Minggu, Agustus 25, 2024

Tuan Guru H. Muhammad Zuhri bin Abdullah bin Dakkan (Pendiri Pondok Pesantren Abnaul Amin).

 Makam Tuan Guru H. Muhammad Zuhri bin Abdullah bin Dakkan (Pendiri Pondok Pesantren Abnaul Amin).


Letak: Jalan Arsyadiyah, Desa Rumpiang, Kecamatan Beruntung Baru, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.


Tuan Guru H. Muhammad Zuhri adalah seorang ulama, pejuang, dan tokoh pendidikan di kalangan masyarakat terutama di daerah Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Beliau dilahirkan di Desa Tangsawa Amuntai pada hari Jum'at tanggal 19 Maret 1926 M atau bertepatan dengan 5 Ramadhan 1344 H, ayahnya bernama Abdullah dan ibunya bernama Sariyunah. Saudaranya ada tiga yaitu Tuan Guru H. Muhammad Arsyad, Tuan Guru H. Muhammad Syahdan, dan saudara perempuan seayah bernama Maimanah. Sewaktu beliau masih kecil, kedua orangtuanya beberapa kali pindah untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Dari Desa Tangsawa pernah pindah ke Tapus Amuntai, kemudian pindah lagi ke daerah Tatah Amuntai Gambut, lalu akhirnya pindah dan menetap di Desa Rumpiang.


Sejak kecil beliau sudah dididik mempelajari dan memperdalam agama melalui bacaan Al-Qur'an, sehingga dalam usia anak-anak beliau telah beberapa kali menamatkan Al-Qur'an dan menghafal beberapa surah pendek. Pendidikan formal beliau diawali di Sekolah Rakyat (SR), lulus pada tahun 1939 M. Selanjutnya beliau menjadi santri di Pondok Pesantren Darussalam Martapura hingga lulus pada tahun 1945 M. Beliau juga belajar dengan beberapa ulama seperti Tuan Guru H. Ismail di Kertak Hanyar dan Tuan Guru H. Asmaun di Nagara. Beliau kemudian melanjutkan lagi pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo selama 5 tahun, yakni tahun 1952-1957 M. Saat belajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura dan Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, beliau sudah berkeluarga dan dikaruniai anak. Di Gontor beliau pernah mengabdi menjadi guru selama satu tahun, di antara murid yang pernah diajarinya adalah KH. Rafi'i Hamdi dan Nurkhalish Majid (Caknur). Pada usia 25 tahun, beliau tidak berhenti belajar di lembaga pendidikan formal. Beliau kembali meneruskan pendidikannya di Pendidikan Agama Islam pada SR (lulus tahun 1961 M) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri/MAAIN (lulus tahun 1968 M).


Dari aspek kehidupan keluarga, beliau telah membina rumah tangga sambil tetap melanjutkan studinya. Beliau memiliki seorang istri bernama Hj. Aluh Jamilah dan delapan orang anak yang hidup hingga dewasa dan tiga orang yang meninggal saat kecil. Delapan anaknya itu adalah Hj. Nazirah, Drs. H. Isa Anshari, Drs. Imam Zarkasyi, Kasmamiah, Hj. Nahriah, Dr. Husnul Yaqin, M.Ed, Dr. H. Barsihannor, M.Ag, dan Syarifuddin, S.Ag, M.Ag. Dari delapan orang anak beliau, tiga orang anak perempuan dimasukkan ke pondok pesantren dan lima orang anak laki-laki bergelar sarjana. Dari kelima anak yang bergelar sarjana, empat orang menjadi dosen yaitu dua orang di UIN Antasari Banjarmasin dan satu orang di UIN Alauddin Makassar serta satu orang lagi di IAIN Palangkaraya. Sementara anak beliau yang satu lagi menjadi PNS di salah satu kementerian. Beliau mendidik anak-anaknya secara demokratis, beliau tidak membedakan dunia pendidikan di NU atau Muhammadiyah. Karena itu, walaupun beliau tergolong sebagai tokoh NU di daerahnya, namun beliau tidak melarang anak-anaknya dididik dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah.


Tuan Guru H. Muhammad Zuhri ikut dalam perjuangan melawan penjajahan, beliau terlibat aktif dalam batalyon yang bermarkas di Kalimantan Timur di bawah komando Kolonial Jatinegara. Ada tiga medan perjuangan di mana beliau terlibat di dalamnya, yaitu melawan pengaruh Jepang, menghadapi NICA, dan menghadapi pemberontakan G30S/PKI. Atas jasanya ini, beliau kemudian mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai pejuang veteran dengan pangkat Pembantu Letnan Dua atau Pelda. Di kesatuannya (Batalyon tentara di Balikpapan) antara tahun 1950-1952 M, beliau menjabat sebagai Kepala Rohis (Rohani Islam). Namun beliau tidak lama pada posisi itu, setelah sekitar satu tahun, orangtuanya memanggil beliau untuk pulang ke kampung untuk berkiprah di bidang pendidikan di kampungnya.


Tuan Guru H. Muhammad Zuhri tinggal di tengah-tengah masyarakat terpencil di Desa Rumpiang wilayah Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Meski tinggal jauh dari keramaian, namun kondisi itu tidak membatasi aktivitas, pemikiran, dan pengabdian beliau untuk membangun masyarakat sekitar. Beliau dikenal sebagai mubaligh/dai yang aktif mengisi majelis taklim, ceramah agama, nasihat perkawinan, petuah kehidupan, dan lainnya, baik atas permintaan masyarakat sekitarnya maupun atas permintaan beberapa pejabat pemerintahan seperti gubernur, bupati, walikota, camat, dan sebagainya. Di samping giat menghadiri undangan ceramah di sejumlah daerah, rumah beliau juga menjadi tempat masyarakat untuk mendapatkan bimbingan keagamaan dan nasihat kehidupan, bahkan ada yang datang untuk berobat.


Di tengah masyarakat terpencil itu, Tuan Guru H. Muhammad Zuhri menyadari kondisi masyarakat sekitarnya yang masih buta tentang pentingnya pendidikan, ditambah lagi tidak ada fasilitas pendidikan yang memadai untuk masyarakat di lingkungannya. Menyadari hal itu, beliau kemudian mempelopori pembagunan lembaga pendidikan di Desa Rumpiang dalam bentuk pesantren yang bernama Pondok Pesantren Abnaul Amin, lembaga inilah yang menjadi basis pencerahan pikiran dan pencerdasan masyarakat di sekitarnya.


Pada awalnya, lembaga pendidikan yang didirikan adalah madrasah ibtidaiyah. Namun setelah pulang dari Gontor, beliau kemudian mengubah polanya dan menambah jenjang pendidikan menengah yaitu madrasah tsanawiyah. Beliau memodifikasi sekolah tersebut menjadi pesantren, modifikasi ini didasarkan pada pengalaman beliau ketika belajar di Pondok Pesantren Gontor. Karena itu, selain sarana dan prasarananya dibentuk menjadi pesantren, kurikulumnya juga diubah mengikuti kurikulum Gontor, perubahan ini terjadi pada tahun 1958 M. Tidak hanya di Rumpiang, beliau juga mempelopori pembukaan lembaga pendidikan di desa tetangganya yaitu Desa Jambu Burung, di sana beliau membuka PGA 4 tahun pada tahun 1965 M dan menjadi kepala sekolahnya. Setelah berjalan kurang lebih 20 tahun, PGA tersebut berubah menjadi madrasah aliyah. Pada tahun 1985 M, di Rumpiang, beliau juga membuka madrasah aliyah di Pondok Pesantren Abnaul Amin.


Untuk mencerdaskan masyarakatnya di bidang keagamaan, Tuan Guru H. Muhammad Zuhri menjadikan rumahnya sebagai tempat pengajian. Pengajian di rumah beliau ini diawali dengan pembacaan Dala'il (berisi shalawat) dan Kitab Aqidatul Awwam (ajaran tauhid), setelah itu barulah dilakukan pengajian. Selain mengajarkan tauhid, beliau juga mengajarkan fiqih madzhab Syafi'i dengan merujuk pada buku fiqih karya Sulaiman Rasyid dan Kitab Sabilal Muhtadin karya Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliau juga mengajarkan fiqih menggunakan Kitab Parukunan untuk mengajarkan berbagai ketentuan-ketentuan fiqih ibadah praktis. Beliau juga mengajarkan tasawwuf kepada masyarakat menggunakan beberapa kitab rujukan di antaranya adalah Kitab Durratun Nashihin, Tanbihul Ghafilin, dan Miftahul Mafatih.


Tidak hanya ilmu tauhid, fiqih, dan tasawwuf, Tuan Guru H. Muhammad Zuhri juga memberi kesempatan kepada masyarakat yang berminat dan para santrinya untuk belajar bahasa Arab (nahwu dan sharaf). Untuk pelajaran bahasa Arab, beliau menggunakan beberapa kitab rujukan yaitu Matan Al Ajurrumiyah, Kawakib Ad-Durriyah, Alfiyah, Al-Amtsilah At-Tashrifiyah, Al-Qira'at Ar-Rasyidah, Nahwul Wadhih, dan lain-lain.


Di samping pengajian, beliau juga mengadakan pembacaan maulid seperti Maulid Ad-Diba'i, Syaraful Anam, dan Maulid Al-Habsyi. Kegiatan ini secara rutin dilaksanakan setiap malam Senin. Begitulah cara beliau menyemarakkan syiar Islam di daerah yang cukup terpencil itu.


Kiprah beliau tidak hanya terbatas pada sekitar tempat tinggalnya, tetapi beliau juga rajin berdakwah keliling ke 

sejumlah wilayah di Kecamatan Beruntung Baru. Kondisi jalan dan alat transportasi yang masih terbatas tidak menghalangi beliau keluar masuk kampung untuk berdakwah. Beliau banyak memasuki kampung-kampung yang berada di wilayah pesisir dan terpencil. Beberapa tempat yang menjadi tempat di mana beliau aktif berdakwah di antaranya adalah Desa Jambu Burung, Keramat, Tambak Babi, Gudang Lukah, Tanipah, Bunipah, Sungai Musang, Pemurus, dan Tabunganen.


Aktivitas beliau yang lain selain yang telah disebutkan di atas adalah mengikuti beberapa organisasi atau perkumpulan seperti menjadi anggota Tarekat Syadziliyah, pengurus dan anggota veteran, dan anggota Dewan Pendamping Pimpinan Cabang Satuan Karya Ulama. Beliau juga aktif mengikuti pelatihan, penataran, lokakarya, kursus, seminar regional, dan pernah pula menjadi penyuluh agama muda dan madya.


Tuan Guru H. Muhammad Zuhri berpulang ke rahmatullah pada hari Senin tanggal 22 April 2002 M atau bertepatan dengan 9 Shafar 1423 H pukul 17.00 WITA. Beliau wafat di rumahnya setelah shalat Ashar dan dimakamkan keesokan harinya di samping rumah beliau setelah shalat Ashar. Beliau tidak hanya meninggalkan sejumlah fasilitas pendidikan bagi masyarakatnya, tetapi juga meninggalkan keteladanan yang luar biasa sebagai tokoh perintis pendidikan Islam di wilayah terpencil untuk memajukan masyarakat yang masih terbelakang dari segi pendidikan.


Sumber: Ulama Banjar Dari Masa Ke Masa, jilid II, halaman 136-140.


Al Fatihah...


رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.


di-posting ulang oleh Muhammad Edwan Ansari 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari