Senin, Juli 11, 2022

Habib Usman bin Yahya, Sosok Wali Quthb Yang Mastur Dan Juga Seorang Ulama Yang Sangat Produktif Menulis Kitab

 Habib Usman bin Yahya, Sosok Wali Quthb Yang Mastur Dan Juga Seorang Ulama Yang Sangat Produktif Menulis Kitab


Habib Usman bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H atau 1822 M. Ayahnya adalah al-Habib Abdullah bin Aqil bin Syech bin Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya.Sedangkan ibunya adalah Asy-Syaikhah Aminah, putri Syaikh Abdurrahman Al-Mishri, seorang ulama keturunan Mesir.


Pada usia tiga tahun, ketika ayahnya kembali ke Makkah, ia diasuh oleh kakeknya dari pihak ibu, Syaikh Abdurrahman Al-Misri. Syaikh Abdurrahman Al-Mishri juga seorang ulama besar pada waktu itu. Ia sepupu Syaikh Abdullah bin Ahmad Al-Mishri, sastrawan Jakarta abad ke-19. Dalam sejumlah catatan, nama Syaikh Abdurrahman disebut-sebut sebagai salah satu dari empat murid asal Nusantara yang kembali dari kota Mekah, setelah puluhan tahun menimba ilmu di sana. Ketiga kawannya yang pulang bersamanya ke Nusantara adalah Syaikh Abdush Shamad Al-Falimbani, Syaikh Arsyad Banjar, dan Syaikh Abdul Wahhab Bugis. Kabarnya, tersebarnya Thariqah Sammaniyah di Nusantara tak terlepas dari peran keempat orang ini. 


Salah seorang putri Syaikh Abdurrahman Al-Mishri, yang bernama Syaikhah Aminah, dinikahi oleh Sayyid Abdullah bin Agil Bin Yahya. Dari hasil pernikahan inilah terlahir Habib Utsman Bin Yahya, sang Mufti Betawi. 


Tampaknya, latar belakang keluarga Habib Utsman menjadi salah satu faktor yang merangsang daya intelektualnya sedari kecil. Di bawah asuhan Syaikh Abdurrahman Al-Mishri, Habib Utsman mendapatkan pengajaran membaca Al-Qur’an, akhlaq, ilmu tauhid, fiqih, tasawuf, nahwu, sharaf, tafsir, hadits, dan ilmu falak. 


Pada usia 18 tahun, setelah Syaikh Abdurrahman Al-Mishri wafat, Habib Utsman menunaikan ibadah haji dan berjumpa dengan ayah serta familinya. Di sana, selama tujuh tahun, ia belajar ilmu agama kepada ayahandanya, Sayyid Abdullah bin Agil bin Yahya, dan kepada Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti Mekah masa itu. Tahun 1848 M, Habib Utsman meneruskan perjalanannya untuk menuntut ilmu. Berangkatlah ia ke Hadhramaut. Di sana, Habib Utsman menuntut ilmu kepada Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya, dan khal (paman dari sisi ibu) gurunya itu, yaitu Habib Abdullah bin Husein Bin Thahir.

Dari Hadramaut beliau melanjutkan perjalanannya ke Mesir dan belajar di Kairo walaupun hanya untuk 8 bulan. Kemudian beliau meneruskan perjalanannya ke Tunisia ( berguru pada Syekh Abdullah Basya ), lalu ke Aljazair ( belajar pada Syekh Abdurahman Al-Magribhi ), lalu ke Istanbul, Persia dan Syiria. Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk mendalami berbagai macam disiplin ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu beliau kembali ke Hadramaut.


Pada tahun 1862 M./1279 H,Habib Usman kembali ke Batavia dan menetap di sana hingga wafat pada tahun 1331 H./1914 M.


Anak cucu Habib Usman Banyak Yang Menjadi ulama


Anak-cucu Habib Utsman banyak yang menjadi ulama, meskipun sebagiannya tidak banyak dikenal orang dan sedikit pula yang menulisnya. Di antaranya adalah Habib Alwi, anak pertamanya. Berbeda dengan Habib Utsman, yang lahir dan wafat di Jakarta, anaknya ini lahir dan wafat di Hadhramaut, meskipun pernah pula tinggal di Jakarta dan menikah dengan wanita Betawi.Dialah yang menulis surat kepada Snouck C. Hurgronje, mengabarkan wafatnya sang ayah pada tahun 1914. Di antara anak Habib Alwi yang menjadi ulama adalah Habib Utsman bin Alwi bin Utsman. Kini perjuangannya dilanjutkan oleh anak-anaknya, di antaranya Habib Alwi bin Utsman bin Alwi bin Utsman, lulusan Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut. 


Salah seorang cucu Habib Alwi bin Utsman yang cukup dikenal di antaranya adalah Ustadzah Syarifah Syechun binti Syech bin Alwi Bin Yahya, yang telah wafat beberapa tahun silam.Anak Habib Utsman lain yang juga menjadi tokoh adalah Habib Yahya bin Utsman, seorang anggota pengurus Rabithah Alawiyyah sejak awal berdirinya. Selain itu juga Habib Abdullah bin Utsman, yang menulis biografi ayahnya dengan judul Suluh Zaman.


Di antara anak Habib Utsman yang juga menjadi ulama adalah Habib Agil bin Utsman, yang lahir di Masilah, Hadhramaut, tahun 1290 H. Habib Agil, ayah ulama terkenal di Jakarta, Habib Mu­hammad bin Agil, dikenal sebagai penyair yang hebat, memiliki kepribadian yang lembut, dan rendah hati. Syair-syair dan artikel-artikelnya dimuat di media-media yang terbit di Sungapura, Mesir, Lebanon, Maroko, dan lain-lain. Kini, salah seorang putra Habib Muhammad bin Agil termasuk salah seorang ulama sepuh kota Jakarta sekarang, yaitu Habib Novel bin Muhammad bin Agil. Habib Agil bin Utsman belajar kepada saudaranya, Habib Muhammad bin Utsman, anak Habib Utsman juga yang menjadi ulama di Hadhramaut, dan kepada Habib Umar bin Agil bin Abdullah bin Yahya, saudara Habib Muhammad bin Agil, tokoh besar Alawiyyin dengan reputasi internasional, cucu Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya.


Kerabt Habib Usman bin Yahya


Selain anak-cucunya, beberapa kerabat dekat Habib Utsman juga dikenal sebagai tokoh di sejumlah daerah. Di antaranya adalah kakak beliau yang bernama Habib Hasyim bin Abdulloh bin Agil bin Yahya, Meski tak banyak diketahui ihwal jejak hidupnya, ia juga seorang ulama di masanya. Habib Hasyim kemudian menetap dan wafat di kota Surabaya. Sebagian keluarga Habib Hasyim ini kemudian menjalin hubungan mushaharah dengan keluarga Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya, Pegirian, Surabaya. 


Saudara Habib Utsman lainnya yang tinggal di Indonesia adalah Habib Umar bin Abdulloh bin Agil bin Yahya( Mufti Donggala ) Sayangnya, tidak banyak keterangan yang bisa di dapat tentang saudara Habib Utsman yang satu ini, selain bahwa ia kemudian menetap dan wafat di Sulawesi dan berketurunan hingga saat ini.


Murid-Murid Habib Usman bin Yahya


murid-murid Habib Usman banyak yang menjadi ulama besar di berbagai pelosok. Dua di antara dari sekian banyak muridnya yang populer adalah Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, yang menjadi guru hampir seluruh ulama Betawi pada abad ke-20, dan K.H. Abdul Mughni (Guru Mughni Kuningan), yang tercatat sebagai salah seorang di antara enam ulama besar Betawi abad ke-19 M yang memiliki jalinan intelektual dan hubungan ilmiyah dengan beberapa ulama Timur Tengah.


Pengangkatn Habib Usman bin Yahya Sebagai Mufti Betawi


Habib Usman diangkat menjadi Mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab ( 1899 – 1914 ) di kantor Inlandsche Zaken.


Kitab-Kitab Karya Habib Usman


Habib Utsman sendiri, selain dikenal sebagai seorang ulama yang menjadi mufti, atau ulama yang dianggap memiliki otoritas dalam mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan, juga memiliki perhatian mendalam dalam pemeliharaan nasab Alawiyyin. Ia, selain meninggalkan begitu banyak karya dalam bentuk kitab-kitab agama, juga meninggalkan sebuah karya berupa monogram pohon nasab keluarga besar Alawiyyin dengan teknik penulisan atau penggambaran yang cukup indah

Sebagai seorang Ulama, Habib Usman sangat produktif menulis buku. Buku-buku yang beliau karang sebagian besar tidaklah tebal, akan tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul di tengah masyarakat tentang syariat Islam.


Karya-karyanya ditulis dalam bahasa Arab, Melayu Jakarta, Jawa dan Sunda. Beberapa buku karanganya yaitu :


1. Jawazu Ta'addudil Jumu'ah, ditulis tahun 1286 H.

2. Manhaj al-Istiqamah fi ad-Dini bi as-Salamah, selesai pada 5 Zulkaedah 1307 H/1890 H.

3. Mazil al-Auham wa at-Taraddud fi Amri Shalah al-Jumu'ah Ta'addud, ditulis tahun 1312 H.

4. Taftih al-Maqallatain wa Tabyin al-Mufsidin al-Makhba-ataini fi ar-Risalah al-Ma'mati bi Shulhi al-Juma'ataini, ditulis tahun 1313 H.

5. Al-Qawanin asy-Syar'iyah, ditulis tahun 1317 H.

6. Perhiasan Bagus.

7. Shifat Dua puluh.

8. Samth asy-Syuzur wa al-Jawahir fi Hilli Takhshish an-Nuzur li as-Sadah.

9. Kitab al-Faraidh.

10. Hadits Keluarga.

11. Maslak al-Akhyar.

12. Abadul Insan.

13. Iqazhuniyah fi ma Yata'allaqu bi Lahillah wa Shiyam.

14. Az-Zahrul Basim.

15. I'anah al-Mustarsyidin.

16. Thariq as-Salamah.

17. Salam al-Muslimin.

18. Terjemah Hukum Islam.

19. Sa'adah al-Anam.

20. Tamyiz al-Haq.

21. Perihal Hukum Azan.

22. Irsyad al-Anam.

23. Taftih al-'Uyun.

24. Miftah as-Sa'adah.

25. Tafsir Surah Kahfi.

26. As-Silsalah an-Nabawiyah.

27. Qamus Tiga Bahasa.

28. Qamus Kecil.

29. Hukum Gambar.

30. Hikam ar-Rahman.

31. Hadits Empat Puluh.

32. Bab al-Minan.

33. Mukhtashar al-Qamus.

34. Tujuh Faidah.

Dan lain-lain.

Menurut riwayat, seluruh karangan Sayid Utsman berjumlah 109 judul besar dan kecil, tetapi yang terbanyak merupakan risalah-risalah kecil.


dalam bukunya Risalah Dua Ilmu beliau membagi Ulama menjadi 2 macam yaitu Ulama Dunia dan Ulama Akhirat. Ulama dunia itu tidak Ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh, sedangkan Ulama akhirat adalah orang yang ikhlas, tawadhu’, yang berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, semata mata karena Alloh Ta'ala dan mengharap ridonya.

Anggapan orang bahwa Habib Usman seorang yang anti tarekat adalah tidak benar, sebab selama di Mekah dan Hadramaut beliau belajar ilmu tasawuf dan Ilmu Tarekat.Kalau Memang Habib Usman menentang itu, tentulah tarekat yang menyimpang dari ajaran Agama.


Sebelum wafat Sayid Usman berpesan agar makamnya tidak dibuat kubah dan tidak perlu mengadakan haul untuk dirinya. Sayid Usman wafat pada 21 Shofar 1331 H atau bertepatan 19 Januari 1914 M, jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Namun pada masa Gubernur Ali Sadikin, di era orde baru makam Sayyid Usman digusur dan oleh pihak keluarga dipindahkan ke Pondok Bambu. Sekarang makamnya masih terpelihara dengan baik di sebelah Selatan Masjid Al-Abidin di Jalan Masjid Abidin Sawah Barat, Pondok Bambu, Jakarta Timur.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muhammad Edwan Ansari