Senin, Desember 21, 2009

HMI 2010, 2020

HMI 2010, 2020

Melbourne, 27 Desember 2010

Pagi ini tiba-tiba aku ingin membuka situs www.pbhmi.com, tak terasa telah 2 bulan ini aku gak membukanya. Akhir-akhir ini memang aku agak “melupakan” HMI karena ada hal strategis yang sedang aku tangani. Suasana natal 2010 yang hingar bingar juga menyita perhatianku: penuh suka cita, menarik. Anehnya aku tak merasa terasing. Nama Tuhan disebut-sebut hampir tak ada henti oleh kaum kristiani, dan ucapan syukur pun berkumandang dari mulut kakek-nenek hingga balita. “Rasanya gak mungkin Tuhan memasukkan mereka ke neraka nantinya hanya karena mereka tidak beragama Islam”, gumamku. “Lagipula kita menjadi Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, dan Budha kan karena kita dilahirkan dari rahim Ibu yang beragama tersebut, bukan karena kita mencarinya”, pikiranku beralasan agar makin bisa enjoy dengan suasana suka cita natal dan jelang tahun baru 2011.

“Mungkin ada hal baru disana”, pikirku. Ku ambil laptopku, ku nyalakan dan tak lama kemudian www.pbhmi.com tersaji dihadapanku. Mataku langsung tertuju ke menu berita. Disana terpampang foto Akal Budi Ketum PB HMI hasil Kongres XXVII. Akal Budi mengatakan akan mengadakan worshop dan temu alumni untuk merumuskan visi HMI 2020. “Wow, ini menarik”, spontan aku berkata. “Workshop dan temu alumni akan dilaksanakan bertepatan dengan milad HMI ke-64 pada 5 Februari 2011”, lanjut Akal Budi di berita yang bertajuk “HMI menatap 2020”. “Kenapa 2020 ?”, reporter bertanya kepada Akal Budi. “Waktu 10 tahun adalah waktu yang realistis, tidak terlalu panjang dan terlalu pendek untuk merumuskan dan merealisasikan suatu gagasan visioner dan jangan lupa free trade area yang ditandatangani Soeharto 1994 di Bogor akan benar-benar direalisasikan untuk negara berkembang di Asia Pasifik pada tahun tersebut”, jawab Akal Budi. “HMI harus bersiap-siap secara serius dari sekarang untuk menghadapinya, bila tidak, HMI akan merasa sangat berdosa”, lanjut Akal Budi serius.

“Aku bangga nih dengan Ketum kayak gini, demen gua”, pikirku. HMI 2020! 5 Februari 2011. Aku bisa hadir gak ya? Kalau aku bisa hadir apa yang bisa aku sumbangkan? Tapi sebentar, memang HMI saat ini (2010) seperti apa? Mataku langsung mencari submenu keuangan di www.pbhmi.com. Dengan memasukkan password tertentu khusus keluarga besar HMI, aku bisa melihat laporan keuangan HMI. Disana tertulis Saldo Rp2,7 Milyar. “Lumayan besar”, ujarku. Berarti penggalangan dana HMI selama ini cukup efektif dan trust dari sumber-sumber keuangan terhadap HMI juga terjaga dengan baik. Ini aset yang sangat penting.

Memang sejak HMI melakukan penggalangan dana yang massif menggunakan teknologi informasi, konsisten menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta positioning organisasi yang tepat sejak tahun 2007, berbagai dukungan berupa informasi, fasilitas, dan dana masuk secara konstan dan bahkan sering tidak terduga. Sehingga wajar bila HMI memiliki saldo sebesar itu, padahal berita aktifitas HMI yang menyita keuangan organisasi aku lihat sangat banyak. Informasi yang tersedia dalam www.pbhmi.com juga menunjukkan bahwa HMI saat ini lebih dari 50% pendanaannya sudah mandiri, tidak lagi “meminta-minta” mengandalkan “PT Proposalindo”. Manajemen organisasi juga sudah banyak mengandalkan manajemen organisasi berbasis teknologi informasi, seperti sistem data anggota dan manajemen arus informasi, aspirasi dan instruksi dari PB ke Badko dan Cabang serta arus sebaliknya. Suatu mekanisme yang kian sempurna sejak dipraktekkan tahun 2007. Pada waktu itu sudah dipraktekkan hasil rapat harian maupun presidium PB HMI dapat langsung diketahui Badko hingga Komisariat hanya beberapa jam setelah pimpinan rapat di PB HMI menutup rapat.

Di menu Badan Khusus juga dapat dilihat beberapa Lembaga Pengembangan Profesi sudah mulai eksis, tidak lagi pinggiran. Keberadaan mereka terasa kian berarti terutama LAPMI, LTMI, LEMI, LKMI, dan LDMI. Eksistensi HMI di kampus-kampus besar mulai bergairah kembali. Sistem pembinaan anggota juga terschedule dengan baik khususnya untuk LK II, LK III dan Pusdiklat Pimpinan HMI. Aku coba buka menu Bidang Pembinaan Anggota. Disana jelas terpampang jadwal LK II, LK III dan Pusdiklat dalam 1 tahun penuh. Konon, sebelumnya PB HMI telah memiliki standar kualifikasi Cabang dan Badko yang memiliki kemampuan menyelenggarakan LK II dan LK III. Setelah itu, masing-masing Cabang dan Badko yang memenuhi kualifikasi mengusulkan waktu penyelenggaraan LK II dan LK III dan PB mengaturnya sehingga tidak terjadi bentrok waktu dan jarak masing-masing LK terjaga dengan baik. Selanjutnya, mendekati waktu pelaksanaan, PB HMI tinggal transfer 50% dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraannya serta mengirimkan stafnya untuk mengawasi proses persiapan.

“Dengan kondisi saat ini yang demikian, kira-kira bagaimana dengan 2020 ya?” kembali aku berpikir. Aku pikir kondisi-kondisi saat ini (2010), yang sepertinya mustahil untuk tahun 2006, tentunya juga karena didukung oleh institusi PB HMI yang sangat stabil dan fungsional. Ini mungkin karena PB HMI lebih kondusif pasca konstitusi baru hasil Kongres XXV Makasar dan sekretariat baru PB HMI yang telah diresmikan pada tahun 2008 (aku lupa tanggal persisnya).

Kembali ku lihat hasil wawancara redaksi www.pbhmi.com dengan Akal Budi, Ketum PB HMI periode 2010-2012. Menurut Akal Budi, ”HMI dan keluarga besarnya tahun 2020 paling tidak bisa sama seperti Muhammadiyah memiliki banyak sekolah dan beberapa perguruan tinggi serta beberapa rumah sakit”. Aku setuju dengan Akal Budi, tapi jangan yang asal sekolah dan perguruan tinggi. Harus sekolah dan perguruan tinggi yang unggulan. Rumah Sakitnya juga harus memiliki kekhasan, seperti untuk kelas menengah ke bawah atau rumah sakit spesialis.

Aku pikir bisa lebih mantap bila masing-masing HMI Cabang pada tahun tersebut memiliki sekretariat yang permanen yang dilengkapi laboratorium komputer berfasilitas IT dan laboratorium kewirausahaan. Memiliki training centre di PB dan di masing-masing Cabang. Apalagi bila berbagai laboratorium dan training centre tersebut sudah terbiasa menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar negeri. Tahun 2020, HMI juga sebaiknya memiliki sejumlah ”bengkel” untuk magang, lembaga penyalur tenaga kerja untuk memfasilitasi kader pasca HMI dan mampu membantu pembiayaan kader terpilihnya untuk sekolah ke luar negeri. ”Apalagi kini HMI mulai eksis di kampus-kampus besar di negeri ini. Sayang sumber daya mereka yang bagus bila tidak diteruskan ke perguruan tinggi kelas dunia”, pikirku, sebelum ku akhiri karena istriku memanggil mengajakku sarapan. ”Iya sayang, aku segera kesana”, segera ku bergegas.@ by A eM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari