Senin, Desember 21, 2009

KONGRES XXV HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

PENJELASAN TEMA KONGRES XXV HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
“MEMBANGUN HMI BARU DAN MASA DEPAN BANGSA”
Oleh Kongres XXV HMI
Perubahan adalah satu-satunya bukti kehidupan”),



“Bukanlah yang terkuat yang akan terus hidup, melainkan yang paling adaptif.”
--Charles Darwin (Ilmuwan)

“The ultimate measure of a man is not where he stands in moments of comfort and convenience, but where he stands at times of challenge and controversy”.
--Martin Luther King (pejuang HAM kulit hitam)

2
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”


H
impunan Mahasiswa Islam lahir 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan dengan 5 Februari 1947 Masehi. Dus, pada 14 Rabiul Awal 1427 (kira-kira 14
Maret 2006) HMI genap berusia 61 tahun (hijriah) dan 5 Februari 2006 tepat
berusia 59 tahun (masehi). Suatu usia yang cukup berumur dan tentu saja mengundang sejumlah konsekuensi. Bagaimanakah kondisi HMI dalam usianya yang telah menginjak 61/59 tahun tersebut? Banyak instrumen analisa dan perspektif yang dapat kita gunakan untuk memahami kondisi HMI saat ini, diantaranya adalah arkeologi dan geneologi pengetahuan yang diperkenalkan oleh Michel Foucault.1

Metode arkeologi memfokuskan kajian pada pernyataan atau wacana dengan sistem prosedur yang memproduksi, mengatur, mendistribusi, mensirkulasi, dan mengoperasikannya. Mengupas wacana sebagai suatu sistem ‘internal’ dengan
‘prosedur-prosedurnya’ yang teratur. Sedangkan geneologi memberikan pusat perhatian pada hubungan timbal balik antara sistem kebenaran
(pernyataan/wacana) dengan sistem kuasa (mekanisme yang didalamnya suatu
“rezim politis” memproduksi kebenaran). Geneologi tidak berusaha menegakkan pondasi-pondasi epistemologis yang istimewa, tapi ia mau menunjukkan bahwa asal- usul apa yang kita anggap rasional, pembawa kebenaran, berakar dalam dominasi, penaklukan, hubungan kekuatan-kekuatan atau dalam suatu kata, kuasa.2

Dengan menggunakan perspektif arkelogi dan geneologi pengetahuan, berarti kita akan melihat realitas HMI saat ini sebagai suatu realitas wacana/sistem pengetahuan dimana di dalam sistem wacana/pengetahuan tersebut terdapat prosedur-prosedur yang memegang kendali atas proses produksi, pengaturan, pendistribusian, pensirkulasian, dan pengoperasian sistem wacana/pengetahuan tersebut serta terdapat sistem kuasa atau relasi kuasa yang mengukuhkan sistem wacana/pengetahuan tersebut. Prosedur-prosedur tersebut kemudian kita sebut



1 Michel Foucault lahir pada 15 Oktober 1926 di Pointers, Perancis. Ia menempuh pendidikan di ENS
(Ecole Normale Superieme) Universitas Sorbornne, Paris. Dia menulis banyak karya yang mengejutkan, diantaranya Histoire de la folie a l ‘age classiqe: Une archeologie du regard medical (Lahirnya Klinik: Sebuah Arkeologi tentang Tatapan Medis) (PUF, 1963); Les Mots et les Choses: Une archeologie des sciences humaines (Kata-kata dan benda-benda: Sebuah Arkeologi tentang Ilmu-Ilmu Manusia) (Gallimard, 1966); L ‘archeologie du Savoir (Arkeologi Pengetahuan) (Gallimard, 1969); Surveiller et Punir: Naissance de la Prison (Menjaga dan Menghukum: Lahirnya Penjara) (Gallimard, 1974): dan trilogi Histoire de la Sexualite
(Sejarah Seksualitas) (Gallimard, 1976-1984). Serta sebuah esai terkenal Nietzsche, Genealogy, History
(1971).
2 A. Widyarsono, Sekilas Mengenal Michel Foucault, dalam Pendahuluan buku P. Sunu Hardiyanta, Michel Foucault Disiplin Tubuh Bengkel Individu Modern, LkiS, Yogyakarta, 1997, hal 10-11. Contoh penerapan arkeologi dan geneologi pengetahuan adalah kajian Simon Philpott terhadap wacana politik Indonesia, ia menemukan bahwa wacana politik Indonesia dikendalikan oleh (relasi kuasa) pertama, faktor dekolonisasi, perang dingin, dan peran Amerika Serikat di Indonesia. Kedua, kehadiran teks-teks hegemonik yang dilahirkan para Indonesianis, yang hadir di awal kemunculan kajian politik Indonesia, yang kemudian membentuk rezim kajian. Faktor-faktor tersebut menghasilkan wacana politik Indonesia menjadi elitis, historisis, orientalis, dan terjebak dalam nalar realis yang spasial. Lihat Simon Philpott, Meruntuhkan Indonesia: Politik Postkolonial dan Otoritarianisme, penerjemah Nuruddin Mhd Ali & Uzair Fauzan, LkiS, Yogyakarta 2003.
3
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

sebagai fundamental codes of cultures3 yang mewakili dimensi “nalar” dan relasi kuasa mewakili dimensi politis.

Konsekuensi dari perspektif ini adalah bahwa realitas HMI saat ini tidaklah merupakan suatu realitas yang terbentuk dengan sendirinya melainkan terbentuk melalui proses diskursif dimana terjadi proses pengukuhan fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tertentu dan proses peminggiran fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang lainnya. Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut kemudian “berwenang” menentukan mana fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang dapat terus eksis, bahkan muncul sebagai “pemenang” dan menjadi mainstream (arus utama) atau mendominasi “wajah” realitas namun juga ada fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang jadi “pecundang” dan terpinggirkan
(pheripheri) sehingga ia bisa jadi hanya berupa bercak saja atau malah benar-benar tersamar dari “wajah” realitas. Contohnya, di HMI berkembang beragam wacana keagamaan, wacana keagamaan yang modern-moderat-inklusif nampaknya merupakan “pemenang” dan wacana keagamaan yang tradisional-radikal-eksklusif merupakan “pecundang”, tetap berkembang namun tidak menjadi mainstream. Contoh lain, frame berpikir political oriented merupakan “pemenang”, sementara frame berpikir yang berorientasikan profesi adalah “pecundang”. Kemudian, orientasi politik-struktural merupakan “pemenang”, dan orientasi politik-kultural merupakan “pecundang”. Semangat ketergantungan terhadap senior/alumni adalah
“pemenang” dan semangat independen/mandiri adalah “pecundang”, serta masih banyak contoh lainnya yang menentukan siapa pemenang dan pecundangnya merupakan “kewenangan” atau tergantung “selera” fundamental codes of cultures dan relasi kuasa.

Ketika sistem pengetahuan tersebut dengan fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang dimilikinya sudah demikian eksis dan tidak ada perlawanan terhadapnya, maka anggota HMI saat ini sesungguhnya tidak lebih dari robot-robot yang digerakkan secara otomatis oleh fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut. Ia dideterminasi cara berpikir dan tindakannya oleh fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut.

Dus, anggota HMI tidak lebih sebagai pelanjut tradisi tanpa inovasi. Sebagai pelanjut saja dari senior-seniornya, maka wajar saja bila istilah-istilah seperti “bagaimana senior? apa perintahnya”, “adinda terserah senior saja” dan sebagainya menjadi cukup populer di HMI. Istilah-istilah tersebut, secara ekstrim menggambarkan hubungan patron-client (tuan-hamba) antara senior (alumni) dan anggota HMI.





3 Secara bebas kita bisa menterjemahkan fundamental codes of cultures sebagai kaidah-kaidah dasar yang mengendalikan suatu kebudayaan. Dia juga dapat diartikan sebagai logika dasar atau nalar yang membentuk pola pikir dan pola tindakan suatu komunitas. Fundamental codes of cultures dapat diibaratkan suatu rel dan kereta api adalah pernyataan dan tindakan suatu komunitas. Fundamental codes of cultures tidak nampak di permukaan namun pernyataan-pernyataan yang dihasilkan suatu komunitas bila dianalisa lebih dalam melalui suatu metode tertentu akan menggambarkan keberadaan fundamental codes of culture-nya dengan sangat jelas.
4
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa ada yang buruk, dan tentu ada juga yang baik. Namun pasti ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa (yang buruk) yang menyebabkan kader HMI saat ini demikian pasrah pada “memory of the past”, pada kenangan masa lalu. Menggantungkan eksistensinya pada “kebesaran seniornya”, “berlindung di balik keagungan sejarah HMI” yang tidak pernah dibuatnya namun ia terus asyik memparasitkan diri menghisap “keberkahan” darinya. Inilah potret kader HMI yang kehilangan kritisismenya, tuli terhadap
“memory of the future” (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap ‘resist to change’, menolak perubahan. Kader HMI lupa bahwa pernyataan senior/masa lalu memang ada benarnya namun banyak juga yang sudah tidak benar lagi karena ‘zaman telah berubah’. Dalam konteks ini, pernyataan almarhum Nurcholish Madjid agar HMI dibubarkan saja menemukan pembenar karena beliau melihat bahwa relevansi HMI bagi masa kini dan apalagi bagi masa depan sudah jauh berkurang, kalaupun bukannya tidak ada lagi. HMI tidak lagi menjadi elemen penggerak kemajuan melainkan kekuatan status quo dan bahkan sebaliknya menggerakkan pada kemunduran.

Dengan demikian siapakah yang patut disalahkan atas kondisi HMI yang katanya mengalami kemunduran, mengalami konflik perpecahan di tubuh PB HMI yang terjadi dua kali berturut-turut, dan kelemahan lainnya dari organisasi HMI saat ini? Tidak ada seorang pun yang perlu disalahkan karena kondisi HMI saat ini merupakan produk fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang hidup dalam tubuh HMI. Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa dapat bersemayam dan dikukuhkan dalam media seperti doktrin organisasi, aturan organisasi (AD, ART dan penjabarannya), dalam pola pendanaan aktivitas HMI, dan dalam pola interaksi keseharian antara kader dan pengurus HMI atau antara kader/pengurus dengan alumninya. Semuanya terbentuk melalui proses historis yang agak sulit dikendalikan oleh orang per orang, hanya tanggung jawab kolektif (generasi) yang dapat menghadapinya. Persoalannya adalah telah terdapat sejumlah generasi yang tidak menyadari bahwa ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang bekerja di tubuh HMI, yang disamping mengusung kebesaran HMI namun juga bekerja “menghancurkan” HMI, menghantarkan HMI pada ketidakrelevanannya dengan zaman.

Menyadari hal tersebut, sudah sepatutnya generasi sekarang mengembangkan kesadaran untuk mengenali fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut, mengambil sikap dan tindakan terhadapnya. Iktiar inilah yang merupakan upaya menghadirkan suatu ‘HMI Baru’ dan merupakan suatu bentuk rasa tanggung jawab sebagai kader HMI yang cinta akan organisasinya. ‘HMI Baru’ adalah HMI yang terbebas dari fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang buruk yang menyebabkan ia tertawan oleh masa lalu, dan “menebalkan” fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang baik serta menanamkan benih suatu fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang baru sehingga HMI dapat menyambut ‘kelahirannya kembali’ dan dengan penampilan meyakinkan mewarnai
‘zaman yang telah berubah’ ini. Ikhtiar untuk melaksanakan hal ini membutuhkan komitmen kuat dan terfasilitasi dengan baik sehingga forum tertinggi organisasi, Kongres, merupakan wadah yang paling tepat untuk membangun dasar-dasar ‘HMI

5
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

Baru’ tersebut. Karena disana akan ditentukan (perubahan) doktrin organisasi
(NDP), aturan main yang mendasar dari organisasi (AD, ART dan penjabarannya), program kerja serta nakhoda baru organisasi. Momentum ini hadir dua tahun sekali....demi masa depan yang lebih baik, jangan sia-siakan kesempatan ini !!!

DEFINISI HMI BARU

I
khtiar menghadirkan ‘HMI Baru’ adalah bentuk perlawanan terhadap kondisi
HMI yang menjauhi idealitas, terjebak pada kejumudan dan kehilangan
“syahwat” inovasi. Untuk itu, ‘HMI Baru’ harus terampil memperlakukan masa

lalunya. Ia tahu mana yang patut diteruskan dan mana yang patut disudahi. Dalam bahasa lain, terampil membebaskan diri dari fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang buruk yang menyebabkan ia tertawan oleh masa lalu, dan “menebalkan” fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang baik serta terampil menanamkan benih fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang mampu membuatnya berseri-seri menyambut masa depan. Ia juga terampil menghadirkan masa depan dan benih-benihnya pada kondisi kekinian. Ia terampil mengelola tekanan masa lalu
(yang terkadang disertai tawaran “gula”) dan tuntutan masa depan (yang terkadang disertai “pil pahit”) yang kemudian diformulasikannya dalam kerja nyata organisasi.

Bila fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang buruk adalah dominasi materialisme dan political oriented dalam cara berpikir kita; ketidakpastian sumber pendanaan organisasi yang diantaranya berpengaruh pada kesulitan dalam mensinambungkan kerja-kerja organisasi dan kesulitan transparansi penggunaan dana; relasi kuasa yang dominan dengan politisi; serta sistem kepengurusan yang mengoligarki maka ‘HMI Baru’ harus membebaskan diri dari semua itu.

Secara normatif, kita dapat meraba bahwa ‘HMI Baru’ adalah HMI yang bila sebelumnya ia adalah organisasi kumpulan pemalas, maka ia adalah organisasi kumpulan orang rajin. BiIa sebelumnya adalah organisasi yang administrasi organisasinya buruk, maka ia adalah organisasi yang administrasi organisasinya baik. Bila sebelumnya adalah organisasi yang tidak transparan dalam pengelolaan uang, maka ia adalah organisasi yang transparan dalam pengelolaan uang. Bila sebelumnya ia adalah organisasi yang berkonflik dengan buruk, maka ia adalah organisasi yang berkonflik dengan baik. Bila sebelumnya adalah organisasi yang tidak independen, maka ia adalah organisasi yang independen. Bila sebelumnya adalah organisasi yang tidak inovatif, maka ia adalah organisasi yang inovatif, dan seterusnya. Masing-masing dari kita dapat menambahkan daftar tersebut dengan memasukkan apa yang tidak ideal dan memasukkan lawannya yang ideal sebagai satu karakter dari ’HMI Baru’. Namun yang pasti ’HMI Baru’ tidak asal beda dan tidak untuk benar-benar mendirikan suatu organisasi baru sebagai sempalan HMI seperti HMI MPO.







6
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

HMI BARU DAN MASA DEPAN BANGSA

K
eberadaan HMI tentunya memiliki dampak terhadap bangsa (dan negara) Indonesia, positif maupun negatif, dan besar maupun kecil. Hal ini disebabkan karena kader HMI adalah --hampir dapat dipastikan
seluruhnya— generasi muda bangsa Indonesia yang kelak Insya Allah akan menempati posisi strategis di bangsa Indonesia. Sehingga nilai-nilai dan kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki akan turut menentukan nilai-nilai dan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Oleh karena ia merupakan manifestasi idealitas HMI, ‘HMI Baru’ tentunya diharapkan memiliki dampak yang positif terhadap bangsa dan negara Indonesia. Logika yang dibangun memang merupakan logika linear sederhana. Hal ini tentu akan berjalan demikian bila terjadi transformasi yang baik dari ‘HMI Baru’ yang merupakan generasi muda bangsa tersebut hingga eks ‘HMI Baru’ yang kemudian memegang posisi strategis bangsa dan negara. Namun dari gambaran ini adalah logis bila dikatakan: membangun ‘HMI Baru’ pada dasarnya adalah membangun juga masa depan bangsa (dan negara) Indonesia yang lebih baik. Adalah tugas kita bersama mewujudkan pernyataan tersebut tidak menjadi klaim yang berlebihan.@



































7
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM NOMOR : 01/K-25/01/1427

Tentang

AGENDA ACARA DAN TATA TERTIB KONGRES KE-25
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


Bismillaahirrahmaanirahiim


Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan rahmat dan ridho Allah, setelah :

MENIMBANG : Untuk kelancaran dan ketertiban mekanisme Kongres ke-25 HMI, maka dipandang perlu untuk menetapkan Agenda Acara dan Tata Tertib Kongres ke-25 HMI.

MENGINGAT : 1.Pasal 12 Anggaran Dasar.
2.Pasal 11, 12, dan 13 Anggaran Rumah Tangga.

MEMPERHATIKAN : Hasil pembahasan Sidang Pleno I Kongres ke-25
HMI pada tanggal 24 Muharram 1426 H
bertepatan dengan tanggal 22 Februari 2006 M.

MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN : 1. Agenda Acara dan Tata Tertib Kongres ke-25 HMI
sebagaimana terlampir.

2. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau kembali bilamana terdapat kekeliruan didalamnya.

Billahittaufiq Wal Hidayah

Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 24 Muharam1427 H
23 Februari 2006 M Waktu : 00.31 WITA.






8
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM



AGUSSALIM ALWI ARIP MUSTHOPA
SC SC

M A R B A W I DENI YUSUP
SC SC

MAS’AD MASRUR SYAHRUL MARHAM
SC SC

YUSAC FARHAN M I N A R N I
SC SC

HARIS KUSWORO A. KAIMUDIN
SC SC

SITI MAFRUROH Z U L F I K A R
SC SC

MAMAD SYA’BANI SIDRATAHTA MUKHTAR
SC SC

IIN INAWATI DEDING ZAMAH SYARI
SC SC

MUHAMMAD ANWAR DILA NOVITA
SC SC

SYAMSUDIN RAJAB ARMAN MATONDANG
SC SC

M. N A S I R RISMAN PASIGAI
SC SC

ENCEP HANIF AHMAD JAELANI MUHAMMAD RASYID
SC SC SC









9
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

KETETAPAN
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM NOMOR : 02/K-25/01/1427

Tentang

PRESIDIUM SIDANG KONGRES KE-25
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


Bismillaahirrahmaanirahhiim


Kongres ke-25 Himpunan Mahasiswa Islam dengan senantiasa mengharapkan rahmat dan ridho Allah SWT, setelah :

MENIMBANG : Untuk kelancaran dan ketertiban mekanisme Kongres ke-25 HMI, maka dipandang perlu untuk menetapkan Presidium Sidang Kongres ke-25
HMI.

MENGINGAT : 1. Pasal 12 Anggaran Dasar.
2. Pasal 11, 12, dan 13 Anggaran Rumah Tangga.

MEMPERHATIKAN : Hasil pembahasan Sidang Pleno I Kongres ke-25
HMI pada tanggal 24 Muharram 1426 H
bertepatan dengan tanggal 22 Februari 2006 M.



MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN : 1. Presidium Sidang Pleno Kongres ke-25 HMI yang terdiri dari :


a. Mokhtar Efendi
BADKO HMI NAD


b. Rismadianto Karo-Karo
BADKO HMI Sumut


c. Novi Zulfikar
BADKO HMI Sumbar


d. Weriza
BADKO HMI RIAU


e. Iik Zulfiqar BADKO HMI Sumbagsel


f. Ajat Sudrajat BADKO HMI Jawa Barat


g. Imam Subqi
BADKO HMI Jateng


h. Mashuriyanto
BADKO HMI Jatim




10
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

i. M. Rasulika
BADKO HMI Kalbar

j. Hariyadi Hamid
BADKO HMI Kaltim


k. Muh. Faisal
BADKO HMI Nusra


l. Hasriani Abdullah
BADKO HMI Sulselra


m. Ridwan Waimalaka BADKO HMI Malmalut


n. Dwi Julian BADKO HMI JabotabekaBa


o. Alvian BADKO HMI Kalselteng


p. Rahmat Umar BADKO HMI Sultenggo



2. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau kembali bilamana terdapat kekeliruan didalamnya.


Billahittaufiq Wal Hidayah









Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 24 Muharam 1427 H
23 Februari 2006 M Waktu : 01.05 WITA.




PIMPINAN SIDANG
KONGRES KE-25 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM



AGUSSALIM ALWI ARIP MUSTHOPA
SC SC

M A R B A W I DENI YUSUP
SC SC

MAS’AD MASRUR SYAHRUL MARHAM
SC SC

YUSAC FARHAN M I N A R N I
SC SC

HARIS KUSWORO A. KAIMUDIN
SC SC




11
Hasil-hasil Ketetapan KONGRES HMI XXV di Makassar
“ Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa”

Thank you for trying Solid Converter PDF.
The trial version of this product only converts 10% of your document, with a 10 page maximum.
For this conversion, Solid Converter PDF converted 10 of 461 pages.
Please register Solid Converter PDF at http://www.solidpdf.com/buy.htm to remove this restriction.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari