Selasa, Februari 04, 2020

Refleksi 73 Tahun HMI

Refleksi 73 Tahun HMI
05 Februari 2020

Himpunan Mahasiswa Islam yang di deklarasikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 Hijriyah atau bertetapan dengan 5 Februari 1947 M, Di Sekolah Tinggi Islam (Sekarang Universitas Islam Indonesia), atas prakarsa Prof. Drs. Lafran Pane  beserta 14 mahasiswa sebagai pendiri HMI. Sepanjang sejarah organisasi Hmi sudah banyak memberikan konstribusi yang besar sejak awal berdirinya. Hal tersebut tercantum dalam tekad awal tujuan Hmi di deklarasikan, ada dua tekad besarnya yaitu: (1) mempertahankan negara republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. (2) Menegakkan dan mensyiarkan agama Islam, yang pada saat itu berjuang melawan agresi belanda. Di tengah-tengah pergulatan situasi dunia internasional hegomoni politik kekuasaan, krisis ekonomi dan pendidikan, yang berdampak terhadap kondisi kebangsaan dan keumatan. Hmi hadir dan bergabung bersama pemerintah dan berjuang melawan pihak agresi belanda. Mengutip bahasa  (Najmuddin Muhammad) Mati dalam pertempuran demi mempertahankan harkat dan martabad lebih berguna dari pada hidup yang tidak memiliki tujuan dan prinsip.

Dalam berbagai fase perjuangan Hmi turut andil dalam menyikapi berbagai persoalan, bahkan HMI selalu menjadi miniator republic indonesia. Pada fase perjuangan bersenjata tahun 1947-1949, Hmi telah menunjukan kesetianya  kepada bangsa dan negara, Hmi mengambil bagian penting  dalam perjuangan demi membantu pemerintah, baik sebagai staf, penerangan, penghubung, maupun sebagai pasukan militer di medan pertempuran.

Pada fase pertumbumbuhan dan perkembangan Hmi tahun 1950-1963, Hmi di masa pertempuran melawan agresi belanda, pembinaan dan pengembangan organisasi sangat terabaikan. Namun peristiwa penyerahan kedaulatan 27 desember 1949 membangkitkan semangat baru bagi kader Hmi yang pada fase sebelumnya hanya fokus  menjalankan tugas keumatan dan kebangsaan di medan pertempuran, kini kembali melanjutkan proses perkulihannya di berbagai kampus dan kondisi organisasi secara internal mulai tertata pada tahun 1950 yang ditandai dengan peristiwa perpindahan PB HMI dari Jogyakarta ke Jakarta pada tahun 1951.

Pada fase penuh tantangan bagi kader HMI tahun 1964-1965,  fase ini perseturuan PKI kepada HMI mulai terlihat ketika HMI dengan agitasi-agitasinya berhasil membububarkan Masyumi dan GPII. PKI dan serta kelompoknya merasa terancam dengan keberadaan HMI dan menganggap HMI adalah kekuatan ketiga dari umat islam, sehingga PKI dengan semangat ingin membubarkan HMI.

Pada fase kebangkitan HMI dan pelopor Orde Baru tahun 1966-1968, Hmi yang sadar akan kegagalan Orde Lama, berperan penting dan mempelopori lahirnya Orde Baru. HMI melalui wakil ketua PB HMI Mari’ie Muhammad, memperkarsai terbentuknya kesatuan aksi mahasiswa indonesia (KAMI) 25 Oktober 1965, dengan dua tugas pokok yang di laksanakan KAMI yaitu : (1) Mengamankan Pancasila (2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapo/PKI.

Pada fase pembangunan tahun 1969-1970, HMI mengalami kemajuan yang sangat darastis dalam menyikapi berbagai isu dan masalah yang di hadapi oleh bangsa dan negara. HMI berpartisipasi dalam pembangunan dalam dua bentuk yaitu: (1) turut serta menciptakan suasana yang aman, situasi dan iklim yang kondusif untuk pelaksanan pembangunan (2) Memberikan konsep-konsep  dalam berbagai aspek pemikiran demi terlaksananya pembangunan.


Kini ini, HMI ini sedang dihadapkan dengan kondisi zaman yang laju perubahannya jauh lebih cepat dari sebelumnya. Kecanggihan teknologi dan informasi menuntut kader-kader HMI harus cepat ambil bagian dalam melakukan perubahan dan pembaharuan baik dari segi sistem maupun praksisnya.

Tapi sayang, HMI kini telah kehilangan arah itu, kade-kader HMI lebih gemar mengikuti jejak-jejak seniornya ketimbang membuat jejaknya sendiri (menciptakan sejarah baru). Sebab HMI mengajarkan nilai independensi itu sebagai bekal bagi kader-kader untuk bisa bertahan hidup (survival) dalam kondisi apapun.

Kondisi kekinian kian dinamis, manakala dualisme HMI Dipo dengan dua sosok Ketua klaim legalitas Kemenkuham, sampai di daerah perpecahan terjadi hingga ketubuh komisariat membuat kondisi pengkaderan yang mulia luntur dan pragmatis. Hilangnya peradaban menghargai senior yang rentan dengan kepentingan elit sesaat.

Kata Perjuangan kini hanya menjadi slogan-slogan kosong yang tak memilik makna dan dampak ril untuk ummat, bangsa dan Negara.

Forum Kongres, Konferensi hingga Rapat anggota Komisariat (RAK) dijadikan sebagai ajang perebutan kekuasaan politik. Padahal forum-forum mulia itu diselenggarakan oleh HMI untuk melakukan pertukaran ide dan gagasan para Kader dalam merumuskan langkah-langkah Dakwah HMI untuk umat, bangsa dan negara kedepan.

Revolusi Industri 4.0 adalah gelombang baru di abad ke-21 yang menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kader-kader HMI. Digitalisasi dan otomatisasi di segala sektor mempercepat laju produksi. Kreatifitas dan inovasi kader-kader HMI kedepan sangat dibutuhkan untuk menopang perjuangan HMI. Rigiditas dan eksklusivitas pemikiran yang membuat kemunduran di tubuh HMI harus dipangkas habis hingga ke akarnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa HMI banyak melahirkan para tokoh-tokoh pembaharu, sebut saja Nur kholis Majid (cak Nur), Ahmad Wahib, Delian Noer, Dawam Raharjo dan lain-lain.

Perjuangan HMI hari ini berhenti pada kecakapan retorika, kegagahan berorasi yang endingnya kompromi di atas meja penguasa. Maka lahirlah kader-kader pragmatis- oportunis yang menjadi vampir-vampir Hijau Hitam.

Insan ulil albab/insan cita HMI dan tatanan masyarkat yang diridhoi oleh Allah SWT adalah cita-cita utopis HMI yang belum terwujud hingga kini. Cita-cita mulia itu berhenti pada retorika-retorika di saat acara latihan kader I (basic training) HMI saja. Seharusnya cita itu terpatri dalam urat nadi setiap kader HMI dan menjadi laku hidup.

Kondisi HMI saat ibarat gedung tua yang pilar-pilarnya mulai keropos, dindingnya sudah bolong-bolong serta atapnya yang rapuh. Apabila gedung itu diterpa badai yang besar maka runtuhlah gedung itu.

HMI ku sayang, HMI ku malang…
Insan akademis, pencipta, pengabdi tergadaikan akan kepentinga elit dan para senior pemangku kepentingan otoritas politik. Lagi-lagi disuguhkan dengan impian manis.

Independensi bertukar intervensi sebagian golongan, namun itu semua akan diselamatkan dengan proses jantungnya organisasi “Perkaderan” dengan pola dan penanaman idelogi kearah perjuangan kelahiran Islam secara kaffah.

Semoga diusia senjanya 73 Tahun dapat kembali ke khitahnya menuju HMI umat, dan HMI Bangsa dalam menggapai cita-cita mulia melahirkan masyarakat adil, makmur yang diridhai Allah SWT.

(Muhammad  Edwan Ansari Mantan Kabid PA HMI Cabang Barabai 2010-2011)


 Tak terasa menyimpan atribut ini hampir 10 tahun sudah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari