Usman Menantu Datu Kalampayan
Usman adalah suami pertama Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan). Berarti ia menantu pertama dari Datu Kalampayan, karena mengawini anak pertamanya dengan Puan Bajut. Kurang diketahui identitis Usman ini, apakah keturunan orang biasa saja atau keturunan bangsawan atau zuriat Nabi Muhammad Saw yang dikenal sebagai Syarif dan Sayyid. Entahlah, yang jelas dari hasil perkawinannya dengan Syarifah memperoleh anak yang bernama Mufti H. As'ad yakni Mufti pertama dari Kesultanan Banjarmasin yang mewarisi ilmu kakeknya Datu Kalampayan, terutama dalam ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu Tasawuf dan hapal Alqur'an.
Usman tidak diketahui kemana perginya atau dimana rimbanya setelah terjadi atas pemasakhan perkawinannya dengan Syarifah. Ceritanya, Syarifah setelah dewasa dinikahkan oleh keluarganya dan keluarga kerajaan dengan Usman atas nama wali hakim karena ayahnya berada di tempat jauh dan pada waktu itu tak mungkin dihubungi atau dikontak sama sekali. Sementara ayahnya, Datu Kalampayan di Makkah juga menikahkannya dengan Syekh Abdul Wahab Bugis atas nama wali mujbir (boleh memaksa). Kedua pernikahan tersebut sah pada tempatnya masing-masing. Pernikahan yang di Martapura sah hukumnya dan pernikahan yang di Makkah sah juga hukumnya sesuai syarat dan rukunnya yang ditentukan. Suatu kejadian yang sangat pelik, yang harus segera diselesaikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena kalau tak dituntaskan secepatnya banyak hati yang akan terluka dan banyak pula yang merasa berdosa sebab kemungkinan telah melakukan perkara menyimpang dari ajaran agama. Di sini Datu Kalampayan, mendemonstrasikan keahliannya bukan hanya dalam bidang ilmu Fiqih tapi juga ilmu Falaq demi kepastian hukum, keadilan dan fairplay sehingga hasilnya melegakan semua pihak dan sesuai dengan Syariat Islam. Singkat ceritera, seusai menghitung waktu pernikahan antara yang di Martapura dan yang di Makkah ternyata persis sama tahun, bulan, minggu hari dan jamnya, hanya saja yang berbeda pada menitnya. Pernikahan di Makkah terlebih dahulu beberapa menit daripada pernikahan di Martapura. Dengan demikian pernikahan di Martapura tidak bisa dilanjutkan meskipun sudah mempunyai anak, batal demi hukum dan sekaligus mengukuhkan pernikahan yang di Makkah untuk diteruskan. Dalam ilmu Fiqih, perkara yang seperti ini disebut sebagai Fasakh, meskipun penyebabnya beda-beda. Mau tidak mau kedua belah pihak menerima putusan yang bernas itu, Usman harus melepaskan Syarifah dengan ikhlas dan menyerahkannya kepada Syekh Abdul Wahab Bugis. Sebaliknya, Syekh Abdul Wahab Bugis harus menerima Syarifah dengan lapang dada, meskipun sudah dicampuri atau bekas Usman. Menurut Tuan Guru H. Irsyad Zen tak berapa lama dari kejadian tersebut Usman menghilang, pergi jauh, berangkat merantau untuk madam di daerah Palembang, Sumatera Selatan. Di Palembang sekarang terdapat daerah yang juga bernama Martapura seperti di Kalimantan Selatan, yang kemungkinan besar menjadi tempat madamnya Usman.
Kemudian, Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman kawin dengan Hamidah di Balimau, Kandangan memperoleh anak dua belas orang yakni 1. H. Abu Thalhah 2. H. Abu Hamid 3. H. Ahmad 4. Mufti H. M. Arsyad 5. H. Sa'duddin 6. Saudah 7. Rahmah 8. Sa'diyah 9. Shalihah 10. Sunbul 11. Limir 12 'Afiat. Hanya dari 1-6 yang mempunya keturunan, sedangkan dari 7-8, tidak mempunyai keturunan.
1. Syekh H. Abu Thalhah bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman yang berkubah di Tenggarong (Kalimantan Timur) banyak menurunkan anak, cucu dan zuriat di Tanah Laut, Tanah Bumbu (Pagatan, Sungai Danau, Batulicin), Kotabaru (Kalimantan Selatan) dan Tenggarong (Kalimantan Timur).
2. Syekh H. Abu Hamid bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman yang berkubah di Samuda, Sampit (Kalimantan Tengah), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Pontianak, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sampit (Kalimantan Tengah).
3. Syekh H. Ahmad (Datu Balimau) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman yang berkubah di Balimau, Kandangan (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak. cucu dan zuriat di Balimau, Wasah, Amuntai, Banjarmasin, Barabai, Rantau, Martapura, Kelumpang, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Bangil (Jawa Timur), Yogyakarta, Cibadak (Jawa Barat),
Manado (Sulawesi Utara), Sapat, Tembilahan (Riau), Pulau Pinang (Bangka-Belitung), Padang (Sumatera Barat) dan Kuala Tungkal (Jambi).
4. Mufti H.M. Arsyad (Mufti Lamak) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman yang berkubah di Pagatan, Tanahbumbu (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Amuntai, Martapura, Pagatan (Kalimantan Selatan), Mojokerto,Jember, Tulung Agung, Surabaya (Jawa Timur), Sapat, Tambilahan (Riau) dan Kuala Tungkal (Jambi).
5. Syekh H. Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman yang berkubah di Taniran, Kandangan (Kalimantan Selatan), banyak menurunkan anak, cucu dan zuriyat di Kapuh, Bamban, Wasah, Kandangan, Lok Bangkai, Karias, Amuntai, Barabai, Sungai Seluang, Gambut, Nagara, Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru (Kalimantan Selatan), Tembilahan (Riau) dan Makkah (Timur Tengah).
6. Saudah binti Mufti H. Muhammad As'ad bin Usman, banyak menurunkan anak, cucu zuriyatnya di Riao, Sambas, Pontianak (Kalimantan Barat), Makassar, Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), Palu (Sulawesi Tengah), Kendari (Sulawesi Tenggara), Bruko, Manado (Sulawesi Utara), Gorontalo, Mandar (Sulawesi Barat) dan Martapura (Kalimantan Selatan).
Terlihat dari zuriyat Usman ini nyaris tersebar di seluruh Kalimantan bahkan ada hampir di seluruh Sulawesi, sebagian Sumatera dan Jawa serta di Makkah dan Madinah. Allah Yarham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari