Makam Khatib Dayan (Syaikh Maulana Syarif Hidayatullah).
Letak: Komplek Makam Sultan Suriansyah, Jalan Kuin Utara, Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Khatib Dayan memiliki nama asli Syaikh Maulana Syarif Hidayatullah, beliau adalah tokoh ulama besar dari Kesultanan Demak yang datang ke Kesultanan Banjar untuk misi dakwah.
Posisi Khatib Dayan sangat sentral di Kesultanan Banjar pada era awal berdirinya, karena beliau adalah seorang penasihat kesultanan sekaligus penghulu utama agama Islam di Tanah Banjar.
Khatib Dayan datang ke Kesultanan Banjar pada tahun 1521 M, beliau diutus oleh Sultan Demak yaitu Raden Arya Trenggono bersama seribu tentara untuk membantu Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah) dalam mengambil kembali tahta kerajaan yang direbut pamannya yang beragama Hindu yaitu Pangeran Tumenggung. Dengan syarat jika Pangeran Samudera menang, maka Pangeran Samudera beserta keluarga dan rakyatnya harus memeluk agama Islam. Akhirnya Pangeran Samudera berhasil mengalahkan pamannya dan beliau dinobatkan menjadi Raja Banjar Pertama yang memeluk agama Islam dengan gelar Sultan Suriansyah.
Prosesi pengislaman Sultan Suriansyah beserta keluarganya dilaksanakan pada hari Jum'at pagi pukul 10.00 WITA tanggal 8 Dzulhijjah 932 H atau bertepatan dengan 24 September 1526 M. Momentum itu juga digunakan untuk menetapkan Bandarmasih (nama Banjarmasin tempo dulu) menjadi ibukota seluruh wilayah Kesultanan Banjar, sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat penyiaran agama Islam, dan mata rantai baru dalam menghadapi penetrasi Portugis di Laut Jawa. Kesultanan Banjar bersama dengan Kesultanan Demak berkoalisi untuk menentang masuknya Portugis di wilayah kekuasaannya. Selain itu, 24 September 1526 M dijadikan sebagai hari lahirnya Kota Banjarmasin yang diperingati setiap tahunnya.
Ada pendapat yang mengatakan berislamnya Sultan Suriansyah pada tanggal tersebut adalah sebagai formalitas saja, sebab Sultan Suriansyah sudah masuk Islam sejak masa kanak-kanak. Pengucapan syahadat yang dituntun oleh Khatib Dayan sebagai legitimasi formal untuk menandai berdirinya Kesultanan Banjar. Pendapat ini menyebutkan bahwa Sultan Suriansyah diislamkan sejak kanak-kanak oleh saudara kakeknya yaitu Pangeran Surya Alam bin Maharaja Sekar Sungsang, pendapat ini cukup kuat dikarenakan Pangeran Surya Alam adalah menantu Sunan Giri yang bergelar Sunan Serabut.
Islamnya Sultan Suriansyah sejak masa kanak-kanak atau remaja mungkin saja terjadi, sebab datuk beliau yaitu Maharaja Sekar Sungsang (Raja Nagara Daha I) yang berdarah Jawa diperkirakan juga seorang Muslim. Bahkan ada versi mengatakan bahwa Maharaja Sekar Sungsang juga mengirim upeti kepada Giri karena mereka telah berhubungan baik. Maharaja Sekar Sungsang berusaha mendakwahkan Islam di lingkungan elit dan masyarakat Kerajaan Nagara Daha, namun usaha dakwah saat itu masih sulit disebabkan masih kuatnya kepercayaan sebelumnya (Hindu). Waktu itu Islam sudah masuk, tetapi hanya dianut oleh sebagian rakyat kecil dan para pedagang termasuk pedagang Arab.
Setelah itu terjadilah islamisasi di Kesultanan Banjar, pengislaman ini bukan hanya terbatas pada wilayah Kesultanan Banjar saja (seperti daerah aliran Sungai Nagara yang meliputi Sungai Tabalong, Sungai Batang Balangan, Sungai Batang Alai, Sungai Labuan Amas, Sungai Amandit, dan Sungai Tapin), tetapi juga ke wilayah taklukan di seluruh wilayah pesisir selatan Pulau Kalimantan hingga pesisir timur, dari Sambas di barat hingga Bulungan di utara. Beberapa utusan Kesultanan Demak yang sebagian besar kerabat Walisongo juga telah mendarat di Kotawaringin dan Paser.
Menurut Babad Jawa dan Babad Banjar, Khatib Dayan sangat setia kepada Sultan Suriansyah. Beliaulah yang selalu mendampingi sultan.
Khatib Dayan tidak hanya seorang ulama besar, tapi beliau juga seorang panglima perang. Dengan bantuan Khatib Dayan, Sultan Suriansyah menyebarkan Islam ke berbagai penjuru wilayah kekuasaannya.
Menurut versi tutur masyarakat Kuin, Khatib Dayan adalah keturunan Sunan Gunung Jati, pendiri Keraton Cirebon yang bernama asli Syarif Hidayatullah. Nasab beliau adalah Khatib Dayan bin Sultan Maulana Ahmad/Sultan Maulana Muhammad Nashiruddin bin Sultan Maulana Yusuf bin Sultan Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati sendiri adalah salah satu Walisongo yang bertugas di Cirebon dan merupakan keturunan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, adapun nasab beliau adalah Sultan Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Jalaluddin Al Husaini bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ummul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin 'Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar Rumi bin Muhammad An Naqib bin Ali Al 'Uraidhi bin Ja'far Ash Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husein bin Fatimah Az Zahra binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Peneliti Senior Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin Bapak Humaidi Ibnu Sami' mengatakan bahwa Khatib Dayan dikabarkan menikah dengan salah seorang putri Sultan Suriansyah, dari pernikahan itu lahir Khatib Hamid yang tinggal di Kuin Utara.
Versi yang dikutip Bapak Humaidi ini bersumber dari catatan keluarga besar Syarif Bistami, warga Kuin Utara yang merupakan keturunan dari Khatib Dayan. Terlebih lagi pada era Kesultanan Banjar sebelum pusat pemerintahannya dipindahkan ke Martapura, ketika masih di Banjarmasin, Khatib Hamid menurunkan anak dan cucu yang juga berprofesi sebagai khatib. Putranya yang bernama Khatib Muhidin memiliki anak yang juga meneruskan jabatan sebagai khatib yakni Jamain.
Catatan Syarif Bistami yang dituangkan dalam buku berjudul "Riwayat Singkat Raja-Raja dan Kaum Bangsawan di Komplek Makam Sultan Suriansyah" justru meyakini jika Khatib Dayan berasal dari Samudera Pasai.
Saat itu Malaka dikuasai Portugis, Khatib Dayan akhirnya merantau ke Pulau Jawa. Saat itu Kesultanan Demak dipimpin oleh Sultan Raden Arya Trenggono. Atas kepiawaiannya menggempur pasukan Portugis di Pulau Jawa, Khatib Dayan kemudian diutus ke Tanah Banjar.
Kehadiran Khatib Dayan tidak hanya untuk menyebarkan agama Islam, tapi juga menghimpun kekuatan Kesultanan Islam untuk menghadapi aksi penjajahan yang mulai menjarah Nusantara baik Belanda maupun Portugis.
Tidak dapat dipungkiri jika Islam yang ada di Tanah Banjar merupakan perpaduan antara syiar ala Walisongo di Jawa serta sentuhan ulama-ulama dari Samudera Pasai.
Untuk membantu Khatib Dayan menyebarkan agama Islam di Tanah Banjar, ulama dari Samudera Pasai juga datang seperti Syaikh Maulana H. Abdul Malik Al Pasai atau dikenal dengan Tuan Besar H. Batu serta Sayyid Ahmad Al Idrus.
Khatib Dayan merupakan figur yang berjasa memberi warna terbentuknya masyarakat Islam di Kesultanan Banjar, hal ini terlihat pada arsitektur Masjid Agung Al Karamah Martapura yang mengadopsi gaya arsitektur Masjid Demak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari