Minggu, Maret 25, 2012

Kedudukan kaum wanita

PENDAHULUAN

Kedudukan kaum wanita sebelum Islam
Sejarah menceritakan bahwa sebelum agama Islam datang, di dunia ini terdapat dua peradaban besar, yaitu Yunani dan Romawi. Dunia juga mengenal dua agama besar yaitu Yahudi dan Nasrani. Masyarakat Yunani tidak banyak berbicara tentang hak dan kewajiban wanita. Pada masa puncak peradaban Yunani, kaum wanita mempunyai kebebasan semata-mata untuk dapat memenuhi kebutuhan dan selera syahwat serta kemewahan kaum lelaki. Tempat-tempat pelacuran menjadi pusat-pusat kegiatan politik, sastra dan seni. Patung-patung telanjang yang banyak bertebaran di negeri-negeri Barat merupakan bukti yang menunjukkan sisa-sisa pandangan mereka.
Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin kekuasaan ayah pindah ke tangan suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga abad ke-6 Masehi.
Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik daripada peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya diperabukan. Kebiasaan atau tradisi seperti itu baru berakhir pada abad ke-7 Masehi. Dalam petuah Cina kuno terdapat ajaran : "Apa yang dikatakan perempuan boleh engkau dengar, tetapi jangan sekali-kali mempercayai kebenarannya".
Menurut ajaran Yahudi kedudukan wanita sama dengan pembantu atau pelayan. Dalam ajaran mereka wanita dipandang sebagai sumber laknat, sebab wanitalah Adam diusir dari surga.
Menurut ajaran Nasrani pada masa itu wanita dipandang sebagai senjata iblis dalam upayanya menyesatkan manusia dan menjerumuskannya kedalam dosa.
Demikianlah kisah ringkas kedudukan kaum wanita pada masa-masa sebelum dan menjelang kehadiran Islam di muka bumi yang dibawakan oleh seorang Nabi dan Rasul utusan Allah, Nabi Muhammad SAW.




























Eksistensi Perempuan pada Masa Rasulullah

Suadah kita ketahui bersama dan tentu saja kita meyakini betul bahwa sebaik-baik zaman adalah pada zaman kehidupan Rasulullah SAW. Rasulullah saw datang ke tengah kehidupan umat manusia membawa amanat Allah SWT, yang tidak sanggup dibawa oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya.
Adapun eksistensi atau keberadaan perempuan pada masa Rsulullah bisa kita lihat dari beberapa hal dan beberapa cerita di zaman Rasulullah SAW. Salah satunya yaitu dalam hal poligami, yang mana saat ini poligami di anggap hal yang dapat merendahkan kaum perempuan.
Kaum Orientalis Barat banyak berbicara tentang poligami yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tujuan mereka jelas, yaitu mendiskreditkan (mencemarkan) Nabi dan Rasul sebagai penyebar agama Islam. Mereka meninggalkan metode ilmiah karena mereka memandang poligami sebagai perbuatan yang merugikan kaum wanita, keluarga dan masyarakat. Mereka menepuk dada sebagai "pembela" kaum wanita, tetapi bersamaan dengan itu mereka menghalalkan pergaulan bebas tanpa batas antara pria dan wanita, menghalalkan "percobaan hidup bersama" selama dua tahun atau lebih sebelum nikah, menghalalkan "kumpul kebo", menghalalkan pelacuran terbuka dan tertutup serta bermacam-macam pergundikan lainnya yang tidak asing lagi di negeri-negeri mereka seperti Amerika, Eropa, dll.
Poligami di zaman Rasulullah sesungguhnya sangat memberatkan kaum pria, sebab mereka harus bertanggung jawab menyelamatkan kaum wanita dari kekejaman sistem sosial yang lebih dahsyat daripada poligami. Yaitu sistem perhambaan wanita yang berlaku disemua negeri.
Islam membatasi pologami tidak lebih dari empat orang isteri. Itupun disertai persyaratan berat, yaitu suami harus berlaku adil. Allah SWT memerintahkan pria yang berpoligami supaya berlaku adil terhadap para isterinya mengenai soal-soal yang berada dalam batas kesanggupannya. Namun syari'at Ilahi mengakui, bahwa kaum pria sesuai fitrah dasarnya sebagi manusia tidak mungkin dapat berlaku adil secara mutlak, selain pria yang beroleh 'ishmah dan perlindungan Ilahi, yakni Nabi Muhammad SAW. Mengenai hal itu Allah telah menegaskan dalam Al-Quran surah An-Nisaa ayat 29 :
           •             
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam hal ini perlakuan adil terhadap para isteri yang dimadu, Rasulullah SAW adalah orang yang paling berhati-hati. Sebab dalam keadaan bagaimana pun juga beliau adalah suri teladan, guru dan pemimpin umat.
Rasullah SAW tidak pernah menekan para isterinya supaya membuang fitrah kewanitaan yang ada pada diri mereka, agar beliau aman dari persaingan mereka. Beliau memahami sepenuhnya kaum wanita memang berfitrah mudah cemburu, mudah rindu dan mudah mengeluh. Fitrah Ilahi seperti itu tidak mungkin dilenyapkan dari kehidupan kaum wanita.
Dilain pihak, Rasulullah melakukan pernikahan dengan sekian banyak wanita yang berkaitan dengan tugas beliau sebagai Nabi dan Rasul yang berkewajiban menyampaikan dakwah dan ajaran agama Islam. Sementara orang berpendapat, bahwa dengan adanya beberapa orang isteri yang saling bersaing merebut hati Rasulullah SAW, itu sesungguhnya sangat menggangu pikiran dan perasaan beliau. Akan tetapi sebenarnya beliau sendiri baru merasa terganggu jika persaingan diantara mereka itu sudah melampaui batas kewajaran. Jika sudah demikian itu barulah beliau menegur, gusar dan bila perlu menjauhi mereka untuk sementara waktu. Sikap seperti itu beliau ambil dengan maksud mendidik. Pada kesempatan-kesempatan tertentu beliau menyediakan waktu khusus untuk mendidik para isterinya. Kebijakan demikian itu beliau pandang sebagai kewajiban tiap suami, yang tidak boleh dilengahkan.
Dari gambaran sepintas kilas mengenai kehidupan para isteri Rasulullah SAW, kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya wanita bukanlah sesuatu yang membawa aib ataupun direndahkan martabatnya, namun perempuan sangat dimuliakan kala itu bahkan dilindungi. Rasullulah bersabda bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu.
Dalam hadist lain beliau bersabda : "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah" (H.R. Muslim dan Nasa'i).

Wanita dalam pandangan Islam
Islam memandang wanita sebgai sosok yang indah dan sangat berharga. Jika kita mau menyelami samudera Al-Quran, kita akan temukan ratusan ayat yang berbicara masalah wanita. Selamilah lautan hadits, kita akan rasakan betapa agungnya wanita di mata Islam. Dan bacalah buku-buku karya para ulama Islam termasyhur niscaya akan menemukan wanita ibarat batu permata yang penuh harga diri.
Keshalihan wanita tidak diukur oleh kecantikan wajah atau kemolekan tubuh, melainkan oleh ketaatan terhadap tuntunan Islam. Rasulullah SAW bersabda : "Sebaik-baik wanita ialah kalau kamu memandangnya bisa menyenangkan, kalau kamu perintah ia mematuhimu, kalau kamu beri bagian ia bisa menerimanya, dan kalau kamu pergi ia akan menjaga dirinya dan menjaga hartamu" (H.R. Nasa'I dll).
Wanita shalihah adalah karunia terbaik bagi suami, sebagaiman sabda Rasullulah SAW : "Karunia terbaik yang diperoleh seorang mukmin setelah ketaatan kepada Allah adalah mendapatkan (menikahi) isteri shalihah" (H.R. Ibnu Majah).
PENUTUP

Demikianlah gambaran secara singkat kedudukan wanita di mata Islam. Betapa mulia dan berharganya wanita setelah datangnya Rasulullah SAW yang membawa ajaran yang hanif ini. Bahkan dalam hal poligami sekalipun, yang notebene saat itu tujuan dari poligami itu sendiri adalah untuk menjaga dan melindungi kaum perempuan dari kerasnya sistem sosial, yaitu sistem perhambaan yang berlaku diseluruh negeri.
Akhirnya penulis hanya berharap, semoga uraian singkat ini bisa memberi manfaat pada kita semua. Dan khusus untuk kaum perempuan, banggalah menjadi perempuan muslimah, jangan tergoda oleh kenikmatan-kenikmatan dunia yang fana dan menipu. Sebenar-benar petunjuk adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Wallahua'lam . . .


















DAFTAR PUSTAKA

Al Husaini, HMH.Al Hamid, Baitun Nubuwwah (Rumah Tangga Nabi Muhammad SAW), Yayasan Al Hamidiy, Jakarta, 1993.
Al Mubarakfury, Syaikh Shafiyyur Rahman, Sirah Nabwiyah, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2000.
Al-Ghifari, Abu, Kesucian Wanita, Mujahid Press, Bandung, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari