Jaringan ulama Hadramaut memainkan peran penting penyebaran Islam di Indonesia. Dari Yaman, Habib Ibrahim Al Habsyi diutus gurunya untuk berdakwah ke Indonesia. Pertama ia singgah di Ampel, Surabaya. Lalu pindah ke Banjarmasin dan Martapura, hingga akhirnya wafat di Nagara, Hulu Sungai Selatan (HSS). Peninggalannya adalah Masjid Jami Ibrahim di tepian sungai Nagara
Senin(31/10/2022) pagi, saya beserta istri dan kedua putra kami berangkat berkendara sejauh puluhan kilometer dan jika ditotal mungkin Ratusan Kilometer dari Kasarangan, Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah menuju Nagara, Kami menikmati perjalanan ini. Pemandangan tanah rawa di samping kanan dan kiri jalan sungguh luar biasa. Sampai batas garis horison, yang terlihat hanyalah rawa. Bunga teratai tumbuh subur. Sementara petani menerabas semak untuk membuat jalaur tikus yang bisa dilewati jukung.
jalur keberangkatan kami dari Kasarangan Pamangkih lewat jalur Alabio-Nagara- Muning- Kandangan-Pantai Hambawang
Salah satu tujuan kami hari ini adalah Mesjid Jami Ibrahim yang berada di Desa Sungai Mandala, Kecamatan Daha Utara. Dipisahkan sungai Nagara, di seberang masjid adalah Pasar Nagara, kawasan perdagangan
Bagi peziarah yang ingin ke Masjid Jami Ibrahim dan kebetulan belum pernah ke Nagara, mereka tidak bakal tersesat. Dari kejauhan kubah emas masjid ini sudah terlihat.
Konstruksi masjid ini beton dengan kubah-kubah besar ala Timur Tengah. Dindingnya warna krem dengan kubah dicat warna emas. Masjid ini sudah tiga kali dipugar dan kehilangan arsitektur aslinya. “Dulu serba ulin, bentuknya persis seperti Masjid Jami di Sungai Jingah demikian informasi yang ulun dapat
Sebelum ke mesjid, kami berziarah ke kubah makam Habib Ibrahim Al Habsyi. Berada di belakang masjid, sekitar 300 meter. Di luar kubah berdiri tegak tiang ulin yang dikerangkeng besi. Tiang ini potongan dari tiang soko guru (tiang utama) Masjid Jami Ibrahim. Pemotongan dan pemindahan tiang ini terjadi pada pemugaran terakhir masjid
dan sebagian potongan tiang utama di letakkan di depan kubah pada 17 Oktober tahun 2014
Hanya berjarak satu rumah dari makam tinggal Habib Umar Al Habsyi, cucu Habib Ibrahim. Sayang, ulun gagal menemui beliau, tetangga beliau mengatakan Habib Umar sedang berpergian.
Ulun (saya) lantas mencari tempat istirahat dan menunggu adzan Dzuhur tiba. Pengalaman membuktikan, ketika meliput masjid bersejarah, narasumber akan berkumpul dengan sendirinya saat adzan berkumandang. Singkat kata, usai shalat Dzuhur berjamaah, Ulun bisa berbincang bincang dengan jamaah.
Tidak diketahui tanggal lahir Habib Ibrahim, pastinya ia lahir di Siwun, Hadramaut. Di usia muda ia sudah hafal Al Quran dan 12 ribu matan hadits. Oleh gurunya, Habib Ali Al Habsyi ia diutus berdakwah ke Nusantara. Habib Ali dikenal memiliki banyak murid dan senang mengutus mereka ke berbagai negara. Habib Ibrahim berlayar ditemani anaknya, Habib Muhammad yang kemudian dimakamkan di Keramat Manjang, Barabai.. (nanti akan ulun ceritakan di post berikutnya)
Di Nagara, Habib Ibrahim menikah dan berdakwah. Sekitar tahun 1950-an,
Di daerah Nagara, Kab. Hulu Sungai Selatan, Ada seorang habaib yang sangat alim, hafal Qur'an dan 12. 000 matan hadis. Beliau bernama Al Habib Ibrahim Al Habsyi.
Semula, beliau tinggal di Banjarmasin dan Martapura. Namun kemudian menetap di Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Selama di Nagara, Habib Ibrahim membangun sebuah Masjid Jami yang kemudian diberi nama Masjid Jami Ibrahim di Sungai Mandala, Nagara. Tidak saja menyumbang tenaga dan materi, beliau juga membimbing umat dengan menggelar majelis. Di antara kitab yang beliau ajarkan adalah di bidang tasawuf: Al-Adzkar karya Imam Nawawi, Syarah Ibnu Qasim, dan Mukhtashar Al Hadhramiyyah.
Dalam catatan sejarah,
Beliau dilahirkan di Siwun, Hadramaut. Ketika ke Indonesia, beliau bersama anak beliau yang bernama Al Habib Muhammad Al Habsyi. Beliau meninggalkan seorang saudara di Hadramaut yang bernama Al Habib Musa bin Umar Al Habsyi.
salah satu cerita yang masyhur dikalangan jamaah adalah cerita Habib Ibrahmin dan Pena
Sebagaimana diceritakan Habib Ibrahim berniat pulang ke kampung halaman di Hadramaut, dan menghabiskan umur di sana. Namun setibanya di kampung halaman, beliau menyadari sebuah pena yang bukan milik beliau ikut terbawa ke Hadrmaut.
Karena itulah, Habib Ibrahim pun memutuskan kembali menempuh perjalanan jauh dari Hadramaut Yaman ke Nagara, Kalimantan Selatan, Indonesia, hanya untuk mengembalikan pena yang ternyata milik panitia masjid.
Tak lama dari kedatangan beliau, Habib sudah berfirasat, mengetahui kapan waktu kewafatannya. Sehingga beliau menunjuk orang-orang yang akan memandikan jenazah beliau bila sudah wafat.
Hal itu diucapkan beliau sebelum shalat Jumat 14 Safar 1354 H. Dan setelah shalat Jumat digelar, Habib Ibrahim benar-benar pun pulang ke Rahmatullah
Kasarangan,
Senin, 31 Oktober 2022
Muhammad Edwan Ansari
**dikutip dari berbagai sumber