MENGENAL LEBIH DEKAT KITAB FATHUL MUIN
Kitab “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah kitab “Qurrotu Al-‘Ain” atau yang memiliki nama lengkap “ Qurrotu Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din”. Karena itulah pengarang memberi nama lengkap untuk “Fathu Al-Mu’in” dengan sebutan “Fathu Al-Mu’in Bisyarhi Qurroti Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din” (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين). Kitab ini rampung ditulis pada tahun 982 H.
Pengarang kedua kitab tsb bernama Zainuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Aziz Al-Malibari yang bisa disingkat Zainuddin Al-Malibari. Malabar adalah sebuah daerah di India dimana beliau lahir. Lokasi lebih adalah kota Chombal di dekat kota Mahe daerah Kannur, di wilayah utara Kerala atau yang dikenal dengan sebutan Malabar tadi. Beliau lahir ditahun 938 H.
Guru Al-Malibari banyak, di antaranya yang terpenting adalah sang muhahrir besar fase kedua yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H). Jika Al-Malibari menyebut “syaikhuna” (شيخنا) dalam kitab “Fathu Al-Mu’in”, maka yang dimaksud adalah Ibnu Hajar Al-Haitami ini. Gurunya yang lain adalah Ibnu Ziyad (975 H). Dalam kitab “Fathu Al-Mu’in” biasanya Al-Malibari menyebutnya ‘Syaikhuna Ibnu Ziyad” (شيخنا ابن زياد). Selain itu beliau juga berguru pada Az-Zamzami (w. 976 H), Ash-Shiddiqi (w. 994 H) dan sejumlah ulama yang lain.
Jika dilihat dari sejarahnya, kitab “Fathu Al-Mu’in” ini ditulis setelah masa penulisan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Artinya, kitab ini bisa dipahami sebagai cerminan ringkasan fase kematangan mazhab Asy-Syafi’i. Bisa dikatakan juga “Fathu Al-Mu’in” menghimpun dua kecenderungan dua syaikh besar sebelumnya yaitu kecenderungan Ibnu Hajar Al-Haitami dan kecenderungan Syamsuddin Ar-Romli.
Karena ketinggian nilai kitab ini, menjadi wajar jika pengaruh dan daya sebarnya sangat luas. Di Malabar; India, negeri asal pengarang, kitab ini diajarkan. Bukan hanya di India saja di ajarkan, tetapi juga diajarkan di Mesir, Mekah, Madinah, Suriah, Damaskus, Somalia, Srilangka, Kurdistan, Yaman, Hadhromaut, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
kitab “Fathu Al-Mu’in’ adalah kitab yang berkualitas, tidak heran banyak ulama memberikan perhatian terhadapnya dengan membutkan manzhumah, mukhtashor, hasyiyah, syarah, taqrir, dan ta’liqot untuknya.
Di antara yang menazhomkannya adalah Al-Fadhfari dalam karya berjudul “An-Nazhmu Al-Wafiyy”. Adapula yang membuatkan mukhtashornya seperti yang dilakukan Abdurrahman Bawa dalam karya berjudul “Khulashotu Fath Al-Mu’in” atau “Khulashotu Al-Fiqhi Al-Islami”. Ada juga yang membuatkan hasyiyah untuknya, dan ini adalah bagian terbesarnya. Di antara hasyiyah untuk “Fathu Al-Mu’in” adalah “Hasyiyah Bashobrin” karya Ali Bashobrin (w. 1304 H), “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof (w. 1335 H). Di antara sekian banyak hasyiyah, syarah, taqrir dan ta’liq ini, yang paling terkenal dan telah dicetak ada tiga yaitu, “Hasyiyah Bashobrin” karya Bashobrin, “I’anatu Ath-Tholibin” karya As-Sayyid Al-Bakri dan “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof. Dll
Adapun tahun wafat Al-Malibari, ada sejumlah perbedaan pendapat. Abdul Mun’im An-Namir dalam kitabnya, “Tarikh Al-Islam Fi Al-Hind” menyebut wafatnya tahun 991 H. Jurji Zaidan. Pendapat yang lebih kuat terkait waktu wafat Al-Malibari adalah tahun 1028 H sebagaimana ditegaskan sejarawan Malabar; Muhammad Ali dalam kitabnya, “Tuhfatu Al-Akhyar Fi Tarikhi ulama- Malibar” yang didasarkan bukti tulisan makam dan catatan lain
ditulis Ulang: Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I
editor : Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I
COPYRIGHT ©Catatan Edwan Ansari, Kalimantan Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari