Selasa, Mei 31, 2022

BIOGRAFI HAJI MUHAMMAD QUSYAIRI HAMZAH Mengenal Lebih Dekat Penulis "Risalah Amaliyah"

BIOGRAFI HAJI MUHAMMAD QUSYAIRI HAMZAH

BIOGRAFI HAJI MUHAMMAD QUSYAIRI HAMZAH Mengenal Lebih Dekat Penulis "Risalah Amaliyah"




Beliau lahir di Banua Lawas, Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, pada tanggal 15 Desember 1978. Ayah bernama Hamzah bin Suni dan ibu bernama Siti Kamsiar binti Usin. 


Menimba ilmu agama di Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih tahun 1993-1998, Pondok Pesantren Darussalam Martapura tahun 1999-2002. Kemudian lanjut ngaji duduk di Makkah tahun 2002-2004.


Di antara guru-guru beliau : KH. Mahfuzh Amin (Muassis Ponpes Ibnul Amin Pamangkih), KH. Abrar Dahlan, KH. Mukhtar, KH. Arsyad bin Hasyim, KH. Supian Suri, Lc, dan KH. Mahlan. 


Adapun Guru mengaji duduk ketika di Makkah antara lain : Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Syaikh Ismail Zain al-Yamani, Syaikh Ahmad Jamhuri, KH. Ahmad Syairazi (Kandangan), dan lain-lain.


Sekarang menetap di sebuah Pondok Pesantren Darul Hidayah di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Sejak SD bercita-cita menjadi orang yang pandai dibidang agama (faqih fiddin) dan hobi menulis kaligrafi sambil berkarya. Beberapa karya buku telah selesai. Salah satunya Risalah Amaliyah yang dicetak Toko Buku (TB) Mutiara Banjarmasin. 


Di antara karya beliau selain Risalah Amaliyah adalah: 


1. Terjemah Nashaihul Ibad (Melayu), 

2. Risalatul Khutbah (2 jilid), 

3. Risalatul Qashaid fi Madhil Musthafa, 

4. Nikah Islami, 

5. Risalah Ilmu Tajwid, 

6. Terjemah Aqidatul 'Awam,

7. Poster Surah Sajadah tulisan tangan, 

8. Poster Surah Al-Insan tulisan tangan, 

9. Kitab Matan Jurumiyah (salinan tulis tangan dicetak), 

10. Kitab Fathul Mu'thi wa Ghunyatul Muqri Syarah Manzhumah Risalah Warosy (salinan tulis tangan dicetak), dan lain-lain.



Karya beliau paling fenomenal dan legendaris adalah "Risalah Amaliyah" yang telah naik cetak ratusan ribu bahkan jutaan eksemplar. Banyak mengira penulisnya telah berusia sepuh, bahkan dikira sudah meninggal dunia, karena risalah ini sudah diminati dan diamalkan oleh Bubuhan Banjar sejak lebih dari 20 tahun.


Awalnya beliau tak ada keinginan untuk menulis Risalah ini. Hanya bermula dari tulisan tangan yang isinya doa dan ijazah dari guru-guru di pondok, serta dari para ulama dan habaib yang berkunjung ke Pesantren Ibnul Amin Pamangkih. Lembaran demi lembaran beliau kumpulkan. Lalu dikopi oleh teman-teman karena tulisan beliau bagus. Kemudian banyak yang menyarankan agar dijadikan sebuah buku, maka jadilah "Risalah Amaliyah" tahun 1998. Status beliau ketika itu masih seorang santri yang berusia 20 tahun. 


Risalah Amaliyah ini sebelum naik cetak terlebih dahulu beliau perlihatkan kepada Guru Abrar Dahlan (murid Syekh Yasin al-Fadani), Guru Mukhtar Pamangkih, dan wa bil khusus kepada Guru H. Supian Suri, Lc dan KH. M. Arsyad bin Hasyim yang mengoreksinya tiga hari tiga malam.


Setelah dicetak, ternyata peminatnya banyak. Hampir setiap pelajar/santri memilikinya, bahkan jadi koleksi setiap umat Islam di rumah-rumah, masjid dan mushalla. 


Isinya cukup lengkap dan praktis untuk kegiatan keagamaan di masyarakat. Bukan saja memuat amaliah dari bangun tidur sampai tidur kembali, tapi dari buaian sampai liang lahat, dari  dilahirkan ke bumi hingga berpulang lagi ke hadirat Allah, seperti tasmiyatul walad, tahnik hingga talqin, doa arwah dan haul.


Kami sendiri memilikinya sejak duduk di bangku MTs, dan dijadikan referensi utama oleh para santri ketika ujian syafahi terkait doa-doa dan amaliah ibadah


Dan setelahnya beberapa kali naik cetak, dimuat pula di dalamnya Ratibul Haddad dan Wirdul Lathif susunan Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad.

Lamanya beliau menimba ilmu agama membuahkan hasil, beliau tetap banyak berkarya di tengah-tengah kesibukan sebagai pengajar di Ponpes Darul Hidayah Barabai dan sejumlah majlis ta'lim. 

Kanda Qusyairi juga memiliki keilmuan yang langka saat ini, yaitu Ilmu Falak. Dengan ilmu ini tahulah kita kemana arah kiblat, kapan waktu shalat, puasa dan hari raya serta kapan gerhana. Beliau belajar Ilmu Falak kepada Guru Mukhtar, sanadnya dari Guru Mahfuzh Amin Pamangkih, dari Kyai Falak Bogor dan Syekh Yasin al-Fadani. 


Khutbah yang beliau tulis memuat lebih dari 50 judul, semuanya singkat dan padat. Ditulis dalam Bahasa Melayu dan latin. 

Alhamduliah, goresan tangan beliau begitu berkah. Pahala mengalir sampai jannah. Subhanallah.














Senin, Mei 23, 2022

Tuan Guru KH.Muhammad Ridwan Baseri (Abah Guru Kapuh)

 Riwayat Singkat Tuan Guru KH.Muhammad Ridwan Baseri (Abah Guru Kapuh)



Guru Kapuh merupakan sebutan populer dari Tuan Guru KH.Muhammad Ridwan binti Jauhariyah binti Tuan Guru H.Athaillah bin Tuan Guru H.Abdul Qadir bin Syekh Sa'duddin (Datu Taniran) bin Mufti Syekh Muhammad As'ad binti Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan). Beliau lahir sekitar tahun 1966 dari isteri keempat Tuan Guru H.Hasan Baseri yang bernama Jauhariyah dari desa Kapuh, Wasah, Kandangan. Beliau waktu kecil sering dibonceng ayahnya naik sepeda ketika sang ayah ceramah keliling dan bertemu sesama tuan guru hingga kelak beliau banyak dikenal murid dan teman-teman ayah beliau. Berarti sejak kecil beliau sudah dididik dan digembleng oleh ayah beliau sendiri sebagai ulama sekaligus aktivis dan pejuang. Perlu diketahui, ayah beliau cukup lama mondok di PP. Gontor, Ponorogo dan PP. Darussalam, Martapura bahkan dia menjadi murid kesayangan Tuan Guru H.Husin Qaderi.


Selesai sekolah Tsanawiyah beliau melanjutkan menuntut ilmu mondok ke Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo memenuhi pesan ayahnya. Selesai di Gontor beliau belajar mendalami agama dengan Abah Guru Sekumpul sambil mengajar di MAPK dan SMIH di Martapura. Di sini beliau belajar kitab kuning dengan cermat hingga sampai menjadi salah satu murid terkasih Abah Guru Sekumpul. Beliau mengatakan bahwa bersekolah di Gontor membuat kita paham secara aktif berbahasa Arab, sedang belajar kepada Abah Guru Sekumpul membuat kita memahami kitab kuning dan berbagai cabang ilmu keislaman. Suatu perpaduan yang bisa saling mengisi, saling melengkapi dan saling menguatkan satu sama lain. 


Sebenarnya sebelum Abah Guru Sekumpul wafat beliau sudah diizinkan untuk membuka majelis di kampung beliau, tapi beliau baru berani membuka majelis setelah Abah Guru Sekumpul wafat pada tanggal 5 Rajab 1426H/2005M. Beliau berupaya membuka majelis yang mirip dengan majelis Abah Guru Sekumpul baik suasana, tempat maupun metode mengajar dan materi kitab yang dibaca hingga jamaah pengajian seperti berada di Sekumpul atau seperti kelanjutan majelis di Sekumpul. Rupanya harapan beliau itu  jadi kenyataan, pengajian beliau banyak didatangi jamaah yang tadinya setia mengaji di Sekumpul baik dari Hulu Sungai maupun Banjarmasin. Nama majelis beliau adalah Majelis Ta'lim Al-Hidayah yang rutin memberikan tausiyah dua kali seminggu tiap hari Minggu dan Jum'at. Pada hari lainnya beliau mengabulkan hajat orang banyak baik menghadiri undangan salamatan, baarwahan, tasmiyah, walimahan maupun ceramah bahkan beliau menjabat sebagai Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) tingkat Kabupaten Hulu Sungai Selatan.


Majelis ini hari demi hari berkembang pesat hingga Desa Kapuh yang dulu sepi menjadi sangat ramai terutama pada hari-hari beliau melakukan tausiyah. Bisa dikatakan Kapuh menjadi pusat pendidikan Islam di kota Kandangan sekaligus pusat bertumbuhnya ekonomi kerakyatan tempat peredaran dan perputaran uang yang demikian menggairahkan. Kebesaran Majelis Ta'lim Al-Hidayah sudah jauh-jauh hari diprediksi (diramal) oleh guru beliau Abah Guru Sekumpul yang menyatakan bahwa di daerah ini, akan muncul majelis pengajian yang besar melebihi besarnya majelis pengajian terdahulu yakni Majelis Pengajian Tuan Guru H. Muhammad Arifin bin Tuan Guru H. Atha'illah bin Tuan Guru H. Abdul Qadir bin Syekh Sa'duddin (Datu Taniran), Paman beliau sendiri, saudara dari ibu beliau. Prediksi Abah Guru Sekumpul ini, berlangsung saat beliau masih aktif mengaji di Sekumpul, Martapura.


Tidak sampai di situ, beliau juga telah membangun pesantren yang sangat megah di sekitar desa Kapuh, tepatnya berada persis berseberangan dengan Majelis dan rumah beliau. Pesantren ini, penanganannya beliau serahkan pada anak beliau sendiri yang telah lulus dari salah satu pesantren terkenal di Jawa dan sudah berkeluarga. 


Demikian, riwayat sekilas tentang Abah Guru Kapuh dengan segala sepak terjangnya yang telah melakukan perubahan besar pada desa Kapuh kampung halaman beliau. Semoga bermanfaat.