Sebuah catatan kecil untuk sekedar dikenang dan orang tau bahwa aku pernah Hidup.
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia!” semoga dengan catatan kecil ini dapat bermanfaat dan menebarkan kebaikan
Apa yang dikatakan akan lenyap, apa yang ditulis akan abadi.
Aku melintasi kehidupan Kuberanikan diri menulis catatan ini untuk mengabadikan momen hidup
(Muhamad Edwan Ansari)
5. Air bersih yang tidak mengandung kaporit: 200 liter (Bisa air sumur, air kolam, air sungai, air hujan dll. Jangan memakai air dari PDAM)
6. Drum kapasitas 200 L : 1 unit
7. Ember Kecil: 1 buah
8. Pengaduk
9. Blender
10. Karung (Sak) untuk penutup drum
11. Tali Karet
CARA PEMBUATANNYA
1. Isi drum sekitar 180 liter air
2. Blender nasi putih sedikit demi sedikit sampai habis. Masukkan dalam ember kecil
3. Blender gula sekitar 1 menit lalu masukkan ke dalam ember kecil yang sudah berisi blenderan nadi putih. Aduk sampai tercampur
4. Tambahkan sekitar 5 liter air ke dalam ember kecil sambil diaduk
5. Masukkan EM4 ke dalam larutan gula + nasi putih. Aduk - aduk lalu didiamkan sekitar 15 - 30 menit.
6. Masukkan Humus dari bawah rumpun bambu ke dalam kantong kain lalu diikat dan dibenamkan didalam drum (biasanya dikasih pemberat dari batu)
7. Masukkan larutan EM4 + Gula + Nasi ke dalam Drum sambil diaduk.
8. Tambah air sampi drumnya mau penuh supaya tidak tumpah.
9. Tutup drum dengan karung atau sak lalu diikat dengan Erat
10. Biarkan drum di tempat terbuka (lebih bagus jika terkena sinar matahari sepanjang hari) selama 2 x 24 jam.
11. Buka Tutup dari karung atau sak. Di permukaan air akan terdapat banyak buih yg menandakan mikroba sudah sangat aktif dan Pembenah Tanah siap digunakan.
Catatan: Pembenah tanah ini sebaiknya segera digunakan dan tidak boleh disimpan lebih dari 5 hari
CARA APLIKASI
a. Untuk tanaman tahunan seperti Buah -buahan, sawit, kelapa, kopi, coklat, dll bisa langsung dikocorkan 2 - 5 liter larutan murni per pohon.
b. Untuk tanaman semusim berbatang keras seperti Jagung, Sorgum, Tebu, Padi, singkong dll. Larutan diencerkan 1 : 4 artinya 1 liter larutan dicampur dengan 4 liter air. Aplikasi bisa dikocorkan atau disemprotkan ke Tanaman.
c. Untuk tanaman hortikultura seperti cabe, tomat, terong, melon dll. Larutan diencerkan dg perbandingan 1 : 10 artinya 1 liter larutan dicampur 10 liter air. Aplikasi bisa dikocorkan atau disemprotkan ke Tanaman.
Aplikasi sebaiknya Sore Hari
Demikian tulisan singkat cara membuat pembenah tanah yang Ampuh.
H.Muhammad As’ad menurut beberapa kalangan yang sempat mengenal beliau dari dekat, diantaranya KH.Abdul Gani yang menyebut beliau sebagai seorang ulama yang konsekuen, tegas dan mempunyai keikhlasan yang tinggi dalam berjuang menegakkan kalimatullah. Sementara Drs.H.M.Asy’ari, MA (mantan Rektor IAIN Antasari) menyebut beliau sebagai seorang ulama yang selama hayatnya selalu berjuang untuk menyampaikan syiar-syiar Islam kepada ummat manusia, tanpa mengenal lelah. Dalam bahasa yang lain adalah ‘izzul lslam wal muslimin. Selain itu beliau dikenal sebagai spesialis ilmu hadits, yang hafal lebih kurang enam ribu hadits.
Hal itu sesuai dengan prinsip hidup yang telah dipilih H.Asad, yakni selalu bertekad sampai akhir hayat untuk mengajarkan hadits-hadits Rasulullah SAW. Tokoh ulama kelahiran tanggal 1 Januari 1908 di Jatuh, Kecamatan Pandawan, adalah anak dari pasangan H.Muhammad Yusuf dengan Hj.Safiah.
Beliau memulai pendidikan dari Sekolah Rakyat (SR) tahun 1919 di Jatuh, tempat kelahiran beliau. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Ma’had Rasyidiyah Khalidiyah tingkat Tsanawiyah tahun 1926 di Amuntai. Setelah itu mengikuti pendidikan Shalathijah tahun 1930 di Mekkah AI Mukarramah. Dan pada tahun 1933 masuk Darul ‘Ulum AI Azhar University Cairo tingkat Qiamul Ali di Mesir.
KH. Muhammad As’ad ketika menuntut ilmu di KSA, beliau berguru kepada lebih 30 (tiga puluh) orang ulama terkenal disana diantaranya Syeikh Yamani dan Syeikh Jamal Maliki. Di Mesir beliau memperdalam ilmu hadits dan tafsir dan berguru khusus kepada Syeikh Abdul Hay Al Kathani.
Sebagai seorang spesialis ilmu hadits, tidak kurang 6000 (enam ribu) hadits yang dihafal di luar kepala.
Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut, KH.Muhammad As’ad kembali ke kampung halaman untuk mengabdikan diri, yakni menjadi Guru Kepala pada Sekolah Islam Barabai Kota, Guru Kepala pada Persatuan Perguruan Islam (PPI) di Jatuh, Pandawan. Sempat menjadi guru pada Madrasah Muallimin Barabai. Pernah diangkat menjadi Qadi di Barabai, dan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari di Barabai.
Beliau meninggal hari Jum'at 27 Desember 1991 / 21 Jumadil akhir 1412 H. dan dimakamkan didepan mesjid Agung Riadhus Shalihin Barabai,juga berdekatan dengan makam Qadhi K.H Dahlan.
Dari kota barabai pakai kendaraan kurang lebih 15 menit sampai kedesa ini yaitu desa jatuh yang mana didesa ini terdapat sebuah mesjid tua bersejarah yang masih dijaga bentuk bangunannya dengan aslinya.Ditopang oleh 12 tiang yg masih kokoh,dari 12 itu hanya 2 tiang yg baru.
2 orang ulama waktu itu yg berperan penting dalam penyebaran islam didesa ini & terbangunnya mesjid ini yaitu K.H Dahlan & K.H M.Yusuf.Didepan mesjid ada terdapat makam umum dan disanalah bermakam seorang ulama yang bernama T. G H. Rafi'i bin K. H M. Yusuf.
Tuan Gru H.Rafi'i meninggal pd tgl 10 September 1980.Beliau adalah ulama juga seorang Qari.Banyak murid2 sidin diwilayah barabai ini yg juga menjadi ahli Qur'an terutama guru2 kami jua.
Dengan mencari menziarahi kubur para tuan guru yg telah menjadi guru dari paguruan kita mudahan kita dapat berkahnya jua.Sbb ilmu kita dari guru kita,guru kita dari gru sidin terus ke atasnya lagi sampai kepada Rasulullah.Sampai kepada yg maha ALIM,maka tidak akan putus pertaliannya..Kaya itu kira2 lah.
“Di balik keberadaan makam 23 pejuang Kambat Selatan, ada kisah tragis antara perjuangan dan pengkhianatan pada masa revolusi fisik, 12 Juni 1949”
Plang nama Taman Makam Pejuang Kambat Selatan, Kecamatan Pandawan (foto: TABIRkota/ferian sadikin)
Oleh: Muhammad Ferian Sadikin
“Bagi djang gogoer, djasadmoe boeleh hantjur namoen djiwamoe tetap hidoep”
MALAM mencekam, 90 pemuda mengendap perlahan, senyap, tak ada sedikit pun suara. Bermodalkan parang bungkul (senjata khas Kalimantan Selatan) di pinggang, mereka menyusuri hutan untuk menghidari keramaian.
12 Juni 1949, pasukan yang dikomando Salimi tergabung dalam markas daerah Z-61, berbasis di Desa Mahang, Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel), menyelinap di sela pepohonan dengan berselimutkan dingin dan hanya diterangi sinar rembulan.
Mereka menyelinap menembus hutan melewati Desa Buluan dengan dibantu oleh 13 pejuang pasukan alam gaib dan pasukan dzikir dari Alabio, Hulu Sungai Utara (HSU) yang dipimpin Haji Abdul Kadir untuk menambah kekuatan Z-61 menghancurkan pos militer Belanda yang ada di Desa jatuh.
Taman Makam 23 Pejuang di Kambat Selatan (foto: TABIRkota/ferian sadikin)
Selama perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa masyarakat yang ingin ikut bertempur melawan penjajah, sehingga kekuatan para pejuang bertambah menjadi 150 orang. Sesampainya di pos militer Belanda, ternyata dalam kondisi kosong.
Bukan tanpa sebab, kosongnya pos militer yang ada di Jatuh memang disengaja, karena informasi penyerangan itu telah bocor oleh spion atau mata-mata Belanda, yakni pasukan kucing hitam di bawah pimpinan Pambakal (kepala desa) Haji Hasyim.
Pasukan kucing hitam merupakan kelompok pribumi yang dibayar Belanda untuk menjadi mata dan telinga mereka, pasukan itu seringkali meresahkan masyarakat, karena menangkap, menyiksa dan menghancurkan rumah para pejuang.
Makam 23 pejuang di Kambat Selatan yang gugur dalam penyerangan Desa Jatuh (foto; TABIRkota/ferian sadikin)
Merasa dapat menguasai pos militer dan menaklukkan pasukan kucing hitam tanpa perlawanan, para pejuang meneriakkan “merdeka” dan bersuka cita, setelah memastikan kemenangannya, mereka kembali menyisir jalan setapak untuk kembali pulang ke markas pangkalan Z-61 di Mahang.
Ternyata pihak Belanda telah menyiapkan strategi yang matang, mereka bersiap untuk mengepung pejuang dari segala penjuru, berbekal informasi dari pasukan kucing hitam dan mengatur posisi untuk bersembunyi.
Sesampainya para pejuang di simpang empat Kambat Selatan, mereka dikejutkan dengan dentuman tembakan yang membelah angkasa, merasa terkepung, sebagian pejuang itu berhamburan tak tentu arah dan mereka yang terlatih langsung tiarap.
Desing peluru melesat tak beraturan, menghujani para pejuang. Masyarakat yang ikut berjuang, namun belum terlatih berlarian ke sana kemari.
“Merasa situasi sangat genting, Haji Abdul Kadir mengambil alih pasukan dengan menancapkan bendera di empat penjuru agar para pejuang bisa berlindung dan memimpin dzikir,” ujar Kasi Kesenian dan Kebudayaan Dinas Pendidikan HST, Masruswian.
Riuh dzikir menggema menembus malam, pasukan pejuang duduk bersila dengan mulut yang terus merapalkan kalimat tauhid, berserah diri kepada Tuhan agar terlindung dari hujaman peluru Belanda.
Hujan peluru tak dapat dibendung lagi, namun anehnya, ribuan peluru itu tak sedikit pun menyentuh para pejuang yang sedang berdzikir dan Belanda tidak tahu keberadaan mereka, seakan terlindung dinding. Setiap peluru yang datang ke hadapan mereka nampak jatuh di sekitar bendera.
Malam itu terasa panjang, para pejuang perlahan bergerak senyap dan Belanda akhirnya mundur karena kebingungan dengan kejadian yang mereka alami, tak satu pun bayangan pejuang terlihat oleh mata mereka.
“Akibat pertempuran itu, 23 pejuang yang berasal dari masyarakat biasa gugur terkena tembakan Belanda, kejadian itu masih menyimpan amarah para pejuang terhadap Belanda dan pasukan kucing hitam,” Masruswian dengan mata berkaca menceritakan.
Ternyata penjajah tidak bekerja sendiri, ujarnya, mereka dibantu para pengkhianat bangsa yang rela menggadaikan harga dirinya untuk Belanda.
“Selain melawan penjajah, para pejuang kita terdahulu juga berjuang untuk menggempur pasukan pribumi yang bekerja sama dengan Belanda,” ujarnya.
Kini, tetesan darah dan sejarah pertempuran itu telah bersemayam bersama 23 pejuang, di Makam Pejuang Kambat Selatan, Kecamatan Pandawan.
Di makam tersebut tertulis nama 23 pejuang yang gugur dalam pertempuran menumpas penjajah, namun sayang, tulisan nama para pejuang itu sudah terkelupas dimakan usia, sehingga beberapa nama tidak dapat terbaca.
Keberadaan makam tersebut menjadi pengingat, bahwa di tempat itu pernah terjadi pertempuran hebat yang sempat membuat Belanda kebingungan dengan kekuatan yang dimiliki pasukan alam gaib dan pasukan dzikir.
Diharapkan peristiwa penting dan bersejarah di HST terus dituturkan kepada generasi muda , sebagai bagian dari perlawanan masyarakat banua terhadap imperialis Belanda pada masa menegakkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. (fer)
Tinggalkan Balasan