Peran Zuriat Datu Kalampayan, dalam Membesarkan NU Kal-Sel
Diketahui dalam catatan sejarah Banjar atau tepatnya di dalam biografi Datu Kalampayan (Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari), disebutkan beliau mendapat anugerah Lailatul Qadr beberapa kali. Laitul Qadr adalah satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yang biasanya terjadi di malam ganjil sepuluh terakhir (21, 23, 25, 27 dan 29) bulan Ramadan. Malam itu, para malaikat dan para ruh yang dipimpin oleh Jibril memenuhi bumi menyampaikan salam damai hingga terbit fajar. Barang siapa yang menemui malam itu segala hajat dan munajatnya akan dikabulkan Allah Swt.
Ketika beliau memperoleh Lailatul Qadr yang pertama, beliau berdo'a, agar zuriyat beliau sampai tujuh turunan menjadi ulama. Pada waktu itu, setelah lama berlalu beliau menyesal kenapa hanya minta sampai tujuh turunan saja. Kemudian, ketika tahun berikutnya beliau memperoleh Lailatul Qadr lagi yang kedua dan seterusnya, beliau berdoa kali ini, agar seluruh zuriyat beliau menjadi ulama seterusnya, tidak terbatas hanya sampai tujuh turunan saja. Demikianlah, hingga sekarang ini banyak zuriyat beliau yang menjadi ulama, bukan saja di Martapura tapi juga di daerah-daerah Kalimantan Selatan lainnya, bahkan seluruh Kalimantan, Indonesia dan Asia Tenggara (Malaysia, Singapura, Pattani, Mindanao dan Brunai Darussalam).
Sudah barang tentu para zuriyat beliau ini, mewarisi ilmu keagamaan beliau yang dalam fiqih bermazhab Syafi'i, dalam ilmu kalam (teologi), mengikuti Syekh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Syekh Abu Mansur Al-Maturidi, dalam tasawuf menganut paham Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi. Meskipun ada sebagian yang terpengaruh mazhab dan aliran lain, tapi sekadar pengayaan belaka dari khazanah yang ada atau pada akhirnya kembali kepada khittah keilmuan Pedatuan mereka yakni Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah) yang mengikuti sunnah-sunnah Nabi dan pendapat-pendapat Jamaah sahabatnya.
Sebenarnya beliau (Datu Kalampayan), telah mewariskan Pondok Pesantren Dalam Pagar kepada anak-cucu beliau yang bisa dikatakan sebagai pesantren tertua di Kalimantan, lebih dahulu jauh dari Pondok Pesantren Darussalam. Cuma sekarang Dalam Pagar sudah mengalami kemunduran sangat lama. Tak tau kapan bisa bangkit lagi sebagaimana pesantren tertua di Jawa yang kebanyakan terus berkembang. Dahulu Dalam Pagar pernah sangat maju ketika dipimpin oleh Tuan Guru H. Abdussamad, Tuan Guru H. Abdurrahman Siddiq, Tuan Guru H. Zainal Ilmi dan Tuan Guru H. Muhammad Thaha. Dalam Pagar waktu itu menjadi daerah yang sangat maju, sebagai pusat ilmu, pusat pendidikan dan pusat ekonomi bahkan merupakan daerah lumbung padi Martapura. Di sana banyak ulama besar yang hebat-hebat mengajar dan membimbing murid-muridnya dari berbagai daerah. Belum sempurna rasanya ilmu yang diperoleh seorang murid tanpa pernah mondok di Dalam Pagar. Lebih dari itu, Tuan Guru H. Kasyful Anwar yang pembaharu Darussalam itu, pernah mengajar di sana tapi menjadi guru yang kurang berkilap karena berada di antara guru- guru yang sangat berkilap lainnya.
Berbeda dengan Pondok Pesantren Darussalam sebagai pesantren tertua kedua di Kalimantan sesudah Dalam Pagar, nampak semakin tahun semakin berkembang hingga menjadi yang terbesar di Kalimantan dengan jumlah murid mencapai 60.000-an dari seluruh jenis, jenjang dan jalur pendidikannya. Pertanyaan, kenapa Darussalam bisa berkembang pesat ? Mungkin tidak pada tempatnya menjawab seluruh pertanyaan ini, bisa jadi nanti menjadi tulisan tersendiri. Hanya ada satu jawaban di ketengahkan di sini yakni karena ternyata yang menjadi pimpinan Darussalam kebanyakan dari zuriyat Datu Kalampayan juga sebagaimana di Dalam Pagar. Mereka bukan saja berperan dalam mengembangkan Darussalam, tapi sekaligus mengembangkan NU Martapura pada khususnya dan NU Kalimantan Selatan pada umumnya. Waktu itu memimpin Darussalam otomatis menjadi Pemimpin NU, mengajar di Darussalam seperti identik menjadi pengurus, aktivis dan simpatisan NU.
Mungkin saya tak bisa menampilkan seluruh zuriyat beliau yang berperan membesarkan NU, hanya yang menonjol saja sepanjang pengetahuan saya. Namun sebelum itu, perlu saya jelaskan terlebih dahulu apa pengertian zuriyat. Zuriyat secara lugawi berasal dari bahasa Arab yang berarti keturunan atau anak cucu. Sedangkan secara istilahi zuriyat adalah ranji silsilah keturunan kekerabatan baik karena garis hubungan darah maupun garis hubungan perkawinan.
Sepanjang bacaan dan pengetahuan saya, zuriyat Datu Kalampayan, banyak berperan di NU Martapura dan PWNU Kalimantan Selatan pada posisi lembaga Syuriah NU, aktivis NU, tokoh NU spiritual dan NU kultural. Pada awal berdirinya NU di Kalimantan sudah diketahui peran tiga tokoh sentral waktu itu yakni Tuan Guru H. Kasyful Anwar, Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan (Guru Tuha) dan Tuan Guru H. Husin. Tuan Guru H. Kasyful Anwar bin Tuan Guru H. Ismail bin Syekh Muhammad Arsyad bin H.M. Shaleh bin Syekh Badruddin bin Syekh Kamaluddin dikatakan termasuk zuriyat Datu Kalampayan terkait tali hubungan perkawinan antara Bulan binti Jamaluddin, sepupu beliau dengan Mufti Syekh Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan), hingga beliau mempunyai 2 keponakan sepupu sekali, 2 sepupu tigakali dan 1 sepupu sekali yang punya garis hubungan darah dan garis hubungan perkawinan dari Datu Kalampayan yakni Tuan Guru H. Anang Sya'rani Arif (Guru Anang), Tuan Guru H. Syarwani Abdan (Guru Bangil), Tuan Guru H. Samman Komplek dan Wali Thabrani serta Tuan Guru H. Marzuki. Beliau di NU berposisi seperti Syekh Khalil, Bangkalan atas KH. Hasyim Asy'ari sebagai tokoh spiritual dan kultural NU. Demikian juga, dengan Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan bin Tuan Guru H. Hasan Ahmad (tolong lengkapi bin selanjutnya) meskipun tidak punya garis hubungan darah dengan Datu Kalampayan, tapi beliau menurut Tuan Guru H. Irsyad Zen punya garis hubungan perkawinan. Beliau terkenal sebagai tokoh pendiri NU di Kalimantan sekaligus Rais Syuriah (Ketua) NU Martapura. Kemudian Tuan Guru H. Husin bin Syekh Ali Al-Banjari bin Tuan Guru H. Abdullah bin Qadi H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari selaku Katib Syuriah (Sekretaris) pertama NU di Martapura mendampingi Tuan Guru H. Abdul Qadir Hasan dan Tuan Guru H. Kasyful Anwar.
Adapun Tuan Guru Anang Sya'rani Arif bin Muhammad Arif bin Tuan Guru H. Abdullah Khatib bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari sebagai pemimpin Darussalam (1959-1969) otomatis menjadi Syuriah NU, Martapura. Demikian juga dengan Tuan Guru H. Syarwani Abdan bin H. M. Abdan bin H.M. Yusuf bin H.M. Shalih bin H. Ahmad bin H.M. Thahir bin H. Syamsuddin bin Saidah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Tuan Guru H. Samman Komplek dan Wali Thabrani bin H. Abdul Qadir bin Umar bin Muhammad Samman bin Syekh Badruddin bin Syekh Kamaluddin, dan Tuan Guru H. Marzuki bin Musthafa bin H.M. Arsyad bin M. Shaleh bin Syekh Badruddin bin Syekh Kamaluddin. Kesemua mereka, kalau tidak menjadi pengurus NU, mereka menjadi tokoh spiritual dan kultural NU di tempatnya masing-masing.
Kemudian, pada masa Tuan Guru H. Salim Ma'ruf memimpin Darussalam (1969-1976). Beliau belum saya ketahui rantai silsilahnya, apakah punya garis hubungan darah dan garis hubungan perkawinan dari Datu Kalampayan ? Namun kita ketahui beliau merupakan besan (pewarangan) dari Tuan Guru H. Sya'rani Arif yang punya garis hubungan darah dengan Datu Kalampayan hingga otomatis menjadi bagian keluarga. Beliau sebelum memimpin Darussalam, sejak tahun 1955 sudah menjadi Pimpinan Syuriah NU Martapura. Berikutnya Tuan Guru H. Husein Qaderi bin Hj. Sanah bin Niangah bin Hamidah binti Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, sejak tahun 1952 saat NU menjadi Partai Politik. Pada Pemilu Pertama tahun 1955 beliau sebagai anggota Konstituante dari Partai NU. Pada masa khidmat 1965-1968 beliau menjabat A'wan (anggota) di masa PWNU Kalimantan Selatan dipimpin Tuan Guru H. Salman Djalil (Rais Syuriah) bin Syaja'ah binti Hj. Antung Aisyah binti Qadi H.M. Amin bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Selanjutnya, Tuan Guru H. Samman Mulia (Guru Padang atau Salman Bujang) bin Hj. Shafiat binti Muhammad bin Iyang binti Muhammad Yusuf bin Mufti Muhammad Khalid bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, sering dibawa Tuan Guru H. Husein Qaderi menghadiri Muktamar NU. Beliau kata Abah Guru Sekumpul dimanfaatkan Guru Husein untuk peserta andalan dalam forum Bahtsul Masail NU. Konon beliau bisa video call langsung secara ruhaniah dengan guru utama beliau beliau Syekh Saifullah Turki untuk menjawab masalah yang diperbincangkan sekaligus diberitahu nama kitab yang menjadi sandaran dengan nomor halamannya sekalian.
Begitu juga tak bisa diabaikan peranan menonjol Tuan Guru H. Badaruddin (Guru Ibad) bin Tuan Guru H.M. Zaini bin Tuan Guru H. Abdurrahman (Guru Adu) bin Zainuddin bin Abdussamad bin Abdullah Al-Banjari, pemimpin Darussalam (1976-1992). Beliau mungkin tidak punya garis hubungan darah dari Datu Kalampayan, tapi punya garis hubungan perkawinan, beliau merupakan saudara seayah dengan Tuan Guru H. Husein Qaderi. Beliau bisa dikatakan sebagai tokoh NU lokal yang sudah merambah naik ke tingkat nasional hampir menyamai Dr. KH. Idham Chalid. Beliau pernah menjadi Penghulu Sungai Paring, Martapura (1955), Anggota DPRD Tk II, Martapura (1961), Anggota MPR RI (1962-1978) dan DPA RI (1978-1988) selama dua periode, anggota Pertimbangan MUI Pusat, Wakil Ketua Umum Badan Kerjasama Ulama-Militer dan tentu sebagai Pengurus Syuriah PWNU Kalimantan Selatan. Demikian juga, Tuan Guru H. Muhammad Rasyad (Guru Rasyad), saudara kandung dari Tuan Guru H. Badaruddin, selaku guru penting di Darussalam adalah Rais Syuriah PWNU Kalimantan Selatan periode tahun 1997-2002, berpasangan dengan Tuan Guru H. Taberani Baseri (Mu'allim Taberani) selaku Ketua Tanfidziyah. Beliau juga sempat berkecimpung di dunia politik, menjadi Anggota DPRD Kabupaten Banjar selama dua periode (1987-1997) dan aktif berdakwah sekaligus mengajar di beberapa lembaga pendidikan Islam seputar Martapura. Lalu, Tuan Guru H. Muhammad Zaini Ghani (Guru Sakumpul) bin H. Abdul Ghani bin H. Abdul Manaf bin H. Muhammad Seman bin H. Muhammad Sa'ad bin Mufti Muhammad Khalid bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, selaku ulama yang punya garis hubungan darah dari Datu Kalampayan. Pada mulanya beliau sangat berperan sebagai tokoh spiritual dan kultural NU yang bergelut di dalam dunia dakwah di masyarakat termasuk di dalam dunia pendidikan. Namun perlahan-lahan nama beliau semakin terkenal bukan saja pada tingkat lokal, tapi juga tingkat regional, nasional dan internasional terutama pada pengajaran warisan dari datu beliau Tarekat Sammaniyah. Beliau juga, kata Prof. Dr. KH. Said Agil Munawwar berperan penting secara ruhaniah atas terpilihnya Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) sebagai Presiden RI keempat sesudah BJ. Habibie. Beliau pernah menjadi Anggota Musytasyar PBNU periode 1994-1999 sebagai bentuk pengakuan terhadap ketinggian keilmuan beliau. Selain itu, ada lagi satu orang yang penting yakni Tuan Guru H. Khalilurrahman putera dari Tuan Guru H. Salim Ma'ruf dan menantu Tuan Guru H. Anang Sya'rani Arif, pemimpin Darussalam (2007-2016) adalah sebagai Rais Syuriah PCNU Martapura, Anggota Syuriah PWNU Kalimantan Selatan, Anggota Syuriah sekaligus Anggota Ahlul Halli wal Aqdi PBNU Jakarta dan pernah Ketua MUI Kabupaten Banjar. Beliau juga terjun di dunia politik aktif di PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) partai yang kelahirannya dibidani NU secara resmi dan legal. Dari sini beliau sempat menjadi Anggota DPRD Kabupaten Banjar (1994-1999), Anggota DPR RI (1999-2004) dan menjabat Bupati Kabupaten Banjar (2016-2021) serta masih merangkap sebagai Anggota Musytasyar PCNU Martapura.
Sampai di sini saja dulu, tulisan saya tentang peran zuriyat Datu Kalampayan dalam mengembangkan NU di Kalimantan Selatan yang masih minim ini. Mungkin masih banyak lagi zuriyat Datu Kalampayan yang lain, tapi tak sempat saya ketahui seperti keturunan beliau di Dalam Pagar atau daerah Hulu Sungai dan daerah perantauan Banjar di luar Kalimantan Selatan. Tulisan ini saya olah dari berbagai bahan, buku karya Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, H. Abdurrahman Siddiq, Syajaratul Arsyadiyah, Al-Ustadz Ahmad Sirajuddin, Nurul Abshar, Biografi Guru Kubah dan Akun-Situs LDNU Martapura. Bila terdapat kesalahan tolong bantuan yang benarnya, ada kekurangan tolong dilengkapi dan kalau tidak sempurna harap dimaklumi.
Sebagaimana ditulis oleh Humaidy Ibnu Sami ; Budayawan dan akademisi UIN Antasari, Peneliti senior Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin..
di edit dan di tulis ulang, di posting ulang oleh :
Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I
......,
Kasarangan, Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
copyright@catatanEdwanAnsari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari