Rabu, Oktober 09, 2024

Pengarang Maulid Al-Burdah (Al-Imam Abu Abdillah Al-Bushiry)

 Biografi Pengarang Maulid Al-Burdah (Al-Imam Abu Abdillah Al-Bushiry)






Qasidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya, sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan, hingga kini masih sering dibacakan di sebagian pesantren salaf dan pada peringatan Maulid Nabi. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman dan Italia.

 
Pengarang Kasidah Burdah ialah Al-Bushiri (610-695H/ 1213-1296 M). Nama lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Dia keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir, Dia seorang murid Sufi besar, Imam as-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas al-Mursi – anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al Bushiri menganut mazhab Syafi’i, yang merupakan mazhab fiqih mayoritas di Mesir.

 
Imam Al-Bushiri (610-695H/ 1213-1296 M), nama lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Beliau keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maghribi dan dibesarkan di Bushir, Mesir, seorang murid waliyullah, Imam  Hasan al-Syadzili, makamnya di Humaitsara, Provinsi Aswan, Mesir. Murid beliau bernama Abu Abbas al-Mursi  bertariqah Syadziliyah.

Imam al Busiri bermazhab Syafi’i, di masa kecilnya beliau dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al Quran di samping berbagai disiplin ilmu lainnya, selanjutnya belajar kepada para ulama besar di zamannya. Pertemuannya dengan Mesir, terjadi manakala  beliau mulai  memperdalam ilmu agama dan kesusateraan Arab. Di sana beliau  menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung. Kemahirannya di bidang sastra syair ini melebihi para penyair pada zamannya.

Suatu ketika Imam  al-Busiri menderita sakit lumpuh, sehingga ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, maka dibuatlah syair-syair yang berisi pujian kepada Rasulullah, dengan maksud memohon syafa’atnya. Di dalam tidur, beliau bermimpi berjumpa dengan Rasulullah, di mana Nabi mengusap wajah Imam al-Bushiri, kemudian Nabi melepaskan jubahnya dan mengenakannya ke tubuh Imam al-Bushiri, dan saat ia bangun dari mimpinya, seketika itu juga ia sembuh dari penyakitnya. Karya agung beliau ini diberi nama dengan Burdah Imam Busiri. Burdah bermakna (selimut), sebab dalam mimpi tersebut Nabi saw melepaskan selimutnya dan beliau kenakan pada  Imam al Busiri.
Qasidah Burdah terdiri dari 160 bait. Setiap baitnya mengandung nilai sastra yang tinggi, menyentuh pembacanya. Imam al-Busiri mengisahkan kehidupan Nabi di dalam Qasidahnya. Diantara renungan yang sangat menarik dan mempengaruhi jiwa terdapat di dalam pasal kedua. Disini Imam Busiri mengulas tentang bahaya hawa nafsu,  mengenai bahayanya hawa nafsu.
فَإِنّ أَمّارَتِ بِالسّـوءِ مَا اتّعَظَتْ      مِنْ جَهْلِهَا بِنَذِيرِ الشّيْبِ وَالَهَرَمِ
Sungguh nafsu amarahku tak dapat menerima nasihat, karena ketidaktahuannya. Peringatan akan jamuan kematian berupa uban di kepala, dan ketidakmampuan jasmani akibat masa tua. Mengenai penggalan syair Imam Busiri ini, pernah saya ulas dalam novel Bulan di Langit Pedir, terbit tahun 2017. Imam Busiri wafat di Iskandariyah tahun 696H. Semoga kita mendapatkan kesempatan kembali berziarah ke makam beliau, di kota pantai, Iskandariyah




Di masa kecilnya, ia dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al Quran di samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu agama dan kesusateraan Arab ia pindah ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung. Kemahirannya di bidang sastra syair ini melebihi para penyair pada zamannya. Karya-karya kaligrafinya juga terkenal indah.Sebagian ahli sejarah menyatakan, bahwa ia mulanya bekerja sebagai penyalin naskah-naskah.

 

Louis Ma’luf juga menyatakan demikian di dalam Kamus Munjibnya.Sajak-sajak pujian untuk Nabi dalam kesusasteraan Arab dimasukkan ke dalam genre al-mada’ih an-nabawiyah, sedangkan dalam kesusasteraan-kesusasteraan Persia dan Urdu dikenal sebagai kesusasteraan na’tiyah (kata jamak dari na’t, yang berarti pujian). Sastrawan Mesir terkenal, Zaki Mubarok, telah menulis buku dengan uraian yang panjang lebar mengenai al-mada’ih an-nabawiyah. Menurutnya, syair semacam itu dikembangkan oleh para sufi sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan religius yang Islami. Kasidah Burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengan gaya bahasa (usiub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap Al Quran, Isra’ Mi’raj, jihad dan tawasul.

 

Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis, AI-Bushiri bukan saja menanamkan kecintaan umat Islam kepada- Nabinya, tetapi juga mengajarkan sastra, sejarah Islam, dan nilai-nilai moral kepada kaum Muslimin. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika kasidah Burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, dan bahkan diajarkan pada tiap hari Kamis dan Jumat di Universitas AI-Azhar, Kairo.Al-Bushiri hidup pada suatu masa transisi perpindahan kekuasaan dinasti Ayyubiyah ke tangan dinasri Mamalik Bahriyah. Pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Maka munculnya kasidah Burdah itu merupakan reaksi terhadap situasi politik, sosial, dan kultural pada masa itu, agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi yang bertungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), mengendalikan hawa nafsu, kembali kepada ajaran agama yang murni, Al Quran dan Hadis.

 

Ada sebab-sebab khusus dikarangnya Kasidah Burdah itu, yaitu ketika al-Bushiri menderita sakit lumpuh, sehingga ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, maka dibuatnya syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi, dengan maksud memohon syafa’afnya. Di dalam tidurnya, ia bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. di mana Nabi mengusap wajah al-Bushiri, kemudian Nabi melepaskan jubahnya dan mengenakannya ke tubuh al-Bushiri, dan saat ia bangun dari mimpinya, seketika itu juga ia sembuh dari penyakitnya.

 

ajaran Imam al-Bushiri dalam Burdahnya yang terpenting adalah pujian kepada Nabi Muhammad SAW. la menggambarkan betapa Nabi diutus ke dunia untuk menjadi lampu yang menerangi dua alam : manusia dan Jin, pemimpin dua kaum : Arab dan bukan Arab. Beliau bagaikan permata yang tak ternilai, pribadi yang tertgosok oleh pengalaman kerohanian yang tinggi. Al-Bushiri melukiskan tentang sosok Nabi Muhammad seperti dalam bait 34-59 :

 

    Muhammadun sayyidui kaunain wa tsaqaulai

    Ni wal fariqain min urbln wa min ajami

    Muhammad SAW adalah raja dua alam manusia dan jin

    Pemimpin dua kaum Arab dan bukan Arab. 

 

Pujian al-Bushiri pada Nabi tidak terbatas pada sifat dan kualitas pribadi, tetapi mengungkapkan kelebihan Nabi yang paling utama, yaitu mukjizat paling besar dalam bentuk Al Quran, mukjizat yang abadi. Al Quran adalah kitab yang tidak mengandung keraguan, pun tidak lapuk oleh perubahan zaman, apalagi ditafsirkan dan dipahami secara arif dengan berbekal pengetahuan dan makrifat. Hikmah dan kandungan Al Quran memiliki relevansi yang abadi sepanjang masa dan selalu memiliki konteks yang luas dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat temporal.

 

Kitab Al Quran selamanya hidup dalam ingatan dan jiwa umat Islam.Selain Kasidah Burdah, al-Bushiri juga menulis beberapa kasidah lain di antaranya a!-Qashidah al-Mudhariyah dan al-Qashldah al-Hamziyah. Sisi lain dari profil al-Bushiri ditandai oleh kehidupannya yang sufistik, tercermin dari kezuhudannya, tekun beribadah, tidak menyukai kemewahan dan kemegahan duniawi.Di kalangan para sufi, ia termasuk dalam deretan sufi-sufi besar. Sayyid Mahmud Faidh al-Manufi menulis di dalam bukunya, Jamharat al-Aulia. bahwa al-Bushiri tetap konsisten dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Makamnya yang terletak di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah. Makam itu berdampingan dengan makam gurunya, Abu Abbas al-Mursi.

di ambil dari berbagai sumber 
di posting ulang oleh :  

Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I

......,
Kasarangan, Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan

Copyright @catatanEdwanAnsari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari