Sebuah catatan kecil untuk sekedar dikenang dan orang tau bahwa aku pernah Hidup. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia!” semoga dengan catatan kecil ini dapat bermanfaat dan menebarkan kebaikan Apa yang dikatakan akan lenyap, apa yang ditulis akan abadi. Aku melintasi kehidupan Kuberanikan diri menulis catatan ini untuk mengabadikan momen hidup (Muhamad Edwan Ansari)
Rabu, November 27, 2013
Pidato Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Periode 2006-2008
Pidato Ketua Umum
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
Periode 2006-2008
Dalam Rangka Dies Natalis ke-60
Himpunan Mahasiswa Islam
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera,
Alhamdulillah puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat illahirabbi, Allah SWT, sumber awal dan akhir kehidupan, yang telah merestui Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir pada 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan 5 Februari 1947 yang saat ini kita rayakan kelahirannya untuk yang ke-60 tahun (masehi). Shalawat serta salam tidak lupa kita sanjungkan kepada Nabi Besar Muhahammad SAW beserta para sahabat.
Perjalanan panjang HMI hingga kini tentunya bukan suatu kebetulan belaka. Melainkan karena ketulusan komitmen kelahirannya serta ikhtiar dari anggota dan alumninya yang senantiasa menjaga dan mengembangkan komitmen kelahiran HMI tersebut. Sejauh ini, berbagai tantangan, cobaan, dan godaan yang dihadapi HMI secara keseluruhan selalu berhasil di atasi. Namun berbagai sura sumbang, keluhan dan kritik pedas kepada HMI akhir-akhir ini merupakan pertanda yang nyata bahwa stok energi HMI semakin terkuras sehingga nampak lemas dalam menghadapi berbagai tantangan, cobaan, dan godaan tersebut. Kondisi HMI saat ini harus diakui lebih banyak tertawan oleh keterbatasan kondisi internalnya dan gagap menghadapi kondisi kekinian-ekternal dan tuntutan futuristik yang sangat dinamis.
Enam puluh tahun bukanlah usia yang muda, namun bukan pula senja untuk sebuah organisasi. Usia 60 tahun harus dipandang secara proporsional sebagai usia penuh kedewasaan. Dewasa dalam memandang jatidirinya dan dewasa dalam memandang kesejarahannya. 60th HMI adalah HMI yang telah mengakumulasi fakta-fakta sosial dan pengetahuan dalam dirinya selama 60 tahun. Fakta-fakta sosial dan pengetahuan tersebut –-dalam perspektif arkeologi pengetahuan Michel Foucault— membentuk suatu sistem pengetahuan tersendiri melalui proses diskursif yang rumit dimana terdapat proses seleksi, distribusi, dan sirkulasi wacana di dalamnya. Dalam proses diskursif tersebut terdapat fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang dapat terus eksis, bahkan muncul sebagai “pemenang” dan menjadi ‘arus utama’ namun juga ada fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang jadi “pecundang” dan terpinggirkan. Oleh karena itu, dalam wacana keagamaan di HMI misalnya, berkembang beragam wacana. Namun proses diskursif nampaknya memenangkan wacana keagamaan yang berwatak modern-moderat-inklusif dan wacana keagamaan lain seperti yang tradisional-radikal-eksklusif menjadi pecundang. Proses diskursif juga nampaknya kini telah memenangkan kerangka berpikir political oriented dan menyisihkan kerangka berpikir berorientasi keilmuan dan profesi. Kemudian, dalam political oriented, yang dominan bukan yang mengedepankan pengaruh atau politik kebudayaan melainkan yang mengedepankan jabatan politik atau politik struktural.
Hadirin yang budiman,
Kongres XXV HMI di Makassar 20-27 Februari 2006 lalu, mengambil tema yang sangat menantang yakni ‘Membangun HMI Baru dan Masa Depan Bangsa’. Tema tersebut telah berhasil menginspirasi sejumlah perubahan penting dalam AD/ART HMI. Paham kedaulatan anggota semakin dikukuhkan. Pengaturan dalam struktur kekuasaan, struktur kepemimpinan, majelis konsultasi, dan badan-badan khusus diperbaiki dan disuntikkan semangat baru ke dalamnya. Namun demikian, hingga lebih dari satu semester ini, belum banyak yang dapat kami lakukan untuk merealisasikan ‘HMI Baru’ tersebut. Mungkin kami kurang bekerja keras, mungkin kami memiliki sejumlah keterbatasan, namun tak usah diragukan bahwa kami memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk mewujudkannya.
Perspektif lain dalam mengenali kesejarahan HMI misalkan ditampilkan dalam pendekatan ‘gelombang’ atau karakteristik utama dari tahun-tahun kesejarahan HMI. Dalam perspektif kesejarahan ini, tahun 1947-1960an merupakan era ‘gelombang heroisme’ yang ditandai dengan keseluruhan gerak HMI yang diabdikan ke dalam perjuangan untuk mempertahankan eksistensi negara sekaligus eksistensi HMI dari segala hal yang berupaya menggugat dan menghancurkannya. Pada masa ini, HMI dihadapkan pada upaya pendudukan kembali penjajah Belanda, perpecahan NKRI, dan komunisme/PKI. Gelombang berikutnya adalah intelektualisme. Gelombang ini dihasrati oleh gairah mewujudkan kontribusi HMI, ber-itjihad, atas kemandekan berpikir dalam tradisi Islam di Indonesia. Gelombang ini mulai muncul tahun 1960-an akhir hingga tahun 1980-an dan memunculkan gelombang pembaruan pemikiran Islam yang sangat menonjol dengan icon utamanya Nurcholish Madjid (alm).
Meski gelombang intelektualisme ini terus berkembang dan bermetamorfosa di luar HMI, namun di dalam HMI, gelombang ini segera digantikan dengan ‘gelombang politisme’. Gelombang politisme mengusung dominasi logika kekuasaan dan mainstream berpikir politis dalam tubuh dan aktivis HMI. Gelombang ini diawali dengan pemaksaan asas tunggal oleh penguasa Orde Baru pada tahun 1980-an awal. Logika kekuasaan tersebut membekas sangat kuat, karena “memaksa” HMI untuk lebih erat dengan kekuasaan negara. Akibatnya, HMI larut dalam logika kekuasaan tersebut dan menghantarkan HMI pada gelombang berikutnya, yaitu ‘gelombang beku’ (freezed) di akhir tahun 1990-an hingga saat ini. Gelombang beku ditandai dengan tampilnya generasi aktivis HMI yang memitoskan generasi sebelumnya, berlindung dan menuai keberkatan dari kebesaran generasi sebelumnya. Maka jangan heran bila saat ini banyak kader yang cenderung berpikir pragmatis, minim inisiatif, dan miskin kreatifitas. Dengan demikian menjadi wajar apabila generasi ini juga mudah larut dalam agenda politik pihak eksternal dan berkonflik di internal ketimbang menjunjung tinggi persatuan dan program membangun HMI. Gelombang beku merupakan titik nadir dari produk gelombang politisme.
Hadirin yang mulia,
Perspektif kesejarahan di atas dan semangat mengusung HMI Baru yang diamanahi Kongres XXV merupakan bekal bagi kami yang saat ini diamanahi menjadi pengurus untuk mengendalikan biduk HMI. Namun demikian, secara jujur harus kami sampaikan bahwa HMI memiliki banyak keterbatasan sehingga tidak dapat menghela perubahan untuk mewujudkan ‘HMI Baru’ secara sendirian. Disinilah kami mengundang secara resmi kepada kanda-kanda alumni untuk ‘turun tangan’ membantu HMI memperbaiki dirinya. Kami siap untuk berdialog secara terbuka dengan semangat mencari yang terbaik dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Rasanya juga tidak adil bila perubahan HMI harus ditanggung oleh anggota dan pengurus HMI sendiri karena alumni turut andil juga dalam menciptakan kondisi HMI menjadi seperti saat ini.
Kami sangat serius dalam memandang bahwa HMI harus segera lepas dari gelombang beku dan memasuki gelombang baru. Tidak dapat gelombang beku ini berlama-lama di HMI karena dengan demikian eksistensi HMI sangat terancam. Kami juga memandang bahwa ‘realitas’ dominan seperti political oriented dan politik struktural yang kini menyelimuti HMI harus segera diakhiri karena terbukti bahwa ‘realitas’ tersebut cenderung membawa HMI pada kemunduran. Menghadirkan HMI Baru merupakan kemutlakan. Oleh karena itu, kami mengimbau agar ini dijadikan semangat kita bersama, keluarga besar HMI.
Hadirin yang budiman,
M.C. Ricklefs, profesor kehormatan di Monash University menulis A History of Modern Indonesia Since c. 1200, yang berarti Sejarah Indonesia Modern sejak tahun 1200. Ada hal yang menarik dalam judul dan buku ini, yakni kata ‘modern’ yang disematkan kepada bumi nusantara yang kemudian dikenal dengan ‘Indonesia’ dimulai sejak tahun 1200-an dimana pada abad ke-13 tersebut untuk pertama kali Islam masuk ke bumi nusantara. Tentunya bukan kebetulan dan mengada-ada bila Ricklefs menyebutkan ‘Indonesia Modern’ dimulai sejak penduduk di bumi Indonesia menganut Islam. Penulis lain yang cukup terkenal Mc. Turnan Kahin dalam buku Nationalism and Revolution in Indonesia bahkan pernah menulis bahwa Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuhnya nasionalisme Indonesia karena ia menjadi media persemaian nasionalisme itu sendiri sejak awal hingga ke depannya. Senada dengan Kahin, Yudi Latif dalam Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20 menggambarkan bahwa lahirnya Republik Indonesia tidak terlepas dari terbentuknya suatu blok historis yang disebutnya kaum intelegensia muslim. Kaum intelegensia muslim inilah yang karena kesadaran atas ketertinggalan dan penderitaan rakyat Hindia Belanda ketika itu bertekad dan berjuang memerdekakan Hindia Belanda dan berhasil mendirikan Republik Indonesia.
Kutipan di atas, sengaja kami cantumkan untuk mengingatkan kita kembali bahwa hadirnya Islam di Indonesia adalah untuk memperbaiki kualitas hidup penduduk bumi nusantara, menghantarkannya pada tingkat peradaban yang lebih tinggi sebagaimana Muhammad diutus ke muka bumi. Ikhtiar tersebut sempat terinterupsi oleh hadirnya penjajah Belanda pada abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20. Kini bangsa Indonesia, yang mayoritasnya muslim, telah dapat memegang kembali kendali atas bumi Indonesia. Namun apakah yang telah dikontribusikan oleh muslim pada Indonesia? Tentu saja banyak. Namun bila dibandingkan dengan pencapaian peradaban yang telah diberikan hindu-budha pada nusantara di zaman Majapahit dan Sriwijaya, yang jejak-jejaknya dapat dilihat pada Candi Borobudur, Prambanan, catatan sejarah kebesaran perniagaan kerajaan Sriwijaya, dan lain-lain, maka kontribusi muslim di bumi nusantara hingga detik ini belumlah seberapa karena kita belum dapat menghantarkan Indonesia pada puncak peradaban sebagaimana kerapkali kita idamkan.
Hadirin yang budiman,
HMI dilahirkan oleh Lafran Pane dkk dengan dua tujuan yakni pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, melaksanakan syiar Islam. Kedua tujuan awal berdirinya HMI tersebut dalam prakteknya di coba diperjuangkan dengan ikhtiar yang optimal untuk menguasai negara sebagai pusat kekuasaan, pusat sumber daya. Strategi ini tentu saja relevan dalam konteks negara model Orde Lama dan Orde Baru dimana negara merupakan agen utama pembangunan. Apalagi strategi ini diwarnai oleh “trauma historis” zaman Hindia Belanda dimana ketika itu pribumi/muslim karena jauh dari kekuasaan maka menjadi warga negara kelas tiga setelah orang Eropa dan keturunan Asia (China, Arab, dan India).
Strategi mendekati dan menguasai negara hingga saat ini telah membuahkan hasil dengan tampilnya banyak elit negara yang berasal dari HMI yang sedikit-banyak membantu eksistensi HMI dan memudahkan pemerdayaan umat. Namun demikian, apabila kita ingin membawa muslim dan bangsa Indonesia mencapai kesejahteraan dan peradaban yang lebih tinggi lagi ke depan, maka menggantungkan diri pada strategi mendekati dan menguasai negara saja tidak lagi cukup. Saat ini sumber daya dan titik-titik kekuasaan sudah terdistribusi secara meluas di luar institusi negara. Bahkan dalam banyak hal, negara di bawah kendali titik-titik kekuasaan di luar negara tersebut. Globalisme dan kapitalisme yang memiliki slogan capital has no flag yang semakin mencengkeram bumi nusantara merupakan elemen utama yang membuat negara semakin lemah dan mempreteli kewenangannya. Oleh karena itu, pengembangan strategi HMI untuk mendekati institusi dan perusahaan transnasional dan melakukan akumulasi capital merupakan syarat mutlak bila kita ingin mewujudkan muslim/bangsa Indonesia yang adil-makmur dan diridhai Allah SWT.
Hadirin yang budiman,
Di awal tahun 2007 ini, kami ingin menyampaikan beberapa hal yang semoga menjadi perhatian kita bersama di tahun 2007. Pertama, secara internal kami berharap bahwa KAHMI dapat segera menyelesaikan dualismenya sehingga yang ada hanya satu KAHMI. Dengan demikian, KAHMI memiliki tenaga dan legitimasi yang lebih kuat dari saat ini sehingga KAHMI dapat meletakkan dasar-dasar bagi metamorfosa menjadi lembaga yang lebih memberikan kemanfaatan secara institusional bagi HMI, umat, dan bangsa. Kami kerapkali membayangkan KAHMI ke depan dapat berperan seperti lembaga-lembaga donor yang memiliki misi yang jelas dengan back up pendanaan melimpah; memiliki agency khusus untuk menyalurkan sumber daya anggota dan alumni HMI kepada lembaga-lembaga atau perusahaan tertentu yang dinilai strategis; memiliki sekolah, rumah sakit, dan perguruan tinggi; serta memiliki sejumlah perusahaan. Hal ini penting agar peran KAHMI sebagai pelanjut misi HMI menemukan medianya yang lebih nyata.
Kedua, kami mengajak kepada keluarga besar HMI agar memiliki tekad dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki peran dan citra positif HMI yang terus terkuras akibat perilaku kurang terpuji dari pengurus, anggota atau alumni HMI itu sendiri. Oleh karena itu, mari kita meningkatkan silaturahmi, saling mengingatkan dalam kebaikan agar kita lebih terampil dalam menjaga perilaku sehari-hari. Sungguh dalam diri kita inheren nama baik HMI hingga akhir hayat sehingga baik atau buruknya kita juga turut berkontribusi terhadap citra HMI dimata publik. Citra HMI yang buruk dapat berakibat antipati terhadap HMI meskipun sungguh HMI tidak pernah menganjurkan yang demikian.
Ketiga, kepada Pemerintah Indonesia kami berharap agar Ayahanda Prof. Lapran Pane dapat ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa HMI yang didirikannya, merupakan elemen yang selalu membela NKRI dan senantiasa berkontribusi positif dalam dinamika bangsa dan negara. Selain itu, banyak tokoh yang dilahirkan HMI berjasa kepada negara, tokoh-tokoh tersebut mungkin tidak pernah ada apabila HMI tidak diinisiasi berdirinya oleh Prof. Lapran Pane.
Keempat, Pemerintah hendaknya serius memperhatikan data statistik tahun 2006 yang menunjukkan bahwa jumlah rakyat miskin bertambah meskipun pendapatan perkapita penduduk Indonesia meningkat dari tahun 2005. Data tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi antar penduduk Indonesia meningkat. Kondisi ini sangat memprihatinkan bila dibiarkan begitu saja karena mencerminkan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan ini yakni ketidakadilan. Padahal, rasa ketidakadilan yang terakumulasi dibuktikan sejarah mampu menggulingkan kekuasaan manusia sebesar apapun.
Kelima, Pemerintah dan Pemerintah Daerah hendaknya serius memperhatikan pembangunan sumber daya manusia Indonesia (human resources investment) secara nasional dan regional (daerah). Program pembangunan hendaknya ditujukan bagi pembangunan manusia Indonesia itu sendiri karena bangsa adalah kumpulan manusia-manusia, maka menjadi keliru apabila pembangunan tidak diarahkan pada pembangunan manusianya. Apa yang diamanahkan konstitusi bahwa anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, menurut kami, merupakan ketentuan visioner yang tidak sepatutnya ditunda-tunda proses implementasinya.
Keenam, tahun 2007 negara kita direncanakan akan melakukan amandemen lanjutan atas UUD 1945 dan perubahan atas paket undang-undang politik. Dalam iklim transisional, permasalahan ini sangat penting untuk kita perhatikan bersama. Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam akan memantau dan berpartisipasi secara maksimal dalam proses tersebut. Hal ini merupakan komitmen HMI dalam menjaga proses transisi dan memastikan bahwa transisi bermuara pada iklim Indonesia yang demokratis dan sejahtera. Dalam pandangan kami, Pemilu 2009 harus
Ketujuh, kami sangat mendukung gerakan antikorupsi yang dilaksanakan pemerintah. Namun demikian, kami berharap gerakan ini tidak dikotori oleh upaya mencapai sensasi politik semata dan menegakkan prinsip keadilan di dalamnya sehingga bukan hanya koruptor yang kecil dan lemah saja yang dapat diseret ke pengadilan dan penjara. Melainkan juga koruptor yang besar dan kuat. Hal ini penting dalam menepis persepsi publik yang menganggap bahwa pemerintah melakukan “tebang pilih” dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Agenda penting dalam pemberantasan korupsi yang belum dilakukan adalah radikalisasi pembenahan birokrasi. Padahal birokrasi telah lama disadari publik sebagai sarang persemain korupsi yang signifikan dan sumber inefektifitas kinerja pemerintahan.
Hadirin yang berbahagia,
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga yang kami sampaikan menjadi perhatian kita bersama dan menginspirasi kita menjadi lebih baik lagi. Marilah kita terus berikhtiar tanpa lelah dan henti karena Al Qur’an memperingatkan kita bahwa ‘Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum (negara) hingga kaum (negara) itu sendiri yang merubah dirinya’. Yakin Usaha Sampai...
Billahittafiq Wal Hidayah
Wassalamu a’laikum Wr. Wb.
Jakarta, 5 Februari 2007
17 Muharram 1428 H
Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam
Fajar R. Zulkarnaen
Ketua Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari