Kamis, Oktober 17, 2024

Makam Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari. Letak: Jalan Keramat, Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.

 Makam Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari.



Letak: Jalan Keramat, Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.


Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari atau Datu Fatimah adalah cucu dari Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan, beliau lahir dari pasangan Syarifah binti Datu Kalampayan dan Syaikh Abdul Wahab Bugis.


Datu Fatimah bersuami H. Muhammad Sa'id Bugis yang masih terhitung karabat dari ayahnya yaitu Syaikh Abdul Wahab Bugis, dari pernikahan ini Datu Fatimah dikaruniai dua orang anak bernama Abdul Ghani dan Halimah.


Datu Fatimah merupakan sosok ulama perempuan yang jarang disebut dalam khazanah intelektual ulama Nusantara. Meski demikian, peranannya banyak memberikan andil dalam sejarah pendidikan kaum perempuan di masa itu, terutama perempuan-perempuan di Dalam Pagar, Martapura.


Adalah hal yang wajar jika Datu Fatimah tumbuh dan berkembang menjadi perempuan yang shalihah, terdidik, dan terpelajar. Sebab selain uswah dan didikan dari kedua orangtuanya, Datu Fatimah pun dalam pengawasan kakeknya yaitu Datu Kalampayan.


Disebutkan di dalam Syajaratul Arsyadiyah bahwasanya Datu Fatimah dan saudara seibunya yaitu Mufti H. Muhammad As'ad menuntut ilmu kepada kakeknya yaitu Datu Kalampayan. Datu Fatimah dan Mufti H. Muhammad As'ad mendapatkan segala cabang ilmu Bahasa Arab, ilmu Tafsir, ilmu Hadits, ilmu Ushuluddin, ilmu Fiqih, dan lainnya.


Semangat Datu Fatimah digambarkan oleh Ahmad Basuni di dalam bukunya adalah sosok yang memperjuangkan pendidikan kaum perempuan. Jika saudaranya Mufti H. Muhammad As'ad mengajar, maka dengan persetujuan kakeknya beliau pun juga mengajar. Kakaknya itu sebagai penggerak semangat di hati para laki-laki, maka Datu Fatimah menyadarkan rasa beragama bagi kaum perempuan.


Datu Fatimah adalah penulis dan pengarang Kitab Parukunan Basar (Kitab Fiqih) yang disandarkan kepada paman beliau yakni Mufti H. Jamaluddin sehingga lebih dikenal dengan nama Kitab Parukunan Jamaluddin.


Ada beberapa spekulasi mengapa nama Datu Fatimah tidak disebutkan sebagai pengarang dari Kitab Parukunan Basar, tetapi alasan yang paling kuat menurut saya adalah pendapat dari Prof. Martin van Bruinessen yang menyatakan bahwa karya-karya perempuan diingkari dan diboikot pada masa itu karena adanya sebuah anggapan yang kuat di tengah masyarakat bahwa menulis kitab adalah pekerjaan khusus kaum laki-laki.


Hal ini sejalan jika kita kaitkan dengan penggambaran Ahmad Basuni yang sebelumnya mengatakan bahwa Datu Fatimah mendapat persetujuan dalam mengajar, ada semacam indikasi ruang ketat dalam tradisi mengajar bagi kaum perempuan, dan Datu Fatimah mampu mendapatkan akses tersebut pada saat itu.


Terlepas dari semua itu, kitab Datu Fatimah merupakan karya yang dibaca dan diajarkan tidak hanya di Tanah Banjar, tetapi sampai ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Burma (Myanmar). Kitab Parukunan Basar adalah Kitab Arab Melayu yang menandai adanya hubungan erat dengan Semenanjung Malaka, dan kitab ini pernah dicetak di Makkah Al Mukarramah.


Datu Fatimah adalah satu dari sekian banyak sejarah perjuangan perempuan dalam ruang pendidikan di Nusantara yang menjadi inspirasi bagi perempuan saat ini.


Tepat di hadapan saya ini adalah makam daripada Datu Syekhah Fatimah al-Banjari Binti Syekh Abdul Wahab Bugis, yg merupakan cucu dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Makam beliau ini berada di luar dari kubah.


  jika kita hendak masuk ke dalam kubah daripada Datu Bajut, Datu Bidur dan Syekh Abdul Wahab Bugis. Maka makam Datu Fatimah ini berada di luar sebelah kanan, di samping suaminya Datu Said Bugis dan makam orang tua Datu Landak. 


  Pada masanya Datu Fatimah merupakan cucu yg mewarisi kealiman Datu Kalampayan setelah saudara seibunya, yaitu Datu Muhammad As'ad. Beliau merupakan sosok ulama perempuan yg jarang disebut dalam khazanah intelektual ulama Nusantara. Meski demikian peranannya banyak memberikan andil dalam sejarah pendidikan kaum perempuan di masa itu, terutama perempuan-perempuan di Dalam Pagar, Martapura.


  Adalah hal yg wajar jika Datu Fatimah tumbuh dan berkembang menjadi perempuan yg salihah, terdidik dan terpelajar. Sebab selain uswah dan didikan dari kedua orang tuanya, Datu Fatimah pun dalam pengawasan kakeknya. Merupakan latar belakang keluarga yg sangat memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian dan cara berfikir Datu Fatimah.


  Semangat Datu Fatimah di gambarkan oleh Ahmad Basuni di dalam bukunya Jiwa Yang Besar; Syekh Muhammad Arsyad Banjar;


  Adalah sosok yg memperjuangkan pendidikan kaum perempuan. Jika saudaranya Muhammad As'ad mengajar, maka dengan persetujuan kakeknya iapun juga mengajar. Kakaknya sebagai penggerak semangat di hati para laki-laki, maka Datu Fatimah ia menyadarkan rasa beragama dari kaumnya perempuan. 


  Sekilas Datu Fatimah menyadari betul dengan paham patrilineal yg ada di kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat di jaman itu. Dan yg menjadi penanda hal tersebut adalah ketika Karya Ilmiyyah beliau berupa Perukunan Besar bersandar kepada Paman beliau yakni Perukunan Jamaluddin.


  Ada beberapa spekulasi mengapa nama Datu Fatimah tidak disebutkan sebagai pengarang dari kitab Perukunan, tetapi alasan yg paling kuat menurut saya adalah pendapat dari Prof Martin Van Bruinessen berupa karya-karya perempuan diingkari dan diboikot, karena adanya sebuah anggapan yg kuat di tengah masyarakat, menulis kitab adalah pekerjaan khusus kaum laki-laki.


  Hal ini sejalan jika kita kaitkan dengan penggambaran Ahmad Basuni yg sebelumnya mengatakan bahwa Datu Fatimah mendapat persetujuan dalam mengajar, dalam kalimat "Mendapatkan Persetujuan" ada semacam indikasi ruang ketat dalam tradisi mengajar bagi kaum perempuan. Dan Datu Fatimah mampu mendapatkan akses tersebut pada saat itu.


  Terlepas dari semua itu, kitab Datu Fatimah merupakan karya yg dibaca dan diajarkan tidak hanya di Tanah Banjar, tetapi sampai kebeberapa negara; Malaysia, Thailand, Vietnam, Philipina, Kamboja dan Burma. Merupakan kitab Arab Melayu yg menandai adanya hubungan erat dengan Semenanjung Malaka.


  Datu Fatimah, adalah satu dari sekian sejarah perjuangan perempuan dalam ruang pendidikan di Tanah Banjar yg menjadi inspirasi bagi perempuan saat ini. Madaduna bi madadiha.

Makam Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari.


Letak: Jalan Keramat, Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.


Al 'Alimatul Fadhilah Fatimah Al Banjari atau Datu Fatimah adalah cucu dari Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan, beliau lahir dari pasangan Syarifah binti Datu Kalampayan dan Syaikh Abdul Wahab Bugis.


