Kamis, Oktober 31, 2024

Makam Hj. Aisyah binti H. Abdurrahman.

 Makam Hj. Aisyah binti H. Abdurrahman.



Letak: Jalan Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, Desa Kalampayan Tengah, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.


Ada pepatah yang mengatakan: "π˜‹π˜ͺ 𝘣𝘒𝘭π˜ͺ𝘬 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘬𝘴𝘦𝘴𝘒𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘒𝘯𝘨 𝘱𝘳π˜ͺ𝘒, 𝘒π˜₯𝘒 𝘱𝘦𝘳𝘒𝘯 𝘸𝘒𝘯π˜ͺ𝘡𝘒 𝘩𝘦𝘣𝘒𝘡 π˜₯π˜ͺ 𝘣𝘦𝘭𝘒𝘬𝘒𝘯𝘨𝘯𝘺𝘒". Kalimat itu ternyata juga berlaku pada kehidupan Syaikh H. Ismail Khatib bin Qadhi H. Ibrahim Al Banjari, guru dari banyak ulama di zamannya.


Syaikh H. Ismail Khatib diketahui hanya memiliki satu orang istri, namun peran wanita tersebut dikatakan bisa mengalahkan empat istri oranglain. Wanita itu tidak hanya kuat menahan diri ketika ditinggalkan sang suami menuntut ilmu ke Tanah Suci, bahkan juga memiliki andil besar atas kesuksesan sang suami dalam menuntut ilmu. Wanita itu bernama Hj. Aisyah binti H. Abdurrahman, seorang wanita yang berasal dari Serawak, Malaysia. Hj. Aisyah dilahirkan pada hari Senin tanggal 21 Rabi'ul Awwal 1295 H bertepatan dengan 25 Maret 1878 M.


Ketika Syaikh H. Ismail Khatib berusia kurang lebih 23 tahun, beliau mengikuti pamannya yaitu Al 'Alimul Fadhil H. Muhammad Ali Junaidi bin Qadhi H. Muhammad Amin Al Banjari berdakwah ke Negeri Mukah, Serawak, Malaysia. Ketika berada di sana, beliau bertemu dengan Hj. Aisyah. Kemudian beliau menikahi Hj. Aisyah pada hari Senin tanggal 14 Rabi'ul Awwal 1314 H bertepatan dengan 24 Agustus 1896 M, ketika itu Hj. Aisyah berusia 18 tahun.


Enam tahun berselang, Syaikh H. Ismail Khatib berkeinginan melanjutkan menuntut ilmu ke Tanah Suci. Dalam catatan disebutkan, beliau menghabiskan waktu kurang lebih 10 tahun di sana.


"Selama kakek mengaji di Tanah Suci, nenek Aisyah-lah yang meongkosi", ujar Hj. Hilmah binti Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail.


Nenek Aisyah, kata Hj. Hilmah, memiliki kecakapan dalam berdagang. Beliau disebut piawai dalam membuat kue. Kue yang dibuatnya diekspor ke Singapura. "Bahan-bahan kue yang digunakan beliau adalah bahan yang tidak mudah basi, tidak pakai santan", ucapnya.


Sepulang dari Tanah Suci, Syaikh H. Ismail Khatib menemui istrinya di Serawak. Kurang lebih satu tahun menetap di sana, beliau kemudian mengajak sang istri pulang ke kampung halaman di Dalam Pagar, Martapura.


Di kampung halaman, Hj. Aisyah selalu setia mendampingi sang suami dalam mengemban amanah sebagai ahli ilmu yang menjadi rujukan masyarakat dalam menimba ilmu agama.


Rumah mereka menjadi saksi banyaknya santri yang menuntut ilmu, di antara santri yang kemudian menjadi ulama besar, yaitu: Tuan Guru H. Muhammad Kasyful Anwar, Tuan Guru H. Anang Sya'rani Arif, Tuan Guru H. Muhammad Samman Mulia, dan putra mereka yaitu Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail.


Dari pernikahannya dengan Syaikh H. Ismail Khatib, Hj. Aisyah dikaruniai delapan orang anak, yaitu:


1. Durrah.

2. Halimatul Fauziah.

3. H. Muhammad Zein.

4. Hj. Majadiyah.

5. Hj. Arabiyah.

6. Hj. Rabiatul Adawiyah.

7. Fathul Maushili.

8. Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail.


Hj. Aisyah binti H. Abdurrahman berpulang ke rahmatullah pada hari Jum'at tanggal 23 Dzulqa'dah 1355 H bertepatan dengan 5 Februari 1937 M dalam usia 59 tahun.


Dikutip dari: Muhammad Bulkini.


Al Fatihah...


Ψ±Ψ¨ فانفعنا Ψ¨Ψ¨Ψ±ΩƒΨͺΩ‡Ω… ΩˆΨ§Ω‡Ψ―Ω†Ψ§ Ψ§Ω„Ψ­Ψ³Ω†Ω‰ Ψ¨Ψ­Ψ±Ω…ΨͺΩ‡Ω… ΩˆΨ£Ω…ΨͺΩ†Ψ§ في Ψ·Ψ±ΩŠΩ‚ΨͺΩ‡Ω… ΩˆΩ…ΨΉΨ§ΩΨ§Ψ© Ω…Ω† الفΨͺΩ†.


Kalampayan, Sabtu, 1 Juni 2024 M/24 Dzulqa'dah 1445 H.


Al Faqir Ahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari