Kamis, Maret 28, 2019

Sejarah buku iqro

Sejarah Buku Iqra Siapa yang tidak kenal dengan buku yang satu ini? Yapp buku ini menghiasi kenangan kecil sebagian besar diantara kita. Buku Iqra’. Panduan belajar baca al-Qur’an yang paling populer saat ini dan digunakan oleh banyak Taman Pendidikan Al-Qur’an di Seluruh Indonesia. Bahkan kepopulerannya sampai tingkat Negara-negara tetangga. Metode ini mendapat respons positif dari Muslim Tanah Air, bahkan dampaknya dirasakan nyata secara luas di dunia internasional, terutama kawasan Asia Tenggara. Metode ini dinilai memiliki banyak kelebihan, seperti kemudahan dan akurasi. Penemuan metode dan aplikasinya tersebut mengundang decak kagum dan minat para peneliti. Berbagai riset dan kajian berusaha mengungkap seluk beluk metode ini. Sebagian besar berkesimpulan, bahwa metode ini efektif mengajarkan belajar Alquran bagi para pemula. Metode Iqro' sendiri merupakan sebuah metode belajar membaca Alquran yang langsung menekankan untuk mengenal huruf-huruf arab (hijaiyah) dan sekaligus latihan membaca. Buku-buku panduan Iqro' saat ini sudah dapat dengan mudah kita jumpai dimana saja, dalam buku Iqro' tersebut terdapat 6 jilid yang dimulai dengan tingkatan yang paling sederhana hingga sempurna. Metode Iqro' ini sudah terbukti mampu membantu banyak orang yang ingin bisa membaca Alquran sehingga mereka bisa membaca Alquran dengan lancar. Tapi, tahukah Anda siapa sebenarnya pencetus metode Iqro' ini? KH. As'ad Humam Beliau adalah Kyai Haji As'ad bin Humam, beliaulah yang mempelopori metode belajar membaca Alquran cepat dengan metode Iqro'. K.H. As'ad Humam lahir di Yogyakarta pada tahun 1933 dan wafat pada 2 Februari 1996 di usia beliau yang ke-63 tahun. Pada usia remaja, beliau mengalami pengapuran dini yang membuatnya sulit bergerak seperti orang-orang pada umumnya. Beliau menjalani perawatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama satu setengah tahun. Penyakit inilah yang dikemudian hari membuat As’ad Humam tak mampu bergerak secara leluasa sepanjang hidupnya. Hal ini dikarenakan sekujur tubuhnya mengejang dan sulit untuk dibungkukkan. Dalam keseharian, sholatnya pun harus dilakukan dengan duduk lurus, tanpa bisa melakukan posisi ruku’ ataupun sujud. Bahkan untuk menengok pun harus membalikkan seluruh tubuhnya. Beliau juga bukan seorang akademisi atau kalangan terdidik lulusan Pesantren atau Sekolah Tinggi Islam, beliau hanya lulusan kelas 2 Madrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta (Setingkat SMP). Nama asli dari KH As’ad Humam hanyalah As’ad saja, sedangkan nama Humam yang diletakkan dibelakang adalah nama ayahnya, H Humam Siradj. KH As’ad Humam (alm) tinggal di Kampung Selokraman, Kotagede Yogyakarta. Ia adalah anak kedua dari 7 bersaudara. Darah wiraswasta diwariskan benar oleh orang tua mereka, terbukti tak ada satu pun dari mereka yang menjadi Pegawai Negeri Sipil. KH Asad Humam sendiri berprofesi sebagai pedagang imitasi di pasar Bringharjo, kawasan Malioboro Yogyakarta. Penemuan Metode Iqra Profesi sebagai pedagang mengantarnya berkenalan sekaligus berguru dengan KH Dachlan Salim Zarkasyi. Berawal dari silaturahim ini kemudian KH As’ad Humam mengenal metode Qiroati, satu dari sekian metode baca Alquran yang sudah eksis lebih dulu. Dari Qiroati ini pula kemudian muncul gagasan-gagasan KH As’ad Humam untuk mengembangkannya supaya lebih mempermudah penerimaan metode ini bagi santri yang belajar Al Quran. Mulailah KH As’ad Humam bereksperimen, dan hasilnya kemudian ia catat, dan ia usulkan kepada KH Dachlan Zarkasyi. Namun gagasan-gagasan tersebut seringkali ditolak oleh KH Dachlan Salim Zarkasyi, terutama untuk dimasukkan dalam Qiroati, karena menurutnya Qiroati adalah inayah dari Allah sehingga tidak perlu ada perubahan. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan kedua tokoh ”berkonflik”. Sehingga pada akhirnya muncullah gagasan KH As’ad Humam dan Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (Team Tadarus “AMM”) Yogyakarta untuk menyusun sendiri dengan pengembangan penggunaan cara cepat belajar membaca Al-Qur’an melalui metode Iqro. Pada awalnya, pengembangan metode Iqro yang digagas oleh KH As’ad Humam ini hanya perantaraan dari mulut ke mulut atau ‘getok tular’, namun karena ketekunan KH As’ad, metode Iqro mampu dikembangkan secara luas dan diterima baik oleh masyarakat di Indonesia bahkan di dunia internasional, dengan dibantu aktivis yang tergabung dalam Team Tadrus AMM Yogyakarta. Menuai Pujian Banyak para penguji mencoba mengadakan pengujian terhadap keakuratan metode ini. Ternyata hasilnya membuktikan, selain sederhana, metode iqro sangat mudah untuk mempelajari Al-Qur’an. Singkatnya, setelah melalui studi banding dan ujicoba tersebut, maka pada tanggal 21 Rajab 1408 H, bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1988, didirikanlah Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA) AMM Yogyakarta. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Ramadhan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) AMM Yogyakarta. Dan pada tahun 1991 Menteri Agama RI, H Munawir Sjadzali MA, TKA /TPA yang didirikan K.H. As’ad Humam di kampung Selokraman Kotagede Yogya sebagai balai litbang LPTQ Nasional. Dan selanjutnya, perkembangan Iqro’ pun meluasa tidak hanya di di Yogyakarta Dan Jawa Tengah saja namun sudah sampai ke pelosok-pelosok tanah air dan mancanegara. Bahkan di Malaysia, metode Iqro ditetapkan sebagai kurikulum wajib di sekolah. Metode Iqro’ sendiri telah sering diteliti Dan dijadikan objek penelitian. Hasilnya, efektivitas metode Iqro’ dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an di TKA-TPA AMM Kotagede Yogyakarta bagi anak usia TK (4,0 – 6,0 tahun) dalam waktu 6–18 bulan sudah mencapai angka 89,9% yang bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. Sedang untuk anak usia SD (mayoritas usia 7,0 – 9,0 tahun) ternyata lebih cepat lagi. Dalam waktu 12 bulan, mayoritas dari mereka (84,31%) telah lancar membaca al-Qur’an. Waktu yang relatif cepat bila dibandingkan dengan metode (kaidah) Baghdadiyah melalui sistem pengajian “tradisional” yang memerlukan waktu 2–5 tahun. Kesemuanya itu ternyata mampu menggairahkan kembali umat Islam untuk mempelajari Al-Quran. Bahkan dari data yang ada pada Balai Penelitan dan Pengembangan (Balitbang) Lembaga Pengajaran Tartil Quran (LPTQ) Nasional di Yogyakarta, tercatat pada tahun 1995 diseluruh Indonesia kurang lebih telah tumbuh unit-unit TKA-TPA sebanyak 30.000 unit dengan santri mencapai 6 juta anak (Balitbang LPTQ Nasional: 1995). Tak hanya di dalam negeri, buku Iqro ini juga sudah dipakai di luar negeri seperti negeri Jiran Malaysia, Singapura, Bruney Darussalam, Arab Saudi, bahkan Amerika. Sebenarnya selain metode Iqro dan penyusunnya, masih banyak metode yang lain dari cara belajar membaca Al-Quran seperti metode Qiroati, Hattaiyyah, metode Kamali, serta metode Al Barqy. Hanya saja yang paling berpengaruh terhadap masyarakat serta paling banyak digunakan adalah metode Iqro. Berkat disusunnya metode Iqro ini, kemudian dibarengi dengan munculnya gerakan TK Al Quran, akhirnya seluruh tanah air Indonesia telah mengalami gairah baru dalam mempelajari membaca Al Quran. Akhir Perjalanan Kini, K.H. As’ad Humam telah meninggalkan kita untuk selamanya. Pada awal Februari tahun 1996 dalam usia 63 tahun, beliau dipanggil Allah SWT. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada bulan Ramadhan hari Jum’at (2/2) sekitar Pukul 11:30. Jenazah KH. As’ad Humam dishalatkan di mesjid Baiturahman Selokraman Kota Gede Yogya tempat ia mengabdi. Meskipun beliau hanya mampu menempuh kelas 2 di Madrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta atau setara dengan SMP, namun gelar pahlwan sangatlah layak disematkan pada beliau ini yang berjuang dengan pemikiran-pemikirannya dalam melestarikan Alquran. Semoga Iqro menjadi ilmu yang bermanfa’at dan menjadi amalan yang tidak pernah putus untuk KH. As’ad Humam dan menambah kebaikan beliau di sisi Allah SWT. Aamiin.
Referensi : -http://www.republika.co.id/berita/koran/islam-digest-koran/16/02/07/o26fw91-kh-asad-humam-sang-kakek-penemu-metode-iqro -http://www.makintau.com/2015/12/sejarah-lahirnya-metode-iqro-untuk-belajar-membaca-alquran.html http://www.imgrum.org/media/1394969599095600255_1592239826

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari