Recolouring Foto Tuan Guru HM Ramli bin Tuan Guru Ahmad
Tuan Guru H.M.Ramli alias H.Walad
Salah satu Ulama yang juga pejuang di Banua, Tuan Guru HM Ramli merupakan keturunan dari Tuan Guru H.Ahmad bin H.Abd.Kadir yang berasal dari Amuntai dengan seorang Ibu berkebangsaan Turki.
KH. Muhammad Ramli lahir di Mekkah. Tahun 1936 pulang ke tanah air dan menikah dengan seorang wanita di Birayang, yang kemudian melahirkan KH. Ahmad Makki 21 April 1938 (Bupati Tapin dua periode, yakni tahun 1983–1988 dan 1988–1993 serta Ketua MUI Kalsel sampai tahun 2016).
Diperkirakan pada tahun 1912 Tuan Guru Ahmad yang masih belia diberangkatkan ke Mekkah untuk menuntut ilmu. Ia bermukim di tanah suci hampir 20 tahun lamanya.
Selama di Mekkah ia tinggal di kampung Samiah bersama Syekh Sulaiman Banjar tidak jauh dari Masjidil Haram.
Orang Banjar yang pernah berguru kepadanya, antara lain K.H.Ahmad Hasan Qadi, K.H.Ahmad Janawi, K.H. Muhammad Imran dari Amuntai, K.H. Jamaluddin dari Negara, K.H.M.Nawawi dan K.H.Mukeri dari Birayang, K.H.Zamzam dari Barabai, serta banyak lagi dari daerah lain yang tidak sempat diketahui.
Setelah lama bermukim di Tanah Suci, Tuan Guru Ahmad kembali ke banua, mensyiarkan agama islam sampai ke pelosok pelosok, termasuk terus menempa ilmu agama anaknya HM Ramli.
Berbekal tempaan ayahanda tercinta, Tuan Guru HM Ramli menjadi urang alim yang keilmuannya bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat, disisi lain, ia juga menjadi tokoh pergerakan perjuangan yang ditakuti belanda.
Tanggal 17 Agustus 1948, di Markas Gerilya di kampung Kabang Tuan Guru HM Ramli alias H Walad berpidato, pidato yang membakar semangat perjuangan di hati masyarakat.
Beliau mengatakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad fisabilillah karena kita memerangi orang kafir. Para pejuang yang gugur melawan Belanda mati syahid, ganjarannya tiada lain kecuali surga, kata beliau dengan suara tinggi.
Semangat juang yang berkobar di kalangan pejuang pada waktu itu juga dimiliki oleh anak-anak, mereka bermain perang-perangan. Senjata mainan dibuat dari palapah pisang atau bamban. Tokoh terkenal gagah berani dan ditakuti oleh Belanda. Anak-anak itu menyanyikan lagu :
Tantara Haji Daman
Semua pakai huan (owen gun)
Malitir (militer) walanda habis matian
Beliau juga menulis sebuah kitab/risalah yang berjudul “Aqa’idul Iman” merupakan uraian singkat mengenai sifat 20.
KH. MUHAMMAD RAMLI (H. Walad)
KH. Muhammad Ramli bin KH. Ahmad bin KH. Abdul Qadir
Beliau dilahirkan di kampung Syamiah Mekkah, dari pasangan Tuan Guru Ahmad Sungai Banar Amuntai dengan wanita keturunan Turki. Di Mekkah beliau sempat jadi sopir.
Pada suatu hari ia mendapat penumpang yang dipanggil dengan Walad oleh sang ayah. Mereka singgah di suatu tempat yang kemudian diketahui sebagai makam sembilan orang syuhada. Di sanalah dia mendapat petunjuk untuk mengaji dan berhenti menjadi sopir.
Di Mekkah dia sempat menikah dengan seorang perempuan Arab yang kemudian melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Chadijah.
Sekitar tahun 1936, H. Walad kawin dengan seorang janda di Birayang yang kemudian melahirkan tujuh bersaudara, semuanya laki-laki, yaitu Ahmad Makkie, Ahmad Madani, Ahmad Hijazi, Ahmad Yamani, Ahmad Kan’ani, Ahmad Masri (meninggal sewaktu bayi) dan Ahmad Bugdadi.
Pada tahun 1946 H. M. Ramli alias H. Walad ikut berjuang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda. Dia berpangkat Letnan Satu dengan jabatan Kepala Departemen Kehakiman di Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan. Pada tahun 1950 dia berhenti jadi tentara dan kembali mengajar agama dari kampung ke kampung.
Pada tahun 1966 dia berangkat ke Mekkah dan berhasil berjumpa dengan anaknya Chadijah, yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Maram, kini sebagai guru di Madinah. Suami Chadijah yang berkebangsaan Sudan bernama Ihsan Radadi bekerja di perusahaan penerbangan Saudia. H. Walad ayah dari H. Ahmad Makkie ini, sempat dipertemukan oleh anaknya Chadijah dengan mantan isterinya (ibu Chadijah) tapi hanya berbicara di balik tabir.
Beliau meninggal dunia di Surabaya dalam perjalanan kembali ke tanah suci dalam usia 80 tahun. Jenazahnya dimakamkan di samping makam ayahnya H. Ahmad di Sungai Banar, kecamatan Amuntai Selatan.kabupaten Hulu sungai Utara kalimantan selatan
رب فانفعنا ببرکتهم
واهدنا الحسنی بحرمتهم
Sebelum meninggal ia sempat menulis risalah sifat dua puluh “Aqidatul Iman”. Risalah itu ia sebarkan melalui aktifitas dakwah yang dilakoninya sampai akhir hayatnya.Hb
Wallahu'alam
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.
#recolouring use @photoshop
#tuanguruhmramli
#tuanguruahmad #sejarahbanua #history
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari