Minggu, Oktober 20, 2024

ULAMA AMUNTAI KH. MUHAMMAD RAMLI (H. WALAD) BIN KH.AHMAD BINABDULQADIR

 ULAMA AMUNTAI  KH. MUHAMMAD RAMLI (H. WALAD) BIN KH.AHMAD BINABDULQADIR                        

Sekitar Abad 19 banyak tokoh ulama Amuntai



KH. Muhammad Ramli (H. Walad) merupakan anak dari Tuan Guru KH. Ahmad (Sungai Banar) dengan seorang Ibu berkebangsaan Turki. KH. Muhammad Ramli lahir di Mekkah. Tahun 1936 pulang ke tanah air dan menikah dengan seorang wanita di Birayang, yang kemudian melahirkan KH. Ahmad Makki.


Ada diceritakan bahwa awal keaktifan beliau dalam dunia dakwah bermula ketika ada seseorang minta diantar kesebuah kompleks pemakaman, yang kemudian diketahui adalah makam 9 orang syuhada. Sejak itulah dia berhenti menjadi sopir dan membulatkan tekad untuk mengaji agama.


Beliau pernah menjadi tentara dengan jabatan Kepala Departemen Kehakiman di markas Besar ALRI Devisi IV Pertahanan Kalimantan. Tapi tahun 1950 berhenti jadi tentara dan kemudian kembali aktif mengajar agama (dakwah) dari kampung ke kampung.


Dalam perjalanan pulang setelah berhaji, beliau meninggal di Surabaya dalam usia 80 tahun. Beliau dimakamkan disamping makam orang tuanya KH. Ahmad di Sungai Banar.

Sebelum meninggal beliau sempat menulis sebuah kitab/risalah yang berjudul “Aqa’idul Iman” merupakan uraian singkat mengenai sifat 20.


WALLAHU'ALAM


.KH. AHMAD (Sungai Banar)

Alhamdulillah bisa ziarah kemakam beliau


KH. Ahmad bin KH. Abdul Qadir lahir di Desa Sungai Banar, pada sekitar tahun 1860 M (1278 H). Ayah beliau (KH. Abdul Qadir, lahir 1830 M/ 1248 H) adalah seorang ulama besar yang tidak saja terkenal di Kalimantan Selatan, tetapi juga sampai ke Kalimantan Timur. Dalam catatan sejarah, KH. Abdul Qadir berhasil mengislamkan Raja pasir beserta rakyatnya.


Pada usia kurang lebih 35 tahun pergi untuk menuntut ilmu dan berguru dengan beberapa ulama di kota Mekkah. Sampai akhirnya beliau menguasai keberkahan ilmu, sehingga sempat pula mengajar beberapa orang santri dari Kalimantan yang menuntut ilmu di Mekkah, seperti KH. Abdurrasyid (Muassis Rakha), KH. Muhammad Janawi, KH. Muhammad Imran (Bung Tomo), KH. Jamaluddin (Negara), KH. Nawawi (Birayang), KH. Baijuri (Tanjung), dll.


Tahun 1936 beliau kembali ketanah air (Sungai Banar) dan kemudian membuka majelis pengajian bertingkat, dimana lantai atas dipergunakan untuk mushalla (langgar) dan tempat belajar mengajar (majelis), sedangkan lantai dasar dipergunakan sebagai asrama untuk menampung santri/ jama’ah yang datang dari luar daerah.


Selama di Mekkah beliau kawin dengan seorang wanita berkebangsaan Turki dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Ramli (H. Walad). Sepulang ke tanah air, beliau menikah dengan seorang wanita di Kotabaru di karuniai seorang anak perempuan. Kemudian menikah lagi dengan Hj. Maimunah di Tanah Grogot (Kaltim) lalu pindah kembali ke Sungai Banar Amuntai. Dari Hj. Maimunah ini beliau dikaruniai 7 orang anak.


Beliau adalah seorang ulama yang berpengetahuan luas. Dalam menjalankan aktivitas dakwah ke pelosok-pelosok beliau biasanya menggunakan “jukung’ (perahu) yang dicat berwarna putih. Sehingga oleh masyarakat, pada masa dulu hingga sekarang, dikenal dengan sebutan Tuan Guru Jukung Putih.


Beliau diperkirakan meninggal sekitar tahun 1950 M-  (dihitung semenjak beliau pulang ke tanah air tahun 1936 dan dikaruniai anak sebanyak 8 orang dari dua orang isteri).

Sumber majelis ulama Hulu sungai

Wallahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari