ini tidak digunakan untuk bermegah-megah. Tetapi digunakannya untuk kepentingan dakwah Islam. Menurutnya, mereka yang mengurusi akhirat tidak seharusnya kalah dengan mereka yang mengurusi masalah dunia. Ulama yang memiliki usaha dan kekayaan sendiri akan lebih ikhlas dalam berdakwah dan mengajar karena tidak memiliki kepentingan untuk mendapat bayaran dari jamaahnya.


Dengan kemandirian dan kekayaan yang dimilikinya, Guru Danau dapat membiaya semua pembangunan komplek pengajian dan pesantren yang didirikannya tanpa bantuan pihak lain. Dia tidak mau meminta bantuan dana dari masyarakat (bapintaan) karena khawatir ada yang tidak ikhlas. Demikian juga dia tidak mau menerima dana yang berasal dari pemerintah dan partai politik. Menurutnya, jika satu kali saja mendapat bantuan pemerintah, ulama tidak bisa lagi untuk menasihati penguasa. Bahkan cenderung untuk dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan tertentu. Kemandirian inilah yang membuat dirinya tidak bisa diintervensi dan didikte oleh penguasa dan partai politik.


Menjadi ulama yang kaya dan mandiri pada figur Guru Danau tidak hanya disebabkan oleh faktor kegigihannya dalam berusaha, tetapi juga terinspirasi oleh sosok gurunya, Guru Ijai, yang juga menjadi ulama yang kaya. Guru Danau termasuk salah satu murid Guru Ijai yang berhasil meniru gurunya pada sisi ini. Tidak banyak murid Guru Ijai yang dapat mengikuti jejaknya seperti Guru Danau.والله عالم بشواب


رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهِمْ * وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِمْ

وَأَمِتْنَا فِى طَرِيْقَتِهِمْ * وَمُعَافَاةٍ مِنَ الْفِتَنِ🤲🏻