Datu Fatimah bersuami H. Muhammad Sa'id Bugis yang masih terhitung karabat dari ayahnya yaitu Syaikh Abdul Wahab Bugis, dari pernikahan ini Datu Fatimah dikaruniai dua orang anak bernama Abdul Ghani dan Halimah.


Datu Fatimah merupakan sosok ulama perempuan yang jarang disebut dalam khazanah intelektual ulama Nusantara. Meski demikian, peranannya banyak memberikan andil dalam sejarah pendidikan kaum perempuan di masa itu, terutama perempuan-perempuan di Dalam Pagar, Martapura.


Adalah hal yang wajar jika Datu Fatimah tumbuh dan berkembang menjadi perempuan yang shalihah, terdidik, dan terpelajar. Sebab selain uswah dan didikan dari kedua orangtuanya, Datu Fatimah pun dalam pengawasan kakeknya yaitu Datu Kalampayan.


Disebutkan di dalam Syajaratul Arsyadiyah bahwasanya Datu Fatimah dan saudara seibunya yaitu Mufti H. Muhammad As'ad menuntut ilmu kepada kakeknya yaitu Datu Kalampayan. Datu Fatimah dan Mufti H. Muhammad As'ad mendapatkan segala cabang ilmu Bahasa Arab, ilmu Tafsir, ilmu Hadits, ilmu Ushuluddin, ilmu Fiqih, dan lainnya.


Semangat Datu Fatimah digambarkan oleh Ahmad Basuni di dalam bukunya adalah sosok yang memperjuangkan pendidikan kaum perempuan. Jika saudaranya Mufti H. Muhammad As'ad mengajar, maka dengan persetujuan kakeknya beliau pun juga mengajar. Kakaknya itu sebagai penggerak semangat di hati para laki-laki, maka Datu Fatimah menyadarkan rasa beragama bagi kaum perempuan.


Datu Fatimah adalah penulis dan pengarang Kitab Parukunan Basar (Kitab Fiqih) yang disandarkan kepada paman beliau yakni Mufti H. Jamaluddin sehingga lebih dikenal dengan nama Kitab Parukunan Jamaluddin.


Ada beberapa spekulasi mengapa nama Datu Fatimah tidak disebutkan sebagai pengarang dari Kitab Parukunan Basar, tetapi alasan yang paling kuat menurut saya adalah pendapat dari Prof. Martin van Bruinessen yang menyatakan bahwa karya-karya perempuan diingkari dan diboikot pada masa itu karena adanya sebuah anggapan yang kuat di tengah masyarakat bahwa menulis kitab adalah pekerjaan khusus kaum laki-laki.


Hal ini sejalan jika kita kaitkan dengan penggambaran Ahmad Basuni yang sebelumnya mengatakan bahwa Datu Fatimah mendapat persetujuan dalam mengajar, ada semacam indikasi ruang ketat dalam tradisi mengajar bagi kaum perempuan, dan Datu Fatimah mampu mendapatkan akses tersebut pada saat itu.


Terlepas dari semua itu, kitab Datu Fatimah merupakan karya yang dibaca dan diajarkan tidak hanya di Tanah Banjar, tetapi sampai ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Burma (Myanmar). Kitab Parukunan Basar adalah Kitab Arab Melayu yang menandai adanya hubungan erat dengan Semenanjung Malaka, dan kitab ini pernah dicetak di Makkah Al Mukarramah.


Datu Fatimah adalah satu dari sekian banyak sejarah perjuangan perempuan dalam ruang pendidikan di Nusantara yang menjadi inspirasi bagi perempuan saat ini.

 di ambil dari berbagai sumber di edit dan di tulis ulang, di posting ulang oleh :   


Muhammad Edwan Ansari,S.Pd.I


......,

Kasarangan, Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan


copyright@catatanEdwanAnsari




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari