BAB I
PENDAHULUAN
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
Dengan demikian perlu bagi umat Islam pada umumnya untuk menggali ilmu kependidikan secara mendalam, karena hal tersebut akan berpengaruh besar dalam kemajuan pendidikan Islam. Dalam hal ini, filsafat juga turut serta dalam mensukseskan pendidikan Islam. Terbukti dengan filsafat akan menolong para perancang pendidikan untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses kemajuan pendidikan, terutama dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Pendidikan
Secara bahasa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sedangkan dalam istilah, filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Mengenai filsafat pendidikan, John Dewey mengemukakan bahwa filsafat pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan, falsafah pendidikan pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertayaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan dan merupakan penerapan suatu analisa filosofis terhadap pendidikan.
Secara rinci dikemukakan bahwa falsafat pendidikan merupakan usaha untuk mencari konsep-konsep diantara gejala yang bermaacam-macam meliputi:
1. Proses pendidikan sebagai rancangan yang terpadu dan meyeluruh;
2. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang segala istilah pendidikan; dan
3. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.
B. Urgensi Filsafat dalam Pendidikan Islam
Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang saat ini, baik dalam pendidikan Islam pada khususnya mauapun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanaan pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan agama Islam selama ini berjalan melalui cara dialektis metodis seperti halnya pengejaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasal dari filsafat penelitian model Barat, sehingga lebih menekankan pada “transisi pengetahuan agama”. Untuk menemukan pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh. Para ahli di bidang pendidikan telah meneliti secara teoritis mengenai kegunaan filsafat Islam. Misalnya Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany yang dikutip oleh Abudin Nata, mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Filsafat pendidikan dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melakukannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan.
2. Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh.
3. Filsafat pendidikan Islam akan mendorong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.
Berdasarkan pada kutipan di atas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam ternyata amat strategis. Ia setidaknya menjadi acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Filsafat akan membantu mencari akar dari setiap permasalahan pendidikan. Dengan berdasarkan pada filsafat pendidikan ini setiap masalahn pendidikan akan dapat dipecahkan secara komprehensip, integrated, dan tidak partial, tambang sulam atau sepotong-potong.
Jika kita perhatikan masa kejayaan Islam, tentunya hal yang menarik kita perhatikan adalah tradisi keilmuan masyarakat Islam pada waktu itu. Kesadaran akan ilmu dan kecintaan akan ilmu sangat tinggi, tradisi yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/kebebasan berfikir, penelitian serta pengabdian mereka akan keilmuan yang meraka kuasai.
C. Kegunaan Filsafat dalam Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidaklah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
D. Al-Qur’an dan Hadits sebagai Dasar Filosofis Pelaksanaan Pendidikan Islam
Allah berfirman yang artinya:
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan a- Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan:
1. Bahwa al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al-Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al-Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
2. Filsafat akan membantu mencari akar dari setiap permasalahan pendidikan. Dengan berdasarkan pada filsafat pendidikan ini setiap masalahn pendidikan akan dapat dipecahkan secara komprehensip, integrated, dan tidak partial, tambang sulam atau sepotong-potong.
3. Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
4. Dengan adanya filsafat tentunya akan lebih mampu membawa program pendidikan Islam ke tahap yang lebih baik dan maju dalam berbagai ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
K, Bertens. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius: Jogjakarta, 1999.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat (Terj). Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Saifullah, Ali. Antara Filsafat dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1983.
BAB I
PENDAHULUAN
Aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung dan berkembang sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat dari fenomena tumbuh kembangnya program dan praktek pendidikan Islam yang dilaksanakan di Nusantara; Pesantren, Madrasah, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, dan beberapa model pendidikan baik informal maupun nonformal lainnya.
Fenomena tersebut menggaris bawahi adanya pemikiran tentang pengembangan pendidikan Islam di Indonesia dalam berbagai jenis dan bentuknya. Hanya saja, dikalangan para ahli masih terdapat pendapat-pendapat yang kontroversial, terutama menyangkut kekokohan landasan filosofisnya.
Dalam mengkaji filsafat, permasalahan yang sering muncul adalah kita hanya membahasnya dari aspek sejarah saja, sehingga kajian filsafat selalu ‘datar-datar aja’, tanpa mengambil substansi dari belajar sejarah filsafat. Filsafat juga tidak dijadikan sebagai pisau analisis dalam membedah problem mendasar manusia, sehingga kontribusi filsafat belum bisa dirasakan.
Dalam tulisan ini ingin mengkaji tentang peranan dan kontribusi kontribusi filsafat dalam kerangka mensukseskan pendidikan Islam. Topik ini sangat penting untuk dibahas mengingat problem mendasar dalam pendidikan kita adalah ketidaktahuan dan ketidak konsistensian dalam mengarahkan peserta didik kearah dasar tujuan dari pendidikan tersebut. Sehingga sepertinya kita kehilangan orientasi, dan hal itu mengakibatkan ketidak maksimalan dalam proses pendidikan yang selanjutnya berakibat kepada mutu lulusan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Filsafat
Istilah "filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
Pertama dari segi semantik yaitu kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' artinya cinta, suka, dan 'sophia' artinya pengetahuan, hikmah. Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan, kearifan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf".
Kedua dari segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam, sungguh-sungguh, radikal, sistematis dan rasional Sebuah semboyan mengatakan "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.
B. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Seringkali filsafat dihubungkan dengan masalah pendidikan, bahkan disebut sebagai filsafat pendidikan. Mengenai filsafat pendidikan ini, John Dewey mengemukakan bahwa filsafat pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan, falsafah pendidikan pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertayaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan dan merupakan penerapan suatu analisa filosofis terhadap pendidikan. John Dewey juga memandang bahwa ada hubungan yang erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu tugas filsafat dan pendidikan seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia. Ahli filsafat lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi pembentukan manusia, sedang ahli pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan pada taktik (cara) agar strategi itu terwujud.
Oleh Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany menambahkan, bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafat dan kaidah falsafah dalam pengalaman manusia yang disebut pendidikan. Secara rinci dikemukakan bahwa falsafat pendidikan merupakan usaha untuk mencari konsep-konsep diantara gejala yang bermaacam-macam meliputi:
1. Proses pendidikan sebagai rancangan yang terpadu dan meyeluruh;
2. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang segala istilah pendidikan; dan
3. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.
Berbagai ahli mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin Arifin, misalnya mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat Islam mengkaji tentang berbagai masalah manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru, dan sebagainya.
Perbedaan filsafat pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan pada umumnya adalah bahwa di dalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur'an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata falsafat pendidikan ini menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut.
Dalam hubungan ini Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Selanjutnya ketika ia mengomentari kata ‘radikal’ yang menjadi salah satu ciri berpikir filsafat mengatakan bahwa pandangan ini keliru. Radikal bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia ini disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang telah menyalini isi keimannanya, akan mengetahui dimana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan, dan jika ia berfikir, berfilsafat mensyukuri nikmat Allah, berarti ia radikal (konsekuen) dalam batas-batas itu. Menurut Ahmad D Marimba, inilah sifat radikal dari filsafat Islam.
C. Hakikat dan Tujuan Filsafat dalam Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung kontiniu/berkesinambungan, berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai hayatnya.
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap sampai ke titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Dari kedua sumber ini kemudian timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan. Lebih lengkap kongres se-Dunia ke II tantang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, merumuskan bahwa:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (inteletual), diri manusia yang rasional; perasaan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya menacakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spritual, intelektual, ianajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaiakn dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yangsempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Pendidikan, jika dipahami dari pengertiannya maka kita bisa menggolongkan sebagai satu disiplin keilmuan yang mandiri, yaitu ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. Riset tersaji dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu pendidikan dapat dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yang dihasilkan melalui riset.
Disini kita akan menentukan objek formal ilmu pendidikan yang maha luas, luas terbatas tetapi juga diartikan sempit. Dalam pengertian maha luas, Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang, bisa berupa pengalaman belajar sepanjang hidup, tidak terbatas pada waktu, tempat, bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas pada bentuk kegiatannya. Pengertian kemahaluasan tersirat pada tujuan pendidikannya.
Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (shooling). Pendidikan bisa diartikan pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap peserta didik agar mempunyai kemampuan sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dengan kata lain pendidikan memperlihatkan keterbatasan dalam waktu, tempat, bentuk kegiatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.
Dalam pengertian luas terbatas memberikan alternatif definisi pendidikan, yaitu dengan melihat kelemahan dari definisi pendidikan maha luas yang tidak tegas menggambarkan batas-batas pengaruh pendidikan dan bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya terletak pada menempatkan kegiatan atau pengalaman-pengalaman belajar sebagai inti dalam proses pendidikan yang berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup, baik sekolah maupun di luar sekolah. Selanjutnya kelemahan dalam definisi sempit pendidikan, antara lain terletak pada sangat kuatnya campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan sehingga proses pendidikan lebih merupakan kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yang mengandung makna pendidikan terasing dari kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat. Adapun kekuatanya, antara lain terletak pada bentuk kegiatan pendidikannya yang dilaksanakan secara terprogram dan sistematis.
Definisi alternatif adalah definisi dialektis yang memadukan pengertian-pengertian yang menjadi kekuatan pada definisi maha luas dan definisi sempit, sekaligus menghilangkan kelemahan-kselemahannya. Definisi alternatif merupakan definisi luas yang maknanya berisi berbagai macam pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah yang sengaja di selenggarakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini tujuan pendidikan.
D. Urgensi Filsafat dalam Pendidikan Islam
Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang saat ini, baik dalam pendidikan Islam pada khususnya mauapun pendidikan pada umumnya, bahwa pelaksanaan pendidikan tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan arah dan jalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan agama Islam selama ini berjalan melalui cara dialektis metodis seperti halnya pengejaran umum, dan lebih didasarkan pada basis pedagogis umum yang berasal dari filsafat penelitian model Barat, sehingga lebih menekankan pada “transisi pengetahuan agama”. Untuk menemukan pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh. Para ahli di bidang pendidikan telah meneliti secara teoritis mengenai kegunaan filsafat Islam. Misalnya Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany yang dikutip oleh Abudin Nata, mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Filsafat pendidikan dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melakukannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan.
2. Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh.
3. Filsafat pendidikan Islam akan mendorong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.
Berdasarkan pada kutipan di atas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam ternyata amat strategis. Ia setidaknya menjadi acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Filsafat akan membantu mencari akar dari setiap permasalahan pendidikan. Dengan berdasarkan pada filsafat pendidikan ini setiap masalahn pendidikan akan dapat dipecahkan secara komprehensip, integrated, dan tidak partial, tambang sulam atau sepotong-potong.
Jika kita perhatikan masa kejayaan Islam, tentunya hal yang menarik kita perhatikan adalah tradisi keilmuan masyarakat Islam pada waktu itu. Kesadaran akan ilmu dan kecintaan akan ilmu sangat tinggi, tradisi yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/kebebasan berfikir, penelitian serta pengabdian mereka akan keilmuan yang meraka kuasai.
Tradisi itu terlihat dari; kecintaan mereka akan buku-buku yang hal itu dibarengi dengan adanya perpustakaan-perpustakaan baik atas nama pribadi yang diperuntukkan kepada khalayak umum atau yang disponsori oleh khalifah, para ulama biasanya open hause bagi siapa aja yang mau datang kerumahnya untuk membaca, kedudukan meraka juga dimata masyarakat sangat mulia. Sedemikian cintanya masyarakat akan ilmu sampai-sampai khalifah pada waktu itu untuk merebut hati masyarakat harus memberi perhatian kepada pengembangan ilmu. Kebebasan berpikir yang tinggi memicu tradisi berdiskusi dan berdebat, meraka menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai tempat bertemu untuk berdiskusi. kebutuhan untuk berkarya, sehingga kemandekan pemikiran bisa diatasi.
Tradisi keilmuan ini juga telah berkembang di tradisi keilmuan barat; motivasi mereka sangat tinggi untuk mencari ilmu, tradisi membaca dan berdiskusi tinggi, tradisi meneliti yang tinggi, keterbukaan berfikir dan kebutuhan untuk berkarya juga sangat tinggi. Teknologi dan informasi kebanyakan dikuasai oleh barat, banyak temuan dan peraih nobel pengetahuan bukan dari kalangan Islam. Inilah menurut penulis kemajuan barat dan Islam abbasiyah dalam hal ilmu pengetahuan yang perlu kita kembangkan dalam rangka kemajuan dibidang pendidikan Islam. Inilah yang harus kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan. Kita harus membangun tradisi keilmuan yang kondusif dalam lingkungan masyarakat akademis. Menciptakan tradisi membaca, tradisi menulis, berdiskusi, meneliti, keberanian untuk berfikir kreatif dan terbangunnya kebutuhan akan berprestasi dan berkarya.
Dalam upaya menciptakan situasi kondusif bagi keberhasilan belajar hanya dapat terjadi bila seluruh masyarakat kita menuju masyarakat learning society. Artinya, proses mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 hendaknya diselenggarakan melalui tiga jalur institusi pendidikan, yaitu; (1) lingkungan atau jalur sekolah dan jalur luar sekolah, (2) dilaksanakan oleh berbagi pihak termasuk kerjasama masyarakat dengan pemerintah. (3) merupakan kegiatan yang tidak terputus-putus higga dapat disebut sebagai pendidikan seumur hidup (life long education). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan masyarakat belajar adalah dengan memberdayakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Dalam memberdayakan pendidikan keluarga, relevan untuk ditampilakan beberapa fungsi keluarga, yaitu: (a) fungsi keagamaan, (b) fungsi cinta kasih, (c) fungsi reproduksi, (d) fungsi ekonomi, (e) fungsi pembudayaan, (f) fungsi perlindungan, (g) fungsi pendidikan dan sosial, dan (h) fungsi pelestarian lingkungan.
Disamping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya mewujudkan learning society adalah dengan menciptakan partisipasi masyarakat, mewujudkan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat. Dengan pendekatan demikian diharapkan akan mempertebal rasa self of belonging yang akhirnya tumbuhnya rasa tanggung jawab atas kondisi yang ada. Sehingga dengan learning society diharapkan akan terwujud masyarakat madani (civil society), hal ini sekaligus sebagai alternatif dalam mengatasi masalah yang melanda negara ini.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Mengutip pernyataan Abudin Nata yang mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, yaitu:
1. Filsafat pendidikan dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melakukannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan.
2. Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh.
3. Filsafat pendidikan Islam akan mendorong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.
Dengan demikian peranan filsafat dalam mensukseskan pendidikan mempunyai kontribusi yang sangat besar, sehingga mampu menghasilkan suatu pemikiran yang cemerlang untuk kemajuan dalam berbagai bidang terutama pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Rapar , Jan Hendrik. Pengantar Filsafat (Terj). Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Muhaimain. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Redja, Mudyahardjo. Filsafat Pendidikan; Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari