Tuan Guru Haji Muhammad Bakhiet atau biasa dipanggil Guru Bakhiet,dilahirkan pada 1 Januari 1966 di Telaga Air Mata, Kampung Arab, kabupaten Hulu Sungai Tengah. [1] Ayah dia adalah Tuan Guru Haji Ahmad Mughni (Nagara) bin Tuan Guru Haji Ismail (Alabio) bin Tuan Guru Haji Muhammad Thahir (Alabio) bin Khalifah Haji Syihabuddin (Pulau Penyangat-Kepulauan Riau) bin Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Martapura). Dari ayahnya inilah dia sangat banyak mengambil ilmu, khususnya ilmu batin, dan orang tuanya sekaligus sebagai gurunya.
Pendidikan Guru Bakhiet di tahap pendidikan formal dia hanya sampai kelas IV Sekolah Dasar Negeri pada tahun 1976. Selebihnya dia lebih banyak menimba ilmu pada pendidikan non formal, yaitu mulai dari pendidikan dari kedua orang tuanya, khususnya dari ayahnya yang seorang ulama. Dia pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibnu Amin (Pamangkih) pada tahun 1977 kurang lebih selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1980 menjadi santri Pondok Pesantren Darussalam (Martapura) kurang lebih enam bulan. Dari situ kemudian pindah ke Darussalamah kurang lebih satu setengah tahun.
Setelah sekian lama di Martapura, kemudian dia kembali ke Barabai dan berguru dengan orang tua dia sendiri dan berguru dengan para ulama yang ada di sekitarnya. Dalam memperdalam ilmu agama banyak ia ambil dari para ulama terkemuka. Guru-guru dia antara lain adalah orang tua dia sendiri yaitu Tuan Guru Haji Ahmad Mughni, dari sini sangat banyak ilmu yang diperoleh khususnya berkenaan dengan ilmu bathin (ilmu tasawuf). Ilmu fikih secara khusus berguru dengan Tuan Guru Haji Abdul Wahab (Kampung Qadli Barabai). Ilmu bahasa Arab khususnya ilmu Nahwu ditimbanya dari Tuan Guru Haji Hasan dan Tuan Guru Haji Saleh (Barabai). Sedangkan berkenaan dengan ilmu falak dia pelajari dari Tuan Guru Haji Mahfuz bin Tuan Guru Haji Muhammad Ramli bin Tuan Guru Haji Muhammad Amin, seorang tokoh Pendiri Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih.
Di samping sebagai ulama. Tuan Guru Haji Muhammad Bakhiet juga seorang guru Tarikat Alawiyah.Berkenaan dengan dengan Tarikat Alawiyah ini secara historis dia pada tahun 1993 dikirim ke Surabaya (Bangil). Di sinilah dia mengaji dan mengambil Tarikat Alawiyah dari Habib Zein Al Abidin Ahmad Alaydrus. Kurang lebih satu tahun bergelut dalam dunia Tarikat Alawiyah dengan syarat para jamaah yang mengikutinya tidak kurang dari 40 orang. Waktu itu ada sejumlah nama yang aktif malah menjadi murid utama dia, di antaranya adalah Abdul Karim, Abdurrahim, Abdul Aziz, Abdushomat, Abdul Muin, Ahmad Mugeni, Ahmad Said, Ahmad Nor, Ali Mawardi, Baihaqi, Fahrurrazi, H. Abdussalam, H. Alfian Hidayat, H. Darussalam, Zunaidi HA, Mahdi Jauhari, Muhammad Arsyad, Muhammad Ahyad, Muhammad Farid Wajidi, dan lain-lain. Tarikat Alawiyah sangat maju pesat perkembangannya yang pengikutnya hingga kini mencapai puluhan ribu orang. Pada mulanya pengajian tarikat Alawiyah bertempat di Pondok Pesantren Hidayaturrahman Barabai. Di tempat ini pengajian berlangsung kurang lebih 40 minggu atau 40 kali pertemuan. Namun setiap kali pertemuan pesertanya semakin bertambah. Bertambahnya jumlah jamaah maka dia pindah lagi ke pondok pesantren Rahmatullah Ummah. Dari sinilah nantinya menjadi pondok pesantren Nurul Muhibbin yang cukup terkenal itu dan selanjutnya pindah ke Paringin dengan lokasi yang sangat luas dan lengkap dengan pemukimannya.
Sosok Tuan Guru Haji Muhammad Bakhiet sangat kharismatik dan sangat dihormati oleh masyarakatnya di Hulu Sungai. Dari hasil observasi Penulis, sejak Guru Bakhiet berkiprah di Barabai maka suasana kota Apam itu pada khususnya dan Kabupaten HST pada umumnya telah menunjukkan perkembangan yang cukup positif dari segi corak keberagamaannya. Bahkan, ketika terjadi perbedaan pendapat dalam penentuan hari raya antara Guru Bakhiet dan Pemerintah RI, mayoritas umat Islam HST lebih memilih ikut Guru Bakhiet dibandingkan mengikuti ketetapan pemerintah.
Menurut beberapa orang yang dekat dengan dia, kelebihan yang dimiliki oleh dia di samping ilmu dan amaliahnya, antara lain yaitu:
-Menjauhi pemerintah. Contohnya dia menolak dibawa Umrah oleh Pemerintah Daerah. -Netral dalam persoalan politik dan tidak ikut-ikutan dalam persoalan ini. Umpamanya dia menolak pemberian berupa uang dan harta karena kepentingan polotik (partai). -Dia tahan terhadap godaan dunia (wara’). -Sangat memuliakan para habaib. Setiap tanggal 3-5 dia membagi beras untuk para janda, habaib atau yang miskin. Begitu juga pada hari raya. Walaupun dia bukan turunan habaib dalam arti formal tetapi para habib mengakui dia sebagai bagian dari keluarga habaib (Mulhaq Habaib), karena kecintaannya yang luar biasa terhadap para habaib. Konon dia tidak bisa dalam seharipun kalau tidak bertemu dengan habib, walaupun hanya melihat mukanya.
Di samping itu, salah satu akhlak mulia yang penulis temukan sendiri pada diri dia adalah sifat tawadhu. Antara lain dia tidak mau
dicium tangannya ketika kita bersamalaman dengan dia.
Karya-karya Tuan Guru Haji Muhammad Bakhiet ada yang berupa tulisan yang umumnya diambil dari karya-karya Imam al-Ghazali khususnya Ihya Ulumuddin, juga ada yang berupa buletin. Di samping itu berbagai kegiatan pengajian telah didokumentasikan dan kaset-kasetnya beredar di tengah-tengah masyarakat. Dari kaset inilah pengajian dia bisa diakses. Malah salah satu stasion televisi swasta di Kota Banjarmasin telah menyiarkan secara berkala pengajian dia tersebut.
Di antara ajaran dia yang berkenaan dengan tradisi masyarakat adalah: - Pentingnya mentradisikan pakaian putih, karena menurut dia pakaian putih adalah pakaian ahli surga. - tidak boleh menggambar makhluk bernyawa secara full body, meskipun dalam bentuk fotograf, termasuk wali-wali Allah sekalipun. -urutan amar ma’ruf nahi munkar adalah doa, teladan, baru lisan/tulisan
Demikian sekilas perkenalan kita terhadap sosok Guru Bakhiet yang berkiprah di kawasan utara Tanah Banjar, mengingatkan kita pada ketokohan Datu Kandang Haji di Paringin dan Datu Nafis di Kalua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari