Senin, April 15, 2024

Datu Suban Rantau, ulama tanah banja

 Datu Suban Rantau ulama tanah banjar



Datu Suban atau sering disebut lengkapnya Datu Syaiban bin Zakaria Zulkifli degan ibunda bernama Maisyarah. Beliau hidup di kampung Muning Tatakan Kabupaten Tapin Rantau Kalimantan Selatan. Beliau semasa hidupnya mempunyai tingkat martabat tinggi dan mulia, karena ilmu dan amal agamanya sangat luas dan lengkap. Di samping itu, beliau mempunyai kepribadian yang peramah dan paling disegani oleh masyarakatnya terutama para muridnya.


Datu Suban adalah guru dari semua datu dari orang Muning, selain ahli ilmu tasawuf, Datu Suban juga ahli ilmu taguh (kebal), ilmu kabariat, ilmu dapat berjalan diatas air, ilmu maalih rupa, ilmu pandangan jauh, ilmu pengobatan, ilmu kecantikan, ilmu falakiah, ilmu tauhid dan ilmu firasat. Degan ilmu yang beliau miliki banyaklah orang berdatangan untuk menuntut ilmu kepada beliau. Diantara murid beliau, ada yang paling terkenal  13 orang yakni

1.  Datu Murkat 

2.  Datu Taming Karsa 

3.  Datu Niang thalib 

4.  Datu Karipis

5.  Datu Ganun 

6.  Datu Argih 

7.  Datu ungku

8.  Datu Labai Duliman 

9.  Datu Harun 

10.Datu Arsanaya 

11.Datu Rangga 

12.Datu Galuh Diang Bulan 

13.Datu Sanggul.


Kemudian, di antara ilmu-ilmu yg selalu diajarkan dalam setiap kesempatan beliau selalu mengajarkan ilmu mengenal diri (ilmu ma’rifat) dengan tarekat memusyahadahkan Nur Muhammad, hal ini tidaklah mengherankan karena sebelum Datu Suban mengajarkan ajaran makrifat melalui tarekat Nur Muhammad ini, dulu pernah seorang ulama Banjar sebelum beliau yaitu Syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari telah menulis risalah asal kejadian Nur Muhammad itu, yang naskahnya ditemukan oleh seorang orientalis bangsa Belanda R.O.Winested. 


Datu Suban dikenal sebagai waliyullah beliau memiliki karamah kasyaf yaitu terbukanya tabir rahasia bagi beliau sehingga dapat mengetahui sampai dimana kemampuan murid muridnya dalam menerima ilmu-ilmu yg diberikannya, seperti akan menyerahkan kitab pusaka yang kemudian hari dinamakan kitab barencong. Kitab tersebut beliau serahkan kepada Datu Sanggul (Abdussamad), murid terakhir yang belajar kepada beliau, karena menurut pandangan kasyaf beliau hanya Abdussamad kiranya yang dapat menerima, mengamalkan dan mengajarkannya untuk generasi berikutnya. Adapun karamah beliau yang lain adalah beliau mengetahui ketika akan tiba ajalnya, ketika dari mata beliau keluar sebuah sosok yg rupanya sangat bagus, bercahaya dan berpakaian hijau. ini berarti tujuh hari lagi beliau akan berpindah alam. Empat hari kemudian dari tubuh beliau keluar lagi cahaya berwarna putih amat cemerlang, besarnya sama degan tubuh beliau dan berbau harum semerbak. Ini berarti tiga hari lagi beliau akan meninggalkan dunia fana ini. Oleh karena itu beliau segera mengumpulkan semua murid muridnya, terutama yang 13 orang tersebut. Setelah semua muridnya berkumpul beliau berkata, “Murid murid yang aku cintai, kalian jangan terkejut dengan panggilan mendadak ini, karena pertemuan kita hanya hari ini saja lagi, nanti malam sekitar jam satu tengah malam aku akan meninggalkan dunia yg fana ini, hal ini sudah tidak bisa ditunda tunda lagi, karena ketentuan ALLAH telah berlaku”. Kemudian beliau membacakan firman ALLAH surat An-Nahal ayat 61 yang berbunyi: “Apabila sudah tiba waktu yang ditentukan maka tidak seorang pun yang dapat mengundurkannya dan juga tidak ada yang dapat mempercepatnya.” Mendengar ucapan beliau itu semua yang hadir diam membisu seribu bahasa. “Nah,waktuku hampir tiba”, kata Datu Suban memecah kesunyian suasana syahdu.


“Mari kita berzikir bersama sama untuk mengantarkan kepergianku”, kata Datu Suban lagi. Semua murid dipimpin oleh beliau serentak mengucapkan zikir “Hu Allah…Hu Allah…Hu Allah…”, “Perhatikanlah ..apabila aku turun kurang lebih 40 hasta sampai pada batu berwarna merah sebelah dan hitam sebelah, aku berdiri disana nanti, maka pandanglah aku dengan sebenar benarnya,yang ada ini atau yang tiada nanti, lihatlah aku ada atau tiada. Kalau ada masih diriku ini tidak menjadi tiada, berarti ilmu yang kuajarkan kepada kalian belum sejati, tetapi bila aku menjadi tiada berarti ilmu yang kuajarkan kepada kalian adalah ilmu sejati dan sempurna”. Setelah berkata demikian beliau diam, kemudian meletuslah badan Datu Suban dan timbul asap putih, hilang asap putih timbul cahaya (nur) yang memancar mancar sampai keatas ufuk yang tinggi,kemudian lenyap ditelan kemunculn cahaya rembulan. Semua yang hadir takjub menyaksikan kejadian itu, kemudian terdengar gemuruh ucapan murid murid beliau…Inna lillahi wainna ilaihi raaji’uun


Al-fatihah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muhammad Edwan Ansari