Makam Habib Hasan bin Idrus Al Habsyi.
Letak: Turbah Alawiyin Sungai Jingah, Jalan Masjid Jami', Gang Mesjid I, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Habib Hasan bin Idrus bin Hasan bin Aqil Al Habsyi atau dikenal sebagai Habib Hasan Ujung Murung merupakan Kapten Arab Kedua di Banjarmasin. Dijuluki Kapten Arab, karena pada zaman itu beliaulah yang mengayomi seluruh keluarga Arab baik golongan Habaib ataupun selainnya. Tidak hanya bagi keluarga Arab, bagi Suku Banjar asli pun beliau sangat berpengaruh, sampai-sampai Belanda menjuluki beliau dengan sebutan "Raja Tanpa Mahkota".
Habib Hasan hidup sezaman dengan Syaikh Jamaluddin bin H. Abdul Hamid Qusasi Al Banjari atau Surgi Mufti. Pihak keluarga tidak memiliki catatan tahun kelahiran Habib Hasan. Dari informasi orang-orang tua, yang diketahui pasti adalah Habib Hasan kelahiran Sambas, Kalimantan Barat. Ayah beliau yaitu Sayyid Idrus bin Hasan bin Aqil Al Habsyi diperkirakan datang ke Banjarmasin pada sekitar pertengahan abad ke-19 M.
Keluarga Habib Idrus tinggal di Ujung Murung yang merupakan perkampungan Arab pada zaman penjajahan, di depan rumah mereka mengalir Sungai Martapura yang tersambung dengan Sungai Barito. Beberapa meter dari kediaman mereka, berdiri sebuah surau kecil yang diberi nama "Langgar Nur" yang merupakan binaan keluarga Sayyid Idrus dan dilanjutkan oleh Habib Hasan.
Pada tahun 1296 H (sekitar tahun 1879 M), Habib Hasan menggantikan sang ayah sebagai tokoh ulama keturunan Arab di Banjarmasin. Kharismatik yang dimiliki Habib Hasan membuat pejabat Belanda segan dan hormat kepada beliau. Bersama sahabatnya yaitu Syaikh Jamaluddin bin H. Abdul Hamid Qusasi Al Banjari, beliau dipercaya umat sebagai tempat bertanya berbagai persoalan.
Pada suatu ketika, masyarakat bingung dalam menentukan kapan Hari Raya Idul Fitri, pemuka masyarakat dan ulama kemudian mengunjungi kediaman Habib Hasan di Ujung Murung. Habib Hasan menyarankan agar mereka bertanya kepada Surgi Mufti, warga pun mengikuti petunjuk Habib Hasan untuk menanyakan perihal berakhirnya puasa Ramadhan kepada Surgi Mufti. Setelah tiba di kediaman Surgi Mufti, lagi-lagi rombongan ulama dan pemuka masyarakat Banjar mendapatkan saran serupa agar bertanya kepada Habib Hasan.
Setelah kejadian itu, rombongan akhirnya diminta menunggu isyarat dari keduanya. Habib Hasan dan Surgi Mufti bertemu dan bermusyawarah, hasilnya ditunggu hari itu. Jika beduk dibunyikan, pertanda puasa Ramadhan telah berakhir.
Sebagai tokoh berpengaruh di zamannya, Habib Hasan pernah melindungi pelarian Ratu Zaleha, pejuang Banjar dan cucu dari Pangeran Antasari. Ratu Zaleha yang diburu tentara Belanda tiba-tiba muncul dan menemui Habib Hasan, lantas beliau disembunyikan di bawah ranjang Habib Hasan. Tentara Belanda yang telah mendapatkan informasi tersebut kemudian mendatangi kediaman Habib Hasan, dengan penuh keyakinan dan tidak gentar sedikit pun, Habib Hasan menghadapi pasukan tentara bersenjata itu. "Silahkan periksa seluruh isi rumah ini", ujarnya. Setelah setiap sudut rumah diperiksa, tentara Belanda tidak menemukan buruannya. Mereka pun meninggalkan rumah Habib Hasan tanpa hasil.
Untuk menghindari kecurigaan lebih lanjut dari mata-mata Belanda, Ratu Zaleha kemudian diungsikan lagi pada suatu malam dengan menggunakan perahu yang sudah siap menjemput di depan rumah Habib Hasan. Tidak jelas ke mana perahu itu membawa Ratu Zaleha.
Habib Hasan memiliki adik bernama Syarifah Mahani yang menikah dengan Habib Muhammad bin Agil Al Habsyi. Habib Muhammad sering berdialog dengan Habib Hasan dan Surgi Mufti. Panglima Batur dan beberapa pejuang Banjar lainnya yang mati syahid dihukum gantung oleh Belanda pernah belajar ilmu agama kepada Habib Muhammad. Syarifah Fetum anak pasangan Habib Muhammad bin Agil Al Habsyi dengan Syarifah Mahani binti Idrus Al Habsyi dulu memiliki catatan Perang Banjar yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu, buku berharga itu hilang ketika keluarga mereka mengungsi ke kampung lain pada saat Jembatan Coen (sekarang Jembatan Dewi) meledak ketika Jepang masuk ke Banjarmasin bulan Februari 1942 M.
Ratu Zaleha akhirnya ditangkap pada tahun 1905 M dan diasingkan ke Bogor menyusul suaminya yaitu Gusti Muhammad Arsyad, mereka hidup puluhan tahun di kawasan Empang Bogor sebelum akhirnya dikembalikan ke Banjarmasin setelah tua dan sakit-sakitan. Ratu Zaleha kembali ke Banjarmasin tahun 1937 M dan meninggal dunia pada tahun 1953 M.
Ada sebuah foto yang memperlihatkan Habib Hasan berdampingan dengan Gusti Muhammad Arsyad di penghujung Perang Banjar tahun 1904 M. Habib Hasan meninggal dunia pada tahun 1342 H atau 1923 M. Saat Habib Hasan meninggal dunia, Surgi Mufti menangis. Kehilangan sahabat terbaiknya membuat Surgi Mufti sangat sedih.
Habib Hasan meninggalkan dua orang putra yakni Husein dan Abu Bakar serta tiga orang putri yaitu Syarifah Sehah, Syarifah Aisyah, dan Syarifah Nur. Husein tidak meneruskan keturunan garis laki-laki, karena empat anaknya perempuan semua yakni Syarifah Mariam, Syarifah Sidah, Syarifah Mastora, dan Syarifah Salmah.
Dari jalur salah satu putri Husein tersebut, muncul Habib Abdullah bin Ahmad Al Hamid, tokoh Alawiyin di Pal 1 Kelurahan Sungai Baru. Ibunya yang bernama Syarifah Aminah binti Umar Al Habsyi adalah cucu Husein, begitu pula ayahnya yaitu Habib Ahmad bin Abdullah Al Hamid adalah cucu Husein juga.
Adapun anak Habib Hasan yang bernama Abu Bakar menetap di Alalak, Abu Bakar melanjutkan silsilah dzuriyat Habib Hasan dari jalur laki-laki dengan memiliki tiga orang putra yaitu Salim, Agil, dan Ibrahim.
Al Fatihah...
رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وأمتنا في طريقتهم ومعافاة من الفتن.
Banjarmasin, Senin, 7 Oktober 2024 M/4 Rabi'ul Akhir 1446 H.
Al Faqir Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari